Setelah menerima tawaran Shen Tao, Liu Feng berdiri di depan rumahnya untuk terakhir kalinya. Desa Batu Tenang, dengan segala kehangatannya, kini terasa terlalu kecil untuk mimpi-mimpinya. Langkahnya berat, tapi hatinya dipenuhi semangat baru. Di satu sisi, ia tahu perjalanan ini adalah awal dari sesuatu yang besar. Namun di sisi lain, ia tak dapat menghilangkan rasa bersalah karena meninggalkan ayahnya yang masih memulihkan diri.
"Liu Feng, kau harus percaya bahwa takdirmu ada di luar sana," ujar ayahnya saat ia berpamitan. "Pergilah, jadilah lebih dari apa yang pernah kubayangkan. Aku bangga padamu." Dengan air mata yang tertahan, Liu Feng mengikuti Shen Tao meninggalkan desa. Mereka melewati hutan, bukit, dan jalan-jalan berbatu yang sepi. Selama perjalanan, Liu Feng terus memperhatikan Shen Tao, seorang pria yang tampak tenang namun memancarkan aura kekuatan. "Shifu," Liu Feng akhirnya memberanikan diri bertanya. "Mengapa Anda memilih saya?" Shen Tao berhenti berjalan dan menatapnya tajam. "Karena aku melihat sesuatu dalam dirimu yang tak dimiliki banyak orang. Energi spiritualmu berbeda. Kau tidak hanya memiliki kekuatan, tapi juga keberanian dan tekad. Itu adalah kombinasi yang langka." Liu Feng mengangguk, meskipun ia masih belum sepenuhnya memahami apa yang dimaksud Shen Tao. Namun, ia merasa bahwa pertemuan ini adalah awal dari perubahan besar dalam hidupnya. Setelah perjalanan yang melelahkan selama tiga hari, Liu Feng akhirnya tiba di tempat yang selama ini hanya ia dengar dalam cerita-cerita: Sekte Langit Abadi. Terletak di atas tebing curam, sekte ini tampak seperti benteng yang menjulang megah ke langit. Gerbang besar dari batu hitam berdiri kokoh dengan simbol naga emas yang sama seperti yang dikenakan Shen Tao. Ketika mereka masuk, Liu Feng melihat banyak murid berjalan di sekitar area sekte. Beberapa dari mereka sedang berlatih seni bela diri, sementara yang lain bermeditasi di bawah pohon besar yang dipenuhi energi spiritual. Suasananya begitu hidup, penuh dengan aura kekuatan dan tujuan. "Selamat datang di rumah barumu," ujar Shen Tao sambil menepuk bahu Liu Feng. "Mulai hari ini, kau adalah murid Sekte Langit Abadi. Tapi ingat, perjalananmu baru saja dimulai. Tidak ada tempat untuk orang lemah di sini." Liu Feng mengangguk dengan tekad di matanya. Ia tahu bahwa ia harus bekerja lebih keras daripada siapa pun untuk membuktikan dirinya. Tidak lama setelah kedatangannya, Liu Feng dihadapkan pada ujian pertama. Setiap murid baru harus melewati tes kemampuan dasar untuk menentukan peringkat mereka di sekte. Tes ini terdiri dari tiga tahap: kekuatan fisik, kontrol energi spiritual, dan keterampilan bertarung. Liu Feng tahu bahwa ia tidak memiliki pelatihan sebelumnya, tetapi ia tidak akan mundur. Di tahap pertama, ia harus mengangkat batu besar yang beratnya hampir dua kali lipat berat tubuhnya. Para murid lain, yang sebagian besar berasal dari keluarga kultivator, dengan mudah menyelesaikan tugas ini. Namun, Liu Feng membutuhkan seluruh kekuatannya untuk mengangkat batu itu. "Kau bisa melakukannya!" teriak salah satu murid di pinggir arena. Dengan teriakan keras, Liu Feng akhirnya berhasil mengangkat batu itu ke atas bahunya. Para penonton bersorak, meskipun sebagian besar masih meragukan kemampuannya. Di tahap kedua, Liu Feng harus menunjukkan kemampuan kontrol energi spiritual. Ini adalah tantangan yang lebih sulit baginya, karena ia baru saja mulai memahami kekuatannya. Namun, dengan bimbingan Shen Tao, ia berhasil memusatkan energinya dan menyalurkannya ke sebuah kristal yang mengukur potensi spiritual. Cahaya yang dihasilkan tidak sebesar murid lain, tetapi cukup untuk membuatnya lolos ke tahap berikutnya. Tahap ketiga adalah pertarungan satu lawan satu. Liu Feng berhadapan dengan seorang murid yang jauh lebih berpengalaman, tetapi ia tidak menyerah. Meskipun kalah dalam pertandingan itu, ia menunjukkan keberanian dan strategi yang membuat Shen Tao tersenyum puas. "Bagus, Liu Feng," kata Shen Tao setelah ujian selesai. "Kau mungkin belum kuat, tapi kau memiliki potensi besar. Teruslah berlatih, dan kau akan melampaui mereka suatu hari nanti." Awal dari Kompetisi yang Sengit Setelah ujian, Liu Feng ditempatkan di kelompok murid tingkat rendah. Ia tahu bahwa posisinya saat ini jauh dari ideal, tetapi ia bertekad untuk membuktikan dirinya. Hari-harinya dipenuhi dengan latihan keras, sering kali sampai larut malam. Namun, kehidupan di Sekte Langit Abadi tidak mudah. Banyak murid lain yang meremehkannya karena latar belakangnya sebagai anak desa. Mereka sering mengejek dan mencoba membuatnya menyerah, tetapi Liu Feng tidak pernah menunjukkan kelemahan. "Aku akan menunjukkan kepada mereka bahwa aku lebih dari sekadar anak desa," pikirnya dalam hati. Liu Feng tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Dengan Shen Tao sebagai mentornya dan tekad yang kuat di hatinya, ia siap menghadapi dunia baru yang penuh bahaya dan peluang. Liu Feng tahu bahwa perjalanan ini akan penuh dengan tantangan, tetapi ia juga tahu bahwa ia tidak sendirian. Dengan Shen Tao sebagai mentornya dan tekad yang kuat di hatinya, ia siap menghadapi dunia baru yang penuh bahaya dan peluang. Namun, saat ia mengambil langkah pertama keluar dari lembah, sebuah getaran aneh melanda tanah di bawah kakinya. Angin dingin menyapu wajahnya, membawa bisikan misterius yang memanggil namanya dari kejauhan. Apa yang menantinya di balik cakrawala itu?Liu Feng berdiri di atas puncak tebing, memandangi hutan belantara yang terhampar di bawahnya. Angin kencang berhembus, membawa aroma tanah basah dan dedaunan kering. Meski tubuhnya lelah setelah perjalanan panjang, semangatnya tetap menyala. Ia menggenggam erat pedang yang telah menemani perjalanannya sejauh ini, merasakan kekuatan baru yang mengalir perlahan di tubuhnya.“Liu Feng, fokuslah!” suara Shen Tao menggema, membuyarkan lamunannya. Mentor barunya itu berdiri tak jauh di belakangnya, matanya tajam seperti elang yang mengawasi mangsanya. “Jika kau tak bisa mengendalikan energi itu, kau akan menghancurkan dirimu sendiri sebelum menghadapi lawan.”Liu Feng mengangguk tegas. Pelatihan bersama Shen Tao baru saja dimulai, tetapi ia sudah merasakan tekanannya. Tidak ada kelonggaran dalam metode Shen Tao. Setiap gerakan salah dihukum dengan keras, setiap keraguan dianggap kelemahan. Namun, Liu Feng tahu bahwa semua itu dilakukan demi mengasahnya menjadi lebih kuat.Hari itu, Shen Ta
Liu Feng melangkah meninggalkan lembah dengan tubuh yang masih terasa berat. Pertarungan melawan makhluk besar semalam masih membekas di pikirannya. Luka-luka kecil di lengannya terasa perih, tetapi ia tidak mengeluh. Baginya, rasa sakit itu adalah bukti bahwa ia telah melewati ujian pertamanya."Langkah pertamamu sudah berhasil," ujar Shen Tao sambil berjalan di depan, tangannya menggenggam tongkat kayu yang digunakan untuk menyingkirkan ranting dan dedaunan. "Namun, kau harus ingat, ini baru awal dari pelatihanmu. Energi Roh Api itu tidak stabil. Jika kau tidak mempelajari cara mengendalikannya, maka energi itu bisa menghancurkanmu kapan saja."Liu Feng hanya mengangguk. Ia tahu bahwa perjalanan ini masih panjang. Namun, ada sesuatu dalam dirinya yang mulai tumbuh—sebuah keyakinan bahwa ia bisa mengatasi apa pun yang datang.Mereka akhirnya tiba di sebuah hutan bambu yang lebat. Suara gemerisik angin di antara batang bambu menciptakan harmoni yang menenangkan, tetapi Shen Tao tidak
Hutan bambu yang awalnya terasa menenangkan kini berubah menjadi tempat yang penuh misteri. Suara angin yang sebelumnya lembut kini berubah menjadi jeritan halus yang menggema di telinga Liu Feng. Malam semakin larut, dan kegelapan mulai melingkupi tempat itu. Liu Feng duduk di depan rumah tua, matanya menatap lurus ke arah pepohonan yang bergoyang tertiup angin."Apa yang kau pikirkan?" suara Shen Tao tiba-tiba membuyarkan lamunannya. Pria itu berdiri di depan pintu, membawa lentera kecil yang memancarkan cahaya redup. Wajahnya terlihat serius, seolah ia merasakan sesuatu yang tidak biasa."Aku merasa... ada sesuatu yang salah," jawab Liu Feng. "Hutan ini terasa berbeda, seperti sedang memperhatikan kita."Shen Tao menghela napas panjang. "Kau tidak salah. Hutan ini memang memiliki kehidupan sendiri. Namun, yang membuatku khawatir adalah kehadiran energi asing yang aku rasakan sejak tadi sore.""Energi asing?" Liu Feng mengerutkan kening. "Apa itu berarti ada seseorang atau sesuatu d
Fajar mulai menyingsing, menyingkirkan sisa-sisa kegelapan malam. Sinar matahari pertama memantul di dedaunan hutan bambu, menciptakan kilauan yang indah namun tidak cukup untuk mengusir perasaan gelisah di hati Liu Feng. Ia terus memandangi tanda hitam yang kini menghiasi lengannya, merasakan denyutan aneh yang seolah memiliki kehidupan sendiri. "Shen Tao," panggil Liu Feng dengan suara pelan, namun penuh kecemasan. "Apa sebenarnya tanda ini? Mengapa aku bisa merasakannya seperti darah yang mengalir di nadiku?" Shen Tao tidak langsung menjawab. Pria itu duduk di sebuah batu besar, matanya menatap kosong ke arah pepohonan. Sepertinya ia tengah bergulat dengan pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berbicara. "Tanda itu bukan hal yang seharusnya muncul begitu saja," ucap Shen Tao dengan nada serius. "Hanya mereka yang telah bersentuhan dengan energi kegelapan terdalam yang bisa memiliki tanda seperti itu." Liu Feng terkejut mendengarnya. "Energi kegelapan? Tapi aku
Langit yang gelap bergetar ketika Yue Lan menyentuh tanda hitam di lengan Liu Feng. Energi misterius menyebar, seperti gelombang pasang yang menguasai setiap inci ruang di sekitarnya. Dalam sekejap, dunia mereka berubah. Hutan yang sunyi kini berganti dengan tanah tandus yang diselimuti kabut pekat. Di kejauhan, terdengar suara langkah berat, diselingi gemuruh suara seperti makhluk raksasa yang sedang mendekat. "Di mana kita?" tanya Liu Feng, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup cepat. "Ini adalah dunia dalam tanda itu," jawab Yue Lan, suaranya tegas namun penuh ketenangan. "Hanya mereka yang terhubung dengan energi kegelapan yang bisa masuk ke sini." Shen Tao memandang sekeliling, wajahnya penuh kewaspadaan. "Apa tujuanmu membawa kami ke sini? Dunia ini bukan tempat untuk bermain-main." Yue Lan menghela napas. "Aku tidak membawa kalian ke sini untuk bermain-main. Dunia ini adalah cerminan dari kekuatan tanda hitam. Jika Liu Feng ingin menguasainya, ia harus menghada
Langit mulai memerah ketika suara ledakan mengguncang hutan bambu. Rerumputan hijau yang sebelumnya tenang kini berubah menjadi arena kekacauan. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan berdiri di tengah kepanikan, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi."Liu Feng, cepat! Kita harus pergi!" teriak Yue Lan, menarik lengan Liu Feng.Namun, langkah mereka terhenti ketika bayangan besar muncul dari balik pepohonan. Sosok itu berbentuk seperti manusia, namun tubuhnya terbungkus kabut hitam yang terus bergerak seperti makhluk hidup. Matanya memancarkan cahaya merah, penuh dengan kebencian."Dia sudah menemukan kita," gumam Yue Lan dengan suara gemetar.Liu Feng mengepalkan pedangnya lebih erat, mencoba menahan rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya. "Siapa dia?""Makhluk bayangan. Salah satu utusan dari Penguasa Kegelapan," jawab Yue Lan. "Tanda hitam di lenganmu menarik perhatian mereka. Mereka datang untuk mengambilnya darimu."Shen Tao melangkah maju, berdiri di depan Liu Feng dan Yue Lan
Kabut itu bukan sekadar udara tebal. Setiap hembusannya membawa bisikan, cerita masa lalu yang kelam, dan janji kematian bagi mereka yang lemah. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan melangkah perlahan, dikelilingi oleh kegelapan yang seolah hidup. “Jangan terlalu jauh dariku,” kata Shen Tao dengan nada tegas. “Kabut ini tidak hanya menghalangi penglihatan, tetapi juga memanipulasi pikiran.” Liu Feng merasakan tanda di lengannya mulai panas. Semakin dalam mereka melangkah, semakin berat langkahnya. Seolah-olah sesuatu di dalam kabut itu memanggilnya, menariknya untuk maju. “Feng, kau baik-baik saja?” tanya Yue Lan, nada suaranya cemas. Liu Feng mengangguk singkat. “Aku baik. Tapi... ada sesuatu yang aneh di sini.” Bisikan dalam kabut semakin keras, membuat suasana semakin mencekam. Shen Tao berhenti di depan mereka, menatap sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan. “Siapkan senjatamu,” perintahnya. Dari kegelapan, sosok mulai muncul. Itu adalah bayangan humanoid dengan tubuh yang tam
Liu Feng berdiri mematung di depan gerbang raksasa itu, merasa seolah-olah waktu berhenti. Ukiran naga hitam pada gerbang tersebut tampak hidup, dengan mata merahnya yang bersinar menatap tajam, seolah-olah menembus jiwanya. Aura dingin dan gelap mengalir dari gerbang itu, membuat udara di sekitar terasa berat. “Feng, mundur!” teriak Shen Tao, menariknya kembali ke kenyataan. Namun, sebelum Liu Feng bisa bergerak, tanda di lengannya kembali bersinar, kali ini lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu seolah-olah beresonansi dengan gerbang di depannya, memancarkan denyut energi yang menggema di udara. “Ini bukan pertanda baik,” gumam Shen Tao. Yue Lan menggenggam busurnya erat-erat, matanya memindai bayangan yang bergerak di sekitar mereka. “Apa ini jebakan?” tanyanya. Shen Tao menggeleng. “Ini bukan jebakan. Ini adalah ujian.” Tiba-tiba, gerbang itu mulai terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang tanah di bawah mereka. Dari celah gerbang yang terbuka, angin di
Di bawah langit yang tak berujung, di mana awan gelap dan sinar rembulan saling bertarung untuk menguasai cakrawala, terdapat sebuah lembah yang terlupakan oleh waktu. Lembah itu dipenuhi oleh sisa-sisa pertempuran kuno dan keheningan yang menyimpan rahasia masa lampau. Setiap sudutnya bercerita tentang perjuangan para penyihir, kesatria, dan makhluk ajaib yang pernah bertarung demi melindungi keseimbangan alam. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah, dedaunan yang layu, dan secercah harapan yang masih tersisa di antara reruntuhan zaman.Di tengah lembah itu, berdirilah sebuah danau kecil yang airnya berkilauan dengan cahaya aneh, seolah-olah memantulkan energi dari semesta yang jauh. Air danau itu tampak hidup, bergerak perlahan, menyatu dengan irama alam yang misterius. Di sekelilingnya, tumbuh pepohonan purba yang akarnya menembus batu, seakan menyimpan rahasia dari dalam bumi. Suasana itu begitu hening sehingga hanya ada suara gemericik air dan desir angin yang menemani
Langit di atas Kerajaan Lembah Elysia tampak seperti kanvas raksasa yang dihiasi warna-warna senja, namun di balik keindahan itu terselubung bayang-bayang misterius yang selalu mengancam. Angin malam yang sejuk mengalir lembut menyusuri lembah, membawa aroma bunga-bunga liar dan embun pagi yang masih menempel pada dedaunan. Di antara keheningan alam, terdengar suara gemericik sungai kecil yang mengalir di antara bebatuan, seolah-olah memberikan irama bagi kisah yang akan segera terungkap.Di sebuah dataran tinggi yang menghadap lembah, berdirilah sekelompok kesatria yang tampak kelelahan, namun matanya menyala dengan tekad yang membara. Di antara mereka, seorang pemuda bernama Armand, dengan rambut hitam legam dan mata biru yang tajam, memimpin barisan itu. Wajahnya, meski dipenuhi bekas luka pertempuran, memancarkan keberanian yang tak tergoyahkan. Ia mengenakan baju zirah berlapis perunggu yang berkilau samar di bawah sinar rembulan, dan di tangannya terhunus pedang pusaka yang tela
Di balik awan gelap yang menyelimuti langit, fajar perlahan mulai memecah kegelapan malam. Namun, sinar yang menyusup itu bukanlah cahayanya matahari yang hangat, melainkan kilauan magis yang datang dari dalam jiwa para pejuang yang telah lama terlupakan. Di tengah medan pertempuran yang hancur lebur, di antara reruntuhan dan debu yang menutupi tanah, para penyintas berkumpul dengan harapan yang tertinggal dari masa lalu. Suasana itu terasa seperti perisai terakhir yang memisahkan dunia dari kehancuran mutlak.Awan-awan berarak di langit dengan gerakan lambat namun pasti, seolah-olah menyaksikan sebuah pertunjukan yang telah ditentukan oleh takdir. Di antara debu dan sisa-sisa kehancuran, Armand berdiri tegak, meskipun tubuhnya dipenuhi luka dan kelelahan. Mata Armand yang dulunya menyala dengan semangat kini menunjukkan jejak penderitaan, namun tekadnya tetap menggelora. Di balik setiap luka, ada cerita tentang pertempuran, pengorbanan, dan janji untuk tidak pernah menyerah.Di sisi
Di antara reruntuhan sebuah dunia yang telah lama terpuruk dalam kegelapan, muncul secercah cahaya yang tak terduga. Langit yang dahulu suram kini mulai menunjukkan secercah fajar, meskipun bayang-bayang masa lalu masih menghantui setiap sudut. Di tengah medan pertempuran yang hancur, di mana batu-batu retak berserakan dan tanah basah oleh darah para pejuang, berdiri seorang pria dengan tatapan penuh tekad. Namanya adalah Rasyid, sang Penjaga, yang tak pernah mengingkari janjinya untuk melindungi sisa-sisa harapan dunia ini.Rasyid mengenakan baju zirah yang berkilauan meskipun sudah banyak goresan dan retak, tanda pertempuran yang tak terhitung jumlahnya. Di tangannya, tersandang pedang legendaris yang telah mengantar ribuan jiwa menuju keabadian atau kehancuran. Pedang itu, yang dikenal sebagai "Sinar Purnama", memancarkan cahaya lembut di tengah kegelapan, seolah menandakan bahwa meskipun dunia telah terbenam dalam kehancuran, masih ada secercah harapan yang takkan pernah padam.Da
Di suatu pagi yang kelabu, ketika embun masih menempel di dedaunan dan udara terasa dingin menyelinap ke dalam setiap celah, dunia seolah-olah sedang mengalami pergeseran. Di balik langit yang kelabu dan megah, terdapat sebuah kekosongan yang menggantung, seolah-olah alam semesta sedang menahan nafas. Di sinilah titik balik yang selama ini dinanti telah tiba, di mana segala sesuatu yang telah terjadi mulai menemukan maknanya dan jalan menuju keabadian mulai terbuka.Di tengah kekacauan itu, Armand berdiri di atas reruntuhan sebuah kota kuno yang pernah menjadi pusat peradaban. Tubuhnya yang penuh luka menandakan betapa pertempuran yang telah ia lalui sangatlah berat. Meski begitu, matanya yang tajam tetap menyala, menyiratkan tekad yang tak tergoyahkan untuk melanjutkan perjuangan. Di sekelilingnya, puing-puing bata, potongan-potongan kayu, dan debu-debu halus berterbangan, menorehkan gambaran dari kehancuran yang melanda dunia. Namun, di balik setiap reruntuhan itu tersimpan harapan—
Di ufuk timur, matahari perlahan muncul dari balik awan mendung, menyinari dunia yang telah lama didera kegelapan. Setiap sinar cahayanya seolah membawa harapan baru bagi tanah yang hancur dan jiwa-jiwa yang terluka. Angin pagi menyapa dengan lembut, membawa aroma bunga liar yang mulai mekar kembali di tengah reruntuhan zaman yang penuh penderitaan.Di sebuah lembah yang dulunya pernah dipenuhi kebahagiaan, kini tersisa hanya puing dan kenangan pahit. Armand, Aveline, dan beberapa penyintas lain berjalan perlahan melewati medan pertempuran yang sunyi. Langkah mereka berat, namun semangat mereka tetap menyala, seperti bara api yang tidak pernah padam. Setiap jejak kaki mereka menorehkan kisah perjuangan, sebuah bukti bahwa walaupun dunia ini telah dihantui oleh kegelapan, masih ada cahaya yang tak terpadamkan.Armand menatap jauh ke depan, ke arah cakrawala yang perlahan berubah warna. Ia teringat akan janji yang telah diikrarkannya kepada mereka yang ia cintai, janji untuk membebaskan
Di balik reruntuhan pertempuran yang masih menggema di lembah, fajar perlahan menyingsing, membawa secercah harapan di tengah kehancuran. Udara masih dipenuhi abu dan debu, namun sinar matahari yang mulai menembus awan gelap menyiratkan janji tentang hari baru. Suasana pagi itu begitu kontras dengan malam yang penuh deru petir dan tawa makhluk kegelapan, seolah alam pun bersumpah untuk memulihkan keseimbangan.Di tepi lembah yang hancur, Armand terbaring di atas batu besar yang retak, tubuhnya terluka parah namun jiwa masih berkobar. Dia terbangun perlahan, merasakan setiap denyut nadi sebagai bukti bahwa hidupnya masih menyala meskipun pertempuran telah meninggalkan bekas yang dalam. Setiap luka yang ia rasakan mengingatkannya pada pengorbanan dan perjuangan yang telah dilalui, membuatnya tersadar bahwa hari ini adalah kesempatan kedua untuk membangun kembali dunia.Aveline berdiri di samping Armand, wajahnya penuh dengan campuran kelelahan dan tekad. Ia menyaksikan cakrawala yang pe
Di ufuk timur, ketika rembulan mulai menghilang dan langit perlahan berubah dari kelam menjadi keabu-abuan, terdengar bisikan angin yang seolah membawa harapan yang lama hilang. Di balik reruntuhan sebuah kota kuno yang hancur, sekelompok penyintas berkumpul dalam keheningan. Suara langkah kaki dan deru napas mereka teredam oleh getar bumi yang masih tersisa dari pertempuran dahsyat yang baru saja berlalu. Di antara mereka, seorang pemuda dengan mata penuh tekad berdiri teguh, memandang jauh ke ufuk timur, di mana cahaya fajar mulai mengintip di balik awan.Pemuda itu bernama Raka, dan ia telah melewati banyak penderitaan. Tubuhnya dipenuhi bekas luka, namun setiap luka bercerita tentang perjuangan dan pengorbanan. Raka memegang erat pedangnya, senjata yang sudah hampir usang namun masih memancarkan kilauan yang mengingatkannya pada janjinya kepada orang-orang yang ia cintai. Ia berdiri di antara reruntuhan, memikirkan bagaimana dunia yang dulu penuh keajaiban kini terjebak
Di balik langit yang kelam dan awan gelap yang terus bergulung, terhampar sebuah lembah yang dulu pernah dikenal sebagai tanah subur dan penuh kehidupan. Kini, lembah itu berubah menjadi medan pertempuran antara kekuatan cahaya dan kegelapan. Reruntuhan bangunan kuno, sisa-sisa peradaban yang telah lama hilang, serta bebatuan besar yang tercabik-cabik oleh ledakan sihir, menjadi saksi bisu dari pertempuran yang telah melanda dunia. Di tengah kehancuran itu, para pejuang yang tersisa berkumpul, menatap ke arah ujung lembah yang tampak berbeda: di sana berdiri sebuah struktur megah, bersinar samar dalam keremangan—Gerbang Kehidupan Abadi.Para pemimpin dari pihak terang telah mendengar legenda tentang gerbang tersebut sejak lama. Konon, gerbang itu adalah satu-satunya kunci untuk mengembalikan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan, untuk menyembuhkan luka-luka bumi yang telah diderita selama berabad-abad. Namun, legenda itu juga menyebutkan bahwa setiap upaya untuk membuka