Kabut itu bukan sekadar udara tebal. Setiap hembusannya membawa bisikan, cerita masa lalu yang kelam, dan janji kematian bagi mereka yang lemah. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan melangkah perlahan, dikelilingi oleh kegelapan yang seolah hidup. “Jangan terlalu jauh dariku,” kata Shen Tao dengan nada tegas. “Kabut ini tidak hanya menghalangi penglihatan, tetapi juga memanipulasi pikiran.” Liu Feng merasakan tanda di lengannya mulai panas. Semakin dalam mereka melangkah, semakin berat langkahnya. Seolah-olah sesuatu di dalam kabut itu memanggilnya, menariknya untuk maju. “Feng, kau baik-baik saja?” tanya Yue Lan, nada suaranya cemas. Liu Feng mengangguk singkat. “Aku baik. Tapi... ada sesuatu yang aneh di sini.” Bisikan dalam kabut semakin keras, membuat suasana semakin mencekam. Shen Tao berhenti di depan mereka, menatap sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan. “Siapkan senjatamu,” perintahnya. Dari kegelapan, sosok mulai muncul. Itu adalah bayangan humanoid dengan tubuh yang tam
Liu Feng berdiri mematung di depan gerbang raksasa itu, merasa seolah-olah waktu berhenti. Ukiran naga hitam pada gerbang tersebut tampak hidup, dengan mata merahnya yang bersinar menatap tajam, seolah-olah menembus jiwanya. Aura dingin dan gelap mengalir dari gerbang itu, membuat udara di sekitar terasa berat. “Feng, mundur!” teriak Shen Tao, menariknya kembali ke kenyataan. Namun, sebelum Liu Feng bisa bergerak, tanda di lengannya kembali bersinar, kali ini lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu seolah-olah beresonansi dengan gerbang di depannya, memancarkan denyut energi yang menggema di udara. “Ini bukan pertanda baik,” gumam Shen Tao. Yue Lan menggenggam busurnya erat-erat, matanya memindai bayangan yang bergerak di sekitar mereka. “Apa ini jebakan?” tanyanya. Shen Tao menggeleng. “Ini bukan jebakan. Ini adalah ujian.” Tiba-tiba, gerbang itu mulai terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang tanah di bawah mereka. Dari celah gerbang yang terbuka, angin di
Ketika Liu Feng melangkah ke arena berikutnya, suasana seketika berubah. Dinding batu yang semula dingin dan tenang kini tampak berdenyut, seolah memiliki kehidupan sendiri. Udara terasa berat dengan energi yang tidak kasat mata, membuat setiap tarikan napasnya terasa seperti perjuangan.Di hadapannya, berdiri sebuah patung raksasa yang menggambarkan sosok prajurit kuno. Patung itu memegang pedang yang panjangnya hampir tiga kali tinggi Liu Feng, dan matanya yang terbuat dari batu permata merah menyala seperti bara api. Rasanya seperti patung itu bisa hidup kapan saja, dan itu membuat Liu Feng merasakan tekanan yang luar biasa.Namun, ia tidak mundur. Ia tahu bahwa ini adalah bagian dari ujian kedua yang harus dilaluinya. Sambil mengatur napas, ia berjalan mendekati altar yang terletak di depan patung tersebut. Di atas altar itu, ada sebuah gulungan tua yang memancarkan cahaya lembut. Tapi saat Liu Feng mengulurkan tangannya untuk mengambil gulungan itu, suara keras bergema di seluruh
Lorong itu panjang dan gelap, hanya diterangi oleh kilatan cahaya aneh yang berasal dari dinding-dinding batu. Udara di dalam lorong terasa tebal, seperti menyimpan rahasia yang telah terkubur selama ribuan tahun. Liu Feng melangkah dengan hati-hati, tangannya menggenggam erat gagang pedang kecil yang ia bawa. Suara langkah kakinya bergema, menciptakan kesan bahwa ia tidak sendirian di sana.Langkahnya terhenti saat ia melihat ukiran-ukiran misterius di dinding. Ukiran itu menggambarkan pertempuran besar antara manusia dan makhluk yang tidak dikenalnya—makhluk bertubuh besar dengan sayap dan mata yang memancarkan cahaya merah. Di tengah ukiran itu, terlihat sosok seorang lelaki yang memegang pedang bercahaya, tampak memimpin perlawanan.“Ini seperti gambaran legenda yang pernah diceritakan Shen Tao,” gumam Liu Feng, mencoba menganalisis apa yang ia lihat. Tapi sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari arah belakangnya.Liu Feng berbalik dengan cepat, men
Liu Feng memandang ke depan, di mana sebuah gerbang batu besar berdiri kokoh di tengah jalan menuju gunung. Di atas gerbang itu, ukiran simbol pedang bercahaya keemasan seakan memanggil para calon murid untuk menghadapi ujian yang akan mengubah hidup mereka. Sebuah suara menggema di sekitar, suara Shen Tao, yang telah memandu Liu Feng sejak hari pertama di lembah ini. "Gerbang ini bukan sekadar pintu masuk. Ini adalah awal dari Jalan Pedang Bintang Teratai," kata Shen Tao, berdiri dengan sikap tenang di samping Liu Feng. "Di baliknya, setiap murid akan diuji bukan hanya dalam keterampilan pedang, tetapi juga dalam kemurnian hati dan tekad mereka." Liu Feng menarik napas panjang. Di sekitar gerbang, beberapa murid lain menunggu giliran mereka, wajah-wajah tegang menghiasi setiap sudut. Beberapa tampak berdoa, sementara yang lain hanya menatap kosong ke arah gerbang seolah mencoba memahami apa yang menanti di baliknya. "Jangan anggap remeh ujian ini," Shen Tao melanjutkan. "Banyak ya
Setelah keluar dari gerbang ujian, Liu Feng merasakan aura yang tidak biasa di udara. Langit di atas Lembah Kaisar Takdir tampak gelap meskipun matahari bersinar di kejauhan. Shen Tao, yang biasanya penuh ketenangan, kini berdiri dengan sorot mata yang tajam, seolah-olah ia merasakan ancaman yang tidak terlihat. "Guru," Liu Feng memulai, mencoba memahami situasi, "apakah ada yang salah?" Shen Tao tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengarahkan pandangannya ke hutan yang mengelilingi gerbang. "Sesuatu telah masuk ke lembah," katanya perlahan. "Sesuatu yang tidak seharusnya berada di sini." Liu Feng mengikuti arah pandangan gurunya, tetapi tidak melihat apa pun kecuali pepohonan yang bergoyang pelan. "Apa itu, Guru?" Shen Tao menggeleng. "Belum jelas. Tapi energi ini... rasanya seperti sesuatu yang gelap dan berbahaya." Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara langkah kaki terdengar mendekat. Salah satu murid senior dari Lembah Kaisar Takdir, Yu Wei, muncul dengan napas
Malam menjelang dengan cepat, meninggalkan Lembah Kaisar Takdir dalam keheningan yang penuh kewaspadaan. Setelah insiden dengan pria bertudung hitam, suasana di lembah berubah tegang. Para murid yang biasanya sibuk berlatih kini bergerak dengan lebih hati-hati, seolah-olah bayangan di sekitar mereka bisa menjadi musuh kapan saja.Liu Feng duduk di ruang meditasi kecil di dekat tebing, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, suara pertempuran sebelumnya terus terngiang di kepalanya. Ia memikirkan makhluk-makhluk bayangan itu, kekuatan gelap yang digunakan, dan terutama, pria bertudung yang seolah-olah tahu lebih banyak tentang dirinya daripada yang ia tahu sendiri.Tiba-tiba, Shen Tao masuk ke ruangan. Wajahnya serius, tetapi ada ketenangan yang biasanya menjadi ciri khasnya. "Liu Feng," katanya, memecah keheningan, "aku tahu pikiranmu penuh dengan pertanyaan. Ini waktunya kau mendapatkan beberapa jawaban."Liu Feng menatap gurunya dengan penuh perhatian. "Siapa pria itu, Guru? Apa yang
Hari-hari berlalu setelah serangan bayangan, tetapi ketegangan di Lembah Kaisar Takdir belum juga mereda. Shen Tao telah meningkatkan keamanan, dan para murid kini dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil untuk berpatroli di sekitar lembah. Liu Feng, meski masih lelah setelah pertempuran terakhir, tak pernah berhenti melatih dirinya. Ia tahu bahwa ancaman Penghancur Bayangan belum berakhir. Di sela-sela latihan, Liu Feng mulai memperhatikan hal-hal yang tampak tidak biasa di sekitarnya. Beberapa murid yang sebelumnya bersemangat kini terlihat gelisah. Mereka sering menghindari kontak mata dan berbicara dengan suara pelan ketika Shen Tao tidak ada. Awalnya, Liu Feng mengabaikan ini, mengira bahwa mereka mungkin masih trauma setelah serangan bayangan. Namun, intuisi di dalam dirinya mengatakan ada sesuatu yang lebih dari itu. Pada suatu malam, Liu Feng sedang berlatih teknik pernapasan di tepi danau kecil di dalam lembah. Suasana sunyi, hanya suara gemericik air yang terdengar. Tiba-tib
Kegelapan menyelimuti ruang itu, membuat Liu Feng sulit membedakan mana realitas dan mana bayangan. Dinding-dinding batu di sekitarnya memantulkan gema langkah kakinya, seolah-olah setiap langkahnya dihantui oleh makhluk tak kasat mata. Shen Tao berjalan di depannya dengan penuh kewaspadaan, sementara Hong Mei menjaga bagian belakang, matanya tajam memindai setiap sudut.“Ini bukan hanya gua biasa,” kata Shen Tao sambil mengerutkan kening. “Energi yang mengalir di sini berbeda... ada sesuatu yang sangat tua dan berbahaya.”Liu Feng tidak menanggapi, tetapi ia bisa merasakan udara yang semakin berat. Setiap tarikan napas seperti menghirup beban yang menekan dadanya. Ia tahu bahwa mereka telah melewati batas aman dan memasuki wilayah yang penuh bahaya. Dalam pikirannya, suara-suara samar mulai terdengar—bisikan-bisikan yang menyebut namanya, memanggilnya ke arah yang tidak diketahui.Hong Mei tiba-tiba berhenti, tangannya terangkat memberi tanda bahaya. “Diam,” bisiknya tajam.Liu Feng
Cahaya rembulan menyinari lembah yang tenang, tetapi di balik ketenangan itu, gejolak besar tengah berlangsung. Liu Feng berdiri di atas puncak tebing, mengamati lembah yang dipenuhi kabut tipis. Aura ancaman terasa di udara, membuat napasnya terasa berat.“Liu Feng, kau yakin ingin turun ke sana?” suara Su Mei memecah keheningan. Gadis itu berdiri di belakangnya dengan wajah cemas. Dia tahu bahwa lembah ini bukan tempat sembarangan—legenda tentang makhluk penjaga bayangan sudah sering ia dengar sejak kecil.Liu Feng menoleh, senyum tipis di wajahnya. “Aku tidak punya pilihan, Su Mei. Jawaban atas misteri ini ada di bawah sana. Jika aku tidak mencoba, semuanya akan sia-sia.”Su Mei menggigit bibirnya, merasa tidak berdaya. “Kalau begitu, aku akan ikut denganmu.”“Tidak,” jawab Liu Feng tegas. “Ini adalah tugas yang harus aku selesaikan sendiri. Kau sudah cukup banyak membantuku. Aku tidak ingin kau terluka.”Su Mei ingin membantah, tetapi sorot mata Liu Feng yang penuh tekad membuatny
Getaran yang mengguncang ruangan itu semakin hebat, menyebabkan serpihan-serpihan kristal jatuh dari langit-langit. Liu Feng menarik tangan Wu Lan, memaksanya untuk berlari menuju pintu keluar. Shen Tao, yang masih lemah, dibantu berdiri oleh Liu Feng.“Cepat! Kita harus keluar dari sini sebelum tempat ini benar-benar runtuh!” seru Liu Feng dengan nada mendesak.Ketiganya berlari melewati tangga yang sebelumnya mereka lalui, namun jalan itu sekarang penuh dengan retakan besar dan tumpukan batu yang menghalangi. Energi merah yang sebelumnya berasal dari kolam kini menjalar melalui dinding, menciptakan ledakan kecil yang membuat perjalanan mereka semakin berbahaya.Wu Lan, dengan nafas terengah-engah, berteriak, “Apa yang terjadi, Feng? Apa sebenarnya yang kita hancurkan?”Liu Feng menggelengkan kepala, wajahnya penuh kekhawatiran. “Aku tidak tahu! Tapi energi ini… terasa seperti sesuatu yang lebih kuat daripada yang bisa kita bayangkan.”Ketika mereka hampir mencapai pintu keluar, sebu
Tangga yang menurun ke kegelapan terasa seperti tak berujung. Setiap langkah yang diambil Liu Feng, Wu Lan, dan Shen Tao semakin memperdalam rasa tegang yang menyelimuti mereka. Udara di sekitar menjadi semakin berat, dan energi yang terasa seolah-olah menarik mereka ke bawah dengan paksa.Wu Lan menggenggam tombaknya erat-erat. “Tempat ini… sepertinya dibuat untuk menjebak siapa pun yang berani masuk.”Liu Feng menoleh ke arahnya, sorot matanya penuh dengan kewaspadaan. “Jika itu memang jebakan, maka kita harus memecahkannya. Jalan satu-satunya adalah maju.”Shen Tao, yang masih terlihat lemah meski sedikit membaik, berbicara pelan. “Tangga ini menuju ke tempat yang lebih tua dari yang kita duga. Aku bisa merasakan aura para leluhur kuno… tempat ini memiliki kekuatan yang tak bisa diremehkan.”Setelah perjalanan panjang, mereka tiba di sebuah ruangan lain. Ruangan itu berbeda dari yang sebelumnya. Dindingnya terbuat dari kristal berkilauan, dan di tengahnya terdapat sebuah kolam keci
Tubuh Liu Feng melayang di udara, terjatuh ke dalam kegelapan yang tampaknya tak berujung. Di sekelilingnya, bayangan-bayangan samar berputar seperti pusaran air, menyelimuti dirinya, Wu Lan, dan Shen Tao. Angin kencang menghantam wajahnya, membuatnya sulit bernapas.“Feng, hati-hati!” Wu Lan berteriak, tetapi suaranya hampir tak terdengar di tengah gemuruh yang menggelegar.Liu Feng mencoba menenangkan pikirannya. Ia memusatkan energi spiritualnya di telapak tangan, menciptakan pijakan energi untuk memperlambat kejatuhannya. “Wu Lan! Shen Tao! Gunakan energi kalian untuk mengurangi kecepatan jatuh!”Wu Lan merespons cepat, menciptakan lingkaran energi biru di sekeliling tubuhnya, melambatkannya. Namun, Shen Tao masih belum pulih sepenuhnya. Tubuhnya terus meluncur dengan kecepatan penuh ke bawah.“Shen Tao!” Liu Feng melompat ke arahnya, menangkap tubuh mentornya di udara. Dengan susah payah, ia menyalurkan energi ke dalam tubuh Shen Tao untuk melindunginya.Saat itu, sebuah cahaya r
Lorong itu dipenuhi tekanan yang menyiksa, seolah-olah udara itu sendiri ingin menghancurkan tubuh Liu Feng dan Wu Lan. Shen Tao, yang berdiri di depan mereka, memancarkan aura yang asing. Cahaya merah yang keluar dari matanya seperti bara api yang tak pernah padam, membakar tanpa henti.“Shen Tao, apa yang kau lakukan? Ini aku, Liu Feng!” seru Liu Feng sambil mengacungkan pedangnya, mencoba menahan aura mengerikan yang terpancar dari pria itu.Namun, Shen Tao tidak menjawab. Sebaliknya, ia menyerang dengan kecepatan yang tidak pernah Liu Feng duga sebelumnya. Wu Lan nyaris tidak sempat bereaksi ketika Shen Tao melompat ke arah mereka, pedangnya berkilau seperti darah.“Dia bukan Shen Tao yang kita kenal!” seru Wu Lan.Liu Feng menggertakkan giginya. Ia tahu ada yang salah. Gerakan Shen Tao terlalu agresif, terlalu... dingin. Bukan seperti pria yang dulu membimbingnya. Dengan refleks yang terlatih, ia mengangkat pedangnya, menangkis serangan mematikan yang hampir menebas lehernya.Ben
Liu Feng dan Wu Lan melangkah perlahan ke dalam lorong gelap yang baru saja mereka masuki. Udara di dalam terasa berat, seperti membawa kenangan yang terperangkap selama ribuan tahun. Dinding-dinding lorong itu dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang memancarkan cahaya lembut, memberikan penerangan yang cukup untuk mereka bergerak maju."Ini tempat apa sebenarnya?" tanya Wu Lan dengan nada bingung. Ia mengamati ukiran-ukiran itu, mencoba memahami arti di balik simbol-simbol misterius tersebut."Entahlah," jawab Liu Feng sambil mengusap salah satu ukiran. "Tapi aku merasa... tempat ini bukan sekadar lorong biasa. Ada sesuatu yang hidup di sini."Wu Lan menelan ludah. "Hidup? Maksudmu apa?"Namun sebelum Liu Feng sempat menjawab, langkah kaki aneh yang mereka dengar sebelumnya semakin mendekat. Wu Lan langsung menggenggam gagang pedangnya dengan erat, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk."Siap-siap," bisik Liu Feng, matanya menatap lurus ke depan.Dari kegelapan, sosok-sosok mulai muncul.
Liu Feng berdiri diam, matanya menatap tajam pada wanita berambut putih di hadapannya. Kehadirannya begitu mencolok di tengah kehancuran kota. Aura dingin yang memancar darinya membuat suasana di sekeliling semakin mencekam. Wu Lan di sisinya menggenggam pedangnya erat, bersiap untuk bertindak jika keadaan memaksa. "Siapa kau?" Liu Feng akhirnya angkat bicara. Suaranya tegas, meskipun hatinya diliputi rasa penasaran dan waspada. Wanita itu tersenyum tipis, tatapannya dingin namun tidak menunjukkan permusuhan langsung. "Namaku Xue Lian," katanya dengan suara lembut namun tegas. "Aku bukan musuhmu, tapi aku juga bukan sekutumu... belum." Kata-katanya membuat Liu Feng dan Wu Lan saling bertukar pandang. Situasi ini semakin membingungkan. Namun sebelum Liu Feng sempat bertanya lebih lanjut, suara langkah berat menggema di belakang mereka. Jenderal Bayangan yang memegang pedang besar bergerak maju, menatap Xue Lian dengan mata penuh kebencian. "Kau pengkhianat," desisnya, suaranya sepe
Liu Feng berjalan perlahan di jalan setapak yang hampir tertutup kabut tebal. Udara di sekitarnya dingin dan berat, seolah menekan paru-parunya dengan setiap langkah yang ia ambil. Di kejauhan, suara angin menderu seperti bisikan makhluk-makhluk yang mengintai dari balik bayangan. Tempat ini adalah perbatasan antara Lembah Kaisar Takdir dan wilayah kegelapan yang disebut "Batas Kegelapan."“Ini tempat yang menyeramkan,” gumam Wu Lan, sahabat setianya yang berjalan di samping. Ia menggenggam gagang pedangnya erat, matanya terus bergerak mencari tanda bahaya.“Berhati-hatilah,” ujar Shen Tao yang berjalan di depan mereka. Mantan pengelana legendaris itu tampak waspada, matanya menyipit seolah mencoba menembus kabut. "Tempat ini adalah daerah tak bertuan. Banyak yang memasuki Batas Kegelapan, tapi hampir tak ada yang kembali."Liu Feng mengangguk. Ia tahu betul bahwa tempat ini adalah ujian baru dalam perjalanannya. Batas Kegelapan tidak hanya dikenal karena bahayanya, tetapi juga karena