Langit yang gelap bergetar ketika Yue Lan menyentuh tanda hitam di lengan Liu Feng. Energi misterius menyebar, seperti gelombang pasang yang menguasai setiap inci ruang di sekitarnya. Dalam sekejap, dunia mereka berubah. Hutan yang sunyi kini berganti dengan tanah tandus yang diselimuti kabut pekat. Di kejauhan, terdengar suara langkah berat, diselingi gemuruh suara seperti makhluk raksasa yang sedang mendekat.
"Di mana kita?" tanya Liu Feng, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup cepat. "Ini adalah dunia dalam tanda itu," jawab Yue Lan, suaranya tegas namun penuh ketenangan. "Hanya mereka yang terhubung dengan energi kegelapan yang bisa masuk ke sini." Shen Tao memandang sekeliling, wajahnya penuh kewaspadaan. "Apa tujuanmu membawa kami ke sini? Dunia ini bukan tempat untuk bermain-main." Yue Lan menghela napas. "Aku tidak membawa kalian ke sini untuk bermain-main. Dunia ini adalah cerminan dari kekuatan tanda hitam. Jika Liu Feng ingin menguasainya, ia harus menghadapi kebenaran yang tersembunyi di dalam dirinya." Liu Feng merasa dingin menjalar di tulang punggungnya. "Kebenaran? Maksudmu apa?" Yue Lan tidak menjawab. Sebaliknya, ia melangkah maju, menyibak kabut dengan gerakan tangannya. Di hadapan mereka, muncul sebuah pemandangan yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Sebuah medan perang yang hancur, dipenuhi mayat prajurit dan makhluk aneh. Di tengah medan itu, berdiri seorang pria dengan pedang hitam besar di tangannya. "Lihat baik-baik, Liu Feng," kata Yue Lan. "Pria itu... adalah bagian dari dirimu." Liu Feng memandang pria itu dengan mata penuh kebingungan. Wajahnya terasa akrab, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa takut. Pria itu memancarkan aura yang begitu gelap, seolah-olah seluruh dunia tunduk di bawah kekuatannya. "Itu... aku?" bisik Liu Feng, suaranya hampir tidak terdengar. Yue Lan mengangguk. "Itulah bayanganmu, sisi lain dari dirimu yang terbentuk oleh energi kegelapan. Jika kau ingin mengendalikan tanda ini, kau harus mengalahkannya." Shen Tao segera berdiri di depan Liu Feng, melindunginya. "Ini tidak masuk akal! Bagaimana mungkin seseorang bisa melawan bayangannya sendiri?" "Ini bukan soal masuk akal atau tidak," balas Yue Lan. "Ini adalah kenyataan yang harus dihadapi Liu Feng. Jika ia tidak bisa mengalahkan bayangannya, maka tanda ini akan menguasainya sepenuhnya." Liu Feng mengepalkan tinjunya, mencoba menenangkan rasa takut yang mulai menguasainya. "Baiklah. Jika ini adalah sesuatu yang harus kulakukan, maka aku akan melakukannya." Yue Lan tersenyum tipis. "Keberanianmu adalah langkah pertama. Tapi ingat, bayangan ini tahu semua kelemahanmu. Jangan anggap remeh." Liu Feng melangkah maju, mendekati pria yang berdiri di tengah medan perang. Saat jarak mereka semakin dekat, pria itu akhirnya berbicara. "Jadi, kau adalah aku," katanya dengan suara dingin, seperti angin malam yang menusuk. "Aku telah menunggumu, Liu Feng." "Apa maksudmu?" tanya Liu Feng, mencoba menyembunyikan kegugupannya. "Aku adalah sisi gelapmu, kekuatan yang kau sembunyikan di balik topeng keberanianmu. Kau berpikir bisa menguasai tanda ini? Kau bahkan tidak bisa menguasai dirimu sendiri," ejek bayangan itu. Liu Feng tidak menjawab. Sebaliknya, ia menghunus pedangnya, bersiap untuk bertarung. Bayangan itu tersenyum, lalu mengangkat pedang hitamnya. Dalam sekejap, mereka berdua terlibat dalam pertempuran sengit. Pedang mereka saling beradu, menciptakan percikan api yang menerangi medan perang yang suram. Liu Feng menyerang dengan keberanian, namun bayangannya selalu satu langkah di depan. Setiap gerakan Liu Feng seolah sudah diketahui sebelumnya, membuatnya kesulitan untuk menyerang balik. "Kau terlalu lemah," kata bayangan itu, menangkis serangan Liu Feng dengan mudah. "Kau tidak pantas menguasai kekuatan ini." Liu Feng terjatuh, pedangnya terlepas dari tangannya. Bayangan itu mendekatinya, mengarahkan pedang hitamnya ke leher Liu Feng. "Apakah ini akhir dari perjalananmu?" tanya bayangan itu, suaranya penuh ejekan. Namun, sebelum bayangan itu sempat menyerang, Liu Feng mendengar suara Yue Lan dari kejauhan. "Liu Feng! Jangan biarkan rasa takut menguasaimu! Ingat, kekuatan sejati berasal dari keyakinan dalam dirimu sendiri." Kata-kata itu membangkitkan semangat Liu Feng. Ia memejamkan matanya, mencoba mencari ketenangan di tengah kekacauan. Ia mulai mengingat semua yang telah ia lalui, semua perjuangan dan pengorbanan yang telah ia lakukan untuk mencapai titik ini. Perlahan, rasa takutnya berubah menjadi tekad. Liu Feng membuka matanya, dan untuk pertama kalinya, ia melihat bayangannya dengan cara yang berbeda. "Kau benar," katanya, suaranya penuh keyakinan. "Aku memang memiliki kelemahan. Tapi itulah yang membuatku kuat. Aku tidak akan menyerah pada kegelapan." Dengan kekuatan baru, Liu Feng mengambil pedangnya kembali dan melancarkan serangan. Namun kali ini, serangannya tidak hanya didorong oleh keberanian, tetapi juga oleh keyakinan. Ia tidak lagi melawan bayangannya, melainkan menerimanya sebagai bagian dari dirinya. Bayangan itu tersenyum tipis, lalu menurunkan pedangnya. "Kau telah memahami inti dari tanda ini," katanya. "Aku bukan musuhmu, Liu Feng. Aku adalah bagian dari dirimu yang akan selalu ada. Jangan melawanku, tetapi gunakan aku untuk melindungi apa yang kau cintai." Liu Feng mengangguk, dan dunia di sekitarnya mulai memudar. Ia kembali ke hutan bambu, bersama Shen Tao dan Yue Lan. Tanda hitam di lengannya masih ada, namun kini ia merasa berbeda. Ia merasa bahwa ia memiliki kendali atasnya. Di kejauhan, terdengar suara ledakan besar, disusul oleh jeritan makhluk-makhluk yang tidak dikenal. Yue Lan segera menoleh, wajahnya penuh kekhawatiran. "Kita tidak punya waktu lagi," katanya dengan nada mendesak. "Musuh telah menemukan kita."Langit mulai memerah ketika suara ledakan mengguncang hutan bambu. Rerumputan hijau yang sebelumnya tenang kini berubah menjadi arena kekacauan. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan berdiri di tengah kepanikan, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi."Liu Feng, cepat! Kita harus pergi!" teriak Yue Lan, menarik lengan Liu Feng.Namun, langkah mereka terhenti ketika bayangan besar muncul dari balik pepohonan. Sosok itu berbentuk seperti manusia, namun tubuhnya terbungkus kabut hitam yang terus bergerak seperti makhluk hidup. Matanya memancarkan cahaya merah, penuh dengan kebencian."Dia sudah menemukan kita," gumam Yue Lan dengan suara gemetar.Liu Feng mengepalkan pedangnya lebih erat, mencoba menahan rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya. "Siapa dia?""Makhluk bayangan. Salah satu utusan dari Penguasa Kegelapan," jawab Yue Lan. "Tanda hitam di lenganmu menarik perhatian mereka. Mereka datang untuk mengambilnya darimu."Shen Tao melangkah maju, berdiri di depan Liu Feng dan Yue Lan
Kabut itu bukan sekadar udara tebal. Setiap hembusannya membawa bisikan, cerita masa lalu yang kelam, dan janji kematian bagi mereka yang lemah. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan melangkah perlahan, dikelilingi oleh kegelapan yang seolah hidup. “Jangan terlalu jauh dariku,” kata Shen Tao dengan nada tegas. “Kabut ini tidak hanya menghalangi penglihatan, tetapi juga memanipulasi pikiran.” Liu Feng merasakan tanda di lengannya mulai panas. Semakin dalam mereka melangkah, semakin berat langkahnya. Seolah-olah sesuatu di dalam kabut itu memanggilnya, menariknya untuk maju. “Feng, kau baik-baik saja?” tanya Yue Lan, nada suaranya cemas. Liu Feng mengangguk singkat. “Aku baik. Tapi... ada sesuatu yang aneh di sini.” Bisikan dalam kabut semakin keras, membuat suasana semakin mencekam. Shen Tao berhenti di depan mereka, menatap sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan. “Siapkan senjatamu,” perintahnya. Dari kegelapan, sosok mulai muncul. Itu adalah bayangan humanoid dengan tubuh yang tam
Liu Feng berdiri mematung di depan gerbang raksasa itu, merasa seolah-olah waktu berhenti. Ukiran naga hitam pada gerbang tersebut tampak hidup, dengan mata merahnya yang bersinar menatap tajam, seolah-olah menembus jiwanya. Aura dingin dan gelap mengalir dari gerbang itu, membuat udara di sekitar terasa berat. “Feng, mundur!” teriak Shen Tao, menariknya kembali ke kenyataan. Namun, sebelum Liu Feng bisa bergerak, tanda di lengannya kembali bersinar, kali ini lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu seolah-olah beresonansi dengan gerbang di depannya, memancarkan denyut energi yang menggema di udara. “Ini bukan pertanda baik,” gumam Shen Tao. Yue Lan menggenggam busurnya erat-erat, matanya memindai bayangan yang bergerak di sekitar mereka. “Apa ini jebakan?” tanyanya. Shen Tao menggeleng. “Ini bukan jebakan. Ini adalah ujian.” Tiba-tiba, gerbang itu mulai terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang tanah di bawah mereka. Dari celah gerbang yang terbuka, angin di
Ketika Liu Feng melangkah ke arena berikutnya, suasana seketika berubah. Dinding batu yang semula dingin dan tenang kini tampak berdenyut, seolah memiliki kehidupan sendiri. Udara terasa berat dengan energi yang tidak kasat mata, membuat setiap tarikan napasnya terasa seperti perjuangan.Di hadapannya, berdiri sebuah patung raksasa yang menggambarkan sosok prajurit kuno. Patung itu memegang pedang yang panjangnya hampir tiga kali tinggi Liu Feng, dan matanya yang terbuat dari batu permata merah menyala seperti bara api. Rasanya seperti patung itu bisa hidup kapan saja, dan itu membuat Liu Feng merasakan tekanan yang luar biasa.Namun, ia tidak mundur. Ia tahu bahwa ini adalah bagian dari ujian kedua yang harus dilaluinya. Sambil mengatur napas, ia berjalan mendekati altar yang terletak di depan patung tersebut. Di atas altar itu, ada sebuah gulungan tua yang memancarkan cahaya lembut. Tapi saat Liu Feng mengulurkan tangannya untuk mengambil gulungan itu, suara keras bergema di seluruh
Lorong itu panjang dan gelap, hanya diterangi oleh kilatan cahaya aneh yang berasal dari dinding-dinding batu. Udara di dalam lorong terasa tebal, seperti menyimpan rahasia yang telah terkubur selama ribuan tahun. Liu Feng melangkah dengan hati-hati, tangannya menggenggam erat gagang pedang kecil yang ia bawa. Suara langkah kakinya bergema, menciptakan kesan bahwa ia tidak sendirian di sana.Langkahnya terhenti saat ia melihat ukiran-ukiran misterius di dinding. Ukiran itu menggambarkan pertempuran besar antara manusia dan makhluk yang tidak dikenalnya—makhluk bertubuh besar dengan sayap dan mata yang memancarkan cahaya merah. Di tengah ukiran itu, terlihat sosok seorang lelaki yang memegang pedang bercahaya, tampak memimpin perlawanan.“Ini seperti gambaran legenda yang pernah diceritakan Shen Tao,” gumam Liu Feng, mencoba menganalisis apa yang ia lihat. Tapi sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari arah belakangnya.Liu Feng berbalik dengan cepat, men
Liu Feng memandang ke depan, di mana sebuah gerbang batu besar berdiri kokoh di tengah jalan menuju gunung. Di atas gerbang itu, ukiran simbol pedang bercahaya keemasan seakan memanggil para calon murid untuk menghadapi ujian yang akan mengubah hidup mereka. Sebuah suara menggema di sekitar, suara Shen Tao, yang telah memandu Liu Feng sejak hari pertama di lembah ini. "Gerbang ini bukan sekadar pintu masuk. Ini adalah awal dari Jalan Pedang Bintang Teratai," kata Shen Tao, berdiri dengan sikap tenang di samping Liu Feng. "Di baliknya, setiap murid akan diuji bukan hanya dalam keterampilan pedang, tetapi juga dalam kemurnian hati dan tekad mereka." Liu Feng menarik napas panjang. Di sekitar gerbang, beberapa murid lain menunggu giliran mereka, wajah-wajah tegang menghiasi setiap sudut. Beberapa tampak berdoa, sementara yang lain hanya menatap kosong ke arah gerbang seolah mencoba memahami apa yang menanti di baliknya. "Jangan anggap remeh ujian ini," Shen Tao melanjutkan. "Banyak ya
Setelah keluar dari gerbang ujian, Liu Feng merasakan aura yang tidak biasa di udara. Langit di atas Lembah Kaisar Takdir tampak gelap meskipun matahari bersinar di kejauhan. Shen Tao, yang biasanya penuh ketenangan, kini berdiri dengan sorot mata yang tajam, seolah-olah ia merasakan ancaman yang tidak terlihat. "Guru," Liu Feng memulai, mencoba memahami situasi, "apakah ada yang salah?" Shen Tao tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengarahkan pandangannya ke hutan yang mengelilingi gerbang. "Sesuatu telah masuk ke lembah," katanya perlahan. "Sesuatu yang tidak seharusnya berada di sini." Liu Feng mengikuti arah pandangan gurunya, tetapi tidak melihat apa pun kecuali pepohonan yang bergoyang pelan. "Apa itu, Guru?" Shen Tao menggeleng. "Belum jelas. Tapi energi ini... rasanya seperti sesuatu yang gelap dan berbahaya." Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara langkah kaki terdengar mendekat. Salah satu murid senior dari Lembah Kaisar Takdir, Yu Wei, muncul dengan napas
Malam menjelang dengan cepat, meninggalkan Lembah Kaisar Takdir dalam keheningan yang penuh kewaspadaan. Setelah insiden dengan pria bertudung hitam, suasana di lembah berubah tegang. Para murid yang biasanya sibuk berlatih kini bergerak dengan lebih hati-hati, seolah-olah bayangan di sekitar mereka bisa menjadi musuh kapan saja.Liu Feng duduk di ruang meditasi kecil di dekat tebing, mencoba menenangkan pikirannya. Namun, suara pertempuran sebelumnya terus terngiang di kepalanya. Ia memikirkan makhluk-makhluk bayangan itu, kekuatan gelap yang digunakan, dan terutama, pria bertudung yang seolah-olah tahu lebih banyak tentang dirinya daripada yang ia tahu sendiri.Tiba-tiba, Shen Tao masuk ke ruangan. Wajahnya serius, tetapi ada ketenangan yang biasanya menjadi ciri khasnya. "Liu Feng," katanya, memecah keheningan, "aku tahu pikiranmu penuh dengan pertanyaan. Ini waktunya kau mendapatkan beberapa jawaban."Liu Feng menatap gurunya dengan penuh perhatian. "Siapa pria itu, Guru? Apa yang
Langit di atas markas utama Persekutuan Bayangan mendung dan penuh amarah, menggambarkan konflik yang sedang berkecamuk. Di dalam ruangan besar yang dingin dan dipenuhi ukiran gelap, para pemimpin fraksi kegelapan mulai merasa sesuatu yang aneh. Udara seolah memberat, seperti beban tak terlihat menghimpit dada mereka. Namun, mereka tak menyadari bahwa itu adalah awal dari serangan balik yang sudah lama direncanakan oleh pihak terang.Sementara itu, di sudut lain, Armand berdiri di hadapan sekumpulan prajurit yang bersiap untuk melancarkan serangan. Tatapan matanya tajam, penuh keyakinan meski ia tahu apa yang akan mereka hadapi adalah kekuatan yang telah berakar selama ribuan tahun. Suaranya lantang memecah kebisuan, memberikan semangat kepada mereka yang mulai dirundung keraguan."Kita mungkin tidak memiliki kekuatan sebesar mereka, tetapi jangan pernah lupakan satu hal: keadilan selalu menemukan jalannya. Ingat apa yang kita perjuangkan!"Kata-katanya membakar semangat pasukan yang
Kegelapan yang pekat masih melingkupi Azlan, namun kali ini ia merasa sesuatu yang berbeda. Beban berat yang selama ini menghimpit jiwanya mulai tergeser sedikit demi sedikit oleh percikan cahaya di dalam dirinya. Di tengah pusaran kegelapan yang nyaris menelannya, suara dari dalam hatinya menggema lebih kuat. "Bangkitlah, Azlan. Ini belum berakhir." Perlahan, tubuhnya yang sebelumnya tak berdaya mulai merespons. Ia merasakan energi hangat yang mengalir dari inti jiwanya, membakar segala ketakutan dan keraguan yang membelenggu. Ia menggerakkan jarinya, lalu tangannya, hingga akhirnya seluruh tubuhnya kembali terkontrol. Meskipun gravitasi dari pusaran energi hitam masih menariknya dengan kuat, Azlan berhasil menancapkan pedangnya ke lantai untuk menahan dirinya. Suara gesekan logam dengan batu menggema, memecah keheningan yang mencekam. Ia menatap makhluk itu dengan sorot mata yang penuh dengan keberanian yang baru ia temukan. "Aku tidak akan menyerah," ucapnya tegas, suaranya men
Di sebuah ruang yang terpisah dari dunia fana, suasana memanas di antara berbagai elemen yang saling berseteru. Setiap inci ruangan tampak diwarnai oleh aura konflik, dengan garis-garis energi yang menghubungkan entitas-entitas kuat di dalamnya. Di tengahnya berdiri seorang pemimpin, wajahnya terukir oleh campuran keputusasaan dan determinasi yang membara.Bayangan masa lalu terlintas dalam benaknya, mengingatkan dirinya pada perjalanan panjang yang telah dilaluinya. Namun, kali ini, jalan yang dia tempuh terasa lebih berat. Setiap langkah seakan-akan dipenuhi dengan duri, menguji tekadnya untuk terus maju."Apa yang sebenarnya kau cari di sini, Azlan?" suara dingin menggema dari sisi ruangan. Suara itu milik seorang wanita dengan mata yang menyala tajam seperti pisau. Dia adalah salah satu penjaga dimensi ini, seseorang yang tidak pernah gentar menghadapi ancaman apa pun.Azlan menghela napas, mencoba mengatur emosinya yang bercampur aduk. "Aku mencari kebenaran, dan aku tidak akan b
Kehancuran yang disebabkan oleh pertempuran besar itu meninggalkan jejak yang begitu nyata. Lembah yang sebelumnya penuh dengan kehidupan kini hanya menyisakan tanah hangus dan retakan yang menganga. Angin yang bertiup membawa aroma tajam abu dan debu, menciptakan suasana yang sepi dan menyesakkan. Zhao Feng berdiri di tengah kawah besar, tubuhnya dipenuhi luka dan napasnya masih tersengal. Pedang yang ia genggam kini tampak redup, seperti kehilangan sebagian besar cahayanya. Namun, meski kelelahan menyelimuti seluruh tubuhnya, tatapannya tetap terarah ke depan, mencari sesuatu. “Guru…” bisiknya pelan, namun hanya keheningan yang menjawab. Ia menurunkan pedangnya dan menghapus keringat serta darah yang menetes dari dahinya. Gurunya, yang sempat muncul di tengah pertempuran, kini menghilang seperti embun yang lenyap saat matahari terbit. Tidak ada jejak yang tersisa, tidak ada petunjuk yang menunjukkan keberadaannya. “Apakah itu hanya bayangan… ataukah benar-benar dia?” Zhao Feng m
Di dalam kegelapan yang pekat, Zhao Feng berdiri tak bergerak. Keringat dingin membasahi wajahnya, namun genggaman tangannya pada pedang suci tak goyah sedikit pun. Suara makhluk yang barusan berbicara masih menggema di pikirannya, membuat semua yang ia lakukan terasa seperti permainan yang sudah dirancang sebelumnya.Namun, meski kegelapan memeluknya dengan erat, ada cahaya kecil yang tetap bersinar dari pedangnya. Cahaya itu memancar pelan, seakan mencoba meyakinkan dirinya bahwa tidak semua telah hilang.“Aku tidak boleh berhenti di sini,” gumam Zhao Feng pada dirinya sendiri. “Jika aku menyerah sekarang, segalanya akan benar-benar berakhir.”Bayangan-bayangan yang tadi menyelimuti tempat itu mulai muncul kembali, kali ini dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Mereka tidak menyerang langsung, melainkan bergerak dengan pola yang menyerupai tarian mematikan, membuat Zhao Feng merasa semakin tertekan.Namun, di saat itu juga, sebuah suara lembut terdengar di telinganya, suara yang tak
Cahaya matahari pagi menembus dedaunan hutan yang lebat, menyinari lapisan embun yang menempel pada rumput liar. Di tengah kesunyian alam, seorang pria berdiri dengan pandangan tajam ke arah cakrawala yang dihiasi awan kelabu. Langit, seolah mencerminkan isi hatinya, tampak gelisah, bergemuruh dengan suara yang mengancam. Zhao Feng menarik napas dalam, aroma tanah basah bercampur angin dingin yang menyegarkan paru-parunya. Namun, di balik ketenangan itu, pikirannya penuh gejolak. Di tangannya tergenggam pedang yang tidak hanya melambangkan kekuatan, tetapi juga beban tanggung jawab yang luar biasa. "Aku sudah terlalu jauh untuk mundur," gumamnya pelan, tetapi cukup keras untuk didengar oleh bayangan yang bersembunyi di kejauhan. Langkah kaki terdengar dari belakang, dan suara lembut yang familiar memanggil, "Zhao Feng, apakah kau yakin dengan keputusanmu? Jalan ini akan mengubah segalanya." Luo Xue, dengan jubah putihnya yang tertiup angin, mendekat perlahan. Wajahnya yang bias
Ketika cahaya itu muncul, medan pertempuran yang sebelumnya gelap gulita seolah terbelah oleh kekuatan yang tak terlukiskan. Langit yang kelam menjadi terang, dan bayang-bayang yang sebelumnya mendominasi mulai surut seperti gelombang pasang yang mundur.Arka memicingkan matanya, berusaha memahami sosok yang perlahan muncul dari balik cahaya itu. Langkah-langkahnya tenang namun penuh wibawa. Setiap pijakan sosok tersebut seolah membawa energi yang menyembuhkan tanah yang telah tercemar oleh kegelapan.Sosok itu mengenakan jubah putih keemasan yang bersinar, dengan pola-pola rumit yang tampak bergerak seperti riak air. Rambutnya memanjang hingga punggung, memancarkan aura bercahaya seperti sinar mentari pagi. Namun, yang paling mencolok adalah matanya—kedua bola mata itu bersinar seperti dua bintang yang mampu menembus jiwa siapa pun yang menatapnya.Para prajurit yang tadinya hampir kehilangan harapan kini kembali berdiri, terpana oleh kehadiran sosok tersebut. Bahkan bayangan-bayanga
Langit kembali gelap. Tidak ada bulan, tidak ada bintang, hanya kehampaan pekat yang meliputi seluruh medan perang. Bai Lin dan Yao Mei berdiri di tengah kehancuran, tubuh mereka masih bergetar oleh kekuatan yang baru saja mereka terima dari simbol bercahaya. Namun, kekuatan itu terasa seperti bayangan kecil dibandingkan dengan ancaman besar yang mulai bergerak di sekitar mereka. Dari kejauhan, suara langkah kaki berat bergema, menggetarkan tanah yang retak. Setiap langkah terdengar seperti dentuman palu raksasa yang menghantam dunia. Yao Mei menoleh, napasnya tersengal-sengal. "Bai Lin, kau mendengar itu?" Bai Lin mengangguk, tangannya dengan refleks menggenggam pedangnya lebih erat. "Aku mendengar. Ini belum berakhir." Kabut hitam yang mulai berkumpul di cakrawala terasa hidup. Itu bukan kabut biasa—ia seperti makhluk yang bernafas, bergerak dengan tujuan tertentu. Dari dalamnya, mata merah besar mulai bermunculan, satu per satu, seperti bintang yang baru lahir di tengah malam. N
Kehancuran yang menyelimuti tanah itu perlahan menyisakan keheningan yang mencekam. Sisa-sisa medan perang hanya berupa puing-puing dan debu yang beterbangan di bawah langit malam yang penuh bintang. Bai Lin berdiri di tengah kekosongan itu, tubuhnya gemetar dan tatapannya terpaku pada tempat terakhir Liu Feng menghilang. Di sisi lain, Yao Mei menunduk, tangannya mengepal erat seolah berusaha menahan ledakan emosi yang siap meletup."Liu Feng... kau benar-benar..." Bai Lin berhenti, suaranya tercekat. Ia tidak sanggup mengucapkan kata-kata itu, karena hatinya menolak untuk menerima kenyataan.Namun, di tengah keheningan itu, angin berhembus pelan, membawa aroma yang asing namun menenangkan. Dalam hembusan itu, seolah-olah ada suara lembut yang berbisik. Bai Lin dan Yao Mei saling memandang, keduanya merasakan hal yang sama—kehadiran Liu Feng masih ada di sekitar mereka, meskipun tubuhnya telah lenyap.Yao Mei akhirnya memecah keheningan. "Dia tidak benar-benar pergi," katanya dengan s