Dalam benaknya Sin Thong merasa gentar. Dua tahun lalu ia dikalahkan Jiu Long, sepasang pedangnya direbut dan ditekuk patah, juga kena hantam hingga muntah darah. Meskipun selama dua tahun ia memperdalam ilmunya di Himalaya dan yakin bisa mengatasi Jiu Long, tetapi sekarang di atas panggung dengan Jiu Long sebagai lawan nyata, ia tak bisa menyembunyikan rasa gentarnya.
Sin Thong tak punya jalan lain. Suka atau tidak suka ia harus hadapi pertarungan ini. Ia memusatkan pikiran dan tenaganya, menghunus sepasang pedangnya, pedang pusaka yang sangat tajam. Tanpa memberi hormat lagi, ia menyerang Jiu Long dengan jurus mematikan yang telah ia sempurnakan selama dua tahun menyepi di balik Tembok Cina.
Sepasang pedang bagai kitiran mengurung Jiu Long. Lelaki ini mengelak dengan gerak sederhana. Dua tahun lalu, ia menghantam telak Sin Thong, sehingga jika dalam dua tahun lawannya maju pesat, ia juga maju pesat setelah pertemuan dengan Sepuh Sun Jian. Jadi bagaimanapun juga Sin T
Saat itu di atas panggung, Gwangsin berkelebat gesit mengelak dan menyerang balik tiap serangan Kim Mei. Keduanya tidak menggunakan senjata, tangan kosong lawan tangan kosong. Gwangsin dengan 17 jurus Sapwa Tanggwa kontra jurus Cakar Elang Kim Mei.Dalam limapuluh jurus tampak Gwangsin di atas angin. Jurus yang dimainkan banyak variasi dan seperti gelombang samudera, saling susul tak pernah putus. Kim Mei kewalahan. Tadinya ia merasa tak begitu perlu tarung, tetapi dalam keadaan terdesak egonya sebagai pendekar menuntut ia untuk menang. Ia mundur empat langkah, mencabut pedang tipis dari punggungnya. "Nona, kita pakai senjata, silahkan kamu ambil senjatamu!"Gwangsin tersenyum Ia menoleh ke arah Hwang Mi Hee. Saat itu Hwang Mi Hee melempar tongkat. Gwangsin menangkapnya. "Terimakasih, adik."Tongkat warna hitam mengkilat, rupanya terbuat dari logam keras, tidak panjang, tidak juga pendek. Ukuran sepanjang empat jengkal. Ujungnya melekat logam tajam. Jiu Long dan
Akhirnya Mok Kong mundur, Quan Bei pun mundur. Keduanya tertawa, kemudian sama-sama turun panggung. Pertarungan Mayleen dengan Dewi Pedang dari Gurun Gobi juga berakhir sama kuat. Keduanya tak mau saling melukai. Sesuai peraturan dan perjanjian, jika pertarungan berkesudahan imbang, artinya tidak ada pemenangnya, maka kedua petarung sama-sama dinyatakan kehilangan hak tarung.Dengan demikian dari kubu Dataran Tengah tinggal Jiu Long dan Gwangsin yang boleh tarung, sedang di kubu Himalaya hanya Ciu Tan dan Mok Tang.Mayleen berbisik kepada suaminya, "Hati-hati dengan Ciu Tan, ketika mengalahkan Jenggot Gunung Dingjun, aku melihat sepertinya ia menyimpan jurus andalan. Selain itu Mok Tang bertugas menguras tenagamu, sehingga tenagamu sudah habis saat tarung lawan Ciu Tan." Gwangsin menyela, "Aku akan hadapi Mok Tang, biar kamu leluasa menghadapi Ciu Tan."Di depan umum, Jiu Long tidak malu-malu memeluk dan menciumi leher Gwangsin. Isterinya merasa geli. D
Tampaknya bergerak lamban namun Jiu Long bisa mengatasi kecepatan pedang dan Cakar Naga lawannya. Terkadang Jiu Long bergerak cepat sehingga seperti hilang dari pandangan mata. Perlahan namun pasti dua lawannya mulai merasa gentar, Jiu Long tak tersentuh. Jiu Long mengelak dan menangkis tergantung situasi dan serangan lawan. Setiap kali pedang Mok Tang nyaris mencincang tubuh Jiu Long, sekonyong-konyong ada tenaga yang mendorong pedang menebas rekannya sendiri. Begitu Cakar Naga Ciu Tan sering nyasar mengancam Mok Tang."Awas, jangan terpancing, dia menggunakan Si-nio-po-cian- kin (Empat tail menghantam seribu kati), dia ingin mengadu sesama kita." Peringatan Ciu Tan yang disampaikan dalam bahasa Himalaya, benar. Tetapi tidak seluruhnya benar. Jiu Long tidak menggunakan jurus, dia hanya meniru keperkasaan angin yang bisa mengadu benda yang satu dengan benda lainnya.Seratus jurus berlalu, Jiu Long semakin ringan dan leluasa bergerak. Di lain pihak Ciu Tan dan Mok Tang
Jiu Long menghampiri Mayleen dan Gwangsin yang langsung memeluknya. Tiga insan berpelukan mesra. Hwang Mi Hee menghampiri, Jiu Long merangkulnya. Keempat insan itu berpelukan sejenak. Tiga isterinya pada awalnya sangat tegang begitu Jiu Long menantang dua lawan sekaligus. Sekarang mereka amat gembira menyaksikan keunggulan sang suami. Tetapi mereka pun tak bisa menyembunyikan kekagumannya, mereka hampir tak percaya apa yang dilihat, saat Jiu Long mengembangkan jurus yang menghancurkan panggung sekaligus membuat dua lawannya pingsan.Sambil menggigit perlahan telinga kekasihnya, Gwangsin berbisik halus, yang juga didengar Hwang Mi Hee dan Mayleen. "Itu tadi ilmu apalagi, kekasihku?""Itu tadi jurus jatuh cinta, begitulah jika aku jatuh cinta dan bernafsu pada kalian, persis seperti angin prahara," bisiknya sambil tersenyum penuh arti.Penonton yang tadinya lari menghindari balok dan kayu yang beterbangan, kembali lagi ke arena tarung. Mereka bertepuk, memuji kehe
Pertarungan sudah usai. Beberapa hari berkumpul di desa Yinchuan, akhirnya para Pendekar Himalaya mengambil jalan masing-masing. Kim Mei, janda muda yang cantik itu, pergi pada hari pertama, tidak lama setelah pertarungan usai.Tampak seperti tergesa-gesa Kim Mei pamitan kepada semua rekannya. Dia mampir sejenak di rumah mengambil bungkusan pakaian dan kudanya, kemudian pergi. Dia tidak memberitahu tujuannya.Ciu Tan berusaha mencegah, tetapi Kim Mei menolak. Sio Lan berusaha membujuk, "Kakak Mei, ayah mencintaimu, hanya ayah malu mengakuinya. Tadi dia minta aku menyampaikan lamaran. Ia melamar kamu untuk menjadi isterinya."Kim Mei memeluk Sio Lan. "Aku hanya kagum saja pada ayahmu, perasaanku padanya tidak lebih dari itu, sampaikan maaf padanya aku tidak bisa menerima lamarannya. Sekarang ini aku harus pergi mencari jalan hidupku sendiri.""Apakah kamu pergi bertemu dengan pendekar bernama Liang Zhipu itu?"Kim Mei tidak menjawab langsung. Ia ber
Besok adalah hari pertama dari bulan Asadha. Hari itu, hari terakhir bulan Iyestha, tigapuluh hari setelah pertarungan di desa Yinchuan. Sebuah perahu layar besar merapat di pelabuhan Jedung. Kebanyakan penumpang adalah pedagang yang membawa barang dagangan dari Gujarat, Malaka, Dataran Tengah dan India. Kesibukan merambah seputar pelabuhan. Kuli pengangkut barang, para pedagang kuda dan kereta, tukang jaja makanan, semua sibuk menawarkan jasa.Di antara banyak manusia yang lalu lalang, serombongan orang asing menuruni tangga. Di depan sekali, seorang lelaki bertubuh kekar, tinggi jangkung dengan raut wajah keras, ia ketua perguruan Yudistira dari lereng Himalaya. Lelaki separuh baya itu dijuluki Tangan Besi, nama aslinya Yudistira. Dalam kisah Mahabrata, Yudistira adalah tokoh welas asih, bijaksana serta pemimpin dan kakak tertua dari Pandawa Lima bersaudara.Tidak demikian dengan Yudistira dari lereng Himalaya ini. Dia lelaki yang terlalu keras kepala dan selalu ngotot dalam hal pri
Mereka masuki warung makan yang tidak banyak pengunjungnya. Dua pembantu itu ikut nimbrung ke dapur, sehingga pesanan ayam dan ikan bakar serta minuman tersaji dengan cepat. Selain khawatir makanan diracun, dua pembantu itu mencampur masakan dengan bumbu masak khas Himalaya yang dibawanya. Mereka menyantap hidangan dengan lahap.Empat murid perguruan Bruanxi menawarkan diri menjadi penunjuk jalan sekaligus menyewakan kereta kuda untuk barang-barang dagangan itu, dengan imbalan jasa.Sebenarnya semua anggota rombongan mengerti bahasa Dataran Tengah, tetapi karena Susmita yang paling mahir maka perempuan ini bertindak sebagai juru bahasa. "Baik, kalian berempat menjadi penunjuk jalan kami"Dalam perjalanan Susmita menanyakan pada murid Bruanxi itu, pernahkah melihat tiga gadis India yang tiba dengan perahu layar sekitar tiga atau empat bulan lalu. "Aku tahu, memang sudah cukup lama, sudah tiga bulan berlalu, mungkin kalian lupa tetapi coba tolong diingat-ingat," kata Susmita."Akhir akh
Ketika Arjun melapor kepada ayahnya, Yudistira tak menjawab langsung, hanya menjelaskan Wasudeva itu tamu kehormatan dan titipan sahabatnya, Arjapura. Ketika isterinya, Satyawati bicara tentang perilaku buruk Wasudeva, jawaban Yudistira sama, ia tamu kehormatan dan putra seorang sahabat.Selama perjalanan dari Himalaya menuju Puchet, saat rombongan bermalam di desa, sering kali Wasudeva menyelinap keluar rumah di malam hari. Suatu malam, Shankar dan Arjun membuntutinya.Ternyata Wasudeva memerkosa wanita dan membunuh suaminya.Dua bersaudara itu melapor ke ibunya. Kini mereka mengerti alasan Mayleen menolak perjodohan dan lari ke Dataran Tengah. "Mungkin Mayleen mengetahui kelakuan Wasudeva, atau barangkali dia pernah digoda atau diganggu. Jika memang Wasudeva pernah mengganggu Mayleen, sunguh aku akan membunuhnya," kata Shankar kepada ibunya."Kamu jangan ngaco, jangan gegabah, semua harus pakai pikiran jernih. Kamu harus tahu, dia selalu benar dan terhormat di mata ayahmu. Jadi seme
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d