Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.
Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment. Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya. Audriana Camelia. Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu. Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat. Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana. "Ah, shit!!!" Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh satu-satunya gadis yang ia telah ia hisap madu keperawannya. Ia bahkan sama sekali belum merasa puas menikmati tubuh itu. Ia masih ingin bercinta dengan penuh gairah panas dan liar dengan Audriana. Dan hal itu sangatlah aneh, mengingat Jaxton tidak pernah sudi mengulang percintaan dengan wanita mana pun, secantik dan seseksi apa pun, lebih dari satu kali. Tubuhnya. Ya, mungkin karena itu. Tubuh Audriana memang luar biasa menawan, jika ia boleh memuji. Meskipun gadis itu menutupinya dengan pakaian kerja yang longgar dan tidak menarik ketika pertama kali ia memasuki ruang kerja CEO, namun sebagai player kelas berat, Jaxton pun seketika dapat langsung mengenali sebutir berlian yang berkilau dari balik tumpukan debu. Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan mesum Jaxton yang mulai melantur kemana-mana mengenai Audriana. "Masuk!" Pintu itu pun terbuka, dan masuklah seorang lelaki muda berparas tak kalah tampan dari Jaxton. "Maaf, Tuan Jaxton. Apa anda memanggil saya?" "Masuklah, Geo!" Tukas Jaxton kepada ajudan pribadinya yang bernama Geovan Aditya. Ajudan itu pun menutup pintu dan masuk ke dalam ruang kerja Jaxton dengan langkah ringan. Ia berhenti tepat di depan meja kerja Tuannya dan membungkuk penuh hormat. "Apa ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Jaxton tak langsung menjawab. Sejenak ia kembali meraih sebuah dokumen yang mungkin sudah puluhan kali ia baca. Bahkan Jaxton pun sudah menghapalnya di luar kepala. Dokumen yang berisi riwayat hidup serta sisi-sisi kehidupan seorang Audriana Camelia. Gawat. Ia harus segera mengenyahkan Audriana dari pikirannya. Jaxton tidak suka mengetahui kalau seorang wanita telah membuatnya kacau dan sulit berkonsentrasi bekerja. "Bawakan lima orang wanita paling cantik, seksi dan mahir di ranjang untuk melayaniku, sekarang." Jaxton berucap dengan tatapan netra zamrud yang menghujam setajam elang kepada Geovan. Ajudan itu sama sekali tidak terlihat kaget dengan permintaan gila bosnya itu. Jaxton Quinn telah terkenal dengan hasrat seksual yang meledak-ledak, dan dilayani oleh lima orang jalang adalah hal biasa baginya. Dengan wajah datar, Geovan pun mengangguk. "Baik, Tuan. Apakah ada lagi permintaan Tuan yang ingin disampaikan?" "Tidak Geo, itu saja. Pergilah dan bawa mereka segera ke hadapanku." Dengan menekan perasaan ingin bertanya tentang kondisi Audriana, Jaxton pun mengusir Geovan agar segera pergi dari ruangannya. "Baiklah, Tuan. Kalau begitu saya permisi dulu." Geovan menundukkan kepalanya sebelum ia mundur dan membuka pintu. "Tunggu." Suara berat itu membuat Geovan serta merta menghentikan langkahnya dengan satu tangan yang masih berada di pegangan pintu. "Bagaimana kondisi Audriana?' Shit!! Jaxton mengutuk dirinya sendiri ketika ia ternyata tidak mampu untuk menahan rasa penasaran kepada gadis yang telah ia klaim sebagai miliknya itu. "Nona Audriana tadi mengamuk, Tuan. Ia marah sekali ketika tidak diperbolehkan pergi dari rumah ini." Jaxton menaikkan satu alisnya dengan ekspresi tertarik. Seulas senyum yang teramat tipis hingga hampir tak kentara terlukis di bibir pink pucatnya. Ah, kelinci kecilnya itu ternyata bisa mengamuk juga. Menggemaskan sekali! "Tapi semuanya sudah aman terkendali, Tuan Jaxton. Dia sudah disuntik obat tidur dan sekarang sedang beristirahat di kamarnya," Geovan pun kembali menginformasikan. "Bagus, kalau begitu sekarang pergilah." Sepeninggal Geovan, Jaxton pun langsung mendesah berat. Ia melepaskan jas abu-abu gelap serta dasinya, lalu melemparkan semua benda itu dengan asal ke atas sofa. Aaah!!! Kenapa tubuhnya sepanas api yang membara, membayangkan Audriana yang sedang terlelap di atas ranjang? Sial. Sungguh, ia akan menghilangkan bayangan Audriana dari otaknya dengan bercinta habis-habisan dengan lima orang jalang yang dibawakan Geovan! *** "Oh yes... Ah, Audriana. Ssshh... Kau hebat sekali." Jaxton menggerak-gerakkan bokongnya untuk mendorong tongkat besarnya yang memiliki panjang di atas normal itu ke dalam mulut seorang wanita yang melahapnya dengan rakus. Sedari tadi ia terus meracaukan nama Audriana, meskipun bukan Audriana yang sedang mengulum juniornya. Empat orang jalang sudah tergeletak pingsan tak berdaya di atas karpet, di atas sofa, di kursi kerja serta di atas meja akibat ulahnya yang brutal dalam melampiaskan nafsu yang seakan tidak bisa padam. Tinggal satu orang wanita bayaran yang terlihat masih mampu melayaninya, meskipun terlihat sekali wajahnya begitu lelah. Sejak tadi ia terus berusaha mengulum milik Jaxton walaupun kesulitan karena ukurannya yang super extra large. Tiba-tiba Jaxton menjambak rambut bercat pirang panjang wanita itu untuk menarik kepalanya dengan kasar lalu membanting tubuh telanjangnya ke atas meja. "Menungginglah, bitch!" Titahnya dingin kepada wanita yang sekujur tubuhnya telah gemetar kelelahan karena beberapa jam tanpa henti melayani nafsu binatang Jaxton. Jaxton menyodok lubang kenikmatan wanita itu dengan sangat kasar dan tanpa ampun, membuat wanita yang sedang menungging di atas meja itu pun menjerit-jerit kesakitan. Namun ia tak berdaya sebab Jaxton mencengkram pinggangnya dengan keras. "Tuan, ampun! Hentikaan!" Jerit wanita itu sembari mencakar-cakar permukaan meja dengan kukunya yang panjang bercat merah dan telah rusak, akibat cakaran tanpa sadarnya di permukaan kayu jati yang solid itu. Namun seakan tuli, Jaxton terus saja menyodok dengan kuat. Pinggul kokohnya bergerak dengan cepat maju mundur tanpa jeda, tak membiarkan detik demi detik yang berlalu begitu saja tanpa kenikmatan yang memenuhi setiap pori-pori kulitnya. "Audriana... Audriana... aaaakhhh!!" Jaxton terus meracaukan nama Audriana seperti seseorang psikopat yang sangat terobsesi pada targetnya. Ia tak pernah puas setiap kali membayangkan wajah dan tubuh molek seindah bidadari yang membuatnya gila. "Fuck!!!" Jaxton pun memaki keras ketika menyadari bahwa wanita jalang ke lima yang melayaninya ternyata juga telah ikut tak sadarkan diri. Aaaarggh, ada apa dengan dirinya? Kenapa hasratnya sangat sulit dipadamkan?? Jaxton telah membuat lima wanita penghibur dengan jam terbang yang tinggi pingsan, namun rudal raksasanya masih saja tegak berdiri dan tidak ada tanda-tanda akan istirahat sama sekali. Lelaki itu pun menyugar rambut coklatnya yang berantakan sambil tertawa kasar. Sesungguhnya satu-satunya yang mampu menidurkan juniornya ini adalah Audriana, itulah kenyataan yang ingin ia sangkal sejak mengenal gadis cantik berambut panjang itu. Meski masih ingin terus menyangkal, namun ia tidak bisa lagi mengabaikan rasa sakit karena nafsu yang tak terselesaikan. Maka dengan cepat, Jaxton mengenakan bath robe hitam yang tersedia di dalam lemari ruang kerjanya, lalu segera menelepon Geovan ajudannya. "Geo, aku minta kau bersihkan ruangan kerjaku ini. Usir dan bayar para jalang ini dengan harga setinggi mungkin agar mereka mau menutup mulutnya. Dan bawa Audriana ke ruang makan, sekarang." ***Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga