Sepasang paruh baya tengah bercengkrama di ruang keluarga, sesekali Pak Yuda membolak-balik korannya, entah berita apa lagi yang ingin dibacanya. Terdapat beberapa potongan kue lapis, berwarna hijau berseling putih yang bersanding dengan beberapa buah onde-onde kacang hijau beralaskan piring di atas meja sebagai peneman kopi tubruk kegemaran Pak Yuda. Ia seakan sudah candu dengan kopi tubruk buatan istrinya. "Wa'alailumsalam," jawab Bu Tari dan Pak Yuda hampir bebarengan menjawab salam dari anak gadisnya. "Pulang malam lagi, Myth?" tanya Pak Yuda pada putrinya. "Iya, Yah. Tadi mampir ke rumah Uci," jawab Mytha sambil mencium tangan Pak Yuda, bersalaman. "Uci sudah membaik keadaannya, Myth?" tanya Bu Tari baru sempat menengok Uci kemarin. Seakan tak enak, tak ikut serta dalam persidangan Uci karena kondisi Pak Yuda yang belum pulih. Namun, turut prihatin atas kejadian yang menimpa teman anaknya. "Alhamduliah, sudah baikan, Bu," jawab Mytha singkat, kini ganti punggung tangan Bu T
Prolog Akibat menentang perjodohan, dirinya terseret dalam keloknya liku jodoh dalam hidupnya. Nurulia Mytha Mahendra, seorang gadis 24 tahun yang baru saja bekerja di perusahaan advertising selama setahun, menyesal akan tindakannya menentang perjodohan itu. Ingin menggagalkan perjodohan, dengan memperkenalkan kekasihnya. Namun sang kekasih begitu pengecut menghadapi ayahnya, ia pun memutuskan berpisah. Sang kekasih yang kini menjadi mantan tak terima dan menjebaknya, ingin merenggut mahkota yang dimilikinya. Takdir berkata lain walau kesuciannya hampir dinodai oleh mantan kekasihnya tetapi entah mengapa mahkota itu malah orang lain yang merenggutnya. "AAhhh!" teriak Mytha melihat dirinya satu ranjang dengan Devan tanpa busana. "Berisik!" ucap Devan masih setengah lelap dalam tidurnya. "Lo apakan gue??" tanya Mytha sembari mengambil selimut tuk menutupi tubuhnya dan mulai menggoncang-goncangkan tubuh Devan agar terbangun. "Hei, apa yang terjadi semalam?!" kesal Mytha lalu
Cahaya jingga senja menembus dinding kaca kantor, sebagian karyawan telah berlalu tuk berkumpul dengan keluarganya. Beda halnya dengan Mytha yang masih enggan beranjak dari tempat duduk, meja kerja pun menjadi tempat sandaran kepala yang seakan penuh dengan masalah. Lamunannya terbuyarkan oleh sapaan seorang sahabatnya. "Hei, ayo pulang," ajak Uci, selain teman sefakultasnya dulu, juga merupakan teman satu teamnya di kantor. "Duluan aja, bentar lagi gue juga pulang," jawab Mytha dengan malasnya. "Kenapa lo? Lagi ada masalah?" tanya Uci dengan mata menyelidik, melihat tingkah tak biasa Mytha hari ini. "Sedikit," jawab Mytha singkat sembari menyatukan jari kelingking dengan jempolnya. "Ada masalaha apa, Myth? Mungkin gue bisa bantu," tawar Uci, lumayan lama dirinya mematung menunggu jawaban Mytha. Akhirnya pun Mytha menceritakan dari awal dia mengenal cinta. Sempat berpacaran beberapa kali, namun kandas ditengah jalan dengan alasan yang tak masuk akal, takut sama ayahnya yang
🎼🎼🎼 Malam minggu malam yang panjang, Malam yang asyik buat pacaran, Pacar baru, baru kenalan.... Kenal di jalan Jendral Sudirman. 🎼🎼🎼 Mytha menyanyikan lagu itu saat bersiap akan berjumpa dengan sang kekasih hatinya. Walau lagu jaman dulu dan agak aneh namun Mytha suka. Langit yang mendung tak dihiraukan Mytha. Ia meraih tas hitam kecil kemudian masukkan dompet berserta ponselnya, menggantungkan tasnya itu pada bahu kanannya sebagai pelengkap penampilannya malam ini. "Ceria bener anak Ibu," ucap Bu Tari melihat Mytha berdandan rapi dan berwajah berseri. "Mytha mau ketemu Bayu, Bu. Mau mengajaknya berkenalan dengan Ayah," jawab Mytha sembari meraih tangan Bu Tari, bersalaman serta salam tanda berpamitan. 'Ayah mana, Bu? Mytha mau berpamitan," lanjut Mytha ingin berpamitan pula dengan ayahnya. "Ayahmu sedang istirahat, jangan diganggu. Biar Ibu nanti yang menyampaikannya," jawab Bu Tari menutupi sakit suaminya yang sedang kambuh, mungkin karena akhir-akhir ini banyak
Devan Suryadiningrat merupakan anak kedua dari Dedy Suryadiningrat, pemilik perusahaan dibidang advertising ternama di kota metropolitan. Kini bisnisnya mulai merambah dibidang perhotelan. Adik dari Linda Suryadiningrat itu kini menjabat sebagai presiden direktur menggantikan posisi ayahnya, sedangkan Linda harus puas menjadi wakil presiden direktur. Seperti biasanya untuk menjaga tubuhnya agar tetap terlihat atletis, Devan selalu meluangkan waktunya untuk olahraga atau tuk sekedar joging dipagi hari dan tentunya saat week end. Devan keluar dari apartemennya dengan menggunakan stelan olahraga, langsung bergegas untuk sekedar lari pagi disekitar taman kota dekat apatermennya. Sedangkan dilain tempat, Mytha yang baru saja bangun, mulai membuka jendela kamarnya. Kedua manik Mytha terpaku memandang pemandangan diminggu pagi yang cerah ini. Tampak mentari tersenyum dengan hangat menyapa alam semesta.
Setelah jalan-jalan entah mengapa Devan tak langsung kembali ke apartemennya, ia mengemudikan mobil putih mewahnya menuju rumah utama Suryadiningrat. Sudah lama Devan meninggalkan rumah mewah milik papahnya itu, karena salah satu sebab yakni tidak mau bentrok dengan kakanya. Tin... tinnn....Suara klakson mobil Devan seakan menyuruh Mang Supri selaku security untuk membukakan pintu pagar. Mang Supri meletakkan telappak tangannya di sudut kening tanda hormat ketika melihat mobil Devan melaju disampingnya. Devan yang baru masuk rumah disambut Mamahnya dengan pelukan, sedangkan Linda hanya tersenyum sinis menatapnya. "Mamah kangen Dev," ucap Bu Vika yang tak lain mamahnya Devan. "Devan juga kangen Mah," balas Devan kemudian bersalaman mengecup punggung tangan Bu Vika. "Hai Kak," sapa Devan namun dibalas tatapan sinis dari kakanya, Linda. "Sudah sarapan Sayang?" tanya Bu Vika seraya menggandeng Devan menuju ke ruang keluarga. "B
“Assalamu’alaikum,” salam Mytha tak kala memasuki rumah, namun tak mendapat jawaban. Langkahnya terhenti tatkala mencari ibunya di teras samping, tendengar perbincangan antara ayah dan ibunya. “Tapi Yah, tak baik memaksakan kehendak anak,” sela Bu Tari kapada suaminya. “Ayah sudah berjanji sama Pak Teguh, menikahkan anak kita dengan anak beliau. Beliau pernah menolong ayah, ketika terjadi kerusuhan. Ketika ada timah panas hendak menghantam dada Ayah, Pak Teguh lah yang menyelamatkan. Beliau mendorong tubuh ayah hingga lenganya menjadi sasaran empuk timah panas itu,” tutur Pak Yuda bercerita panjang lebar. “Mamang Pak Teguh berjasa terhadap Ayah, tapi bukan dengan menjodohkan Mytha balasannya Yah. Kasihan Mytha, biar dia memilih jalan hidupnya sendiri.” “Dengan siapa? Lelaki yang dekat dengannya pun tak berani menghadap, meminta langsung kepadaku,” ujar Pak Yuda dengan nada sedikit meninggi. Perdebatan kecil itu pun membuat sakit hypertemsi Pak Yuda ka
Saat Bayu mulai masuk kamar hotel yang telah dipesannya, Devan pun mengikutinya. Bodohnya Bayu tak mengunci dahulu pintu kamarnya, karena kepayahan memapah Mytha ke tempat tidur. "Bayu, kenapa kamu pengecut tidak berani bertemui ayahku?" oceh Mytha diluar sadarnya. "Kau, tau! Ayahku menjodohkanku dengan pemuda yang tak kukenal," lanjut oceh Mytha. Bayu tak mendengarkan ocehan Mytha, yang ada dalam benaknya hanyalah ingin memiliki Mytha seutuhnya namun dengan cara yang salah. Dalam pikiran Bayu, jikalau dia merenggut kesucian Mytha dan Mytha hamil maka dia tak perlu lagi meminta Mytha kepada bapaknya yang galak itu. Dengan sendirinya Mytha dan ayahnya lah yang bertekuk lutut meminta dirinya menjadi suami Mytha. "Aku tuh suka kamu sejak SMA, tau! Mengapa kau tak mengerti akan hal itu!" ucap Bayu memandang tubuh Mytha dan mulai menggerayanginya. Saat Bayu akan memulai aksinya, Devan pun dengan sigap menarik Bayu dan menghadiahkan beberapa pukulan
Sepasang paruh baya tengah bercengkrama di ruang keluarga, sesekali Pak Yuda membolak-balik korannya, entah berita apa lagi yang ingin dibacanya. Terdapat beberapa potongan kue lapis, berwarna hijau berseling putih yang bersanding dengan beberapa buah onde-onde kacang hijau beralaskan piring di atas meja sebagai peneman kopi tubruk kegemaran Pak Yuda. Ia seakan sudah candu dengan kopi tubruk buatan istrinya. "Wa'alailumsalam," jawab Bu Tari dan Pak Yuda hampir bebarengan menjawab salam dari anak gadisnya. "Pulang malam lagi, Myth?" tanya Pak Yuda pada putrinya. "Iya, Yah. Tadi mampir ke rumah Uci," jawab Mytha sambil mencium tangan Pak Yuda, bersalaman. "Uci sudah membaik keadaannya, Myth?" tanya Bu Tari baru sempat menengok Uci kemarin. Seakan tak enak, tak ikut serta dalam persidangan Uci karena kondisi Pak Yuda yang belum pulih. Namun, turut prihatin atas kejadian yang menimpa teman anaknya. "Alhamduliah, sudah baikan, Bu," jawab Mytha singkat, kini ganti punggung tangan Bu T
"Jadwal sekarang gue apa?" tanya Devan sinis pada Rio, sekertaris pribadinya. Rio yang profesional menjawab dengan tenang pertanyaan bosnya, sebelum masuk ke ruang presdir dan jam kantor belum dimulai, ia memang terlebih dahulu menanyakan Rosi tentang kegiatan kemarin, saat dirinya izin pulang lebih awal dari jam kerja kantor seharusnya. Devan pun kagum akan dedikasi Rio, atas jawaban yang disampaikannya. Namun, dirinya masih kesal akan kejadian kemarin, dan ditambah kejadian pagi ini di tempat parkir. Mobil Avanza biru Rio melintas tepat di sebelah mobil pajero Devan saat lampu merah telah berganti warna di perempatan, ketika mereka hendak pergi ke kantor. Devan yang mengetahui betul mobil Rio terkejut saat melihat Mytha satu mobil bersama Rio, apa lagi dilihatanya mereka sedang bercengkrama sambil tertawa, membuat dirinya semakin naik pitam karena cemburu. Cukup lama Devan memandangi mobil Avanza biru itu hingga mobil Rio melaju jauh, suara klakson kendaraan di belakang membuyar
Sesampainya di depan rumah Mytha, Pak Yuda tengah berada di teras. Menunggu anak gadisnya, karena sudah larut malam belum pulan tanpa kabar. Dan dengan amarah Pak Yuda bangkit dari duduknya. Namun, saat melihat yang mengantar putrinya adalah Rio, anak dari sahabatnya, emosinya pun berbalik 180 derajat. Gembira dan langsung menyambut Rio. "Loh, Nak Rio. Terima kasih sudah mengantar Mytha," Ucap Pak Yuda setelah Rio berada persis di hadapannya. Rio pun tersenyum dan mengulurkan tangannya, akan bersalaman. Seusai bersalaman, Rio langsung pamit pada Pak Yuda. Namun, Pak Yuda ingin menahan dengan berkata, "Loh ko buru-buru. Ayo masuk dulu." "Sudah larut malam, Pak. Besok saya ke sini lagi menjemput Mytha." Rio mengayunkan tangan, bersalaman pamit. Pak Yuda tersenyum dan menepuk bahu Rio saat bersalam dengannya. "Iya, Pak. Motor Mytha mogok jadi Rio mengantar Mytha." Mytha sedikit menerangkan alasan Rio besok akan menjemputnya. "O, begitu." Pak Yuda mengangguk-anggukkan kepalanya, tand
Malam pun hampir larut, Mytha dan Rio pun pamit pulang."Maaf, Bu. Sudah malam, kami pulang dulu, besok ke sini lagi," ucap Mytha sesudah membantu Bu Darmi membereskan dan mencuci piring."Terima kasih, Nak Mytha. Terima kasih sudah membantu urus masalah ini." Tangan Bu Darmi mengelus bahu Mytha."Gak usah bilang begitu, Bu. Uci sudah saya anggap saudara, Ibu pun aku anggap Ibuku sendiri."Aku pamit menemui Uci dulu." Mytha memberi berkata pada Rio yang hendak bersalaman dengan Bu Darmi. Rio pun mengangguk dan Mytha mulai melaju menuju kamar Uci.Uci memang sudah membaik keadaannya, akan tetapi ia sedang ingin sendiri. Mereka pun memakluminya dan tidak memaksa Uci untuk bergabung makan malam bersama.Tok... tok... tok...."Gue masuk ya, Ci." Mytha mulai membuka pintu setelah mengetuk pintu 3kali, walau tak mendapat jawaban Uci dari dalam kamar.Mytha mulai mendekat ke ranjang Uci dan berkata, "Loh, ko belum dimakan?" "Apa mau gue suapin? Hahaha...," ledek Mytha memecah kesunyian. Nam
Di tempat lain, yakni di kantor tempat Uci bekerja, Doni dijemput oleh dua petugas kepolisian karena laporan Rio, berkaitan kasus permerk*saan terhadap Uci kemarin. Doni bersikap kooperatif, dan sore itu juga langsung digelandang petugas kepolisian untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Seperti hal nya Uci, Doni pun mendapat pemeriksaan medis. Dipenghujung senja itu, darah dan urine Doni diambil untuk sampel DNA guna mensinkronkan bukti atas kasus tersebut. Tak lupa juga tubuh Doni difoto oleh petugas, dan memang terdapat beberapa cakaran di punggung Doni. Doni menyadari akan hal itu, wajahnya sontak terkejut dan murung seakan tidak bisa mengelak, ia tengah merasa semua bukti menjurus padanya, dirinya harus bertanggung jawab akan apa yang telah diperbuatnya. Setelah pemeriksaan selesai, Doni meminta izin menghubungi pengacaranya, guna membantu dalam kasusnya. Petugas kepolisian pun mengijinkan, dengan didampingi petugas, Doni mulai menelepon salah satu pengacaranya dengan mengg
Terlihat jendela kamar Uci dari semalam belum dibuka, Mytha mulai membuka tirai berwarna merah muda yang menyelimuti jendela kamar Uci. Sirkulasi udara pun mulai berganti, hawa sejuk mulai memasuki ruangan kamar. Sinar mentari dengan lancangnya langsung menerangi sebagian ruangan. Mytha mulai berbalik badan dan menghampiri Uci, mulai merapikan tatanan rambut sahabatnya yang terlihat acak-acakan, bisa dipastikan dari semalam. Sementara di luar ruangan, Rio dan Bu Darmi sedang berbincang langkah apa yang akan ditempuh untuk menyelesaikan permasalahan yang tengah ditimpa Uci. "Maaf, Bu. Uci dari semalam belum diapa-apain kan? Maksudnya belum mandi atau bersih-bersih badan?" tanya Rio sedikit menyelidik akan keadaan Uci. "Belum, Nak Rio. Ibu tidak berani dan kasihan melihat sikap labil yang sedang Uci," jawab Bu Darmi. "Ibu hanya menemaninya dan menenangkannya hingga Uci tertidur. Jendela kamar pun sengaja tidak Ibu buka, takut Uci histeris." Ceri
Di parkiran, Mytha langsung melaju berbelok arah menuju tempat kendaraan beroda dua berjejer. "Myth, tunggu," panggil Rio tatkala Mytha mulai melangkah mendekati motor maticnya. Perempuan berhidung mancung dan bermata coklat itu pun berbalik badan, memutar tubuh menghadap si penyapa. "Bareng aku aja," ajak Rio, menatap intens wajah Mytha. "Aku pakai motorku saja, Mas. Biar ngga repot dan lebih leluasa." "Baiklah kalau begitu." Rio menutup pembicaraan dan dijawab oleh anggukan singkat Mytha. Meskipun memakai kendaraan mereka sendiri-sendiri, tujuan mereka satu yakni ke rumah Uci. Setibanya di rumah Uci, Mytha mengetuk pintu kemudian berlanjut berucap salam, "Assalamu'alaikum." "Wa'alaikumsalam," jawab Bu Darmi dari dalam rumah dan segera membukakan pintu. Sedetik setelah membukakan pintu, Bu Darmi memeluk Mytha, menangis tersedu meluapkan isi hatinya. Mytha mengerti akan kegundahan Bu Darmi, walau belum ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut beliau, hanya isak tangis yang
Semalaman Rio tak dapat memejamkan matanya, pikirannya melayang akan keadaan Uci, khawatir terhadap dirinya. Serta memikirkan apa yang akan diperbuatanya, agar Doni mendapat ganjaran yang setimpal. Berkas sinar sang mentari menyelinap, memaksa menembus jendela kaca yang berbalut tirai tipis. Rio dengan malasnya membuka tirai tersebut, membiarkan sinar mentari menguasai kamarnya. Dirinya bergegas mandi, dan bersiap ke kantor, walau telah bersiap masih nampak kantung mata yang menyerupai mata panda, karna semalaman matanya tak dapat dipejamkan. Saat sarapan bersama, tak banyak yang mereka bertiga bicarakan. Saling sibuk dengan hidangan atau mungkin dengan pikiran masing-masing. Ya, Pak Teguh sudah mengetahui cerita tentang Uci dari istrinya tadi pagi. Namun, dirinya masih menghargai Rio dan ingin mengetahui sejauh mana anaknya melangkah terlebih dahulu. Rio terlihat buru-buru menghabiskan sarapannya, setelah meneguk segelas susu kemudian berpamitan pada
Rio pun pamit pada Bu Darmi. Setelah masuk dalam mobil raut muka Rio seakan penuh kebencian terhadap pamannya, karena kejadian yang menimpa pada Uci. Tanpa berfikir panjang, Rio menstarter mobilnya dan melaju menuju rumah pamannya untuk menuntaskan kemarahannya malam itu juga. Mobilnya melesat kencang tanpa menghiraukan gulitanya malam, karna bulan dan bintang tertutup kabut. Lolongan hewan malam pun tak mengurungkan niat Rio untuk memberi perhitungan pada pamannya. Setibanya di rumah Doni, dirinya hendak mendobrag pintu utama dengan kepalan tangannya, berkali-kali meninju papan jati tersebut dengan keras sambil berteriak memanggil pamannya. Security yang awalnya bersikap manis terhadap Rio terkaget, pasalnya dirinya mengira Rio datang seperti biasa mengunjungi tuannya. "Buka pintunya!" seru Rio sambil menggedor pintu. "Paman! Di mana kau?!" lanjut ucap Rio hampir mendobrag pintu rumah Doni dengan kepalan tangannya. Priittt....