Pagi itu di sekitar panggung kayu yang luas, berkumpul semua pendekar yang akan tarung, disaksikan penonton yang cukup banyak. Siauw Tong memperkenalkan satu per satu dari sebelas pendekar termasuk dirinya. Mereka duduk di sisi panggung sebelah utara. Di sisi sebelah selatan, Quan Bei memperkenalkan satu per satu pendekar yang mewakili Dataran Tengah. Orang yang terakhir diperkenalkan adalah Jiu Long, Gwangsin dan Mayleen.
Ketika nama Mayleen disebut, Siauw Tong menyela, "Apakah Dataran Tengah sudah kekurangan pendekar sehingga harus diperkuat oleh seorang pendekar dari pegunungan Himalaya?"
Jiu Long berdiri. Tetapi sebelum suaminya menjawab, Mayleen berkata lantang dengan suara yang ditekan tenaga dalam "Aku isteri Jiu Long sehingga punya hak membela gengsi negeri kelahiran suamiku. Kebetulan kamu masih punya hutang piutang dengan aku, mungkin sebaiknya nanti kita selesaikan di atas panggung, itu pun kalau kamu punya nyali." Mayleen teringat bentroka
"Wuah begitu juga bagus, kamu minggir saja, kamu urus bini dan gundikmu saja, kalau urusan tarung biar aku saja, aku sudah lama kepingin ketemu lawan yang jago," katanya sambil tertawa. Ketika Elang Jantan hendak turun panggung, mendadak berkelebat tiga sosok bayangan."Aku Si Jenggot dari Gunung Dingjun terlambat daftar, tapi aku mau ikut tarung, kapan lagi tarung lawan Pendekar Himalaya," kata lelaki berusia enampuluhan dengan tongkat di tangan. Ia menoleh ke kiri dan kanan, lalu tertawa. "Rupanya bukan aku sendiri yang ingin tarung, ini datang juga pacarku Dewi Ayu dari Da Du dan teman lama Chuan Mei, nah pendeta budiman Quan Bei siapa tiga orang yang akan kita ganti, tadi Elang Jantan sudah dapat jatah, kita bertiga juga harus dapat jatah, biar adil," kata pendekar Gunung DingjunMendadak Pak Beng berteriak, "Hei, kalian kalau mau berkelahi, tarung saja di bawah sana, jangan mengganggu pertarungan di atas panggung, kita tak peduli siapa dari kamu yang naik panggung
Perempuan Himalaya itu berteriak kesakitan, ia melepas pedang sambil tangannya bergerak, lima pisau terbang mengarah Mayleen. Perempuan India itu sudah mewaspadai perbuatan curang lawan, ia tidak gugup. Ia memutar tubuh seperti gasing, jurus yang ia pelajari dari Jiu Long, pedangnya memukul balik semua pisau. Dua pisau nancap di pundak Sio Lan. Tiga lainnya terbang ke Sin Thong yang sigap menangkap. Siauw Tong melompat memeriksa luka tunangannya dan membopong turun dari atas panggung.Penonton bersorak. Para pendekar seperti Quan Bei, yang tak menyangka Mayleen begitu lihai ikut tepuk tangan. Mayleen kembali duduk di samping Jiu Long yang langsung memegang tangannya. Jiu Long menyalurkan tenaga dalam.Mayleen merasa tubuh segar kembali.Waktu itu di atas panggung. Chuan Mei dengan jurus pedang Seribu Bunga dari perguruan Gorang-gareng terdesak hebat oleh Li Moi. Pertarungan berlangsung seratus jurus. Li Moy, wanita usia empatpuluh, gesit dan ringan memaink
Merapatkan tubuh ke tubuh suaminya Mayleen menggamit lengan Jiu Long dan berbisik, "Tampaknya semua jago kita akan kalah, akhirnya tinggal kamu seorang dan mereka akan menghadapi kamu dengan bergilir, mereka akan menguras tenagamu Itu strategi perang mereka, sungguh cerdik. Kebetulan secara perorangan banyak dari mereka yang lebih tangguh dari pihak kita.""Tetapi kamu lebih cerdik karena bisa menebak jitu strategi mereka. Sekarang apa strategi kita untuk mengalahkan mereka?" Nada suara Jiu Long tenang.Belum Mayleen menjawab, Gwangsin memotong bicara, "Agaknya tarung akan berlanjut besok, sekarang sudah mulai senja. Kamu harus siap tarung selama dua hari. Sebaiknya kamu naik panggung hari ini dan mengalahkan satu atau dua orang untuk mengurangi kerjamu besok."Saat ketiganya bercakap-cakap, pertarungan kelima memasuki saat-saat kritis. Liang Zhipu terdesak hebat oleh Mok Tang. Dari penampilan jurus pedangnya, Mok Tang tampak lebih tangguh dari saudara kembarnya
Diam-diam Jiu Long mengagumi lawannya. Pak Beng terus mendesak dengan perhitungan Jiu Long terpaksa bentrok tangan. Gerakan Jiu Long tampaknya lamban namun sebenarnya mengandung kecepatan tinggi, langkahnya tak lagi memijak panggung, melayang satu inci di atas lantai. Namun saking cepatnya orang tak bisa melihat ini.Dalam pandangan penonton Pak Beng lebih unggul dan mendesak. Jiu Long tampak hanya mengelak dengan sekali-sekali balas menyerang. Pak Beng berteriak, "Jiu Long, jangan mengelak terus, apakah kamu jeri adu pukulan dengan pukulan salju, hayo sambut ini."Saat itu jurus tigapuluhan, Jiu Long sengaja adu pukulan. Ia gunakan tenaga dingin, yang mengalir deras dari dua tangannya secara beruntun dan bergantian. Desss. Desss. Desss. Desss. Empat kali bentrokan. Hawa dingin menyebar ke mana-mana. Adu pukulan berlanjut, Jiu Long waspada. Ia memukul dengan kanan disusul tangan kiri dalam kecepatan sama. Terus dan beruntun. Pak Beng terpaksa meladeni, kini tidak lagi
Siauw Tong terkejut, tak pernah menyangka bahwa bor maut itu memiliki dua ujung. Pundaknya terluka parah, darah muncrat ketika Mayleen menarik pulang senjatanya. Dalam situasi terluka, Siauw Tong berlaku nekad, ia menerobos maju dan menyerang lima titik mati tubuh lawan. Mayleen sudah menghitung ia membiarkan lawan mendekat, saat bersamaan ia menghunus pedangnya dan menebas tangan lawan. Siauw Tong kaget, untuk menolong diri ia melepas senjata pit-nya. Mayleen menarik ujung bor lainnya berikut pit yang mengikatnya.Kedua senjata Siauw Tong terampas, pundaknya luka parah. Ia sudah kalah, tetapi gengsinya besar sehingga ia nekad menyerbu dengan pukulan tenaga dalam Mayleen mengelak, sambil berseru, "Kamu sudah kalah, aku juga tak mau membunuhmu. Pergilah sebagai seorang jantan yang berani mengaku kalah."Siauw Tong tertegun. Ia menoleh ke bawah panggung Ia melihat sinar mata Sio Lan yang khawatir, pandangan Ciu Tan yang memberi isyarat agar dia mundur. Siauw Tong melompa
Siauw Tong dengan pundak yang dibalut kain putih berdiri dan berseru lantang kepada Quan Bei. "Pendekar Quan Bei, perlu diumumkan bahwa pihak kalian sudah kehilangan Chuan Mei, Elang Jantan, Grajazhi, Liang Zhipu, Dewi Da Du, Dong Zhuo dan Jenggot Gunung Dingjun, tujuh pendekar yang kehilangan hak tarung. Sisa empat pendekar yang boleh tarung besok yakni Kak Jiu Long, Mayleen, Gwangsin dan Quan Bei. Di pihak kami, sudah kehilangan Sio Lan, aku sendiri Siauw Tong, Pak Beng dan Liong Kam Kami masih punya tujuh pendekar yang akan bertarung besok, Li Moy, Sin Thong, Mok Kong, Mok Tang, Dewi Gurun Gobi, Kim Mei dan Ciu Tan. Sampai jumpa besok."Seruan Siauw Tong memancing reaksi macam-macam dari para pendekar, ada yang marah, ada yang diam dan ada yang mengomel bahwa Dataran Tengah sudah kalah. Quan Bei dan beberapa pendekar berjalan beriring. "Malam nanti kita kumpul di tenda Perguruan Wuwei, kita perlu berunding," kata Liang Zhipu.Sejak awal Quan Bei telah ditun
"Tidak bisa, mana bisa dua orang maju mengeroyok satu pendekar dari kubu kita, itu tak boleh terjadi," tukas Elang Jantan marah.Gwangsin menjawab dengan tangkas, "Mereka akan menantang suamiku untuk menjajal ilmu pedang bersatupadu, itu jelas. Setelah itu Ciu Tan maju dengan pemikiran suamiku sudah letih, maka akan mudah mengalahkannya."Semua terdiam Rencana itu sangat pintar dan licik. Namun semua sepakat Mayleen dan Gwangsin juga tak kalah cerdas, karena bisa menebak rencana lawan. "Nyonya Gwangsin, bagaimana kamu bisa memikirkan jebakan lawan im," tanya Chuan Mei penasaran.Gwangsin belum menjawab, Grajazhi memotong. "Nyonya Sona, untuk bisa menebak, Nyonya Gwangsin hanya perlu menempatkan diri semisal dia sebagai lawan, apa yang akan dia perbuat.""Kenapa kamu sendiri tak bisa menebak," balas Chuan Mei dengan nada tinggi. Grajazhi menggeleng, "Aku tak bisa, pikiranku lambat."Quan Bei memandang Gwangsin dan Mayleen. "Nyonya, kamu sungguh pint
Dalam benaknya Sin Thong merasa gentar. Dua tahun lalu ia dikalahkan Jiu Long, sepasang pedangnya direbut dan ditekuk patah, juga kena hantam hingga muntah darah. Meskipun selama dua tahun ia memperdalam ilmunya di Himalaya dan yakin bisa mengatasi Jiu Long, tetapi sekarang di atas panggung dengan Jiu Long sebagai lawan nyata, ia tak bisa menyembunyikan rasa gentarnya.Sin Thong tak punya jalan lain. Suka atau tidak suka ia harus hadapi pertarungan ini. Ia memusatkan pikiran dan tenaganya, menghunus sepasang pedangnya, pedang pusaka yang sangat tajam. Tanpa memberi hormat lagi, ia menyerang Jiu Long dengan jurus mematikan yang telah ia sempurnakan selama dua tahun menyepi di balik Tembok Cina.Sepasang pedang bagai kitiran mengurung Jiu Long. Lelaki ini mengelak dengan gerak sederhana. Dua tahun lalu, ia menghantam telak Sin Thong, sehingga jika dalam dua tahun lawannya maju pesat, ia juga maju pesat setelah pertemuan dengan Sepuh Sun Jian. Jadi bagaimanapun juga Sin T