Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.
Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya. Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan. Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus. Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan. Ia tidak boleh lemah! Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun. Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya lagi. Terngiang kembali ucapan lelaki iblis yang arogan itu, yang mengatakan bahwa Audriana adalah miliknya, sebelum lelaki itu lagi-lagi menidurinya dengan brutal hingga ia pun tak sadarkan diri karena kelelahan dan sakit yang tak tertahankan. Bahkan ingatan terakhir yang Audriana ingat adalah tubuh besar penuh otot itu yang masih terus bergerak menghujamnya dengan sangat keras, serta bibir lelaki itu yang menghisap pinkish nipple-nya kuat-kuat. Seluruh tubuhnya, senti demi senti, telah disentuh dengan sangat kasar oleh Jaxton. Audriana merasa sangat kotor. Jaxton bahkan juga menjambak kuat rambut panjang sepinggang Audriana ketika serbuan arus kenikmatan menerjangnya dengan dahsyat, membuat cairan kental hangat kembali menyembur dan membasahi milik Audriana entah untuk yang keberapa kalinya. Audriana merasa diperlakukan lebih rendah dari seorang pelacur! Cih! Sampai mati pun, ia tidak akan pernah sudi menjadi milik siapa pun, apalagi milik si jahanam Jaxton Quinn! Dengan mata nyalang menatap ke sekitarnya, Audriana mencari-cari sesuatu yang bisa ia gunakan untuk menusuk jantung lelaki yang telah memperkosanya itu. Ia bahkan sungguh tak peduli jika sesudahnya dipenjara seumur hidup, asalkan Jaxton Quinn tak lagi ada di dunia ini! Namun karena hanya kegelapan yang menyelimuti seluruh ruangan, membuat pandangan Audriana terganggu. Dan ketika ia hendak bergerak turun dari ranjang, rasa nyeri luar biasa kembali menyerbu dirinya. Audriana bahkan kesulitan untuk menggerakkan badan! 'Jaxton sialan! Iblis! Dia benar-benar telah menyiksa tubuhku hingga untuk turun dari ranjang pun rasanya sangat sulit,' rutuknya dalam hati. Kekesalannya telah begitu memuncak, hingga gadis itu akhirnya memutuskan untuk mencekik leher lelaki yang terlihat masih pulas itu. Audriana pun berusaha untuk bergerak tanpa menimbulkan suara. Sambil meringis menahan sakit, perlahan gadis itu berusaha memindahkan bobot tubuhnya hingga duduk di samping Jaxton. Bahkan nyeri yang menusuk tajam pada bagian bawahnya pun diabaikan, demi membalaskan rasa dendam Audriana kepada manusia laknat yang tidur tanpa merasa berdosa sama sekali itu. Ia menatap dingin pada wajah orang yang telah merusak hidupnya, lalu tanpa ragu menjulurkan kedua tangannya ke leher lelaki itu. Matilah kau, Jaxton-brengsek-Quinn!! "Aaahhkk!!" Audriana berteriak keras sesaat ketika tubuhnya malah terbanting kembali ke atas kasur, alih-alih duduk di samping Jaxton. "Rupanya kelinci kecilku ini memiliki nyali juga," tukas Jaxton. Seuntai seringai dingin menghiasi wajahnya yang tampan namun terlihat menakutkan bagi Audriana. "Mau membunuhku, kelinci kecil?" "Tidaaak!!!" Audriana hanya bisa menjerit ketika Jaxton merangkum bibirnya di atas dada bulat sempurna dan menghisapnya kuat-kuat. Sakit sekali. Tiba-tiba saja Jaxton mengangkat kepalanya dan menatap tajam Audriana yang masih meringis kesakitan. Netra hijau zamrud lelaki itu berkilau-kilau antusias melihat gadis cantik bak boneka yang kembali gemetar ketakutan di bawahnya. Jaxton meraih dagu lancip Audriana dan mencengkramnya erat. "Jangan bertingkah lagi, Manis. Kau tidak ingin kedua kaki dan tanganmu kubelenggu dengan rantai, kan?" Audriana memicingkan matanya. "Kenapa tidak kau bunuh saja aku sekalian?" Desisnya. Jaxton menaikkan satu alis lebatnya yang berwarna coklat. "Bunuh? Untuk apa? Aku masih menginginkan tubuhmu ini, Baby. Apa gunanya jika kau mati, hm?" "Kalau begitu jangan salahkan jika aku yang akan terus berusaha membunuhmu!" Sembur Audriana dengan suara bergetar sambil menepis jemari Jaxton yang masih bertengger di dagunya. Tubuhnya kembali menggigil. Mungkin rasa sakit, takut, marah dan cemas yang bercampur menjadi satu membuat tubuhnya bereaksi kacau. Tawa dingin dan serak itu sukses membuat keberanian Audriana yang sempat muncul pun kembali menciut. Bagaimana mungkin hanya sebuah tawa bisa membuat bulu kuduknya merinding? Meskipun menurutnya, jenis tawa Jaxton itu memang tak bisa dikategorikan tawa manusia normal. Jika saja ini dunia dongeng, mungkin Jaxton adalah sejenis iblis berkedok manusia yang akan menghisap jiwamu hingga habis tak bersisa. Lalu membuang onggokan tubuhmu yang tak berharga itu kepada anjing-anjing neraka. "Silahkan saja jika kau mau mencoba membunuhku," suara maskulin itu membuat lamunan melantur Audriana pun seketika buyar. Gadis itu terkesiap kaget ketika bibir merah muda pucat milik Jaxton kini telah berada dekat di telinganya, dengan napas hangat yang berhembus menerpa kulit pipinya. "Dan jangan salahkan juga jika aku menidurimu dengan lebih kasar setelahnya," balas Jaxton sambil menggigit telinga Audriana. *** Kedua kelopak dengan bulu mata lebat dan lentik itu pun perlahan terbuka. Pertama kali yang ia lihat adalah sesosok wanita muda berseragam maid, mungkin usianya tak jauh dari dirinya, sedang tersenyum dan menundukkan kepala hormat kepadanya. "Selamat sore, Nona. Perkenalkan nama saya Windi," ucapnya lembut. "Saya yang akan membantu Nona membersihkan diri." Mata bening beriris hitam itu pun mengerjap beberapa kali, berusaha mencerna semua ucapan wanita muda itu yang sepertinya sulit ia pahami. "Membantu?" Ulang Audriana bingung. Tentu saja ia bingung. Kenapa hanya untuk membersihkan diri saja ia perlu dibantu? Wanita itu menganggukkan kepalanya yang bersanggul kecil di atas tengkuk. "Tuan Jaxton yang meminta saya untuk membantu Nona," sahutnya lagi. Ah ya. Jaxton-si brengsek-Quinn. Audriana menggeleng. "Aku tidak perlu bantuanmu. Aku bisa melakukannya sendiri." Sebenarnya yang ingin ia lakukan saat ini adalah segera pulang, tapi rasanya Audriana tak betah juga dengan badannya yang lengket dan dipenuhi cairan sperma. Aaah, mengingatnya kembali membuat Audriana meradang. Benar juga, sepertinya ia harus membersihkan tubuhnya dari sisa-sisa cairan menjijikkan itu terlebih dahulu sebelum pulang. Namun bagaimana mungkin Audriana membiarkan orang lain melihat tubuh polosnya yang dipenuhi kiss mark dan bekas gigitan dari lelaki jahanam itu? Ia akan sangat malu. Wajah pelayan itu pun tiba-tiba berubah pias. "Tolonglah, Nona. Tuan Jaxton akan sangat murka jika saya tidak mematuhinya," pintanya dengan wajah memelas. Meskipun enggan, namun pada akhirnya Audriana tidak tega juga menolak permintaan pelayan itu setelah melihat matanya yang mulai berkaca-kaca. Dasar Jaxton sialan! Iblis tukang perintah! Semoga saja dia tersedak dan mati ketika makan! Berjuta umpatan dialamatkan Audriana sambil menahan rasa malunya, saat pelayan itu membuka selimut dan membantunya berjalan menuju kamar mandi. Sengatan panas yang ia rasakan di bagian bawah tubuhnya membuat Audriana meringis dan menggigit bibirnya. "Maaf, apa saya membuat Nona kesakitan?" Tanya pelayan muda itu cemas. Audriana menggeleng. "Bukan kamu yang menyakitiku. Tapi Tuanmu." Pelayan muda itu diam saja, namun ia terus membawa Audriana menuju kamar mandi yang terletak di ujung kamar yang sangat luas ini. Aaaah!! Kenapa kamar si brengsek ini besar sekali sih?? Audriana merasa merana karena harus berjalan tertatih-tatih sembari menahan sakit di selangkangannya. Ia pun mendesah lega ketika akhirnya sampai juga ke dalam kamar mandi yang tak kalah luas dan mewah, lalu berendam di dalam air hangat beraroma mawar yang membuatnya rileks. "Siapa namamu?" Tanya Audriana pada pelayan muda yang sedang memijat kepalanya lembut. "Nama saya Windi, Nona." "Panggil saja aku Audriana, Windi. Sepertinya kita seumuran." Windi menggeleng, meskipun Audriana tidak dapat melihatnya karena posisinya yang duduk di belakang bath tub sambil memijat rambut Audriana, setelah mengolesinya dengan shampo yang harum. "Maaf, Nona. Saya tidak diperkenankan memanggil nama kepada Nona," terang Windi. "Tuan Jaxton sudah mewanti-wanti kami semua untuk hormat dan melayani Nona Audriana." Audriana pun sontak mendengus pelan ketika Windi menyebut nama lelaki biadab itu. Hah, merusak suasana saja! "Tidak perlu seformal itu. Toh aku juga akan segera pergi dari sini," tukas Audriana ringan. "Pergi?" Ulang Windi bingung. "Memangnya Nona mau kemana?" "Tentu saja pulang ke rumahku!" Cetus gadis itu tegas. Walaupun sebenarnya bukan rumah juga sih, tapi kamar kos lebih tepatnya. Dan segera setelah dia pulang, Audriana akan melaporkan perbuatan Jaxton yang telah melecehkannya kepada Polisi! Tapi sebelumnya ia harus mencari dimana lelaki itu menyimpan tas beserta ponselnya, karena sejak Audriana dibawa secara paksa ke dalam kediaman Jaxton, ia tak bisa menemukan semua benda-benda miliknya lagi. "Maaf Nona. Tapi sepertinya Anda tidak bisa pulang ke tempat itu lagi. Tuan Jaxton telah mengatakan kepada seluruh penghuni rumah bahwa Nona Audriana akan tinggal di sini, untuk seterusnya." ***Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat. *** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus baga