Diam-diam Jiu Long mengagumi lawannya. Pak Beng terus mendesak dengan perhitungan Jiu Long terpaksa bentrok tangan. Gerakan Jiu Long tampaknya lamban namun sebenarnya mengandung kecepatan tinggi, langkahnya tak lagi memijak panggung, melayang satu inci di atas lantai. Namun saking cepatnya orang tak bisa melihat ini.
Dalam pandangan penonton Pak Beng lebih unggul dan mendesak. Jiu Long tampak hanya mengelak dengan sekali-sekali balas menyerang. Pak Beng berteriak, "Jiu Long, jangan mengelak terus, apakah kamu jeri adu pukulan dengan pukulan salju, hayo sambut ini."
Saat itu jurus tigapuluhan, Jiu Long sengaja adu pukulan. Ia gunakan tenaga dingin, yang mengalir deras dari dua tangannya secara beruntun dan bergantian. Desss. Desss. Desss. Desss. Empat kali bentrokan. Hawa dingin menyebar ke mana-mana. Adu pukulan berlanjut, Jiu Long waspada. Ia memukul dengan kanan disusul tangan kiri dalam kecepatan sama. Terus dan beruntun. Pak Beng terpaksa meladeni, kini tidak lagi
Siauw Tong terkejut, tak pernah menyangka bahwa bor maut itu memiliki dua ujung. Pundaknya terluka parah, darah muncrat ketika Mayleen menarik pulang senjatanya. Dalam situasi terluka, Siauw Tong berlaku nekad, ia menerobos maju dan menyerang lima titik mati tubuh lawan. Mayleen sudah menghitung ia membiarkan lawan mendekat, saat bersamaan ia menghunus pedangnya dan menebas tangan lawan. Siauw Tong kaget, untuk menolong diri ia melepas senjata pit-nya. Mayleen menarik ujung bor lainnya berikut pit yang mengikatnya.Kedua senjata Siauw Tong terampas, pundaknya luka parah. Ia sudah kalah, tetapi gengsinya besar sehingga ia nekad menyerbu dengan pukulan tenaga dalam Mayleen mengelak, sambil berseru, "Kamu sudah kalah, aku juga tak mau membunuhmu. Pergilah sebagai seorang jantan yang berani mengaku kalah."Siauw Tong tertegun. Ia menoleh ke bawah panggung Ia melihat sinar mata Sio Lan yang khawatir, pandangan Ciu Tan yang memberi isyarat agar dia mundur. Siauw Tong melompa
Siauw Tong dengan pundak yang dibalut kain putih berdiri dan berseru lantang kepada Quan Bei. "Pendekar Quan Bei, perlu diumumkan bahwa pihak kalian sudah kehilangan Chuan Mei, Elang Jantan, Grajazhi, Liang Zhipu, Dewi Da Du, Dong Zhuo dan Jenggot Gunung Dingjun, tujuh pendekar yang kehilangan hak tarung. Sisa empat pendekar yang boleh tarung besok yakni Kak Jiu Long, Mayleen, Gwangsin dan Quan Bei. Di pihak kami, sudah kehilangan Sio Lan, aku sendiri Siauw Tong, Pak Beng dan Liong Kam Kami masih punya tujuh pendekar yang akan bertarung besok, Li Moy, Sin Thong, Mok Kong, Mok Tang, Dewi Gurun Gobi, Kim Mei dan Ciu Tan. Sampai jumpa besok."Seruan Siauw Tong memancing reaksi macam-macam dari para pendekar, ada yang marah, ada yang diam dan ada yang mengomel bahwa Dataran Tengah sudah kalah. Quan Bei dan beberapa pendekar berjalan beriring. "Malam nanti kita kumpul di tenda Perguruan Wuwei, kita perlu berunding," kata Liang Zhipu.Sejak awal Quan Bei telah ditun
"Tidak bisa, mana bisa dua orang maju mengeroyok satu pendekar dari kubu kita, itu tak boleh terjadi," tukas Elang Jantan marah.Gwangsin menjawab dengan tangkas, "Mereka akan menantang suamiku untuk menjajal ilmu pedang bersatupadu, itu jelas. Setelah itu Ciu Tan maju dengan pemikiran suamiku sudah letih, maka akan mudah mengalahkannya."Semua terdiam Rencana itu sangat pintar dan licik. Namun semua sepakat Mayleen dan Gwangsin juga tak kalah cerdas, karena bisa menebak rencana lawan. "Nyonya Gwangsin, bagaimana kamu bisa memikirkan jebakan lawan im," tanya Chuan Mei penasaran.Gwangsin belum menjawab, Grajazhi memotong. "Nyonya Sona, untuk bisa menebak, Nyonya Gwangsin hanya perlu menempatkan diri semisal dia sebagai lawan, apa yang akan dia perbuat.""Kenapa kamu sendiri tak bisa menebak," balas Chuan Mei dengan nada tinggi. Grajazhi menggeleng, "Aku tak bisa, pikiranku lambat."Quan Bei memandang Gwangsin dan Mayleen. "Nyonya, kamu sungguh pint
Dalam benaknya Sin Thong merasa gentar. Dua tahun lalu ia dikalahkan Jiu Long, sepasang pedangnya direbut dan ditekuk patah, juga kena hantam hingga muntah darah. Meskipun selama dua tahun ia memperdalam ilmunya di Himalaya dan yakin bisa mengatasi Jiu Long, tetapi sekarang di atas panggung dengan Jiu Long sebagai lawan nyata, ia tak bisa menyembunyikan rasa gentarnya.Sin Thong tak punya jalan lain. Suka atau tidak suka ia harus hadapi pertarungan ini. Ia memusatkan pikiran dan tenaganya, menghunus sepasang pedangnya, pedang pusaka yang sangat tajam. Tanpa memberi hormat lagi, ia menyerang Jiu Long dengan jurus mematikan yang telah ia sempurnakan selama dua tahun menyepi di balik Tembok Cina.Sepasang pedang bagai kitiran mengurung Jiu Long. Lelaki ini mengelak dengan gerak sederhana. Dua tahun lalu, ia menghantam telak Sin Thong, sehingga jika dalam dua tahun lawannya maju pesat, ia juga maju pesat setelah pertemuan dengan Sepuh Sun Jian. Jadi bagaimanapun juga Sin T
Saat itu di atas panggung, Gwangsin berkelebat gesit mengelak dan menyerang balik tiap serangan Kim Mei. Keduanya tidak menggunakan senjata, tangan kosong lawan tangan kosong. Gwangsin dengan 17 jurus Sapwa Tanggwa kontra jurus Cakar Elang Kim Mei.Dalam limapuluh jurus tampak Gwangsin di atas angin. Jurus yang dimainkan banyak variasi dan seperti gelombang samudera, saling susul tak pernah putus. Kim Mei kewalahan. Tadinya ia merasa tak begitu perlu tarung, tetapi dalam keadaan terdesak egonya sebagai pendekar menuntut ia untuk menang. Ia mundur empat langkah, mencabut pedang tipis dari punggungnya. "Nona, kita pakai senjata, silahkan kamu ambil senjatamu!"Gwangsin tersenyum Ia menoleh ke arah Hwang Mi Hee. Saat itu Hwang Mi Hee melempar tongkat. Gwangsin menangkapnya. "Terimakasih, adik."Tongkat warna hitam mengkilat, rupanya terbuat dari logam keras, tidak panjang, tidak juga pendek. Ukuran sepanjang empat jengkal. Ujungnya melekat logam tajam. Jiu Long dan
Akhirnya Mok Kong mundur, Quan Bei pun mundur. Keduanya tertawa, kemudian sama-sama turun panggung. Pertarungan Mayleen dengan Dewi Pedang dari Gurun Gobi juga berakhir sama kuat. Keduanya tak mau saling melukai. Sesuai peraturan dan perjanjian, jika pertarungan berkesudahan imbang, artinya tidak ada pemenangnya, maka kedua petarung sama-sama dinyatakan kehilangan hak tarung.Dengan demikian dari kubu Dataran Tengah tinggal Jiu Long dan Gwangsin yang boleh tarung, sedang di kubu Himalaya hanya Ciu Tan dan Mok Tang.Mayleen berbisik kepada suaminya, "Hati-hati dengan Ciu Tan, ketika mengalahkan Jenggot Gunung Dingjun, aku melihat sepertinya ia menyimpan jurus andalan. Selain itu Mok Tang bertugas menguras tenagamu, sehingga tenagamu sudah habis saat tarung lawan Ciu Tan." Gwangsin menyela, "Aku akan hadapi Mok Tang, biar kamu leluasa menghadapi Ciu Tan."Di depan umum, Jiu Long tidak malu-malu memeluk dan menciumi leher Gwangsin. Isterinya merasa geli. D
Tampaknya bergerak lamban namun Jiu Long bisa mengatasi kecepatan pedang dan Cakar Naga lawannya. Terkadang Jiu Long bergerak cepat sehingga seperti hilang dari pandangan mata. Perlahan namun pasti dua lawannya mulai merasa gentar, Jiu Long tak tersentuh. Jiu Long mengelak dan menangkis tergantung situasi dan serangan lawan. Setiap kali pedang Mok Tang nyaris mencincang tubuh Jiu Long, sekonyong-konyong ada tenaga yang mendorong pedang menebas rekannya sendiri. Begitu Cakar Naga Ciu Tan sering nyasar mengancam Mok Tang."Awas, jangan terpancing, dia menggunakan Si-nio-po-cian- kin (Empat tail menghantam seribu kati), dia ingin mengadu sesama kita." Peringatan Ciu Tan yang disampaikan dalam bahasa Himalaya, benar. Tetapi tidak seluruhnya benar. Jiu Long tidak menggunakan jurus, dia hanya meniru keperkasaan angin yang bisa mengadu benda yang satu dengan benda lainnya.Seratus jurus berlalu, Jiu Long semakin ringan dan leluasa bergerak. Di lain pihak Ciu Tan dan Mok Tang
Jiu Long menghampiri Mayleen dan Gwangsin yang langsung memeluknya. Tiga insan berpelukan mesra. Hwang Mi Hee menghampiri, Jiu Long merangkulnya. Keempat insan itu berpelukan sejenak. Tiga isterinya pada awalnya sangat tegang begitu Jiu Long menantang dua lawan sekaligus. Sekarang mereka amat gembira menyaksikan keunggulan sang suami. Tetapi mereka pun tak bisa menyembunyikan kekagumannya, mereka hampir tak percaya apa yang dilihat, saat Jiu Long mengembangkan jurus yang menghancurkan panggung sekaligus membuat dua lawannya pingsan.Sambil menggigit perlahan telinga kekasihnya, Gwangsin berbisik halus, yang juga didengar Hwang Mi Hee dan Mayleen. "Itu tadi ilmu apalagi, kekasihku?""Itu tadi jurus jatuh cinta, begitulah jika aku jatuh cinta dan bernafsu pada kalian, persis seperti angin prahara," bisiknya sambil tersenyum penuh arti.Penonton yang tadinya lari menghindari balok dan kayu yang beterbangan, kembali lagi ke arena tarung. Mereka bertepuk, memuji kehe
Perempuan itu tampak cantik luar biasa, mataya berbinar- binar dan mulutnya merah merekah. Jiu Long tiba-tiba saja bergairah, ia memberi isyarat pada isterinya. Mayleen menggeleng. "Tak lama lagi kamu sudah harus bertarung, mana sempat lagi. Jiu Long kamu harus bertarung sungguh-sungguh supaya ibu bisa menetap bersama kita, kamu harus menang.""Kamu membela siapa, ayahmu atau suamimu?""Aku membela kamu suamiku, sebab jika kamu menang, aku tidak perlu pulang ke Himalaya selama-lamanya dan ibu bisa menemani kita sampai aku dan Gwangsin melahirkan. Kamu tahu Jiu Long, terkadang aku takut memikirkan saat melahirkan nanti, pasti sakit. Aku akan bahagia jika ibu ada di sampingku. Makanya kamu harus menang."Tidak lama berselang senja pun tiba. Seluruh anggota keluarga hadir, nonton di tepian danau. Tak seorang pun ketinggalan, termasuk Gan Nung, Gan Ning dan keluarga serta murid Partai Naga Emas.Yudistira melangkah santai di atas permukaan danau. Kakinya mela
"Boleh saja. Tetapi ada syaratnya. Kamu harus bisa mengalahkan aku dalam pertarungan seru, bagaimana bagus kan syaratnya?"Jiu Long terkejut, apalagi Mayleen. Keduanya berdiri dan memandang dua orangtua itu. "Ayah, apakah aku tidak salah dengar?"Yudistira menjelaskan pertarungan tersebut merupakan bagian dari janjinya pada ayahnya, pendekar Himalaya, Takadagawe. Bagaimanapun juga janji itu harus disempurnakan."Kamu mewakili kakek gurumu, Sun Jian dan aku mewakili ayahku, Takadagawe. Kita tarung, jika kamu menang maka aku akan menetap di sini bersama istriku sampai Mayleen dan Gwangsin melahirkan. Jika aku menang, aku akan tentukan apa yang kumau dan kamu sekeluarga tak boleh ingkar. Aku pikir ini cukup adil.""Tidak bisa begitu, bagaimana mungkin aku harus tarung melawan ayah mertua sendiri, tidak mungkin.""Kamu tidak bisa menghindar, Jiu Long. Ini bagian dari hidup yang sudah kamu jalani, dan bagian dari hidupku juga. Kita bertarung hanya sebat
Mendadak saja muncul Yudistira dan Satyawati "Ada kejadian apa? Siapa dua gadis cantik ini?" tanya Satyawati sambil mengamati Hwang Mi Hee dan Jia Li. "Oh kalau kamu, aku pernah melihatmu di Putuo," sambil ia menunjuk Hwang Mi Hee.Jiu Long diam serba salah. Jia Li yang lugu dan berani, menjawab meski sedikit malu-malu, "Kami adalah selir kak Jiu Long."Satyawati terkejut, menutup mulutnya dengan tangan. Tetapi sebelum ibu dan ayahnya mengucap sepatah kata, Mayleen berkata dalam bahasa Himalaya. "Ayah, ibu, aku setuju suamiku mengambil selir. Aku dan Gwangsin berdua tidak mampu melayaninya. Ayah tahu hampir setiap malam bahkan siang juga, suamiku maunya bercinta. Lagipula Jiu Long, Gwangsin dan aku sudah memberitahu mereka, kami berdua adalah isteri sedang mereka berdua hanya selir atau pembantu. Apalagi sekarang aku dan Gwangsin sedang hamil, sudah tentu kami bagaikan permaisuri yang harus dilayani. Sekarang ibu dan ayah mengerti?"Satyawati mengiyakan. "Kamu c
Jiu Long berdiri dan menghampiri. Ia memberi hormat dengan menyentuh ujung kaki ayah mertuanya. Yudistira tertawa. Satyawati berdiri di sampingnya ikut tertawa. "Entah sudah berapa kali ia tertawa hari ini, perubahan yang luar biasa," gumam isterinya dalam hati.Sebelah tangan Yudistira memeluk Mayleen, tangan lainnya merangkul Jiu Long. Suara Mayleen terdengar riang, "Ayah, apakah suamiku sudah boleh Memanggil ayah mertua kepadamu?"Yudistira tertawa. "Jiu Long, pergilah memberi hormat pada ibu mertua dan kakak-kakak iparmu"Setelah memberi hormat dan menyalami keluarga isterinya, Jiu Long menghampiri isterinya. Mayleen melompat dan merangkul suaminya. "Aku bahagia sekarang, semua beres. Tak ada lagi ganjalan dalam hatiku, tak ada gundah, tak ada ketakutan, semua sudah selesai dan sesuai keinginanku." Suara Mayleen mesra. Kemudian dia lari menghambur memeluk Gwangsin. "Terimakasih kakak, kamu sudah banyak membantu aku."Keluarga besar itu berangkat kemba
Yudistira berkata dingin, "Kamu pintar bicara, apakah kamu sungguh-sungguh mau berkorban jiwa untuk isterimu?""Aku bersungguh-sungguh, aku tak akan melawan, seharusnya aku bunuh diri tetapi aku enggan melakukan perbuatan kaum pengecut. Aku bukan pengecut, aku laki-laki sejati. Inilah jalan yang kupilih, sebagai tanda cintaku kepada putrimu. Tetapi sebagai permohonan terakhir aku minta isteriku dibebaskan dari hukuman, sayangilah dia, cintailah dia." Jiu Long tersenyum pahit.Satyawati dan seluruh keluarga diam terpaku. Keringat dingin. Yudistira menoleh pada putrinya."Kamu mau bicara, bicaralah."Perempuan itu duduk bersanding suaminya, dia merangkul erat lengan suaminya. "Ayah, ibu dan kakak juga kakak ipar, aku ibarat Xionglue yang mencintai suaminya tanpa pamrih. Dalam hidup ini hanya satu kali aku dipilih dan memilih. Aku sudah tentukan pilihanku, dan aku tidak akan bergeser dari pilihanku. Jadi jika ayah membunuh suamiku, maka harus membunuh aku ju
Yudistira mendengar semua perkataan Jiu Long, ia tak begitu heran. Sesungguhnya dia tak pernah mengira Jiu Long bisa mengalahkan Wasudeva. Bukankah tadi, beberapa pukulan Wasudeva telak menerpa tubuhnya. Dia masih terpukau dengan jurus yang dimainkan Jiu Long, jurus yang mampu menciptakan pusaran angin topan dingin dan yang terasa sampai radius beberapa tongkat.Ayah Mayleen ini merasa kagum "Ilmu anak muda ini biasa saja, tetapi tenaga dalamnya sudah mencapai tingkat kelas utama. Bagaimana mungkin seorang yang masih muda bisa memiliki tenaga dalam setinggi itu. Waktu aku seusia dia, tenaga dalamku tak sehebat dia," katanya dalam hati.Pada waktu itu, sang nakhoda perahu menghampiri Mayleen yang masih duduk di sisi suaminya. Ia membungkuk memberi hormat."Nona yang mulia, kami sudah terdesak waktu, harus berangkai secepatnya demi menghindari angin topan di laut dekat Malaka. Jika tidak berangkat hari ini, kami harus menunda tujuh hari dan semua pedagang ini akan
Memang benar adanya, pikiran Jiu Long terganggu. Beberapa jurus berikutnya, dua pukulan menerpa dada dan pundaknya. Wasudeva berteriak, "Mampus kamu" Wasudeva menambah bobot serangan sambil berkata tajam, "Mayleen akan kupaksa melahirkan anak-anakku, ia kuperkosa dengan kasar setiap hari, tak pernah berhenti dan kamu akan menyaksikan itu dari dalam kuburanmu" Teringat akan sifat angin yang bisa melenyapkan suara apa saja, Jiu Long sadar bahwa dia tidak boleh membiarkan tenaga suara lawan mengganggunya. Dia kemudian meredam suara keras di telinganya dengan mendengarkan desir angin sepoi, "dengarlah suara angin, suara keindahan alam, suara dari alam kemerdekaan."Dia berhasil menetralisir tekanan dan magis sihir suara lawannya. Meskipun demikian dia tetap menangkap kata-kata tajam Wasudeva yang menghina isterinya. Ungkapan jorok dan kasar lawannya itu telah mendorong amarahnya melewati puncak kesabaran.Dalam marahnya secara spontan Jiu Long memutar tubuh bagai gasing, g
"Terimakasih atas kemurahan hati paduka tuan, hamba yang rendah hanya butuh sedikit waktu untuk menghilangkan capek." Dia kemudian memainkan empat posisi semadi Angin Es dan Api. Dalam sekejap, uap tipis melayang di atas kepalanya. Hanya dalam waktu yang sangat singkat Jiu Long sudah siap. "Pendekar Wasudeva yang terhormat, silahkan tuan memilih tempat pertarungan."Tenaga dalam Jiu Long sudah pulih seperti sediakala. Ia tidak terluka parah. Hanya kena guncangan yang tidak terlalu berbahaya. Ketika pukulan menerpa pundaknya, saat itu juga tenaga Angin Es dan Api yang melapisi tubuh Jiu Long telah memunahkan sebagian besar pukulan lawan. Itu sebab dia hanya butuh sedikit waktu untuk memulihkan diri.Tadi ketika darah menetes dari ujung mulut Jiu Long, tangan Mayleen dingin, basah dan berkeringat. Sekarang wanita cantik itu tampak tenang, dia percaya kekasihnya akan menyelesaikan kemelut persoalan keluarganya.Yudistira merasa heran bercampur kag
Jiu Long terkesiap. Jurus lawan itu aneh, pukulan yang mengarah ke kiri mendadak bisa berubah ke kanan, atas menjadi bawah dan sebaliknya. Saat itu Jiu Long masih dalam pemulihan tenaga. Ia bergerak pesat, mengelak jika tahu diri terancam, merunduk dan melompat untuk menghindar, geraknya tidak leluasa karena tenaganya belum pulih. Tendangan Wasudeva menerpa pahanya dan jiwanya kini terancam jurus lawan yang mengarah titik kematian. Dia teringat pesan Sepuh, "jika terdesak, tangkis dan balas menyerang. Jangan bertahan, karena menyerang adalah lebih menguntungkan."Dan Jiu Long tak lagi mengelak, ia balas menyerang. Serangan lawan dibalas serangan. Jiu Long bergerak bagai pusaran, tangan membuat lingkaran, tubuhnya ikut berputar seperti gaya menari.Tujuh kali terdengar bentrokan tangan. Wasudeva merasa pukulannya membentur tembok yang bersifat membal. Dia heran bagaimana mungkin seorang yang sudah terluka tenaga dalamnya masih punya tenaga sehebat itu. Hal ini membuat d