Pertarungan sudah usai. Beberapa hari berkumpul di desa Yinchuan, akhirnya para Pendekar Himalaya mengambil jalan masing-masing. Kim Mei, janda muda yang cantik itu, pergi pada hari pertama, tidak lama setelah pertarungan usai.
Tampak seperti tergesa-gesa Kim Mei pamitan kepada semua rekannya. Dia mampir sejenak di rumah mengambil bungkusan pakaian dan kudanya, kemudian pergi. Dia tidak memberitahu tujuannya.
Ciu Tan berusaha mencegah, tetapi Kim Mei menolak. Sio Lan berusaha membujuk, "Kakak Mei, ayah mencintaimu, hanya ayah malu mengakuinya. Tadi dia minta aku menyampaikan lamaran. Ia melamar kamu untuk menjadi isterinya."
Kim Mei memeluk Sio Lan. "Aku hanya kagum saja pada ayahmu, perasaanku padanya tidak lebih dari itu, sampaikan maaf padanya aku tidak bisa menerima lamarannya. Sekarang ini aku harus pergi mencari jalan hidupku sendiri."
"Apakah kamu pergi bertemu dengan pendekar bernama Liang Zhipu itu?"
Kim Mei tidak menjawab langsung. Ia ber
Besok adalah hari pertama dari bulan Asadha. Hari itu, hari terakhir bulan Iyestha, tigapuluh hari setelah pertarungan di desa Yinchuan. Sebuah perahu layar besar merapat di pelabuhan Jedung. Kebanyakan penumpang adalah pedagang yang membawa barang dagangan dari Gujarat, Malaka, Dataran Tengah dan India. Kesibukan merambah seputar pelabuhan. Kuli pengangkut barang, para pedagang kuda dan kereta, tukang jaja makanan, semua sibuk menawarkan jasa.Di antara banyak manusia yang lalu lalang, serombongan orang asing menuruni tangga. Di depan sekali, seorang lelaki bertubuh kekar, tinggi jangkung dengan raut wajah keras, ia ketua perguruan Yudistira dari lereng Himalaya. Lelaki separuh baya itu dijuluki Tangan Besi, nama aslinya Yudistira. Dalam kisah Mahabrata, Yudistira adalah tokoh welas asih, bijaksana serta pemimpin dan kakak tertua dari Pandawa Lima bersaudara.Tidak demikian dengan Yudistira dari lereng Himalaya ini. Dia lelaki yang terlalu keras kepala dan selalu ngotot dalam hal pri
Mereka masuki warung makan yang tidak banyak pengunjungnya. Dua pembantu itu ikut nimbrung ke dapur, sehingga pesanan ayam dan ikan bakar serta minuman tersaji dengan cepat. Selain khawatir makanan diracun, dua pembantu itu mencampur masakan dengan bumbu masak khas Himalaya yang dibawanya. Mereka menyantap hidangan dengan lahap.Empat murid perguruan Bruanxi menawarkan diri menjadi penunjuk jalan sekaligus menyewakan kereta kuda untuk barang-barang dagangan itu, dengan imbalan jasa.Sebenarnya semua anggota rombongan mengerti bahasa Dataran Tengah, tetapi karena Susmita yang paling mahir maka perempuan ini bertindak sebagai juru bahasa. "Baik, kalian berempat menjadi penunjuk jalan kami"Dalam perjalanan Susmita menanyakan pada murid Bruanxi itu, pernahkah melihat tiga gadis India yang tiba dengan perahu layar sekitar tiga atau empat bulan lalu. "Aku tahu, memang sudah cukup lama, sudah tiga bulan berlalu, mungkin kalian lupa tetapi coba tolong diingat-ingat," kata Susmita."Akhir akh
Ketika Arjun melapor kepada ayahnya, Yudistira tak menjawab langsung, hanya menjelaskan Wasudeva itu tamu kehormatan dan titipan sahabatnya, Arjapura. Ketika isterinya, Satyawati bicara tentang perilaku buruk Wasudeva, jawaban Yudistira sama, ia tamu kehormatan dan putra seorang sahabat.Selama perjalanan dari Himalaya menuju Puchet, saat rombongan bermalam di desa, sering kali Wasudeva menyelinap keluar rumah di malam hari. Suatu malam, Shankar dan Arjun membuntutinya.Ternyata Wasudeva memerkosa wanita dan membunuh suaminya.Dua bersaudara itu melapor ke ibunya. Kini mereka mengerti alasan Mayleen menolak perjodohan dan lari ke Dataran Tengah. "Mungkin Mayleen mengetahui kelakuan Wasudeva, atau barangkali dia pernah digoda atau diganggu. Jika memang Wasudeva pernah mengganggu Mayleen, sunguh aku akan membunuhnya," kata Shankar kepada ibunya."Kamu jangan ngaco, jangan gegabah, semua harus pakai pikiran jernih. Kamu harus tahu, dia selalu benar dan terhormat di mata ayahmu. Jadi seme
Xin’an desa yang cukup besar, ramai dan menjadi pusat perdagangan. Hampir semua pedagang asing juga pedagang lokal menjual barangnya di desa ini. Pembelinya datang dari desa-desa sekitar. Kebanyakan adalah keluarga para pejabat kerajaan Dinasti Giok Barat.Rombongan Yudistira membawa barang dagangan istimewa, sutera, perhiasan, permadani, kosmetika dan berbagai macam barang mewah. Mereka menyewa rumah besar selama beberapa hari, untuk tempat tinggal sementara juga untuk menjajakan dagangan yang dipajang di serambi rumah.Barang dagangan cepat laku, selain harga tidak mahal, barang yang dijual adalah barang pilihan. Para pejabat dan isteri serta penduduk yang kaya berdatangan berebut membeli barang yang diminati. Satyawati yang cantik dan anggun, memimpin menantu dan murid wanitanya melayani dengan ramah dan sabar. Namun demikian tidak semua pembeli berlaku sopan.Hari itu tiga lelaki yang dari dandanan diduga berasal dari keluarga kaya, berbuat onar. Melih
"Huh anak pejabat, kamu mabuk rupanya," lalu kepada anak buah di sampingnya, Dwixi berkata tegas, "Bawa dia ke penjara. Panggil bapaknya menghadap aku." Ia menoleh ke Ayesakh, "Maafkan orang itu, ia mabuk, kalau ada gangguan, tuan-tuan boleh melapor kepada punggawa desa, selama tuan berada di desa ini, kamu boleh merasa aman."Rombongan punggawa itu pergi.Enam hari menetap di Xin’an, semua barang dagangan habis terjual. Yudistira memutuskan istirahat beberapa hari, setelah itu baru melanjutkan perjalanan ke desa Yinchuan. Dari keterangan yang dikumpulkan selama beberapa hari, semua sumber berita membenarkan di desa Yinchuan telah terjadi pertarungan pendekar, akhir bulan Waisaka kemarin.Jumlah pendekar yang hadir lebih dari seratus bahkan terdapat di antaranya para pendekar asing. Tidak jelas siapa- siapa pendekar yang hadir, namun satu nama mencuat sebagai paling jago, tanpa tandingan. Dia Jiu Long yang dijuluki Raja Pendekar dari Dataran Tengah
Mata Susmita berkaca-kaca, wajahnya merah. Dia menjawab dengan geram, "Tidak ada orang yang bisa memerkosamu, tidak ada orang jahat yang boleh mengganggu kamu, selama aku ada di desa ini." Dia balik dan menceritakan kepada ayah mertuanya.Yudistira mengeluh, berkata kepada diriya sendiri. "Di mana-mana ada manusia kotor, manusia penindas, mereka pikir tidak ada orang yang sanggup menghentikan perilaku buruknya. Apa yang mereka inginkan akan mereka ambil tanpa berpikir apakah itu merugikan atau menghancurkan hidup orang lain."Dia menggeleng-geleng kepala. "Ada manusia jahat, moralnya lebih rendah dari binatang itu pun jika binatang punya moral. Orang-orang itu tahu tindakan mereka akan menghancurkan hidup orang lain, tetapi dengan senang mereka melakukan perbuatan biadab itu. Aku tidak suka orang-orang seperti itu, orang yang tidak punya moral."Keluarganya ikut berduka melihat mimik sedih Yudistira. Orangtua itu menoleh kepada putra tertua, "Arjun kamu hentikan
"Itu perasaan seorang ibu, tak ada apa-apa yang menimpa dirinya, ia memiliki ilmu tinggi, juga ada Xinxin dan Xiuying yang mengawalnya.""Suamiku, hukuman apa yang akan kau berikan kepada putriku?""Aku belum tahu, nanti saja kita lihat apa saja kesalahannya.""Suamiku, selama hidup aku tidak pernah membantah dan selalu patuh padamu. Kali ini aku mohon padamu, ampuni Mayleen. Dia belahan jiwaku. Jika dia mati, aku juga akan mati. Aku sangat mencintainya, aku mohon ampuni dia. Lagipula Wasudeva itu lelaki yang buruk, tidak pantas untuk Mayleen-ku.""Tentang Mayleen, aku akan pertimbangkan kesalahannya, aku juga sangat mencintainya, setelah kehilangan Manisha aku tidak mau kehilangan Mayleen. Kamu tenang saja, aku mau tidur.""Wasudeva itu”Yudistira memotong ucapan isterinya, "Aku tak mau bicara tentang Wasudeva, aku mau tidur."---o0o---Pertarungan bergengsi di desa Yinchuan itu ramai dibincan
Bulan Iyestha sudah berlalu. Jiu Long hidup berempat dengan Gwangsin, Mayleen dan Hwang Mi Hee. Mereka bahagia. Hari itu tengah bulan Asadha, rumah yang dibangun sudah rampung. Rumah yang agak besar untuk Jiu Long dan tiga isterinya.Dua rumah agak mungil, untuk Gan Nung dan Gan Ning masing-masing bersama isteri dan anak-anaknya. Gan Ning punya seorang putra bernama Gan Srong berusia sekitar delapan tahun. Gan Nung punya sepasang, putra bernama Gan Xiu usia tujuh tahun dan putri bernama Tianzhi usia 4 tahun. Selain itu ada beberapa rumah untuk tetamu dan murid yang datang berlatih.Senja itu Mayleen menyendiri di biliknya. Sudah tiga hari dia gelisah. Pikirannya bimbang, apakah dia tetap merahasiakan kehamilannya atau memberitahu Jiu Long. Dia juga merindukan ibunya yang lemah lembut dan penuh kasih sayang.Ia tak pernah tahu, bahwa senja itu ibu dan keluarganya tiba di desa Xin’an. Ia tak tahu bahwa dalam beberapa hari ini ibunya juga merindukan dia. Mayl