Matahari belum menampakkan sinarnya. Sejak selepas subuh aku sudah siap untuk berangkat bekerja. Menu sarapan yang hanya nasi dan telur ceplok juga sudah terhidang di hadapanku, bersanding dengan secangkir teh dengan asap yang masih mengepul. Aku menggerakkan jari telunjukku melingkar di bibir gelas, diriku memang ada di sini, tetapi pikiranku sedang berkelana.
Mimpi yang terjadi semalam seperti nyata. Aku masih sangat ingat dengan jelas setiap potong adegannya. Darahku bahkan terasa berdesir saat mengingat setiap lembar mimpiku. Bagaimana bisa, aku memimpikan hal seperti itu bersama Haris? Apa mungkin pikiranku yang terlalu mesum? Atau mungkin aku terlalu berlebihan memikirkan Haris? Pertanyaan-pertanyaan itu begitu mengganggu pikiranku.
Dalam hitungan hari lelaki itu sudah menguasai isi otakku. Dia seperti telah menyerap semua perhatianku tanpa sisa. Padahal aku tahu ini salah, aku tidak seharusnya jatuh cinta pada seorang Haris. Dia sangat jauh dari jangkauanku, ter
Sepanjang perjalanan aku dan Haris menceritakan masalalu kami masing-masing. Ternyata dia sempat kehilangan calon istrinya dalam kecelakaan maut. Selama lima tahun terakhir dia memilih menyendiri. Bukan hanya untuk melupakan kenangan yang pernah dia lalui bersama mantannya, tetapi dia juga sedang menunggu sosok yang tepat untuk menggantikan sosok mantannya tersebut. Aku tidak menyangka kalau diriku yang dipilih oleh Haris untuk menggantikannya.Pernikahan kedua. Aku dulu tidak pernah berpikir akan ada pernikahan kedua di dalam hidupku. Aku pikir pernikahanku dengan Adi akan terus berlanjut sampai nanti, maut yang memisahkan kami berdua. Dia yang aku pikir akan terus ada di sisiku, ternyata menyimpan wanita lain di hatinya. Sangat menyakitkan.Aku harap Haris sesuai dengan apa yang aku lihat. Dia bisa membimbingku ke arah yang lebih baik, mencurahkan kasih sayang yang dia punya sepenuhnya untukku, dan tidak memberi celah kepada wanita lain untuk masuk ke dal
Aku membersihkan area bagianku seperti biasa. Pernyataan Haris tadi pagi saat mengajak menikah masih terngiang di telingaku. Khusus kalimat itu, deretan kata yang istimewa saat kudengar. Haris ternyata bergerak cepat, dalam hitungan hari dia langsung memintaku menjadi istrinya.Manis, sangat manis. Hatiku nyaris meleleh saat mendengarnya.Mungkin pertemuanku dengan Haris seperti yang dia katakan, kami sudah ditakdirkan. Aku dan Haris sudah sepakat untuk hidup bersama, aku harap seluruh keluarganya juga mau menerimaku. Rasanya, kalau dia menerimaku dan keluarganya tidak, kebahagiaan kami tidak akan sempurna. Terutama aku, aku akan merasa kehidupan rumah tanggaku tidak jauh dari saat bersama Adi.Semalam aku mimpi tentang Haris dan itu menjadi pertanda tentang perasaannya? Kenapa harus mimpi yang memalukan seperti itu? Bayangan Haris memperlakukan aku seperti itu masih membuat bulu kudukku berdiri. Mungkinkah dia juga memimpikan hal yang sama denganku? Ah, sepertiny
Haris membawaku ke tempat makan terbuka. Di rumah makan itu terdapat tanah luas seperti taman yang di dalamnya terdapat rumah-rumah kecil dengan sisi-sisinya yang hanya setengah tempat pengunjung menikmati makanan. Kami berdua melangkah, menuju salah satu dari bangunan itu setelah Haris memesan beberapa makanan pada pelayan.Aku memandangi sekitar. Banyak kolam-kolam yang dibuat di sana. Masing-masing dipenuhi bunga teratai dan bunga air lainnya. Di sana juga ada beberapa patung binatang, membuat nuansa seakan kami sedang mengunjuni kebun binatang. Aku suka sekali dengan konsep tempat makan pilihan Haris. Dia memiliki selera yang bagus dalam memilih tempat yang menjadi tempat kencan pertama kami, meskipun tidak bisa dibilang begitu."Kamu menyukai tempat ini?" tanyanya saat kami sudah memasuki salah satu bilik yang di sediakan."Saya sangat menyukainya. Apakah kamu pelanggan di rumah makan ini? Saya lihat mereka menyambutmu dengan sangat ramah dan juga men
Sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Haris, kami berdua melakukan perjalanan menuju butik langganan keluarganya. Jangan tanya bagaimana perasaanku sekarang, aku sedikit salah tingkah karenanya. Sengaja aku mainkan kedua tanganku untuk mengurangi kegugupan yang perlahan menerpa semakin kencang. Sungguh, meskipun ini bukan untuk pertama kalinya, tetapi tetap saja membuatku kesulitan menahan perasaan gembiraku yang meluap-luap ditambah lagi rasa gelisah yang tercampur menjadi satu kesatuan yang sulit untuk digambarkan."Jangan gugup, ini baru pemilihan pakaian yang akan kamu kenakan. Setelah ini saya akan membawa kamu menemui mama saya."Mataku terbelalak. Aku tidak menyangka kalau hari ini Haris akan me
Aku tidur telentang menatap langit-langit. Sebuah senyuman mengembang dari bibirku. Hari ini semuanya sukses. Meskipun aku sempat panik karena aku lupa kembali ke rumah sakit setelah jam makan siang. Rupanya Haris sudah meminta izin untuk membawaku pergi.Makan siang yang cukup mengesankan berlanjut dengan pemilihan baju yang akan aku pakai saat menikah dengan Haris nanti. Sebuah kebaya sederhana dan bawahan yang juga sederhana kupilih untuk nanti kupakai di hari peresmian hubungan kami. Awalnya Haris tidak setuju, tetapi setelah aku meyakinkannya, dia pun mau mengerti.Seberapa banyak uang yang dia habiskan untuk gaun pernikahan kami, itu tidak menjamin kebahagiaan rumah tangga kami di masa depan. Dulu aku juga memilih gaun terbaik untuk pernikahanku dan Adi, hasilnya kami pisah begitu saja. Dengan sangat sadis dan menyakitkan. Itulah alasan mengapa aku ingin pernikahanku dan Haris sederhana saja."Anak saya sangat manja. Dia masih sering merengek mesk
"Mas, malam ini kamu sangat tampan. Aku merasa beruntung bisa tidur bersamamu malam ini," Suara manja seorang wanita membuat genangan air di mataku. Aku akui, aku tidak bisa menggoda lelaki sebaik dia."Kamu memang selalu manja, Sayang, menggemaskan. Aku yang merasa beruntung memiliki pacar secantik kamu." Suara lembut lelaki itu terasa sangat menusuk gendang telingaku. Suara itu milik Adi, suamiku."Kamu bisa saja, Mas." Wanita itu terdengar tertawa kecil.Di depan kamar 202 aku berdiri mematung dengan tetesan cairan bening membasahi pipi. Setelah aku selalu disuguhkan dengan penyangkalan dari mulut lelaki yang sudah menemani hidupku selama lima tahun, akhirnya aku bisa membuktikan kalau dugaanku benar. Dia berselingkuh dengan teman sekantornya.Pantas saja dia selalu marah setiap aku mengungkit kejanggalan sikapnya belakangan ini. Adi sering pulang larut malam dengan bau parfum wanita melekat di pakaian yang dikenakannya. Dia bahkan bersumpa
Satu tahun berlalu.Aku yang sudah resmi menyandang status janda pindah dari kota asalku. Sejak memutuskan untuk keluar dari rumah yang aku tinggali bersama Adi, aku tinggal di rumah orang tuaku. Sekarang aku keluar dari rumah mereka dan ingin memulai hidup baru di lingkungan yang baru.Letak rumah orang tuaku yang tidak terlalu jauh dari rumah yang pernah aku tempati berdua dengan Adi adalah salah satu faktor yang membuatku melakukan ini. Ada seseorang yan pernah berkata padaku, cara terbaik untuk melupakan seseorang adalah tidak lagi menjalin interaksi dengan orang tersebut.Di dalam benakku, aku belum memiliki keinginan untuk memulai kembali hubungan pernikahan dengan siapa pun. Selama satu tahun kesendirianku, sudah banyak lelaki yang memintaku untuk menjadi istrinya. Sayangnya, perselingkuhan Adi meninggalkan luka yang teramat dalam di hatiku. Aku seperti mati rasa dan tidak memiliki keinginan untuk menikah.Kegagalan dalam pernikahan mem
Di jam makan siang, aku menyempatkan diri untuk mengisi perutku di kantin rumah sakit. Sedikit canggung memang, karena aku hanya sendirian, dan memang belum ada yang ku kenal dengan baik di sini. Aku sengaja memilih menu makanan yang sederhana, sekali lagi itu adalah trikku untuk meminimalisir pengeluaran.Seporsi nasi putih, tempe goreng dan sambal sudah cukup untuk mengenyangkanku. Segelas teh hangat sengaja ku pilih karena aku tidak terlalu suka minuman dingin. Kalian pernah merasakan seperti hilang dan tidak punya siapa-siapa di suatu tempat? Itu yang sedang aku rasakan sekarang."Maaf, boleh saya duduk di sini?" suara Haris mengejutkanku.Aku menatap ke arah sumber suara dan dia memang benar-benar Haris. Aku tidak menyangka dia mau makan siang bersamaku yang notabene hanya tukang bersih-bersih di rumah sakit tempatnya bekerja."Boleh, silakan Dok." Aku tidak bisa menolaknya. Bukan tanpa alasan, aku orang baru di rumah sakit ini, aku harus