Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.
Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment. Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya. Audriana Camelia. Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu. Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat. Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana. "Ah, shit!!!" Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh satu-satunya gadis yang ia telah ia hisap madu keperawannya. Ia bahkan sama sekali belum merasa puas menikmati tubuh itu. Ia masih ingin bercinta dengan penuh gairah panas dan liar dengan Audriana. Dan hal itu sangatlah aneh, mengingat Jaxton tidak pernah sudi mengulang percintaan dengan wanita mana pun, secantik dan seseksi apa pun, lebih dari satu kali. Tubuhnya. Ya, mungkin karena itu. Tubuh Audriana memang luar biasa menawan, jika ia boleh memuji. Meskipun gadis itu menutupinya dengan pakaian kerja yang longgar dan tidak menarik ketika pertama kali ia memasuki ruang kerja CEO, namun sebagai player kelas berat, Jaxton pun seketika dapat langsung mengenali sebutir berlian yang berkilau dari balik tumpukan debu. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan mesum Jaxton yang mulai melantur kemana-mana mengenai Audriana. "Masuk!" Pintu itu pun terbuka, dan masuklah seorang lelaki muda berparas tak kalah tampan dari Jaxton. "Maaf, Tuan Jaxton. Apa anda memanggil saya?" "Masuklah, Geo!" Tukas Jaxton kepada ajudan pribadinya yang bernama Geovan Aditya. Ajudan itu pun menutup pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Jaxton dengan langkah ringan. Ia berhenti tepat di depan meja kerja Tuannya dan membungkuk penuh hormat. "Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Jaxton tak langsung menjawab. Sejenak ia kembali meraih sebuah dokumen yang mungkin sudah puluhan kali ia baca. Bahkan Jaxton pun sudah menghapalnya di luar kepala. Dokumen yang berisi riwayat hidup serta sisi-sisi kehidupan seorang Audriana Camelia. Gawat. Ia harus segera mengenyahkan Audriana dari pikirannya. Jaxton tidak suka mengetahui kalau seorang wanita telah membuatnya kacau dan sulit berkonsentrasi bekerja. "Bawakan lima orang wanita paling cantik, seksi dan mahir di ranjang untuk melayaniku, sekarang." Jaxton berucap dengan tatapan netra zamrud yang menghujam setajam elang kepada Geovan. Ajudan itu sama sekali tidak terlihat kaget dengan permintaan gila bosnya itu. Jaxton Quinn telah terkenal dengan hasrat seksual yang meledak-ledak, dan dilayani oleh lima orang jalang adalah hal biasa baginya. Dengan wajah datar, Geovan pun mengangguk. "Baik, Tuan. Apakah ada lagi permintaan Tuan yang ingin disampaikan?" "Tidak Geo, itu saja. Pergilah dan bawa mereka segera ke hadapanku." Dengan menekan perasaan ingin bertanya tentang kondisi Audriana, Jaxton pun mengusir Geovan agar segera pergi dari ruangannya. "Baiklah, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." Geovan menundukkan kepalanya sebelum ia mundur dan membuka pintu. "Tunggu." Suara berat itu membuat Geovan serta merta menghentikan langkahnya dengan satu tangan yang masih berada di pegangan pintu. "Bagaimana kondisi Audriana?' Shit!! Jaxton mengutuk dirinya sendiri ketika ia ternyata tidak mampu untuk menahan rasa penasaran kepada gadis yang telah ia klaim sebagai miliknya itu. "Nona Audriana tadi mengamuk, Tuan. Ia marah sekali ketika tidak diperbolehkan pergi dari rumah ini." Jaxton menaikkan satu alisnya dengan ekspresi tertarik. Seulas senyum yang teramat tipis hingga hampir tak kentara terlukis di bibir pink pucatnya. Ah, kelinci kecilnya itu ternyata bisa mengamuk juga. Menggemaskan sekali! "Tapi semuanya sudah aman terkendali, Tuan Jaxton. Dia sudah disuntik obat tidur dan sekarang sedang beristirahat di kamarnya," Geovan pun kembali menginformasikan. "Bagus, kalau begitu sekarang pergilah." Sepeninggal Geovan, Jaxton pun langsung mendesah berat. Ia melepaskan jas abu-abu gelap serta dasinya, lalu melemparkan semua benda itu dengan asal ke atas sofa. Aaah!!! Kenapa tubuhnya sepanas api yang membara, membayangkan Audriana yang sedang terlelap di atas ranjang? Sial. Sungguh, ia akan menghilangkan bayangan Audriana dari otaknya dengan bercinta habis-habisan dengan lima orang jalang yang dibawakan Geovan! *** "Oh yes... Ah, Audriana. Ssshh... Kau hebat sekali." Jaxton menggerak-gerakkan bokongnya untuk mendorong tongkat besarnya yang memiliki panjang di atas normal itu ke dalam mulut seorang wanita yang melahapnya dengan rakus. Sedari tadi ia terus meracaukan nama Audriana, meskipun bukan Audriana yang sedang mengulum juniornya. Empat orang jalang sudah tergeletak pingsan tak berdaya di atas karpet, di atas sofa, di kursi kerja serta di atas meja akibat ulahnya yang brutal dalam melampiaskan nafsu yang seakan tidak bisa padam. Tinggal satu orang wanita bayaran yang terlihat masih mampu melayaninya, meskipun terlihat sekali wajahnya begitu lelah. Sejak tadi ia terus berusaha mengulum milik Jaxton walaupun kesulitan karena ukurannya yang super extra large. Tiba-tiba Jaxton menjambak rambut bercat pirang panjang wanita itu untuk menarik kepalanya dengan kasar lalu membanting tubuh telanjangnya ke atas meja. "Menungginglah, bitch!" Titahnya dingin kepada wanita yang sekujur tubuhnya telah gemetar kelelahan karena beberapa jam tanpa henti melayani nafsu binatang Jaxton. Jaxton menyodok lubang kenikmatan wanita itu dengan sangat kasar dan tanpa ampun, membuat wanita yang sedang menungging di atas meja itu pun menjerit-jerit kesakitan. Namun ia tak berdaya sebab Jaxton mencengkram pinggangnya dengan keras. "Tuan, ampun! Hentikaan!" Jerit wanita itu sembari mencakar-cakar permukaan meja dengan kukunya yang panjang bercat merah dan telah rusak, akibat cakaran tanpa sadarnya di permukaan kayu jati yang solid itu. Namun seakan tuli, Jaxton terus saja menyodok dengan kuat. Pinggul kokohnya bergerak dengan cepat maju mundur tanpa jeda, tak membiarkan detik demi detik yang berlalu begitu saja tanpa kenikmatan yang memenuhi setiap pori-pori kulitnya. "Audriana... Audriana... aaaakhhh!!" Jaxton terus meracaukan nama Audriana seperti seseorang psikopat yang sangat terobsesi pada targetnya. Ia tak pernah puas setiap kali membayangkan wajah dan tubuh molek seindah bidadari yang membuatnya gila. "Fuck!!!" Jaxton pun memaki keras ketika menyadari bahwa wanita jalang ke lima yang melayaninya ternyata juga telah ikut tak sadarkan diri. Aaaarggh, ada apa dengan dirinya? Kenapa hasratnya sangat sulit dipadamkan?? Jaxton telah membuat lima wanita penghibur dengan jam terbang yang tinggi pingsan, namun rudal raksasanya masih saja tegak berdiri dan tidak ada tanda-tanda akan istirahat sama sekali. Lelaki itu pun menyugar rambut coklatnya yang berantakan sambil tertawa kasar. Sesungguhnya satu-satunya yang mampu menidurkan juniornya ini adalah Audriana, itulah kenyataan yang ingin ia sangkal sejak mengenal gadis cantik berambut panjang itu. Meski masih ingin terus menyangkal, namun ia tidak bisa lagi mengabaikan rasa sakit karena nafsu yang tak terselesaikan. Maka dengan cepat, Jaxton mengenakan bath robe hitam yang tersedia di dalam lemari ruang kerjanya, lalu segera menelepon Geovan ajudannya. "Geo, aku minta kau bersihkan ruangan kerjaku ini. Usir dan bayar para jalang ini dengan harga setinggi mungkin agar mereka mau menutup mulutnya. Dan bawa Audriana ke ruang makan, sekarang." ***Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
Audriana merasakan tubuhnya seakan melayang. Aroma tajam rempah-rempah bercampur kayu-kayuan yang maskulin, yang sejak kemarin terasa familier ini terus menyapa hidungnya. Tubuhnya yang berayun-ayun bagai berada dalam buaian tak juga membuat kedua matanya yang terpejam itu bergerak membuka. Ia terlalu lelah. Melayani nafsu bejat Jaxton Quinn yang seakan tak ada akhirnya itu, membuat Audriana pada akhirnya bahkan tak mampu menggerakkan kedua pahanya yang gemetar untuk berdiri. Hingga akhirnya makhluk bejat yang telah menggunakan tubuhnya sebagai pelampias nafsu itu pun menggendongnya turun dari dalam mobil sejak di parkiran VIP, menaiki lift khusus CEO untuk menuju ke lantai 37. Setelah berkali-kali menggagahi Audriana di dalam mobil yang melaju di jalan tol hingga puas, akhirnya Jaxton pun memerintahkan supirnya untuk bergerak menuju Gedung Quinn Entertainment. Waktu telah menunjukkan pukul 9 pagi ketika mereka tiba di gedung itu, telah melewati satu setengah jam dari jam
"Uuhh..." Audriana melengkungkan tubuhnya yang telah polos hanya terbalut keringat. Kedua tangannya yang dibelenggu borgol yang menyatu dengan kepala ranjang, terus bergerak-gerak tak terkendali hingga menimbulkan gesekan luka lecet di pergelangannya. "Aaakkh....!!" Jeritan Audriana yang terdengar sangat merdu di telinga Jaxton itu membuat sudut bibir pink pucatnya tersenyum. Netra hijau cemerlangnya memandangi gadis yang sedang menggelinjang seperti kepanasan di atas ranjang. Sebuah vibrator dengan setelan getaran paling tinggi menancap di dalam lubang sempit Audriana, bergetar dengan suara dengungnya yang erotis. Tentu saja ini semua merupakan ulah bejat Jaxton. Audriana tak berdaya untuk melepas alat bantu seks sialan itu dari bagian bawah tubuhnya, karena kedua tangan dan kakinya terborgol di ranjang merah menyala yang berada di dalam sebuah ruang rahasia. Sudah tiga puluh menit Jaxton hanya diam tegak berdiri di samping ranjang, melihat wanitanya yang cantik itu menggeli
Sinar matahari yang menembus dari sela-sela daun yang berayun ringan ditiup angin, membuat gadis yang terlelap itu akhirnya membuka kedua matanya. Silau sekali. Audriana mengernyit dan menadahkan tangannya di kepala, berusaha menghalau cahaya kemilau keemasan yang sejenak membuat pandangannya mengabur. Namun beberapa detik kemudian, manik bening beriris hitam itu pun seketika membelalak sempurna. "Dimana ini?" gumannya, ketika maniknya menatap sejauh pandang dan hanya menemukan pantai dengan pasirnya yang seputih mutiara serta air laut yang biru jernih. Jejeran nyiur yang terlihat kontras namun berdiri tegak di pinggir pantai, membuat suasana teduh meskipun matahari sedang bersinar terik. Suara deburan ombak yang bergulung dan pecah di atas pasir seakan mampu memberikan kedamaian serta ketenangan bagi siapa pun yang mendengarnya. Sejenak Audriana begitu takjub dengan lukisan alam yang membuatnya terpukau. Sudah lama sekali ia tidak berlibur ke pantai, namun baru sekali ini ia
DRRTD!! Audriana terbangun ketika mendengar suara getar suara ponsel. Sekilas ia pun melirik jam di dinding. Jam 2 dinihari?? "Jaxton, ponselmu bunyi." Audriana berusaha membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu, dengan menyapukan jemari lentiknya di sepanjang pipi berkulit pucat khas warga asing milik Jaxton. Jaxton hanya menjawab dalam gumanan tak jelas, lalu malah makin mempererat pelukannya di tubuh lembut istrinya alih-alih bangun. Audriana pun berdecak sebal. Suara getaran ponsel itu sangat mengganggunya. Kehamilan yang mulai memasuki trisemester kedua ini terkadang membuat perutnya mulai terasa penuh, hingga ia agak kesulitan tidur dengan nyenyak. "Hubby, wake up!" Karena gemas melihat Jaxton yang tak jua bangun, Audriana pun mengecup bibir suaminya itu. "Suara ponselmu mengganggu tidurku," keluh wanita itu. Mendapatkan rejeki berupa kecupan lembut di bibirnya, membuat Jaxton pun sontak terbangun. "Kiss me again, baby." "Angkat dulu teleponnya." "Cium dulu,
Geovan turun dari mobilnya dengan pandangan awas yang menyapu ke sekelilingnya. Untuk ukuran sebuah night club, The Loud Forest milik Bara ternyata cukup lumayan juga. Tempat parkir kendaraannya dipenuhi mobil dan motor yang bisa dipastikan adalah pemilik dari para pengunjung club. Dua orang sekuriti mendekatinya untuk memeriksa tubuhnya, lalu mereka membawa Geovan masuk ke dalam night club untuk menuju lift yang terletak di sudut dekat pintu masuk. Gema bising musik yang menghentak menyambut gendang telinga Geovan, tatkala ia berjalan menyusuri koridor menuju kotak besi yang menempel di dinding tersebut. Suara seruan-seruan tertahan yang berpadu denting gelas serta aroma minuman keras pun menjadi ciri khas sebuah klub malam yang cukup ramai tersebut. Geovan dibawa masuk ke dalam lift yang ternyata menuju ke lantai atas. Ketika pintu besi itu terbuka, Geovan pun melangkah keluar tanpa didampingi oleh dua orang sekuriti tersebut. Ia melihat sebuah pintu ganda di ujung lorong, d
"Masih belum ketemu juga?!"Kania memberengut sebal mendengar protes Geovan. "Ish! Daripada ngoceh melulu, mending kamu bantuin aku," desisnya gemas.Sudah hampir setengah jam Kania mencari-cari cincin berlian dari Geovan yang sebelunya ia lempar karena terbawa emosi.Cincin itu terpental dari tubuh Geovan, dan terperosok ke semak-semak di antara tanaman beraneka macam warna di dalam taman itu.Dan bukan ia tidak mau membantu, hanya saja mencari benda sekecil itu bagi Geovan akan membuang-buang waktu dan tenaga saja. Di siang hari saja akan susah menemukannya, apalagi malam hari seperti ini."Ck! Sudah kubilang biarkan saja. Akan kubelikan cincin yang jauh lebih bagus dari sebelumnya, Sayang! Sudahlah, ayo kita pulang!" Decak Geovan tak sabar. Hari sudah semakin malam, dan kekasihnya yang keras kepala ini masih saja bersikukuh menemukan cincin yang tadi ia buang.Tentunya akan sangat sulit menemukannya di antara tanaman lebat, ditambah suasana yang gelap."Yang benar saja! Masa cinc
"Geo! Turunkan akuu!!" Kania menjerit-jerit di sepanjang jalan, saat Geovan yang masih saja menggendongnya di bahu. Ia bertekad akan terus menjerit membuat keributan agar lelaki itu malu dan akhirnya mau menurunkannya. "Teruslah menjerit, aku tidak akan peduli," ucap Geovan santai, yang masih tetap membawa Kania di bahunya menuju parkiran mobil. Sesampainya di dalam mobil, Geovan tidak mendudukkan Kania di kursi penumpang depan, melainkan membawanya ikut duduk di pangkuannya di bagian pengenudi. Setelah menyalakan mesin dan AC, lelaki itu pun menatap manik bening kekasihnya yang telah lembab oleh air mata. "Kamulah yang meminta kita untuk putus, tapi malah kamu sendiri yang menangis," cetusnya sambil mengusap cairan bening itu menggunakan ibu jarinya. "Jangan sedih, kita tidak akan pernah putus apa pun yang terjadi," godanya dalam senyum yang tersemat di bibirnya. "Seharusnya kamu pergi! Aku sudah berkata dan bersikap kasar sama kamu, Geo! Kenapa kamu masih tidak mau pergi jug
"Maaf, tapi aku sudah memiliki kekasih," tolak Kania yang dengan berani menantang tatapan tajam Bara yang seakan menguliti dirinya. Bara terkekeh pelan melihat mantan kekasih yang masih ia inginkan untuk menjadi kekasihnya kembali itu.Sejak dulu, wanita mungil berparas cantik ini memang terkenal pemberani. Masih teringat di kepalanya saat pertama kalinya Kania bekerja di night club miliknya.Baru hari pertama bekerja, gadis itu sudah membuat kehebohan dengan menginjak kaki dan menendang bagian vital salah satu pengunjung night club yang hendak melecehkannya. Dari kasus ini akhirnya terbukalah kelakuan si pengunjung, yang ternyata sudah sangat sering melecehkan para waiter wanita di night club milik Bara. Selama ini mereka bungkam karena takut pada ancaman si pelaku. Ia pun langsung menindak tegas, dengan mem-black list si pengunjung yang membuat para karyawannya resah. Sejak saat itulah mereka berdua menjadi dekat. Bara mengagumi bagaimana tubuh semungil ini ternyata menyimpan
Seorang lelaki yang sedang terikat di atas kursi dengan pipi lebam dan kening berdarah, terpampang di dalam foto yang dikirimkan seseorang kepada Kania. Dan yang membuat detak jantungnya serasa lepas dari rongga dadanya adalah karena lelaki itu adalah ayahnya. [Jika mau ayahmu selamat, datanglah ke alamat dimana dulu kamu pernah bekerja, Kania. Kamu masih ingat kan, cantik?] Sederet pesan yang muncul di layar ponselnya membuat keringat dingin menitik di keningnya. Ya Tuhan, apa lagi ini?? Kenapa Ayah selalu saja membuat masalah?? [Aku tak peduli. Dia bukan Ayahku lagi], adalah balas pesan dari Kania. Meskipun terkesan angkuh, namun sesungguhnya Kania mengetik pesan itu dengan jemari yang bergetar hebat. Rasanya ingin sekali ia menangis sekaligus berteriak, untuk menyuarakan frustasinya kepada lelaki yang tak pernah berubah itu! Sebuah suara denting balasan pesan membuat Kania buru-buru membacanya. [Baiklah, cantik. Kalau begitu akan kupotong tubuh 'bukan ayahmu' ini, dimulai
Rasanya seperti mimpi. Menjadi seorang istri dari Jaxton Quinn? Benarkah? Audriana menatap sosok menakjubkan yang berdiri di sampingnya, yang berulangkali memberikan senyuman yang biasanya sangat mahal keluar dari bibirnya. Namun malam ini, Jaxton terlihat terlalu bahagia dan sebuah senyuman yang sangat jarang terpulas di bibirnya kecuali untuk Audriana pun kini terus ia berikan kepada semua orang, yang menyalami dan memberikan selamat kepadanya. Sebuah dekapan hangat di pinggangnya membuat Audriana tersenyum kepada lelaki bermanik zamrud yang melakukannya kepadanya. "Kamu capek, Baby?" Jaxton memberikan kecupan singkat namun hangat di kening Audriana. "Mau istirahat saja?" Audriana menggeleng. Sudah puluhan kali Jaxton menanyakan hal itu sepanjang malam ini. Ia terlalu cemas mengingat kondisi Audriana yang sedang mengandung anak mereka. "Aku baik-baik saja, Jaxton. Sangat baik," sahut Audriana. "Aku hanya merasa seperti sedang bermimpi. Benarkah aku menikah dengan Jaxton Quin
Jaxton menatap mayat-mayat yang diangkut oleh orang-orangnya dari atas kapal. Total ada sebelas, dan semuanya dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Ia menghembuskan napas keras seraya menyugar rambutnya. Apa yang dilakukan Geovan malam ini telah membuatnya takjub sekaligus menggeleng-gelengkan kepala. Oh, ia tahu bahwa ia akan melakukan hal yang sama untuk Audriana. Hanya saja kali ini Geovan terlalu nekat! Masuk ke sarang musuh tanpa persiapan dan rencana, dan hanya mengandalkan sebilah pedang? Memangnya dia hidup di jaman dulu?? Sungguh, Jaxton benar-benar tidak menyangka kalau Geovan yang biasanya tenang dan penuh rencana bisa bertindak seimpulsif itu karena seorang gadis! Kedua sudut bibir lelaki itu pun sontak melekuk naik ketika ia menyadari sesuatu. Geovan sepertinya sangat menyukai Kania. Haha. See? Every man will be bucin pada waktunya. Bahkan yang sekelas Geovan yang dingin dan datar. DDRTTD!! Ponsel Jaxton yang bergetar di sakunya membuat lelaki itu segera meraihny
Geovan membuka tali yang mengikat tangan serta kaki Kania dengan cepat, lalu segera menggendong kekasihnya ala bridal. "Kamu aman sekarang, Sayang," bisik lelaki itu di telinga Kania yang masih tidak sadarkan diri. "Ada aku di sini." Geovan membawa Kania keluar dari ruangan yang telah hancur dan porak-poranda bagai diterjang angin puting-beliung. Ceceran darah dan serpihan beberapa anggota tubuh terlihat teronggok di sana-sini. "Mr. Quinn?!" Geovan sangat terkejut tatkala tiba-tiba melihat bosnya yang telah berdiri tak jauh dari pintu keluar ruangan dan menatapnya tajam sambil bersidekap. Kenapa bosnya itu bisa berada di kapal ini??! "Bukan kau saja yang bisa memata-matai lokasi kami, Geo," ucap Jaxton sambil mendengus. "Aku pun melakukan hal yang sama dengan ponselmu. Kau bisa menolong kami di saat genting dengan melacak lokasi, lalu siapa yang akan menolongmu??" "Seharusnya Anda tidak perlu repot, Mr. Quinn," sahut Geovan datar. "Ini bukan masalah besar, dan saya bisa tangani