Setelah memasuki musim panas, cuaca semakin cerah. Di taman kecil rumah sakit, Emilio tengah duduk sendirian di bangku, berjemur di bawah sinar matahari sore yang hangat bersinar padanya, membuat tubuhnya menjadi hangat. Di sisi lain tempatnya duduk, beberapa anak sedang bermain karena ada ayunan serta tempat bermain di taman rumah sakit. Seorang lelaki kecil yang mengenakan baju pasien berlari terlalu cepat dia pun terjatuh menangis di jalan. Emilio langsung berdiri dari kursi ia berjalan, ingin membantunya. Namun, sebelum dia sampai, seorang pria dewasa telah menggendong lelaki kecil itu, membujuknya sambil menyeka air matanya. Lelaki kecil memeluk lehernya si pria dan segera berhenti menangis, wajahnya sangat mirip dengan pria, sangat jelas mereka adalah orang ayah dan anak. Langkah Emilio terhenti di tempatnya, mengangkat sudut bibirnya lalu tersenyum, tiba-tiba saja terlintas jika melahirkan seorang putra lagi bersama dengan Elijah tidak b
“Rindu denganku?” bibir Emilio menempel di telinga Elijah, napasnya yang hangat, suaranya serak membuat gejolak di dalam dirinya bangkit. “Aku menjagamu di rumah sakit setiap hari, mataku bahkan tidak pernah meninggalkanmu, bagaimana mungkin aku rindu padamu?” Elijah tersenyum tak berdaya. “Aku sudah hampir gila karena merindukanmu,” tangan Emilio yang panas menyentuh pinggangnya dengan lembut, membuat Elijah menahan diri untuk tidak tenggelam dalam setiap kata-katanya. “Tuan, jangan bergurau seperti ini, sudah waktunya aku mengambil Stela untuk tidur siang denganku.” Elijah berusaha melepaskan diri dari cengkeraman tangan Emilio. Elijah mencari kemeja dengan asal lalu melemparnya ke arah Emilio yang masih berdiri di tempatnya. Saat Elijah berbalik pergi, tiba-tiba sebuah lengan kuat yang tiba-tiba saja menutup pintu, hingga suara nyaring terdengar di telinga. “Tuan...” Elijah berbalik bingung, di tengah pikirannya yanag
Di dalam ruang rapat Emilio tampak serius melihat dokumen yang dipegang olehnya, satu demi satu dilihatnya, seperti ada yang tidak sesuai dengan kesepakatannya. Emilio menghela napasnya, ia memijat dahinya berharap rasa sakitnya dapat berkurang. Sebastian yang menyadarinya pun, menghentikan jalannya rapat. Ia berbalik ke arah Emilio. ia setengah berbisik padanya. Mendapat penolakan darinya Sebastian kembali melanjutkan rapatnya hingga selesai. Rapat telah usai, Emilio dan juga Sebastian keluar lebih dulu dari pada yang lain. Emilio langsung menuju ruangannya. Di tengah perjalanannya tiba-tiba saja Emilio kehilangan keseimbangannya. Matanya tiba-tiba saja berkunang. “Presdir,” Sebastian segera menangkap tubuh Emilio, dan membawanya masuk ke ruangannya. Sebastian membaringkannya di sofa. “Apa kau merasa pusing, apa aku perlu membawamu ke rumah sakit?” Sebastian bertanya dengan cemas. “Tidak perlu, ini hanya sakit sed
Setelah mendapat Elijah masuk rumah sakit Emilio datang ke rumah sakit dengan tergesa-gesa. Sejak berada di dalam mobil Emilio sudah sangat gelisah bagaimana tidak, istri kecilnya tiba-tiba saja masuk ke rumah sakit. Turun dari mobil Emilio segera berlari, walau kepalanya pening, tapi dia tetap berlari mencari keberadaan istrinya. Saat memasuki lobi, dia bertemu dengan Jose yang sedang menunggu. Jose segera menghampiri Emilio. “Tuan muda,” panggilnya. “Di mana?” tanyanya cemas. “Nyonya sedang ada di dalam Tuan, lukanya sedang bersihkan dan diobati.” “Apa yang terjadi sebenarnya?” “Saya kurang tahu, hanya saja saya melihat Nyonya tengah berselisih dengan seorang pria, mungkin sebaya dengan Nyonya.” “Seorang pria?” “Ya, Tuan. Mereka berseteru, pria itu bahkan menyeret Nyonya hingga terluka seperti ini. maafkan saya Tuan. Saya tidak menjaga Nyonya dengan baik.” Emilio menghela napas lega,
Drama kejar-kejaran pun terjadi, Emilio tanpa menyerah terus mengejar Dias di antara rumput yang tinggi. Dias yang merasa tertekan dan ketakutan pun dengan tunggang langgang berlari mencoba melepaskan diri dari pandangan Emilio. Napasnya terengah, Emilio berhenti di tengah padang rumput. Ia melihat sekelilingnya. Rumput yang setinggi dada orang dewasa itu membuatnya kesulitan untuk melihat keberadaan Dias. “Sial, di mana dia?” dengusnya. Emilio kembali menyusuri padang rumput, menyibakkannya mencoba melihat apakah ada penampakan dari Dias. Dirasa usahanya tidak berhasil Emilio meraih ponselnya, menekan beberapa digit nomor di ponselnya. “Ini aku, bantu aku mencarinya... sekarang aku berada di padang rumput tadi...” Di saat Emilio tengah lengah karena sedang bicara di telepon. Tiba-tiba saja Dias datang menyerbu ke arah Emilio. Ponsel yang dipegang oleh Emilio terlempar entah ke mana, hanya terdengar suara-suara yang tidak jel
Di tengah cahaya penerangan yang temaram, Dias terkapar dalam dinginnya tanah, wajahnya hancur bahkan sudah tidak bisa dikenali lagi. tiba-tiba saja dia kembali teringat akan masa kecil saat dirinya sering dipukuli olehnya, dia berlari ke arah pemukiman di mana Elijah tinggal. Elijah kecil melihatnya yang berantakan pun membawanya masuk ke dalam rumah, dia bahkan mengobati lukanya dengan penuh kasih sayang. Dulu Elijah anak yang ceria, dia selalu mengajak bermain dirinya yang selalu saja sendirian. “Dias, jika kau besar nanti kau ingin jadi apa?” “Aku?” “Ya, kau ingin jadi apa?” “Entahlah, aku tidak bisa memikirkan hal itu.” “Kenapa?” “Hanya saja aku tidak tahu, aku bisa hidup sampai kapan? Kau tahu betul bagaimana ayahku.” Dias tersenyum seraya berbalik menatap Elijah. Elijah memiringkan kepalanya, ia menatap ke arah dimana Dias berada. Tatapannya sangat heran. Mata coklatnya tampak redup
Sebastian duduk di samping ranjang Emilio, dia mengupas apel dengan sangat terampil dan cepat. Dia melirik ke arah Emilio yang sedari tadi hanya melihat ke arah luar, membuatnya sedikit tidak nyaman karena tidak ada pembicaraan di sana. “Kau sedang melihat apa, kenapa terus menatap ke arah luar?” Sebastian bertanya dengan nada yang sedikit kesal karena kehadirannya seakan tidak ada di mata Emilio. “Aku hanya melihat burung-burung di luaran sana, mereka begitu beruntung karena bisa terbang bebas sesuka hati mereka.” Mendengar hal itu Sebastian berdiri, ia melangkahkan kakinya ke arah jendela kaca yang besar di bangsal VVIP. Ia memandang ke arah Emilio lihat, di sana tampak seorang burung berwarna biru serta hitam singgah di sebuah kabel listrik yang menggantung. “Apa kau melihatnya, tampak indah dan menawan bukan?” Emilio bertanya setelah kepalanya hampir pecah oleh segala tipu muslihatnya. “Uhm, aku melihatnya sedikit.
Setelah berhari-hari tinggal di rumah sakit akhirnya memar di wajah Emilio sudah pulih, bahkan tidak meninggalkan bekas sedikit pun. Obat yang diberikan oleh Rayn sangat manjur. Walau baru beberapa hari Emilio sudah sangat merindukan Elijah dan juga Stela, rasanya dia ingin segera pulang untuk menemui mereka. Saat Emilio tengah berganti pakaian, pintu terbuka, dia berbalik dan mendapati Earnest telah berada di belakanganya. Dia menatap tajam ke arah Emilio. dia juga tidak memberikan celah sedikit pun. “Anda datang. Kukira Anda sudah lupa jika memiliki putra seperti aku ini.” “Bagaimana aku bisa tidak datang menjenguk putraku sendiri?” Emilio menyeringai, dia bahkan tidak menganggap perkataan Earnest. Dia meliriknya sekilas lalu berkata. “Tentu saja kau bisa melewatkannya, lagi pula kemarin pun Anda tidak berpihak padaku.” Emilio berbalik menatapnya yang terkesan mengejek itu. “Emilio! kamu tidak sepantasnya b