Drama kejar-kejaran pun terjadi, Emilio tanpa menyerah terus mengejar Dias di antara rumput yang tinggi. Dias yang merasa tertekan dan ketakutan pun dengan tunggang langgang berlari mencoba melepaskan diri dari pandangan Emilio. Napasnya terengah, Emilio berhenti di tengah padang rumput. Ia melihat sekelilingnya. Rumput yang setinggi dada orang dewasa itu membuatnya kesulitan untuk melihat keberadaan Dias. “Sial, di mana dia?” dengusnya. Emilio kembali menyusuri padang rumput, menyibakkannya mencoba melihat apakah ada penampakan dari Dias. Dirasa usahanya tidak berhasil Emilio meraih ponselnya, menekan beberapa digit nomor di ponselnya. “Ini aku, bantu aku mencarinya... sekarang aku berada di padang rumput tadi...” Di saat Emilio tengah lengah karena sedang bicara di telepon. Tiba-tiba saja Dias datang menyerbu ke arah Emilio. Ponsel yang dipegang oleh Emilio terlempar entah ke mana, hanya terdengar suara-suara yang tidak jel
Di tengah cahaya penerangan yang temaram, Dias terkapar dalam dinginnya tanah, wajahnya hancur bahkan sudah tidak bisa dikenali lagi. tiba-tiba saja dia kembali teringat akan masa kecil saat dirinya sering dipukuli olehnya, dia berlari ke arah pemukiman di mana Elijah tinggal. Elijah kecil melihatnya yang berantakan pun membawanya masuk ke dalam rumah, dia bahkan mengobati lukanya dengan penuh kasih sayang. Dulu Elijah anak yang ceria, dia selalu mengajak bermain dirinya yang selalu saja sendirian. “Dias, jika kau besar nanti kau ingin jadi apa?” “Aku?” “Ya, kau ingin jadi apa?” “Entahlah, aku tidak bisa memikirkan hal itu.” “Kenapa?” “Hanya saja aku tidak tahu, aku bisa hidup sampai kapan? Kau tahu betul bagaimana ayahku.” Dias tersenyum seraya berbalik menatap Elijah. Elijah memiringkan kepalanya, ia menatap ke arah dimana Dias berada. Tatapannya sangat heran. Mata coklatnya tampak redup
Sebastian duduk di samping ranjang Emilio, dia mengupas apel dengan sangat terampil dan cepat. Dia melirik ke arah Emilio yang sedari tadi hanya melihat ke arah luar, membuatnya sedikit tidak nyaman karena tidak ada pembicaraan di sana. “Kau sedang melihat apa, kenapa terus menatap ke arah luar?” Sebastian bertanya dengan nada yang sedikit kesal karena kehadirannya seakan tidak ada di mata Emilio. “Aku hanya melihat burung-burung di luaran sana, mereka begitu beruntung karena bisa terbang bebas sesuka hati mereka.” Mendengar hal itu Sebastian berdiri, ia melangkahkan kakinya ke arah jendela kaca yang besar di bangsal VVIP. Ia memandang ke arah Emilio lihat, di sana tampak seorang burung berwarna biru serta hitam singgah di sebuah kabel listrik yang menggantung. “Apa kau melihatnya, tampak indah dan menawan bukan?” Emilio bertanya setelah kepalanya hampir pecah oleh segala tipu muslihatnya. “Uhm, aku melihatnya sedikit.
Setelah berhari-hari tinggal di rumah sakit akhirnya memar di wajah Emilio sudah pulih, bahkan tidak meninggalkan bekas sedikit pun. Obat yang diberikan oleh Rayn sangat manjur. Walau baru beberapa hari Emilio sudah sangat merindukan Elijah dan juga Stela, rasanya dia ingin segera pulang untuk menemui mereka. Saat Emilio tengah berganti pakaian, pintu terbuka, dia berbalik dan mendapati Earnest telah berada di belakanganya. Dia menatap tajam ke arah Emilio. dia juga tidak memberikan celah sedikit pun. “Anda datang. Kukira Anda sudah lupa jika memiliki putra seperti aku ini.” “Bagaimana aku bisa tidak datang menjenguk putraku sendiri?” Emilio menyeringai, dia bahkan tidak menganggap perkataan Earnest. Dia meliriknya sekilas lalu berkata. “Tentu saja kau bisa melewatkannya, lagi pula kemarin pun Anda tidak berpihak padaku.” Emilio berbalik menatapnya yang terkesan mengejek itu. “Emilio! kamu tidak sepantasnya b
Saat bersantai di ruang tamu, Emilio kembali mendapat panggilan telepon dari Sebastian. Dengan enggan Emilio pergi ke perusahaan. Waktu berlalu begitu cepat tak terasa langit yang awalnya masih terang kini sudah gelap. Jam menunjukkan sudah tengah malam. Emilio bergegas pulang ke mansion. Saat memasuki rumah suasana di sana begitu sepi. Semua orang telah tidur kecuali Joseph yang senantiasa menunggunya pulang. Emilio kembali ke rumah dengan sedikit lelah, pelan-pelan dia berjalan menaiki anak tangga yang memutar ke lantai atas dan kembali ke kamar. Lampu dinding kamar tidur masih menyala, cahayanya redup dan hangat. Elijah tengah bersandar duduk di tepi ranjang, matanya terpejam, tertidur nyenyak dan manis, tubuhnya ditutupi dengan selimut yang berwarna biru pastel, kedua tangannya tengah tengah memegang sebuah buku. Emilio melepaskan mantel, dan menggantungnya di gantungan pakaian yang ada di sebelah samping lemari. Dia berjalan perlahan-lahan ke tepi
Setelah mereka pergi, Areum selalu membungkuk dan menangis di atas meja. Di saat menangis tiba-tiba saja mendengar lonceng angin pintu berbunyi. Dia mengangkat wajahnya, dan sembarang menyeka air mata di wajahnya, tetapi sepasang matanya sangat merah seperti mata kelinci. Dia melihat ke arah pintu, hanya melihat seorang pria muda berdiri, dengan kedua tangan yang disematkan ke dalam saku celananya. Postur tubuhnya agak malas, alis dan matanya mirip dengan Areum, penampilannya sangat lembut dan anggun. “Untuk apa kamu datang ke sini?” Areum mengalihkan pandangannya suaranya terkesan acuh dan dingin. Aaron mengayunkan kakinya, berjalan ke dalam dengan santai, dia melambaikan tangan pada Reina. “Kamu, hari ini pulang lebih awal. Pergilah.” Mendengar hal itu Reina merasa senang, dia segera mengambil tasnya dan melarikan diri dari pandangan Areum. Melihat hal itu Areum mengerutkan keningnya, dia tidak habis pikir palayan tokonya kabu
Satu bulan kemudian. Setelah bujuk rayu dilakukan akhirnya Tuan Briar membawa Areum masuk ke dalam rumahnya, dia juga meminta Areum untuk menangani perusahaan cabang fashion. Di sana dia menjadi kepala desainer. Dia ditunjuk jadi kepla desainer bukan tanpa alasan. Dia memiliki kualifikasi dan memenuhi persyaratannya dan itu membuatnya lebih mudah masuk ke perusahaan. Hari ini adalah pengenalan pakaian koleksi terbaru dari Desire Fashion, sebagai kepala desainer yang bertanggung jawab. Areum memberi perintah di lokasi dengan teratur. Hari ini dia mengenakan gaun berwarna mint, rambut hitam panjang diikat, dan hiasi dengan jepit rambut yang senada dengan gaunnya, cantik dan sangat elegan. Sebagai seorang desainer, jelas tidak ada yang bisa menyesuaikannya lebih baik daripada Areum. Seorang model cantik menopang pipiny dengan satu tangan, pandangannya tertuju pada Areum. Melihat penampilannya yang serius, cahaya lampu crystal jatuh di wajahnya yang
Areum ikut dengan Hans, dua orang tidak jalan terlalu jauh, melainkan berdiri di bahu jalan sambil ngobrol. “Areum. Kudengar sekarang kamu bekerja di DF?” Hans bertanya. Arem mengangguk. “DF adalah tempat kerja ibuku dulu, aku di sana, juga bisa membantu Aaron.” “Begini sangat bagus, harapan terbesar mendiang tante adalah berharap kamu bisa bangkit kembali." Areum mengatupkan bibir, satu sama lain menjadi hening sesaat. Kemudian, Hans mengeluarkan selembar kartu undangan dan disodorkan padanya. “Aku sudah mau menikah.”Areum mengulurkan tangan menerima kartu undangan, ekspresi di wajah penuh kejutan. "Selamat ya, Hans." “Memang sudah seharusnya mengucapkan selamat padaku, sudah berlalu selama bertahun-tahun, akhirnya bisa aku melepaskannya, melepaskan obsesiku padamu.” Hans menghela nafas mengatakannya.Ekspresi di wajah Areum sedikit canggung, mengatupkan bibir dan tidak bicara. “Istriku, dia adalah seorang dokter.