BAB 2
FAKTA YANG TERUNGKAP "Oke, aku akan mintakan alamatnya. Kamu jangan khawatir, aku pasti akan nemenin kamu!" ujar Dista seraya menggenggam jemari sahabatnya tersebut. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya mereka bisa mendapatkan alamat lokasinya. Tak menunggu lama, mereka pun segera meluncur menuju lokasi. "Lis, kamu gak papa?" tanya Dista cemas. Lisa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bukan karena hatinya baik-baik saja, namun dia berusaha menguatkan dirinya sebelum semuanya terbukti. 'Semoga dugaanku salah. Tidak mungkin Mas Farhan tega melakukan semua ini,' harap Lisa dalam hati. Meskipun foto yang dilihatnya cukup jelas, namun dia masih berharap jika semua itu tidak benar. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, mobil yang dikendarai Dista memasuki halaman sebuah rumah yang cukup mewah di sebuah perumahan elite. Dengan hati berdebar, Lisa melangkah masuk. Perlahan, Lisa memasuki ruangan tempat diadakannya acara. Dari kejauhan, dia bisa melihat sang suami tengah bercengkrama bersama beberapa orang dengan seorang wanita muda yang menggandeng lengannya mesra. Lisa terpaku di tempatnya. Air mata yang sejak tadi berusaha dia tahan, akhirnya luruh juga. Merasa ada yang memperhatikan, Farhan menoleh seketika. "Lisa," ujarnya lirih, namun mampu mengalihkan perhatian beberapa orang di sekitarnya. Serempak, mereka menoleh dan menatap Lisa yang masih terpaku di tempatnya. "Mas, apa maksud semua ini?" tanya Lisa seraya menatap sang suami nanar. "Li—Lisa, aku bisa jelaskan!" ujar Farhan gugup. "Tidak perlu, biar Mama yang jelaskan!" sahut mertua Lisa. "Ma!" seru Farhan. Sayangnya, Arum tak mengindahkan seruan putranya. "Seperti yang kamu lihat, hari ini putraku bertunangan dengan wanita yang jelas sepadan dengan kami, dan tentu saja tidak mandul seperti kamu," ujar wanita paruh baya tersebut. "Ma!" seru Farhan frustasi. "Sayang, tolong jangan dengarkan Mama. Sebaiknya kamu pulang dulu ya, nanti aku nyusul. Aku jelaskan di rumah!" pinta Farhan. "Tidak ada yang perlu dijelaskan lagi, Farhan. Dia setuju atau tidak, kamu akan tetap menikah dengan Sonya bulan depan," ujar Arum dengan tegas. "Mas, jadi semua ini benar? Aku benar-benar tidak menyangka kamu tega melakukannya, Mas. Kamu bilang kamu akan setia sama aku, kamu bilang kita akan menghadapi masalah ini sama-sama, tapi mana buktinya? Kamu sudah menghianati aku, Mas," seru Lisa tidak terima. “Sayang … tolong jangan seperti ini! Malu dilihat orang. Aku janji setelah ini akan segera pulang, kita bicara di rumah ya,” ujar Farhan dengan lembut. “Dis, tolong ajak Lisa pulang ya!” pinta Farhan dengan tatapan menghiba. “Jadi ini istrimu yang mandul itu, Mas?” ujar seorang wanita cantik yang sejak tadi bergelayut manja di lengan Farhan. “Sonya, jaga bicaramu!” ujar Farhan dengan tegas. “Mas, kamu tega bentak aku demi wanita mandul ini?” ujar Sonya tidak terima. “Sonya, aku mohon mengertilah!” ujar Farhan frustasi. “Kamu pergilah dulu, aku harus bicara dengan istriku,” ujar Farhan. “Gak, aku mau tetap disini. Lagipula, bukankah kita butuh tandatangannya untuk pernikahan kita nantinya? Jadi sekalian saja minta izin,” ujar Sonya dengan pongahnya. “Benar yang dikatakan oleh Sonya. Lisa, Farhan butuh tanda tangan izinmu untuk menikah lagi. Jadi, Mama harap kamu tidak mempersulitnya,” ujar Arum. “Ma, aku bisa bicara sendiri dengan Lisa,”ujar Farhan yang mulai frustasi. “Kami harus memastikan kalau dia setuju dengan pernikahan kita,” sahut Sonya. “Cukup!” seru Lisa. Dia benar-benar geram mendengar perdebatan mereka. “Mas, ini tidak benar kan?’ tanya Lisa lirih. “Sayang … maafkan aku! Aku terpaksa melakukannya,” sahut Farhan. Lisa membekap mulutnya seketika. Tangis yang sedari tadi berusaha dia tahan, kini mulai pecah. Tubuhnya limbung hingga terduduk di lantai. “Sayang!” seru Farhan berusaha menahan tubuh sang istri, namun dengan tegas Lisa menghempaskan tangannya. “Tega kamu, Mas. Aku benar-benar kecewa sama kamu!” ujar Lisa seraya tergugu. “Sayang, ini semua demi kebaikan kita. Lagipula, saat kami nanti punya anak, anak itu nanti juga akan menjadi anak kamu juga. Kita akan merawatnya sama-sama,” ujar Farhan dengan lembut. Spontan, Lisa menggelengkan kepalanya. “Sayang … aku mohon, izinkan aku menikah lagi, demi kebaikan kita semua!” pinta Farhan. “Demi kebaikan kita? Tidak, Mas. Itu hanya demi kebaikanmu dan mamamu saja,” sahut Lisa tidak terima. “Sudahlah, tidak perlu banyak bicara. Kamu harus mengizinkan Farhan menikah lagi kalau tidak mau diceraikan,” cecar Arum. Perlahan, Lisa menghapus air matanya dengan kasar, lalu bangkit dari posisinya, kemudia menatap sang suami dengan tatapan menghunus. “Lebih aku diceraikan dari pada dimadu,” ujar Lisa tegas. “Sayang, jangan bicara seperti itu,” sahut Farhan. “Ceraikan aku, Mas. Setelah ini, kamu bebas menikah dengan siapapun,” ujar Lisa. “Sayang!” seru Farhan tidak terima. “Farhan, cepat jatuhkan talak pada wanita mandul ini. Mama tidak terima jika sampai pernikahanmu dengan Sonya sampai gagal,” ujar Arum. Farhan terpaku di tempatnya. Di tatapnya sang istri dengan lembut dan menghiba, memohon dengan tatapannya agar dia membatalkan permintaannya. “Mas, cepat jatuhkan talak, biar urusannya cepat selesai,” sahut Sonya. Farhan menghembuskan nafas panjang beberapa kali sebelum mengatakan kalimatnya. “Sayang … tolong cabut permintaanmu. Ayo kita besarkan anak kami sama-sama,” pinta Farhan sekali lagi. “Gak, Mas. Aku tidak mau dimadu. Kamu harus memilih salah satu di antara kami,” sahut Lisa dengan tegas. Dia berusaha menahan air matanya agar tidak kembali terjatuh dan menetes.BAB 3TALAK“Lisa Anindya Yudhistira, dengan ini aku jatuhkan talak padamu. Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi,” ujar Farhan. Tanpa sadar, setitik air mata menetes di pipinya.“Terima kasih, Mas. Semoga kalian bahagia!” Usai mengatakan hal itu, Lisa segera berbalik dan meninggalkan tempat tersebut.Sesampainya di mobil Dista, tangis yang sejak tadi berusaha dia tahan, kini kembali pecah. Tanpa berkata apa-apa, Dista membawa sahabatnya tersebut ke dalam pelukannya. Dia sadar, saat ini sahabatnya tidak butuh kata-kata manis untuk menenangkan dirinya. Yang dia butuhkan hanyalah bahu untuk bersandar.“Sudah agak enakan?” tanya Dista tiga puluh menit kemudian setelah Lisa melepaskan pelukannya. Dengan sisa-sisa isak tangisnya, Lisa pun menganggukkan kepalanya.“Apa rencanamu sekarang?” tanya Dista.“Aku akan pergi, Dis,” ujar Lisa lirih.“Kemana?”“Entahlah, yang jelas aku ingin menjauh dari tempat ini,” sahut Lisa seraya menerawang.“Oke, sebagai langkah pertama, aku akan nemenin ka
BAB 4RAHASIA TERSEMBUNYI“Dari mana?” tanya Sesil, rekan kerja Lisa satu ruangan.“Dari toilet,” sahut Lisa seraya menjatuhkan bobotnya di kursi.“Kamu habis nangis? Kok sembab gitu?” tanya Sesil penuh selidik.“Masak sih?” tanya Lisa panik. Spontan dia segera membuka tasnya dan mengambil cermin mini yang biasa dia bawa. Sesil terkekeh geli melihat kepanikan sahabatnya tersebut.“Ish, kamu ini. Ngagetin aja!” protes Lisa seraya mengerucutkan bibirnya. Bukannya merasa bersalah, Sesil justru semakin terbahak melihat kekesalan sahabatnya tersebut.“Ayo, yang lain udah jalan tuh!” ajak Sesil.“Kemana?” tanya Lisa heran.“Lha, kamu gak lihat pengumuman di grup?” tanya Sesil balik. Spontan, Lisa menggelengkan kepalanya lengkap dengan ekspresi bengongnya.“Ya Tuhan … Lisa sayang, punya ponsel itu dibuka ya. Jangan dianggurin doang. Heran deh, kamu ini manusia zaman kapan sih? Kayak gak ada butuh-butuhnya sama ponsel,” cerocos sahabat Lisa tersebut. Hampir setiap ada pengumuman, Lisa selalu
BAB 5PERTEMUAN TAK TERDUGALisa melajukan motornya dengan tenang. Sebelum tiba di rumah, dia menyempatkan diri untuk berbelanja kebutuhan rumah dan beberapa macam camilan. Setelah selesai, dia pun segera meluncur ke rumahnya. Tanpa dia sadari, sebuah mobil mengikutinya dan berhenti tidak jauh dari rumahnya.“Lisa!” Sebuah seruan dari arah depan rumah, mengalihkan perhatian Lisa yang hendak masuk ke dalam rumah usai memarkirkan motornya. Merasa familiar dengan suara tersebut, Lisa pun segera berbalik. Mata Lisa membeliak menatap sosok yang tengah berdiri di depannya tersebut.Tubuh Lisa membeku seketika. Untuk beberapa lama, Lisa hanya terpaku di tempatnya seraya menatap wanita paruh baya yang tengah melangkah menghampirinya tersebut.“Jadi ini benar kamu?” ujar wanita paruh baya tersebut. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karena dia sendiri sudah mendapatkannya. Wanita paruh baya tersebut menatap Lisa dari atas hingga kebawah, memindainya beberapa lama, lalu
BAB 6DAVIN ZAIDAN DIRGANTARA“Ma? Mama!” Davin terpaksa meninggikan nada suaranya karena Lisa tidak kunjung menyahut saat dipanggil.Tersentak dengan panggilan Davin, Lisa segera menolehkan kepala menatap putranya yang memiliki wajah tampan mirip seperti ayah kandungnya. “Iya, Sayang? Ada apa, Nak? Anak ganteng mama kenapa nih?” tanya Lisa.Kedua tangannya lalu bergerak mengangkat tubuh Davin untuk duduk di pangkuannya. “Mama kenapa bengong? Ada teman Mama yang nakal lagi, ya?” tanya Davin, dengan tampang polosnya yang menggemaskan. Kedua bola mata bulatnya tampak sangat lucu ketika penasaran.Rupanya Davin masih mengingat tentang apa yang diceritakan oleh Lisa beberapa hari lalu, tentang sahabatnya Sesil yang tanpa sengaja mengerjainya. Lalu, ketika Lisa bengong, Davin justru bertanya padanya sama seperti apa yang bocah kecil itu lakukan barusan.Kemudian Lisa asal menjawab bahwa dia sedang memikirkan teman kantornya yang nakal. Lisa menggeleng, tetapi beberapa detik kemudian dia
BAB 7MISI ARUMArum tahu mereka pasti akan mulai mengintimidasinya setelah ini. Tadi saja dipuji ke atas awan, sekarang dijatuhkan ke dasar jurang. “Eh iya, Jelita kan beda dua tahun dengan cucu saya juga, Jeng. Pasti Jeng Ratna senang sekali waktu mengantar Jelita pertama kali masuk sekolah.” Arum hanya diam, tidak menanggapi juga tidak memberikan reaksi. Kalau dia merasa terpancing karena masalah ini, yang ada dia justru mempermalukan diri sendiri. “Bener banget! Kemarin saya nganterin dia sekolah, seru deh! Jeng pada mau lihat nggak foto-fotonya?” sahut Jeng Ratna, salah satu kompor yang suka sekali membuat panas situasi.“Boleh-boleh! Saya mau lihat fotonya Jelita dong, Jeng.”Ratna buru-buru membuka kunci layar ponselnya, mengakses galeri guna memamerkan kelucuan cucu perempuannya. Sementara Arum diam seribu bahasa. “Lihat deh nih. Cantik-cantik ‘kan? Duh, Jelita itu pinter banget, baru masuk sekolah tapi udah punya temen deket lho dia!” serunya heboh.Arum merasakan hawa di
Bab 8Monster Mimpi“Nak,” panggil Lisa dengan menatap ke arah meja makan yang kosong. Lisa mengangkat kepala, melihat jam yang sudah menunjukan pukul tujuh. Tidak biasanya Davin belum ada di meja makan jam segini. Dengan risau, Lisa mencoba menemui Davin.Dia mencari putranya ke dalam kamar, menemukan Davin tengah terduduk dengan ekspresi sayu. Matanya terarah kepada pakaian yang masih tergantung rapi dan sudah Lisa siapkan sebelumnya tetapi belum dikenakan oleh Davin.“Nak, kok baju sekolahnya belum dipakai?” tanya Lisa sambil duduk di sebelah Davin, tangannya terangkat untuk mengelus sisi samping kepala anak semata wayangnya.“Davin nggak mau berangkat sekolah, Ma,” ungkap Davin jujur. Jawaban Davin barusan benar-benar di luar dugaan, tidak biasanya Davin bersikap seperti itu.Biasanya setiap pagi justru Davin yang selalu meminta Lisa untuk cepat-cepat mengantarnya ke sekolah. Kini ekspresi wajah Lisa tampak kebingungan. Lisa
Bab 9Bertemu Lagi“Davin, ini sahabat mama. Namanya tante Dista. Sini,” ucap Lisa ketika Dista berdiri dan beranjak untuk memeluk Davin sambil mengelus si anak lelaki. “Beneran lho ini, dia gemesin banget. Ganteng! Besarnya pasti jadi idaman.” Dista menoleh ke arah Lisa, melihat sahabatnya yang sudah rapi sebelum melepaskan Davin yang langsung menghambur ke arah Lisa.“Kamu akan berangkat kerja, Lis?”“Iya,” kata Lisa. “Sebenarnya ini sudah terlambat, tapi aku bingung mau kerja atau enggak, karena Davin nggak ada yang jagain di rumah. Pengasuhnya datang saat siang. Nggak mungkin ‘kan aku ninggalin Davin di sini sendiri?” lanjutnya.Dista mengelus perut buncitnya dan Lisa juga menyentuhnya setelah mendapatkan izin dari Dista terlebih dahulu.“Mama, Davin juga mau! Davin mau pegang perut Tante Dista,” kata Davin bersemangat hingga Dista mengangguk bersemangat.“Sini sini. Kamu dulu juga ada di perut mama seperti ini,
BAB 10 KETAKUTAN LISA “Loh Jeng. Salah bagaimana? Kamu ini ya Jeng, kalau nelepon orang pagi-pagi jangan pakai emosi dong, Jeng Arum,” kata Ratna mengingatkan sementara Arum kesal bukan main. “Sekarang jawab aku, Jeng Ratna. Informasi kamu salah atau benar? Ini aku lagi di sekolah TK nya Jelita. Bocah itu enggak ada! Kamu pasti bohong, ‘kan? Kamu bikin waktu ku sia-sia banget di sini, Jeng!” Ratna yang tidak suka dituduh oleh Arum kemudian emosinya ikut bergejolak. Apalagi, Arum tidak hanya sekali mengatainya berbohong. “Jeng, mana mungkin aku bohong ke kamu? Kemarin, foto yang aku kasih lihat ‘kan kelihatan logo sekolahnya. Kamu cocokkan saja. Memang aku anak jaman sekarang yang ngerti edit-edit?” “Benar juga. ‘Kan, kamu sudah tua,” cibir Arum, lupa dengan usianya yang sepantaran dengan Jeng Ratna dan sekarang sudah jadi nenek-nenek. “Loh, ka
BAB 10 KETAKUTAN LISA “Loh Jeng. Salah bagaimana? Kamu ini ya Jeng, kalau nelepon orang pagi-pagi jangan pakai emosi dong, Jeng Arum,” kata Ratna mengingatkan sementara Arum kesal bukan main. “Sekarang jawab aku, Jeng Ratna. Informasi kamu salah atau benar? Ini aku lagi di sekolah TK nya Jelita. Bocah itu enggak ada! Kamu pasti bohong, ‘kan? Kamu bikin waktu ku sia-sia banget di sini, Jeng!” Ratna yang tidak suka dituduh oleh Arum kemudian emosinya ikut bergejolak. Apalagi, Arum tidak hanya sekali mengatainya berbohong. “Jeng, mana mungkin aku bohong ke kamu? Kemarin, foto yang aku kasih lihat ‘kan kelihatan logo sekolahnya. Kamu cocokkan saja. Memang aku anak jaman sekarang yang ngerti edit-edit?” “Benar juga. ‘Kan, kamu sudah tua,” cibir Arum, lupa dengan usianya yang sepantaran dengan Jeng Ratna dan sekarang sudah jadi nenek-nenek. “Loh, ka
Bab 9Bertemu Lagi“Davin, ini sahabat mama. Namanya tante Dista. Sini,” ucap Lisa ketika Dista berdiri dan beranjak untuk memeluk Davin sambil mengelus si anak lelaki. “Beneran lho ini, dia gemesin banget. Ganteng! Besarnya pasti jadi idaman.” Dista menoleh ke arah Lisa, melihat sahabatnya yang sudah rapi sebelum melepaskan Davin yang langsung menghambur ke arah Lisa.“Kamu akan berangkat kerja, Lis?”“Iya,” kata Lisa. “Sebenarnya ini sudah terlambat, tapi aku bingung mau kerja atau enggak, karena Davin nggak ada yang jagain di rumah. Pengasuhnya datang saat siang. Nggak mungkin ‘kan aku ninggalin Davin di sini sendiri?” lanjutnya.Dista mengelus perut buncitnya dan Lisa juga menyentuhnya setelah mendapatkan izin dari Dista terlebih dahulu.“Mama, Davin juga mau! Davin mau pegang perut Tante Dista,” kata Davin bersemangat hingga Dista mengangguk bersemangat.“Sini sini. Kamu dulu juga ada di perut mama seperti ini,
Bab 8Monster Mimpi“Nak,” panggil Lisa dengan menatap ke arah meja makan yang kosong. Lisa mengangkat kepala, melihat jam yang sudah menunjukan pukul tujuh. Tidak biasanya Davin belum ada di meja makan jam segini. Dengan risau, Lisa mencoba menemui Davin.Dia mencari putranya ke dalam kamar, menemukan Davin tengah terduduk dengan ekspresi sayu. Matanya terarah kepada pakaian yang masih tergantung rapi dan sudah Lisa siapkan sebelumnya tetapi belum dikenakan oleh Davin.“Nak, kok baju sekolahnya belum dipakai?” tanya Lisa sambil duduk di sebelah Davin, tangannya terangkat untuk mengelus sisi samping kepala anak semata wayangnya.“Davin nggak mau berangkat sekolah, Ma,” ungkap Davin jujur. Jawaban Davin barusan benar-benar di luar dugaan, tidak biasanya Davin bersikap seperti itu.Biasanya setiap pagi justru Davin yang selalu meminta Lisa untuk cepat-cepat mengantarnya ke sekolah. Kini ekspresi wajah Lisa tampak kebingungan. Lisa
BAB 7MISI ARUMArum tahu mereka pasti akan mulai mengintimidasinya setelah ini. Tadi saja dipuji ke atas awan, sekarang dijatuhkan ke dasar jurang. “Eh iya, Jelita kan beda dua tahun dengan cucu saya juga, Jeng. Pasti Jeng Ratna senang sekali waktu mengantar Jelita pertama kali masuk sekolah.” Arum hanya diam, tidak menanggapi juga tidak memberikan reaksi. Kalau dia merasa terpancing karena masalah ini, yang ada dia justru mempermalukan diri sendiri. “Bener banget! Kemarin saya nganterin dia sekolah, seru deh! Jeng pada mau lihat nggak foto-fotonya?” sahut Jeng Ratna, salah satu kompor yang suka sekali membuat panas situasi.“Boleh-boleh! Saya mau lihat fotonya Jelita dong, Jeng.”Ratna buru-buru membuka kunci layar ponselnya, mengakses galeri guna memamerkan kelucuan cucu perempuannya. Sementara Arum diam seribu bahasa. “Lihat deh nih. Cantik-cantik ‘kan? Duh, Jelita itu pinter banget, baru masuk sekolah tapi udah punya temen deket lho dia!” serunya heboh.Arum merasakan hawa di
BAB 6DAVIN ZAIDAN DIRGANTARA“Ma? Mama!” Davin terpaksa meninggikan nada suaranya karena Lisa tidak kunjung menyahut saat dipanggil.Tersentak dengan panggilan Davin, Lisa segera menolehkan kepala menatap putranya yang memiliki wajah tampan mirip seperti ayah kandungnya. “Iya, Sayang? Ada apa, Nak? Anak ganteng mama kenapa nih?” tanya Lisa.Kedua tangannya lalu bergerak mengangkat tubuh Davin untuk duduk di pangkuannya. “Mama kenapa bengong? Ada teman Mama yang nakal lagi, ya?” tanya Davin, dengan tampang polosnya yang menggemaskan. Kedua bola mata bulatnya tampak sangat lucu ketika penasaran.Rupanya Davin masih mengingat tentang apa yang diceritakan oleh Lisa beberapa hari lalu, tentang sahabatnya Sesil yang tanpa sengaja mengerjainya. Lalu, ketika Lisa bengong, Davin justru bertanya padanya sama seperti apa yang bocah kecil itu lakukan barusan.Kemudian Lisa asal menjawab bahwa dia sedang memikirkan teman kantornya yang nakal. Lisa menggeleng, tetapi beberapa detik kemudian dia
BAB 5PERTEMUAN TAK TERDUGALisa melajukan motornya dengan tenang. Sebelum tiba di rumah, dia menyempatkan diri untuk berbelanja kebutuhan rumah dan beberapa macam camilan. Setelah selesai, dia pun segera meluncur ke rumahnya. Tanpa dia sadari, sebuah mobil mengikutinya dan berhenti tidak jauh dari rumahnya.“Lisa!” Sebuah seruan dari arah depan rumah, mengalihkan perhatian Lisa yang hendak masuk ke dalam rumah usai memarkirkan motornya. Merasa familiar dengan suara tersebut, Lisa pun segera berbalik. Mata Lisa membeliak menatap sosok yang tengah berdiri di depannya tersebut.Tubuh Lisa membeku seketika. Untuk beberapa lama, Lisa hanya terpaku di tempatnya seraya menatap wanita paruh baya yang tengah melangkah menghampirinya tersebut.“Jadi ini benar kamu?” ujar wanita paruh baya tersebut. Sebuah pertanyaan yang sebenarnya tidak memerlukan jawaban karena dia sendiri sudah mendapatkannya. Wanita paruh baya tersebut menatap Lisa dari atas hingga kebawah, memindainya beberapa lama, lalu
BAB 4RAHASIA TERSEMBUNYI“Dari mana?” tanya Sesil, rekan kerja Lisa satu ruangan.“Dari toilet,” sahut Lisa seraya menjatuhkan bobotnya di kursi.“Kamu habis nangis? Kok sembab gitu?” tanya Sesil penuh selidik.“Masak sih?” tanya Lisa panik. Spontan dia segera membuka tasnya dan mengambil cermin mini yang biasa dia bawa. Sesil terkekeh geli melihat kepanikan sahabatnya tersebut.“Ish, kamu ini. Ngagetin aja!” protes Lisa seraya mengerucutkan bibirnya. Bukannya merasa bersalah, Sesil justru semakin terbahak melihat kekesalan sahabatnya tersebut.“Ayo, yang lain udah jalan tuh!” ajak Sesil.“Kemana?” tanya Lisa heran.“Lha, kamu gak lihat pengumuman di grup?” tanya Sesil balik. Spontan, Lisa menggelengkan kepalanya lengkap dengan ekspresi bengongnya.“Ya Tuhan … Lisa sayang, punya ponsel itu dibuka ya. Jangan dianggurin doang. Heran deh, kamu ini manusia zaman kapan sih? Kayak gak ada butuh-butuhnya sama ponsel,” cerocos sahabat Lisa tersebut. Hampir setiap ada pengumuman, Lisa selalu
BAB 3TALAK“Lisa Anindya Yudhistira, dengan ini aku jatuhkan talak padamu. Mulai hari ini, kamu bukan istriku lagi,” ujar Farhan. Tanpa sadar, setitik air mata menetes di pipinya.“Terima kasih, Mas. Semoga kalian bahagia!” Usai mengatakan hal itu, Lisa segera berbalik dan meninggalkan tempat tersebut.Sesampainya di mobil Dista, tangis yang sejak tadi berusaha dia tahan, kini kembali pecah. Tanpa berkata apa-apa, Dista membawa sahabatnya tersebut ke dalam pelukannya. Dia sadar, saat ini sahabatnya tidak butuh kata-kata manis untuk menenangkan dirinya. Yang dia butuhkan hanyalah bahu untuk bersandar.“Sudah agak enakan?” tanya Dista tiga puluh menit kemudian setelah Lisa melepaskan pelukannya. Dengan sisa-sisa isak tangisnya, Lisa pun menganggukkan kepalanya.“Apa rencanamu sekarang?” tanya Dista.“Aku akan pergi, Dis,” ujar Lisa lirih.“Kemana?”“Entahlah, yang jelas aku ingin menjauh dari tempat ini,” sahut Lisa seraya menerawang.“Oke, sebagai langkah pertama, aku akan nemenin ka
BAB 2FAKTA YANG TERUNGKAP"Oke, aku akan mintakan alamatnya. Kamu jangan khawatir, aku pasti akan nemenin kamu!" ujar Dista seraya menggenggam jemari sahabatnya tersebut.Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya mereka bisa mendapatkan alamat lokasinya. Tak menunggu lama, mereka pun segera meluncur menuju lokasi."Lis, kamu gak papa?" tanya Dista cemas. Lisa hanya bisa menggelengkan kepalanya. Bukan karena hatinya baik-baik saja, namun dia berusaha menguatkan dirinya sebelum semuanya terbukti. 'Semoga dugaanku salah. Tidak mungkin Mas Farhan tega melakukan semua ini,' harap Lisa dalam hati. Meskipun foto yang dilihatnya cukup jelas, namun dia masih berharap jika semua itu tidak benar.Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, mobil yang dikendarai Dista memasuki halaman sebuah rumah yang cukup mewah di sebuah perumahan elite. Dengan hati berdebar, Lisa melangkah masuk.Perlahan, Lisa memasuki ruangan tempat diadakannya acara. Dari kejauhan, dia bisa melihat sang suami tengah berc