WARNING : Lebih dari setengah isi buku ini mengandung kekerasan seksual. Silahkan di skip aja kalau nggak kuat, nggak usah hujat.
*** “Aaahh... pacarnya Bagaskara benar-benar nikmat.” Suara berat penuh desahan dan kata-kata kotor yang meluncur dari mulut lelaki di belakangnya memenuhi ruangan. Desir napas liar bercampur dengan suara kulit beradu, menciptakan irama menjijikkan yang terus menggema di telinganya. Setiap bisikan itu seperti belati yang menusuk langsung ke dadanya, membuat Audriana ingin muntah. Mengabaikan tikaman nyeri yang membuat bagian bawah tubuhnya serasa remuk karena digempur lelaki yang kini berada di belakangnya sejak dua jam yang lalu, sekuat tenaga ia pun berusaha untuk tetap sadar meskipun rasanya ingin menyerah kalah. Tubuh polosnya yang sensual penuh lekuk itu telah dipenuhi peluh dengan belasan jejak-jejak merah tua menutupi hampir seluruh kulitnya, menggambarkan betapa beringasnya sang lelaki yang telah menyantap Audriana dengan rakus bagaikan pengemis yang menemui makanan terlezat. Lelaki itu masih terus menghujam tubuhnya dengan kasar dan tanpa ampun, tak peduli jika Audriana telah gemetar karena kelelahan. Tubuhnya kini menggigil. Sakit, nyeri, letih, semua berpadu dan semakin membuatnya lemah. Sudah sejak satu jam yang lalu ia telah berhenti berteriak, karena tenaganya telah habis terkuras melayani nafsu lelaki bejat yang menikmati tubuhnya tanpa persetujuan Audriana. Erangan parau penuh kenikmatan berkumandang panjang di udara, berbarengan dengan mengalirnya cairan kental dan hangat yang telah berkali-kali tumpah dengan deras di dalam rahimnya. Audriana menutup matanya. Ia ingin sekali nyawanya diambil saat ini, jika saja boleh meminta. Toh, tak ada alasan lagi untuknya hidup di dunia. Tidak setelah kegadisan yang dijaganya selama 24 tahun itu telah direnggut secara paksa oleh Jaxton Quinn, CEO Quinn Entertainment, sebuah production house sekaligus agensi artis yang sedang berada di puncak kejayaan di Negara ini. Cairan bening tanpa warna itu pun luruh dari pipi Audriana, saat mengingat kembali bagaimana ia bisa terjebak dalam perangkap CEO laknat ini. Hari ini seharusnya adalah hari dimana ia menjalani interview sebagai sekretaris eksekutif untuk CEO, jabatan yang ia peroleh berkat informasi dari Bagas, kekasih Audriana. Bagas-lah yang memaksanya untuk menerima tawaran dari Quinn Entertainment. **FLASHBACK DUA HARI SEBELUMNYA** “Ini kesempatan langka, Dri. Kamu hanya perlu interview secara langsung dengan Jaxton Quinn, dan dia yang akan menentukan kamu diterima apa enggak,” cetus Bagas waktu itu dengan penuh semangat. Mereka sedang berada di sebuah café tak jauh dari kantor Quinn Entertainment, dimana Bagas bekerja sebagai salah satu staf keuangan di sana. “Padahal biasanya pelamar untuk jabatan apa pun harus melewati seleksi ketat dari Divisi Human Capital dulu lho, baru bisa di interview secara pribadi dengan Mr. Quinn!” Tambahnya lagi. Audriana menyeruput moccachino fiesta-nya dengan perlahan sambil mengerutkan keningnya. “Tapi kok bisa begitu sih? Masa aku bisa langsung interview dengan pemimpin tertinggi di sana, padahal yang lainnya enggak?” tanyanya bingung. Ya, secara logika memang tidak masuk akal. Dan rasanya juga terlalu bagus untuk menjadi kenyataan. Bagas tertawa kecil sembari mencubit pipi putih kekasihnya dengan gemas. “Itu karena aku adalah orang kepercayaan Mr. Quinn, Sayang! Beliau sangat yakin dengan penilain pacarmu yang kompeten dan juga tampan ini,” sergah Bagas dengan wajah pongah. Audriana terkikik geli melihat Bagas dengan wajah sombongnya yang malah terlihat lucu. Bagas yang ditertawakan justru memanyunkan bibirnya dan membuat Audriana semakin tergelak. Mereka telah menjalin hubungan asmara selama setahun, dan hampir setiap hari Bagas selalu berusaha menyempatkan diri menemui Audriana meskipun hanya sebentar. Perkenalan mereka dimulai dari sebuah mal, dimana Audriana yang sedang makan di salah satu resto cepat saji bersama sahabatnya, Kania. Saat itu Bagas yang tadinya hanya mau memesan menu takeaway pun mengurungkan niatnya untuk langsung pulang setelah pesanannya tiba. Lelaki itu terpesona pada seorang gadis cantik berambut hitam sepinggang yang membuatnya terpesona. Dengan mengumpulkan keberanian, Bagas pun mendekati gadis itu untuk mengajaknya berkenalan. Dari situ hubungan mereka berlanjut, hingga tanpa terasa hari-hari Audriana kini terasa manis, karena telah terisi oleh seorang lelaki tampan dan baik hati yang bernama Bagaskara Angkasa. “Jadi gimana, Dri? Kamu mau kan menerima tawaran interview dengan Mr. Jaxton Quinn? Nggak sembarang orang yang bisa bertemu langsung sama beliau lho! Kamu tahu sendiri kan, bagaimana sibuknya seorang CEO perusahaan hiburan?” “Tapi aku nggak ngerti tugas-tugas sekretaris lho, Mas. Aku kan dari jurusan Ekonomi?” Cetus Audriana ragu. Bagas mengibaskan satu tangannya dengan enteng. “Nggak masalah. Kan nanti ada yang ngajarin kamu, Dri. Jadi kamu nggak bakal dilepas gitu aja kok,” sahutnya santai. Audriana berpikir cepat. Tawaran ini memang sangat menggiurkan, apalagi dia baru saja lulus kuliah dan memang membutuhkan pekerjaan. Meskipun pekerjaan sebagai Sekretaris Eksekutif tidak selaras jika dikaitkan dengan kuliah Fakultas Ekonomi-nya, namun apa salahnya dicoba? Apalagi ini adalah Quinn Entertainment! Perusahaan hiburan nomor satu di Indonesia yang juga menjadi agensi para artis top di Indonesia. Lagipula, belum tentu juga dia diterima, kan? Bagas hanya memotong jalur saja, toh selebihnya juga bagaimana usaha Audriana dalam interview untuk meyakinkan si Mr. CEO itu bahwa ia mampu menjadi Sekretaris, meskipun ia belum berpengalaman dan juga bukan bidangnya. Maka setelah memikirkan dan menimbang-nimbang beberapa saat, Audriana pun akhirnya menerbitkan senyum manis di bibirnya serta menganggukkan kepalanya. “Oke deh, Mas. Aku akan coba.” **FLASHBACK SELESAI** Jaxton menjatuhkan tubuh kekarnya yang basah penuh peluh tepat di samping Audriana, gadis dengan tubuh luar biasa sensual yang sudah membuat hasrat menggeloranya kini telah terpuaskan. Sejujurnya baru kali ini ia menikmati tubuh perawan. Jaxton enggan bermain ranjang dengan mereka, karena biasanya lelaki pertama yang menjamah mereka akan meninggalkan kesan yang mendalam. Jaxton khawatir jika gadis perawan itu akan meminta pertanggungjawaban kepadanya. Atau paling tidak, memintanya menjadi kekasih mereka. Cih. Sangat merepotkan. Tidak, ia sangat tidak suka untuk berurusan dengan satu orang wanita lebih dari satu kali. Sifatnya yang mudah bosan membuat Jaxton selalu mencari tubuh wanita baru untuk dinikmati dan menemani malamnya setelah lelah seharian berkutat di kantor. Tapi ada yang berbeda dengan gadis yang dibawa Bagaskara ini. Pertama kali Jaxton melihatnya sedang menjemput Bagaskara di depan kantor, dan ia pun langsung tertarik. Keesokan harinya, ia pun memanggil Bagaskara secara pribadi dan mengutarakan keinginannya untuk menikmati tubuh wanita yang bersama Bagaskara kemarin. Tentu saja awalnya stafnya itu sangat terkejut dengan permintaannya yang tanpa basa basi itu. Namun seperti yang sudah Jaxton duga, segala sesuatu pasti ada harganya. Bagaskara meminta promosi jabatan sebagai timbal baliknya, yang tentu saja itu adalah perkara yang sangat mudah bagi Jaxton. Ia akan memenuhi semua permintaan karyawannya itu, asalkan gadis yang ia inginkan tersedia di atas ranjangnya. Dan kali ini, entah kenapa Jaxton menginginkannya dalam kondisi murni, atau masih perawan. Bahkan Jaxton sama sekali tidak jijik melihat darah yang mengalir membasahi seprai putihnya, dan tangisan kesakitan gadis itu justru membuatnya semakin bernafsu. Wajahnya yang sangat cantik seperti boneka yang kini berkerut-kerut ketakutan itu, juga telah berhasil membuat benda kebanggaannya semakin tegak keras dan menantang. Jaxton mengulurkan satu tangannya untuk mengusap titik-titik peluh di kening gadis yang sedang memejamkan mata itu. Cairan bening terlihat tumpah ruah membasahi wajahnya yang berkulit putih mulus bagai porselen. Tanpa sadar, lelaki blasteran Amerika-Indonesia itu pun menghapus air mata Audriana, hal yang tak pernah sekali pun ia lakukan kepada wanita mana pun. Ia benci dengan drama, apalagi pada air mata wanita. "Namamu Audriana Camelia, bukan?" Suara maskulin itu membuat Audriana sontak membuka kelopak matanya, namun ia terlihat enggan menjawab maupun sekedar menoleh kepada lelaki di sampingnya. "Lihat aku, Audriana." Jaxton mencengkram dagu gadis itu, dan memaksanya untuk menghadapkan wajah ke arahnya. Netra hijau cemerlang milik Jaxton sontak beradu tatap dengan manik sekelam malam milik Audriana. Sejenak Jaxton seperti kehilangan kata-kata, ketika dirinya tenggelam dalam teduhnya mata beriris hitam yang menawan itu. "Kau sudah mengenal siapa diriku, bukan?" Pertanyaan macam apa itu?? Rasanya Audriana ingin sekali memukul wajah blasteran menyebalkan itu hingga babak belur, jika saja tenaganya tidak terkuras habis gara-gara iblis ini. "Tentu saja aku mengenalmu, Tuan Jaxton yang terhormat." Meskipun getaran begitu terasa dalam nada suara Audriana, namun gadis itu menguatkan diri seraya mengangkat dagunya dengan angkuh. Ia bahkan menggunakan aku-kamu alih-alih saya-anda, penyebutan yang biasa diucapkan oleh seorang bawahan kepada atasannya. Keperawanannya memang telah terenggut secara paksa. Dan harga dirinyalah satu-satunya yang masih tersisa dan akan ia pertahankan. "Bukankah seharusnya kau yang mewawancaraiku? Tapi kau malah memperkosaku!!" Entah ada kekuatan dari mana, Audriana mulai memukuli dada bidang milik Jaxton. Namun sayangnya pukulan Audriana itu hanya terasa bagaikan sapuan lembut di kulit yang dipenuhi otot keras Jaxton. Dengan mudahnya, Jaxton menangkap kedua tangan Audriana dan memerangkapnya di atas kepala gadis itu. Jaxton pun kini telah kembali menindihnya. "Dengarkan aku, Audriana! Mulai saat ini, detik ini juga, kau adalah milikku," ucapnya tegas sembari menghujamkan netra hijau zamrud ke wajah Audriana. "Dan jangan mengira ini semua sudah selesai, karena aku masih jauh dari kata 'usai', Baby." Seringai iblis pun tercetak di bibir seksi yang kemudian memagut rakus bibir Audriana. ***Audriana terbangun dalam kondisi yang gelap gulita.Untuk sesaat ia merasa disorientasi tempat dan waktu, mengira kalau saat ini sedang berada di dalam kamar kosnya.Namun rasa letih tak biasa di seluruh tubuhnya dan nyeri luar biasa di area selangkangannya, membuat pikiran Audriana kembali kepada realita hidup yang sungguh menyedihkan.Gadis itu mencengkram erat selimut hangat yang menutupi tubuh polosnya, lalu perlahan menoleh ke samping dimana sesosok tubuh kokoh yang jauh lebih besar darinya sedang terbaring pulas dengan napas yang mengalun teratur dalam dengkuran halus.Serta-merta Audriana pun menggigit bibirnya keras-keras, demi mencegah agar cairan bening tanpa warna itu tidak kembali berjatuhan membasahi wajahnya yang pucat karena kelelahan.Ia tidak boleh lemah!Nasi memang sudah menjadi bubur, kesucian yang ia jaga baik-baik selama ini ternyata telah hilang dirampas di usianya yang ke 24 tahun.Tapi Audriana tidak akan membiarkan bajingan Jaxton Quinn ini berbuat seenaknya
Jaxton mematikan sambungan conference meeting setelah ia menutup pertemuan dengan para staf Quinn Entertainment.Saat waktu baru menunjukkan pukul dua belas siang, dimana seharusnya dia masih bekerja di Gedung Quinn Entertainment.Namun ketika pagi tadi seorang gadis dengan wajah secantik boneka dan tubuh yang memukau memasuki ruangannya untuk melakukan interview sebagai Sekretaris Eksekutif, ia pun tak mampu lagi menahan hasratnya.Audriana Camelia.Seulas senyum tipis terukir di bibir pink pucat itu kala mengingat bagaimana sensualnya tubuh perawan yang dimiliki gadis itu.Semuanya masih begitu alami, begitu murni dan mulus kencang serta memikat.Kulit kuning langsat Audriana yang beraroma apel membuat Jaxton tergila-gila, hingga tanpa sadar ia telah menciptakan belasan jejak kemerahan serta gigitan gemas di beberapa tempat di tubuh Audriana."Ah, shit!!!"Jaxton mengutuk reaksi tubuhnya yang langsung panas dan mengeras maksimal ketika otaknya telah dipenuhi bayangan sensual tubuh s
Bagas memijit keningnya yang mulai berdenyut pusing.Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha menghubungi Audriana, namun ponsel gadis itu selalu tidak aktif. Dan kini ia sangat khawatir, cemas juga... menyesal. Sangat menyesal.Ya Tuhan. Apa yang ada di dalam pikirannya ketika memutuskan untuk menukar keperawanan kekasihnya sendiri dengan promosi jabatan menjadi Manajer?Dia benar-benar sudah gila!Silau akan jabatan yang sudah diidam-idamkan sejak lama membuat Bagas gelap mata dan memutuskan hal yang tidak akan pernah bisa diterima oleh hati nurani.Sambil mendesah keras, Bagas berdiri dari kursi kerjanya dan memutuskan berjalan menuju bagian pantry untuk menyeduh secangkir teh hangat."Hai, Bagas. Mau ke pantry?" Seorang wanita dengan make up tebal dan rok mini ketat menyapanya sambil tersenyum manis. Namanya Lisa, salah satu staf keuangan sama seperti Bagas."Oh. Hai, Lisa. Ini mau ke pantry bikin teh," sahut Bagas sambil lalu. Pikirannya masih fokus kepada Audriana yang telah
Audriana menjerit dan meronta-ronta ketika bibir Jaxton merangkum puncak pink dadanya dan menyesap dengan kuat. Sakit. Perih. Karena bagian itu masih belum sembuh dari lecet yang juga disebabkan oleh Jaxton ketika lelaki itu pertama kali menjamahnya. Baju tipis bertali kecil yang ia kenakan kini telah robek terbelah dua, akibat serangan brutal Jaxton yang tidak sabaran untuk bisa menikmati Audriana. Gadis itu sama sekali tidak mengenakan apa pun di balik gaun berwarna putih sebatas paha itu, karena semua baju serta pakaian dalam miliknya telah menghilang entah kemana sejak makhluk buas jahanam yang bernama Jaxton Quinn menelanjanginya. Sementara Windi--pelayan yang tadi membantu Audriana untuk mandi--hanya memberikan sepotong baju sialan ini untuk dikenakan. Kedua tangan Audriana menjambak kuat rambut coklat lebat Jaxton dan menariknya sekuat tenaga agar bibir lelaki itu dapat terlepas dari dada Audriana, namun sayangnya Jaxton sama sekali tidak bergeming. "Aaaahh!" Audriana sem
Seumur hidupnya hingga berusia 24 tahun, Audriana tidak pernah sama sekali terlibat dalam masalah besar. Ia lebih suka hidup yang damai dan nyaman, serta sealalu menjauhkan diri dari pertikaian dan orang-orang yang toxic.Namun entah apa dosanya di masa lalu, hingga kini Audriana telah terjebak di dalam cengkeraman seorang raja iblis dari neraka yang bernama Jaxton Quinn.Yang sejak dua jam yang lalu tak hentinya mengobrak-abrik tubuhnya dengan liar, hingga kesadaran Audriana pun kini sudah mulai berada di ambang batas karena lelah dan menahan sakit. Ruang makan megah ini adalah saksi bagaimana Jaxton tak henti-hentinya terus memompa dirinya ke dalam tubuh Audriana.Setiap hujaman kuat dari tubuh kokoh Jaxton yang dipenuhi otot itu pun ikut membawa rasa nyeri baru yang dahsyat bagi Audriana."Hentikan... tolong... jangan lakukan itu..."Rintihan lirih Audriana itu bukannya membuat Jaxton menghentikan aksi bejatnya, melainkan semakin membuatnya bersemangat untuk memacu tubuh sensual A
Hari pun sudah menjelang malam.Keheningan meliputi hampir di seluruh lantai gedung yang sebagian besar pegawainya telah beranjak pulang menuju ke rumah mereka masing-masing, hanya menyisakan beberapa yang masih lembur di ruang kerja mereka.Namun berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di lantai 37, lantai dimana ruang CEO berada. Suara-suara pukulan dan erangan kesakitan terdengar lirih dari balik pintu ruang milik Jaxton Quinn."Berhenti."Perintah dengan nada dingin itu seketika membuat dua orang lelaki berbadan besar berhenti memukuli seorang lelaki dengan wajah serta tubuh yang babak belur."Apa sekarang kau masih ingin bertanya dimana Nona Audriana?"Bagas menatap nyalang kepada Geovan dengan matanya yang bengkak akibat hantaman pengawal berbadan besar."Brengsek kau, Geovan! Audriana adalah kekasihku! Apa hakmu melarangku untuk menjemputnya?!" Geram Bagas dengan sisa-sisa tenaganya.Tawa mengejek Geovan pun terdengar. "KEKASIHMU?? Dasar bodoh! Mr. Jaxton akan membunuhmu s
Nasib seseorang tidak ada yang tahu, ungkapan ini mungkin sangat tepat untuk menggambarkan bagaimana jalan hidup Audriana saat ini.Kemarin dirinya begitu penuh tekad, ambisi dan harapan, ketika mendatangi gedung perkantoran 37 lantai yang merupakan Gedung Quinn Entertainment.Audriana menaruh begitu banyak asa pada interview hari itu, mengira jalannya untuk bekerja dan menghasilkan uang dimudahkan dengan potong jalur karena koneksi dari Bagas, pacarnya yang juga bekerja sebagai staf keuangan di sana.Namun semua bayangan indah itu pun serta-merta sirna, ketika kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan Jaxton Quinn, sang CEO bejat yang telah menjebaknya hingga kini ia pun terperangkap dalam dunia gelap tanpa cahaya ini.Tanpa merasa curiga, Audriana meminum teh hangat yang disuguhkan di hadapannya yang ternyata telah diteteskan obat tidur. Lalu ia pun tak mengetahui apa yang terjadi setelahnya.Saat tersadar dirinya telah berada di atas ranjang tanpa busana apa pun, bersama Jaxton Qui
Audriana merasakan tubuhnya seakan melayang. Aroma tajam rempah-rempah bercampur kayu-kayuan yang maskulin, yang sejak kemarin terasa familier ini terus menyapa hidungnya. Tubuhnya yang berayun-ayun bagai berada dalam buaian tak juga membuat kedua matanya yang terpejam itu bergerak membuka. Ia terlalu lelah. Melayani nafsu bejat Jaxton Quinn yang seakan tak ada akhirnya itu, membuat Audriana pada akhirnya bahkan tak mampu menggerakkan kedua pahanya yang gemetar untuk berdiri. Hingga akhirnya makhluk bejat yang telah menggunakan tubuhnya sebagai pelampias nafsu itu pun menggendongnya turun dari dalam mobil sejak di parkiran VIP, menaiki lift khusus CEO untuk menuju ke lantai 37. Setelah berkali-kali menggagahi Audriana di dalam mobil yang melaju di jalan tol hingga puas, akhirnya Jaxton pun memerintahkan supirnya untuk bergerak menuju Gedung Quinn Entertainment. Waktu telah menunjukkan pukul 9 pagi ketika mereka tiba di gedung itu, telah melewati satu setengah jam dari jam
DRRTD!! Audriana terbangun ketika mendengar suara getar suara ponsel. Sekilas ia pun melirik jam di dinding. Jam 2 dinihari?? "Jaxton, ponselmu bunyi." Audriana berusaha membangunkan lelaki yang telah menjadi suaminya itu, dengan menyapukan jemari lentiknya di sepanjang pipi berkulit pucat khas warga asing milik Jaxton. Jaxton hanya menjawab dalam gumanan tak jelas, lalu malah makin mempererat pelukannya di tubuh lembut istrinya alih-alih bangun. Audriana pun berdecak sebal. Suara getaran ponsel itu sangat mengganggunya. Kehamilan yang mulai memasuki trisemester kedua ini terkadang membuat perutnya mulai terasa penuh, hingga ia agak kesulitan tidur dengan nyenyak. "Hubby, wake up!" Karena gemas melihat Jaxton yang tak jua bangun, Audriana pun mengecup bibir suaminya itu. "Suara ponselmu mengganggu tidurku," keluh wanita itu. Mendapatkan rejeki berupa kecupan lembut di bibirnya, membuat Jaxton pun sontak terbangun. "Kiss me again, baby." "Angkat dulu teleponnya." "Cium dulu,
Geovan turun dari mobilnya dengan pandangan awas yang menyapu ke sekelilingnya. Untuk ukuran sebuah night club, The Loud Forest milik Bara ternyata cukup lumayan juga. Tempat parkir kendaraannya dipenuhi mobil dan motor yang bisa dipastikan adalah pemilik dari para pengunjung club. Dua orang sekuriti mendekatinya untuk memeriksa tubuhnya, lalu mereka membawa Geovan masuk ke dalam night club untuk menuju lift yang terletak di sudut dekat pintu masuk. Gema bising musik yang menghentak menyambut gendang telinga Geovan, tatkala ia berjalan menyusuri koridor menuju kotak besi yang menempel di dinding tersebut. Suara seruan-seruan tertahan yang berpadu denting gelas serta aroma minuman keras pun menjadi ciri khas sebuah klub malam yang cukup ramai tersebut. Geovan dibawa masuk ke dalam lift yang ternyata menuju ke lantai atas. Ketika pintu besi itu terbuka, Geovan pun melangkah keluar tanpa didampingi oleh dua orang sekuriti tersebut. Ia melihat sebuah pintu ganda di ujung lorong, d
"Masih belum ketemu juga?!"Kania memberengut sebal mendengar protes Geovan. "Ish! Daripada ngoceh melulu, mending kamu bantuin aku," desisnya gemas.Sudah hampir setengah jam Kania mencari-cari cincin berlian dari Geovan yang sebelunya ia lempar karena terbawa emosi.Cincin itu terpental dari tubuh Geovan, dan terperosok ke semak-semak di antara tanaman beraneka macam warna di dalam taman itu.Dan bukan ia tidak mau membantu, hanya saja mencari benda sekecil itu bagi Geovan akan membuang-buang waktu dan tenaga saja. Di siang hari saja akan susah menemukannya, apalagi malam hari seperti ini."Ck! Sudah kubilang biarkan saja. Akan kubelikan cincin yang jauh lebih bagus dari sebelumnya, Sayang! Sudahlah, ayo kita pulang!" Decak Geovan tak sabar. Hari sudah semakin malam, dan kekasihnya yang keras kepala ini masih saja bersikukuh menemukan cincin yang tadi ia buang.Tentunya akan sangat sulit menemukannya di antara tanaman lebat, ditambah suasana yang gelap."Yang benar saja! Masa cinc
"Geo! Turunkan akuu!!" Kania menjerit-jerit di sepanjang jalan, saat Geovan yang masih saja menggendongnya di bahu. Ia bertekad akan terus menjerit membuat keributan agar lelaki itu malu dan akhirnya mau menurunkannya. "Teruslah menjerit, aku tidak akan peduli," ucap Geovan santai, yang masih tetap membawa Kania di bahunya menuju parkiran mobil. Sesampainya di dalam mobil, Geovan tidak mendudukkan Kania di kursi penumpang depan, melainkan membawanya ikut duduk di pangkuannya di bagian pengenudi. Setelah menyalakan mesin dan AC, lelaki itu pun menatap manik bening kekasihnya yang telah lembab oleh air mata. "Kamulah yang meminta kita untuk putus, tapi malah kamu sendiri yang menangis," cetusnya sambil mengusap cairan bening itu menggunakan ibu jarinya. "Jangan sedih, kita tidak akan pernah putus apa pun yang terjadi," godanya dalam senyum yang tersemat di bibirnya. "Seharusnya kamu pergi! Aku sudah berkata dan bersikap kasar sama kamu, Geo! Kenapa kamu masih tidak mau pergi jug
"Maaf, tapi aku sudah memiliki kekasih," tolak Kania yang dengan berani menantang tatapan tajam Bara yang seakan menguliti dirinya. Bara terkekeh pelan melihat mantan kekasih yang masih ia inginkan untuk menjadi kekasihnya kembali itu.Sejak dulu, wanita mungil berparas cantik ini memang terkenal pemberani. Masih teringat di kepalanya saat pertama kalinya Kania bekerja di night club miliknya.Baru hari pertama bekerja, gadis itu sudah membuat kehebohan dengan menginjak kaki dan menendang bagian vital salah satu pengunjung night club yang hendak melecehkannya. Dari kasus ini akhirnya terbukalah kelakuan si pengunjung, yang ternyata sudah sangat sering melecehkan para waiter wanita di night club milik Bara. Selama ini mereka bungkam karena takut pada ancaman si pelaku. Ia pun langsung menindak tegas, dengan mem-black list si pengunjung yang membuat para karyawannya resah. Sejak saat itulah mereka berdua menjadi dekat. Bara mengagumi bagaimana tubuh semungil ini ternyata menyimpan
Seorang lelaki yang sedang terikat di atas kursi dengan pipi lebam dan kening berdarah, terpampang di dalam foto yang dikirimkan seseorang kepada Kania. Dan yang membuat detak jantungnya serasa lepas dari rongga dadanya adalah karena lelaki itu adalah ayahnya. [Jika mau ayahmu selamat, datanglah ke alamat dimana dulu kamu pernah bekerja, Kania. Kamu masih ingat kan, cantik?] Sederet pesan yang muncul di layar ponselnya membuat keringat dingin menitik di keningnya. Ya Tuhan, apa lagi ini?? Kenapa Ayah selalu saja membuat masalah?? [Aku tak peduli. Dia bukan Ayahku lagi], adalah balas pesan dari Kania. Meskipun terkesan angkuh, namun sesungguhnya Kania mengetik pesan itu dengan jemari yang bergetar hebat. Rasanya ingin sekali ia menangis sekaligus berteriak, untuk menyuarakan frustasinya kepada lelaki yang tak pernah berubah itu! Sebuah suara denting balasan pesan membuat Kania buru-buru membacanya. [Baiklah, cantik. Kalau begitu akan kupotong tubuh 'bukan ayahmu' ini, dimulai
Rasanya seperti mimpi. Menjadi seorang istri dari Jaxton Quinn? Benarkah? Audriana menatap sosok menakjubkan yang berdiri di sampingnya, yang berulangkali memberikan senyuman yang biasanya sangat mahal keluar dari bibirnya. Namun malam ini, Jaxton terlihat terlalu bahagia dan sebuah senyuman yang sangat jarang terpulas di bibirnya kecuali untuk Audriana pun kini terus ia berikan kepada semua orang, yang menyalami dan memberikan selamat kepadanya. Sebuah dekapan hangat di pinggangnya membuat Audriana tersenyum kepada lelaki bermanik zamrud yang melakukannya kepadanya. "Kamu capek, Baby?" Jaxton memberikan kecupan singkat namun hangat di kening Audriana. "Mau istirahat saja?" Audriana menggeleng. Sudah puluhan kali Jaxton menanyakan hal itu sepanjang malam ini. Ia terlalu cemas mengingat kondisi Audriana yang sedang mengandung anak mereka. "Aku baik-baik saja, Jaxton. Sangat baik," sahut Audriana. "Aku hanya merasa seperti sedang bermimpi. Benarkah aku menikah dengan Jaxton Quin
Jaxton menatap mayat-mayat yang diangkut oleh orang-orangnya dari atas kapal. Total ada sebelas, dan semuanya dalam keadaan yang sangat mengenaskan. Ia menghembuskan napas keras seraya menyugar rambutnya. Apa yang dilakukan Geovan malam ini telah membuatnya takjub sekaligus menggeleng-gelengkan kepala. Oh, ia tahu bahwa ia akan melakukan hal yang sama untuk Audriana. Hanya saja kali ini Geovan terlalu nekat! Masuk ke sarang musuh tanpa persiapan dan rencana, dan hanya mengandalkan sebilah pedang? Memangnya dia hidup di jaman dulu?? Sungguh, Jaxton benar-benar tidak menyangka kalau Geovan yang biasanya tenang dan penuh rencana bisa bertindak seimpulsif itu karena seorang gadis! Kedua sudut bibir lelaki itu pun sontak melekuk naik ketika ia menyadari sesuatu. Geovan sepertinya sangat menyukai Kania. Haha. See? Every man will be bucin pada waktunya. Bahkan yang sekelas Geovan yang dingin dan datar. DDRTTD!! Ponsel Jaxton yang bergetar di sakunya membuat lelaki itu segera meraihny
Geovan membuka tali yang mengikat tangan serta kaki Kania dengan cepat, lalu segera menggendong kekasihnya ala bridal. "Kamu aman sekarang, Sayang," bisik lelaki itu di telinga Kania yang masih tidak sadarkan diri. "Ada aku di sini." Geovan membawa Kania keluar dari ruangan yang telah hancur dan porak-poranda bagai diterjang angin puting-beliung. Ceceran darah dan serpihan beberapa anggota tubuh terlihat teronggok di sana-sini. "Mr. Quinn?!" Geovan sangat terkejut tatkala tiba-tiba melihat bosnya yang telah berdiri tak jauh dari pintu keluar ruangan dan menatapnya tajam sambil bersidekap. Kenapa bosnya itu bisa berada di kapal ini??! "Bukan kau saja yang bisa memata-matai lokasi kami, Geo," ucap Jaxton sambil mendengus. "Aku pun melakukan hal yang sama dengan ponselmu. Kau bisa menolong kami di saat genting dengan melacak lokasi, lalu siapa yang akan menolongmu??" "Seharusnya Anda tidak perlu repot, Mr. Quinn," sahut Geovan datar. "Ini bukan masalah besar, dan saya bisa tangani