Fajar mulai menyingsing, menyingkirkan sisa-sisa kegelapan malam. Sinar matahari pertama memantul di dedaunan hutan bambu, menciptakan kilauan yang indah namun tidak cukup untuk mengusir perasaan gelisah di hati Liu Feng. Ia terus memandangi tanda hitam yang kini menghiasi lengannya, merasakan denyutan aneh yang seolah memiliki kehidupan sendiri.
"Shen Tao," panggil Liu Feng dengan suara pelan, namun penuh kecemasan. "Apa sebenarnya tanda ini? Mengapa aku bisa merasakannya seperti darah yang mengalir di nadiku?" Shen Tao tidak langsung menjawab. Pria itu duduk di sebuah batu besar, matanya menatap kosong ke arah pepohonan. Sepertinya ia tengah bergulat dengan pikirannya sendiri. Setelah beberapa saat, ia akhirnya berbicara. "Tanda itu bukan hal yang seharusnya muncul begitu saja," ucap Shen Tao dengan nada serius. "Hanya mereka yang telah bersentuhan dengan energi kegelapan terdalam yang bisa memiliki tanda seperti itu." Liu Feng terkejut mendengarnya. "Energi kegelapan? Tapi aku tidak pernah—" "Kau mungkin tidak sadar," potong Shen Tao. "Tetapi saat kau melawan Penghancur Bayangan tadi malam, ada kemungkinan energi kegelapan itu mencoba menyatu denganmu. Ini bukan hal yang bisa dianggap remeh, Liu Feng." Liu Feng menatap tanda hitam itu lagi. Meskipun kecil, keberadaannya terasa seperti beban berat di pundaknya. "Apa yang harus aku lakukan? Bagaimana cara menyingkirkan ini?" Shen Tao menghela napas panjang. "Aku tidak yakin apakah tanda itu bisa dihilangkan begitu saja. Namun, aku tahu satu tempat yang mungkin bisa memberikan jawaban." "Di mana?" tanya Liu Feng, nadanya penuh harapan. "Kuil Kuno Tian Xu," jawab Shen Tao. "Kuil itu adalah tempat di mana para leluhur kita menyimpan pengetahuan tentang dunia ini, termasuk hal-hal yang berhubungan dengan energi kegelapan. Namun, perjalanan ke sana tidaklah mudah." "Berapa jauh tempat itu?" Liu Feng segera berdiri, semangatnya mengalahkan rasa takut yang sempat menyelimutinya. "Lebih dari sekadar jauh," kata Shen Tao. "Kuil itu terletak di Pegunungan Salju Abadi, tempat di mana hanya mereka yang benar-benar kuat dan bertekad yang bisa sampai di sana. Dan sebelum kau bertanya lagi, biarkan aku memperingatkanmu: perjalanan ini penuh dengan bahaya yang bahkan aku sendiri tidak bisa pastikan mampu kita lewati." Liu Feng mengangguk, meskipun hatinya penuh keraguan. "Jika itu satu-satunya cara untuk mencari tahu tentang tanda ini, maka aku akan melakukannya." Shen Tao memandangnya dengan mata penuh kehati-hatian. "Kau memang memiliki keberanian, Liu Feng. Namun, keberanian saja tidak cukup. Kita harus mempersiapkan segalanya sebelum berangkat. Kau perlu lebih banyak belajar dan memperkuat dirimu." Hari-hari berikutnya diisi dengan latihan intensif. Shen Tao melatih Liu Feng dengan berbagai teknik baru, termasuk cara mengendalikan energi kegelapan yang mungkin telah merasukinya. "Jika kau tidak bisa mengendalikan energi itu, kau akan menjadi mangsa kegelapan sendiri," jelas Shen Tao. "Energi kegelapan bukan hanya tentang kekuatan. Ia juga bisa menghancurkan pikiran dan jiwamu jika kau tidak berhati-hati." Liu Feng mengangguk, mencoba menyerap setiap pelajaran yang diberikan Shen Tao. Ia belajar bagaimana menyalurkan energi api dan es, serta bagaimana menggabungkannya dengan energi kegelapan untuk menciptakan serangan yang lebih kuat. Meskipun latihan itu melelahkan, Liu Feng merasa bahwa ia semakin kuat setiap harinya. Namun, di balik kemajuan itu, ada sesuatu yang mengganggu. Tanda hitam di lengannya semakin besar, dan denyutannya semakin kuat. Kadang-kadang, ia bahkan mendengar bisikan aneh yang tidak bisa dijelaskan. "Apa kau mendengar itu?" tanya Liu Feng pada suatu malam, saat mereka sedang beristirahat setelah latihan. "Mendengar apa?" Shen Tao menatapnya dengan dahi berkerut. "Bisikan," jawab Liu Feng. "Seperti ada suara yang memanggilku, tetapi aku tidak tahu dari mana asalnya." Shen Tao mengerutkan alisnya. "Itu adalah tanda bahwa energi kegelapan mulai menguasaimu. Kita tidak punya banyak waktu lagi, Liu Feng. Jika ini terus berlanjut, kau mungkin kehilangan kendali atas dirimu sendiri." Malam itu, Liu Feng tidak bisa tidur. Ia duduk di luar rumah, menatap bintang-bintang yang bersinar di langit. Pikirannya dipenuhi dengan berbagai pertanyaan. Apakah ia cukup kuat untuk menghadapi apa yang ada di depannya? Apakah ia benar-benar bisa mengendalikan tanda ini? Saat ia merenung, suara langkah kaki pelan terdengar dari balik pepohonan. Liu Feng segera berdiri, menghunus pedangnya. "Siapa di sana?" serunya. Dari kegelapan, muncul seorang wanita muda dengan rambut panjang berwarna perak. Matanya bersinar seperti bulan, dan ia mengenakan jubah putih yang membuatnya tampak seperti bayangan dari dunia lain. "Tenang," kata wanita itu dengan suara lembut. "Aku bukan musuhmu." "Siapa kau?" tanya Liu Feng, masih memegang pedangnya. "Namaku Yue Lan," jawab wanita itu. "Aku datang karena tanda yang ada di lenganmu." Liu Feng terkejut. "Kau tahu tentang tanda ini?" Yue Lan mengangguk. "Aku tahu lebih banyak daripada yang kau bayangkan. Tanda itu bukan hanya sebuah kutukan, tetapi juga sebuah kunci. Jika kau bisa menguasainya, kau akan memiliki kekuatan yang bahkan para dewa pun takuti. Namun, jika kau gagal... kau akan menjadi budak kegelapan selamanya." "Bagaimana kau tahu semua ini?" tanya Liu Feng. "Itu bukan hal yang bisa dijelaskan dengan mudah," kata Yue Lan. "Tetapi jika kau ingin bertahan, kau harus mendengarkan aku. Aku bisa membantumu mengendalikan tanda itu, tetapi kau harus percaya padaku." Shen Tao, yang tiba-tiba muncul dari balik pintu, segera menghampiri mereka. "Siapa dia, Liu Feng?" "Namaku Yue Lan," kata wanita itu tanpa ragu. "Dan aku datang untuk membantu muridmu." Shen Tao memandangnya dengan mata tajam. "Mengapa aku harus percaya padamu?" "Karena tanpa bantuanku, muridmu tidak akan bertahan," jawab Yue Lan dengan tenang. Shen Tao dan Liu Feng saling bertukar pandang, penuh kebingungan dan keraguan. Namun, sebelum mereka bisa memutuskan apa pun, Yue Lan melangkah maju, menyentuh tanda hitam di lengan Liu Feng. Dalam sekejap, dunia di sekitar mereka berubah. Langit menjadi gelap, dan suara gemuruh terdengar dari kejauhan. "Sekarang, kita akan memulai perjalanan ini," kata Yue Lan, suaranya menggema di tengah kehampaan.Langit yang gelap bergetar ketika Yue Lan menyentuh tanda hitam di lengan Liu Feng. Energi misterius menyebar, seperti gelombang pasang yang menguasai setiap inci ruang di sekitarnya. Dalam sekejap, dunia mereka berubah. Hutan yang sunyi kini berganti dengan tanah tandus yang diselimuti kabut pekat. Di kejauhan, terdengar suara langkah berat, diselingi gemuruh suara seperti makhluk raksasa yang sedang mendekat. "Di mana kita?" tanya Liu Feng, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup cepat. "Ini adalah dunia dalam tanda itu," jawab Yue Lan, suaranya tegas namun penuh ketenangan. "Hanya mereka yang terhubung dengan energi kegelapan yang bisa masuk ke sini." Shen Tao memandang sekeliling, wajahnya penuh kewaspadaan. "Apa tujuanmu membawa kami ke sini? Dunia ini bukan tempat untuk bermain-main." Yue Lan menghela napas. "Aku tidak membawa kalian ke sini untuk bermain-main. Dunia ini adalah cerminan dari kekuatan tanda hitam. Jika Liu Feng ingin menguasainya, ia harus menghada
Langit mulai memerah ketika suara ledakan mengguncang hutan bambu. Rerumputan hijau yang sebelumnya tenang kini berubah menjadi arena kekacauan. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan berdiri di tengah kepanikan, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi."Liu Feng, cepat! Kita harus pergi!" teriak Yue Lan, menarik lengan Liu Feng.Namun, langkah mereka terhenti ketika bayangan besar muncul dari balik pepohonan. Sosok itu berbentuk seperti manusia, namun tubuhnya terbungkus kabut hitam yang terus bergerak seperti makhluk hidup. Matanya memancarkan cahaya merah, penuh dengan kebencian."Dia sudah menemukan kita," gumam Yue Lan dengan suara gemetar.Liu Feng mengepalkan pedangnya lebih erat, mencoba menahan rasa takut yang mulai menjalari tubuhnya. "Siapa dia?""Makhluk bayangan. Salah satu utusan dari Penguasa Kegelapan," jawab Yue Lan. "Tanda hitam di lenganmu menarik perhatian mereka. Mereka datang untuk mengambilnya darimu."Shen Tao melangkah maju, berdiri di depan Liu Feng dan Yue Lan
Kabut itu bukan sekadar udara tebal. Setiap hembusannya membawa bisikan, cerita masa lalu yang kelam, dan janji kematian bagi mereka yang lemah. Liu Feng, Shen Tao, dan Yue Lan melangkah perlahan, dikelilingi oleh kegelapan yang seolah hidup. “Jangan terlalu jauh dariku,” kata Shen Tao dengan nada tegas. “Kabut ini tidak hanya menghalangi penglihatan, tetapi juga memanipulasi pikiran.” Liu Feng merasakan tanda di lengannya mulai panas. Semakin dalam mereka melangkah, semakin berat langkahnya. Seolah-olah sesuatu di dalam kabut itu memanggilnya, menariknya untuk maju. “Feng, kau baik-baik saja?” tanya Yue Lan, nada suaranya cemas. Liu Feng mengangguk singkat. “Aku baik. Tapi... ada sesuatu yang aneh di sini.” Bisikan dalam kabut semakin keras, membuat suasana semakin mencekam. Shen Tao berhenti di depan mereka, menatap sesuatu yang tersembunyi dalam kegelapan. “Siapkan senjatamu,” perintahnya. Dari kegelapan, sosok mulai muncul. Itu adalah bayangan humanoid dengan tubuh yang tam
Liu Feng berdiri mematung di depan gerbang raksasa itu, merasa seolah-olah waktu berhenti. Ukiran naga hitam pada gerbang tersebut tampak hidup, dengan mata merahnya yang bersinar menatap tajam, seolah-olah menembus jiwanya. Aura dingin dan gelap mengalir dari gerbang itu, membuat udara di sekitar terasa berat. “Feng, mundur!” teriak Shen Tao, menariknya kembali ke kenyataan. Namun, sebelum Liu Feng bisa bergerak, tanda di lengannya kembali bersinar, kali ini lebih terang dari sebelumnya. Cahaya itu seolah-olah beresonansi dengan gerbang di depannya, memancarkan denyut energi yang menggema di udara. “Ini bukan pertanda baik,” gumam Shen Tao. Yue Lan menggenggam busurnya erat-erat, matanya memindai bayangan yang bergerak di sekitar mereka. “Apa ini jebakan?” tanyanya. Shen Tao menggeleng. “Ini bukan jebakan. Ini adalah ujian.” Tiba-tiba, gerbang itu mulai terbuka perlahan, mengeluarkan suara gemuruh yang mengguncang tanah di bawah mereka. Dari celah gerbang yang terbuka, angin di
Ketika Liu Feng melangkah ke arena berikutnya, suasana seketika berubah. Dinding batu yang semula dingin dan tenang kini tampak berdenyut, seolah memiliki kehidupan sendiri. Udara terasa berat dengan energi yang tidak kasat mata, membuat setiap tarikan napasnya terasa seperti perjuangan.Di hadapannya, berdiri sebuah patung raksasa yang menggambarkan sosok prajurit kuno. Patung itu memegang pedang yang panjangnya hampir tiga kali tinggi Liu Feng, dan matanya yang terbuat dari batu permata merah menyala seperti bara api. Rasanya seperti patung itu bisa hidup kapan saja, dan itu membuat Liu Feng merasakan tekanan yang luar biasa.Namun, ia tidak mundur. Ia tahu bahwa ini adalah bagian dari ujian kedua yang harus dilaluinya. Sambil mengatur napas, ia berjalan mendekati altar yang terletak di depan patung tersebut. Di atas altar itu, ada sebuah gulungan tua yang memancarkan cahaya lembut. Tapi saat Liu Feng mengulurkan tangannya untuk mengambil gulungan itu, suara keras bergema di seluruh
Lorong itu panjang dan gelap, hanya diterangi oleh kilatan cahaya aneh yang berasal dari dinding-dinding batu. Udara di dalam lorong terasa tebal, seperti menyimpan rahasia yang telah terkubur selama ribuan tahun. Liu Feng melangkah dengan hati-hati, tangannya menggenggam erat gagang pedang kecil yang ia bawa. Suara langkah kakinya bergema, menciptakan kesan bahwa ia tidak sendirian di sana.Langkahnya terhenti saat ia melihat ukiran-ukiran misterius di dinding. Ukiran itu menggambarkan pertempuran besar antara manusia dan makhluk yang tidak dikenalnya—makhluk bertubuh besar dengan sayap dan mata yang memancarkan cahaya merah. Di tengah ukiran itu, terlihat sosok seorang lelaki yang memegang pedang bercahaya, tampak memimpin perlawanan.“Ini seperti gambaran legenda yang pernah diceritakan Shen Tao,” gumam Liu Feng, mencoba menganalisis apa yang ia lihat. Tapi sebelum ia sempat berpikir lebih jauh, suara langkah kaki terdengar dari arah belakangnya.Liu Feng berbalik dengan cepat, men
Liu Feng memandang ke depan, di mana sebuah gerbang batu besar berdiri kokoh di tengah jalan menuju gunung. Di atas gerbang itu, ukiran simbol pedang bercahaya keemasan seakan memanggil para calon murid untuk menghadapi ujian yang akan mengubah hidup mereka. Sebuah suara menggema di sekitar, suara Shen Tao, yang telah memandu Liu Feng sejak hari pertama di lembah ini. "Gerbang ini bukan sekadar pintu masuk. Ini adalah awal dari Jalan Pedang Bintang Teratai," kata Shen Tao, berdiri dengan sikap tenang di samping Liu Feng. "Di baliknya, setiap murid akan diuji bukan hanya dalam keterampilan pedang, tetapi juga dalam kemurnian hati dan tekad mereka." Liu Feng menarik napas panjang. Di sekitar gerbang, beberapa murid lain menunggu giliran mereka, wajah-wajah tegang menghiasi setiap sudut. Beberapa tampak berdoa, sementara yang lain hanya menatap kosong ke arah gerbang seolah mencoba memahami apa yang menanti di baliknya. "Jangan anggap remeh ujian ini," Shen Tao melanjutkan. "Banyak ya
Setelah keluar dari gerbang ujian, Liu Feng merasakan aura yang tidak biasa di udara. Langit di atas Lembah Kaisar Takdir tampak gelap meskipun matahari bersinar di kejauhan. Shen Tao, yang biasanya penuh ketenangan, kini berdiri dengan sorot mata yang tajam, seolah-olah ia merasakan ancaman yang tidak terlihat. "Guru," Liu Feng memulai, mencoba memahami situasi, "apakah ada yang salah?" Shen Tao tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia mengarahkan pandangannya ke hutan yang mengelilingi gerbang. "Sesuatu telah masuk ke lembah," katanya perlahan. "Sesuatu yang tidak seharusnya berada di sini." Liu Feng mengikuti arah pandangan gurunya, tetapi tidak melihat apa pun kecuali pepohonan yang bergoyang pelan. "Apa itu, Guru?" Shen Tao menggeleng. "Belum jelas. Tapi energi ini... rasanya seperti sesuatu yang gelap dan berbahaya." Sebelum mereka bisa membahas lebih lanjut, suara langkah kaki terdengar mendekat. Salah satu murid senior dari Lembah Kaisar Takdir, Yu Wei, muncul dengan napas
Kegelapan menyelimuti ruang itu, membuat Liu Feng sulit membedakan mana realitas dan mana bayangan. Dinding-dinding batu di sekitarnya memantulkan gema langkah kakinya, seolah-olah setiap langkahnya dihantui oleh makhluk tak kasat mata. Shen Tao berjalan di depannya dengan penuh kewaspadaan, sementara Hong Mei menjaga bagian belakang, matanya tajam memindai setiap sudut.“Ini bukan hanya gua biasa,” kata Shen Tao sambil mengerutkan kening. “Energi yang mengalir di sini berbeda... ada sesuatu yang sangat tua dan berbahaya.”Liu Feng tidak menanggapi, tetapi ia bisa merasakan udara yang semakin berat. Setiap tarikan napas seperti menghirup beban yang menekan dadanya. Ia tahu bahwa mereka telah melewati batas aman dan memasuki wilayah yang penuh bahaya. Dalam pikirannya, suara-suara samar mulai terdengar—bisikan-bisikan yang menyebut namanya, memanggilnya ke arah yang tidak diketahui.Hong Mei tiba-tiba berhenti, tangannya terangkat memberi tanda bahaya. “Diam,” bisiknya tajam.Liu Feng
Cahaya rembulan menyinari lembah yang tenang, tetapi di balik ketenangan itu, gejolak besar tengah berlangsung. Liu Feng berdiri di atas puncak tebing, mengamati lembah yang dipenuhi kabut tipis. Aura ancaman terasa di udara, membuat napasnya terasa berat.“Liu Feng, kau yakin ingin turun ke sana?” suara Su Mei memecah keheningan. Gadis itu berdiri di belakangnya dengan wajah cemas. Dia tahu bahwa lembah ini bukan tempat sembarangan—legenda tentang makhluk penjaga bayangan sudah sering ia dengar sejak kecil.Liu Feng menoleh, senyum tipis di wajahnya. “Aku tidak punya pilihan, Su Mei. Jawaban atas misteri ini ada di bawah sana. Jika aku tidak mencoba, semuanya akan sia-sia.”Su Mei menggigit bibirnya, merasa tidak berdaya. “Kalau begitu, aku akan ikut denganmu.”“Tidak,” jawab Liu Feng tegas. “Ini adalah tugas yang harus aku selesaikan sendiri. Kau sudah cukup banyak membantuku. Aku tidak ingin kau terluka.”Su Mei ingin membantah, tetapi sorot mata Liu Feng yang penuh tekad membuatny
Getaran yang mengguncang ruangan itu semakin hebat, menyebabkan serpihan-serpihan kristal jatuh dari langit-langit. Liu Feng menarik tangan Wu Lan, memaksanya untuk berlari menuju pintu keluar. Shen Tao, yang masih lemah, dibantu berdiri oleh Liu Feng.“Cepat! Kita harus keluar dari sini sebelum tempat ini benar-benar runtuh!” seru Liu Feng dengan nada mendesak.Ketiganya berlari melewati tangga yang sebelumnya mereka lalui, namun jalan itu sekarang penuh dengan retakan besar dan tumpukan batu yang menghalangi. Energi merah yang sebelumnya berasal dari kolam kini menjalar melalui dinding, menciptakan ledakan kecil yang membuat perjalanan mereka semakin berbahaya.Wu Lan, dengan nafas terengah-engah, berteriak, “Apa yang terjadi, Feng? Apa sebenarnya yang kita hancurkan?”Liu Feng menggelengkan kepala, wajahnya penuh kekhawatiran. “Aku tidak tahu! Tapi energi ini… terasa seperti sesuatu yang lebih kuat daripada yang bisa kita bayangkan.”Ketika mereka hampir mencapai pintu keluar, sebu
Tangga yang menurun ke kegelapan terasa seperti tak berujung. Setiap langkah yang diambil Liu Feng, Wu Lan, dan Shen Tao semakin memperdalam rasa tegang yang menyelimuti mereka. Udara di sekitar menjadi semakin berat, dan energi yang terasa seolah-olah menarik mereka ke bawah dengan paksa.Wu Lan menggenggam tombaknya erat-erat. “Tempat ini… sepertinya dibuat untuk menjebak siapa pun yang berani masuk.”Liu Feng menoleh ke arahnya, sorot matanya penuh dengan kewaspadaan. “Jika itu memang jebakan, maka kita harus memecahkannya. Jalan satu-satunya adalah maju.”Shen Tao, yang masih terlihat lemah meski sedikit membaik, berbicara pelan. “Tangga ini menuju ke tempat yang lebih tua dari yang kita duga. Aku bisa merasakan aura para leluhur kuno… tempat ini memiliki kekuatan yang tak bisa diremehkan.”Setelah perjalanan panjang, mereka tiba di sebuah ruangan lain. Ruangan itu berbeda dari yang sebelumnya. Dindingnya terbuat dari kristal berkilauan, dan di tengahnya terdapat sebuah kolam keci
Tubuh Liu Feng melayang di udara, terjatuh ke dalam kegelapan yang tampaknya tak berujung. Di sekelilingnya, bayangan-bayangan samar berputar seperti pusaran air, menyelimuti dirinya, Wu Lan, dan Shen Tao. Angin kencang menghantam wajahnya, membuatnya sulit bernapas.“Feng, hati-hati!” Wu Lan berteriak, tetapi suaranya hampir tak terdengar di tengah gemuruh yang menggelegar.Liu Feng mencoba menenangkan pikirannya. Ia memusatkan energi spiritualnya di telapak tangan, menciptakan pijakan energi untuk memperlambat kejatuhannya. “Wu Lan! Shen Tao! Gunakan energi kalian untuk mengurangi kecepatan jatuh!”Wu Lan merespons cepat, menciptakan lingkaran energi biru di sekeliling tubuhnya, melambatkannya. Namun, Shen Tao masih belum pulih sepenuhnya. Tubuhnya terus meluncur dengan kecepatan penuh ke bawah.“Shen Tao!” Liu Feng melompat ke arahnya, menangkap tubuh mentornya di udara. Dengan susah payah, ia menyalurkan energi ke dalam tubuh Shen Tao untuk melindunginya.Saat itu, sebuah cahaya r
Lorong itu dipenuhi tekanan yang menyiksa, seolah-olah udara itu sendiri ingin menghancurkan tubuh Liu Feng dan Wu Lan. Shen Tao, yang berdiri di depan mereka, memancarkan aura yang asing. Cahaya merah yang keluar dari matanya seperti bara api yang tak pernah padam, membakar tanpa henti.“Shen Tao, apa yang kau lakukan? Ini aku, Liu Feng!” seru Liu Feng sambil mengacungkan pedangnya, mencoba menahan aura mengerikan yang terpancar dari pria itu.Namun, Shen Tao tidak menjawab. Sebaliknya, ia menyerang dengan kecepatan yang tidak pernah Liu Feng duga sebelumnya. Wu Lan nyaris tidak sempat bereaksi ketika Shen Tao melompat ke arah mereka, pedangnya berkilau seperti darah.“Dia bukan Shen Tao yang kita kenal!” seru Wu Lan.Liu Feng menggertakkan giginya. Ia tahu ada yang salah. Gerakan Shen Tao terlalu agresif, terlalu... dingin. Bukan seperti pria yang dulu membimbingnya. Dengan refleks yang terlatih, ia mengangkat pedangnya, menangkis serangan mematikan yang hampir menebas lehernya.Ben
Liu Feng dan Wu Lan melangkah perlahan ke dalam lorong gelap yang baru saja mereka masuki. Udara di dalam terasa berat, seperti membawa kenangan yang terperangkap selama ribuan tahun. Dinding-dinding lorong itu dipenuhi ukiran-ukiran kuno yang memancarkan cahaya lembut, memberikan penerangan yang cukup untuk mereka bergerak maju."Ini tempat apa sebenarnya?" tanya Wu Lan dengan nada bingung. Ia mengamati ukiran-ukiran itu, mencoba memahami arti di balik simbol-simbol misterius tersebut."Entahlah," jawab Liu Feng sambil mengusap salah satu ukiran. "Tapi aku merasa... tempat ini bukan sekadar lorong biasa. Ada sesuatu yang hidup di sini."Wu Lan menelan ludah. "Hidup? Maksudmu apa?"Namun sebelum Liu Feng sempat menjawab, langkah kaki aneh yang mereka dengar sebelumnya semakin mendekat. Wu Lan langsung menggenggam gagang pedangnya dengan erat, bersiap menghadapi kemungkinan terburuk."Siap-siap," bisik Liu Feng, matanya menatap lurus ke depan.Dari kegelapan, sosok-sosok mulai muncul.
Liu Feng berdiri diam, matanya menatap tajam pada wanita berambut putih di hadapannya. Kehadirannya begitu mencolok di tengah kehancuran kota. Aura dingin yang memancar darinya membuat suasana di sekeliling semakin mencekam. Wu Lan di sisinya menggenggam pedangnya erat, bersiap untuk bertindak jika keadaan memaksa. "Siapa kau?" Liu Feng akhirnya angkat bicara. Suaranya tegas, meskipun hatinya diliputi rasa penasaran dan waspada. Wanita itu tersenyum tipis, tatapannya dingin namun tidak menunjukkan permusuhan langsung. "Namaku Xue Lian," katanya dengan suara lembut namun tegas. "Aku bukan musuhmu, tapi aku juga bukan sekutumu... belum." Kata-katanya membuat Liu Feng dan Wu Lan saling bertukar pandang. Situasi ini semakin membingungkan. Namun sebelum Liu Feng sempat bertanya lebih lanjut, suara langkah berat menggema di belakang mereka. Jenderal Bayangan yang memegang pedang besar bergerak maju, menatap Xue Lian dengan mata penuh kebencian. "Kau pengkhianat," desisnya, suaranya sepe
Liu Feng berjalan perlahan di jalan setapak yang hampir tertutup kabut tebal. Udara di sekitarnya dingin dan berat, seolah menekan paru-parunya dengan setiap langkah yang ia ambil. Di kejauhan, suara angin menderu seperti bisikan makhluk-makhluk yang mengintai dari balik bayangan. Tempat ini adalah perbatasan antara Lembah Kaisar Takdir dan wilayah kegelapan yang disebut "Batas Kegelapan."“Ini tempat yang menyeramkan,” gumam Wu Lan, sahabat setianya yang berjalan di samping. Ia menggenggam gagang pedangnya erat, matanya terus bergerak mencari tanda bahaya.“Berhati-hatilah,” ujar Shen Tao yang berjalan di depan mereka. Mantan pengelana legendaris itu tampak waspada, matanya menyipit seolah mencoba menembus kabut. "Tempat ini adalah daerah tak bertuan. Banyak yang memasuki Batas Kegelapan, tapi hampir tak ada yang kembali."Liu Feng mengangguk. Ia tahu betul bahwa tempat ini adalah ujian baru dalam perjalanannya. Batas Kegelapan tidak hanya dikenal karena bahayanya, tetapi juga karena