Siauw Tong dengan pundak yang dibalut kain putih berdiri dan berseru lantang kepada Quan Bei. "Pendekar Quan Bei, perlu diumumkan bahwa pihak kalian sudah kehilangan Chuan Mei, Elang Jantan, Grajazhi, Liang Zhipu, Dewi Da Du, Dong Zhuo dan Jenggot Gunung Dingjun, tujuh pendekar yang kehilangan hak tarung. Sisa empat pendekar yang boleh tarung besok yakni Kak Jiu Long, Mayleen, Gwangsin dan Quan Bei. Di pihak kami, sudah kehilangan Sio Lan, aku sendiri Siauw Tong, Pak Beng dan Liong Kam Kami masih punya tujuh pendekar yang akan bertarung besok, Li Moy, Sin Thong, Mok Kong, Mok Tang, Dewi Gurun Gobi, Kim Mei dan Ciu Tan. Sampai jumpa besok."
Seruan Siauw Tong memancing reaksi macam-macam dari para pendekar, ada yang marah, ada yang diam dan ada yang mengomel bahwa Dataran Tengah sudah kalah. Quan Bei dan beberapa pendekar berjalan beriring. "Malam nanti kita kumpul di tenda Perguruan Wuwei, kita perlu berunding," kata Liang Zhipu.
Sejak awal Quan Bei telah ditun
"Tidak bisa, mana bisa dua orang maju mengeroyok satu pendekar dari kubu kita, itu tak boleh terjadi," tukas Elang Jantan marah.Gwangsin menjawab dengan tangkas, "Mereka akan menantang suamiku untuk menjajal ilmu pedang bersatupadu, itu jelas. Setelah itu Ciu Tan maju dengan pemikiran suamiku sudah letih, maka akan mudah mengalahkannya."Semua terdiam Rencana itu sangat pintar dan licik. Namun semua sepakat Mayleen dan Gwangsin juga tak kalah cerdas, karena bisa menebak rencana lawan. "Nyonya Gwangsin, bagaimana kamu bisa memikirkan jebakan lawan im," tanya Chuan Mei penasaran.Gwangsin belum menjawab, Grajazhi memotong. "Nyonya Sona, untuk bisa menebak, Nyonya Gwangsin hanya perlu menempatkan diri semisal dia sebagai lawan, apa yang akan dia perbuat.""Kenapa kamu sendiri tak bisa menebak," balas Chuan Mei dengan nada tinggi. Grajazhi menggeleng, "Aku tak bisa, pikiranku lambat."Quan Bei memandang Gwangsin dan Mayleen. "Nyonya, kamu sungguh pint
Dalam benaknya Sin Thong merasa gentar. Dua tahun lalu ia dikalahkan Jiu Long, sepasang pedangnya direbut dan ditekuk patah, juga kena hantam hingga muntah darah. Meskipun selama dua tahun ia memperdalam ilmunya di Himalaya dan yakin bisa mengatasi Jiu Long, tetapi sekarang di atas panggung dengan Jiu Long sebagai lawan nyata, ia tak bisa menyembunyikan rasa gentarnya.Sin Thong tak punya jalan lain. Suka atau tidak suka ia harus hadapi pertarungan ini. Ia memusatkan pikiran dan tenaganya, menghunus sepasang pedangnya, pedang pusaka yang sangat tajam. Tanpa memberi hormat lagi, ia menyerang Jiu Long dengan jurus mematikan yang telah ia sempurnakan selama dua tahun menyepi di balik Tembok Cina.Sepasang pedang bagai kitiran mengurung Jiu Long. Lelaki ini mengelak dengan gerak sederhana. Dua tahun lalu, ia menghantam telak Sin Thong, sehingga jika dalam dua tahun lawannya maju pesat, ia juga maju pesat setelah pertemuan dengan Sepuh Sun Jian. Jadi bagaimanapun juga Sin T
Saat itu di atas panggung, Gwangsin berkelebat gesit mengelak dan menyerang balik tiap serangan Kim Mei. Keduanya tidak menggunakan senjata, tangan kosong lawan tangan kosong. Gwangsin dengan 17 jurus Sapwa Tanggwa kontra jurus Cakar Elang Kim Mei.Dalam limapuluh jurus tampak Gwangsin di atas angin. Jurus yang dimainkan banyak variasi dan seperti gelombang samudera, saling susul tak pernah putus. Kim Mei kewalahan. Tadinya ia merasa tak begitu perlu tarung, tetapi dalam keadaan terdesak egonya sebagai pendekar menuntut ia untuk menang. Ia mundur empat langkah, mencabut pedang tipis dari punggungnya. "Nona, kita pakai senjata, silahkan kamu ambil senjatamu!"Gwangsin tersenyum Ia menoleh ke arah Hwang Mi Hee. Saat itu Hwang Mi Hee melempar tongkat. Gwangsin menangkapnya. "Terimakasih, adik."Tongkat warna hitam mengkilat, rupanya terbuat dari logam keras, tidak panjang, tidak juga pendek. Ukuran sepanjang empat jengkal. Ujungnya melekat logam tajam. Jiu Long dan
Akhirnya Mok Kong mundur, Quan Bei pun mundur. Keduanya tertawa, kemudian sama-sama turun panggung. Pertarungan Mayleen dengan Dewi Pedang dari Gurun Gobi juga berakhir sama kuat. Keduanya tak mau saling melukai. Sesuai peraturan dan perjanjian, jika pertarungan berkesudahan imbang, artinya tidak ada pemenangnya, maka kedua petarung sama-sama dinyatakan kehilangan hak tarung.Dengan demikian dari kubu Dataran Tengah tinggal Jiu Long dan Gwangsin yang boleh tarung, sedang di kubu Himalaya hanya Ciu Tan dan Mok Tang.Mayleen berbisik kepada suaminya, "Hati-hati dengan Ciu Tan, ketika mengalahkan Jenggot Gunung Dingjun, aku melihat sepertinya ia menyimpan jurus andalan. Selain itu Mok Tang bertugas menguras tenagamu, sehingga tenagamu sudah habis saat tarung lawan Ciu Tan." Gwangsin menyela, "Aku akan hadapi Mok Tang, biar kamu leluasa menghadapi Ciu Tan."Di depan umum, Jiu Long tidak malu-malu memeluk dan menciumi leher Gwangsin. Isterinya merasa geli. D
Tampaknya bergerak lamban namun Jiu Long bisa mengatasi kecepatan pedang dan Cakar Naga lawannya. Terkadang Jiu Long bergerak cepat sehingga seperti hilang dari pandangan mata. Perlahan namun pasti dua lawannya mulai merasa gentar, Jiu Long tak tersentuh. Jiu Long mengelak dan menangkis tergantung situasi dan serangan lawan. Setiap kali pedang Mok Tang nyaris mencincang tubuh Jiu Long, sekonyong-konyong ada tenaga yang mendorong pedang menebas rekannya sendiri. Begitu Cakar Naga Ciu Tan sering nyasar mengancam Mok Tang."Awas, jangan terpancing, dia menggunakan Si-nio-po-cian- kin (Empat tail menghantam seribu kati), dia ingin mengadu sesama kita." Peringatan Ciu Tan yang disampaikan dalam bahasa Himalaya, benar. Tetapi tidak seluruhnya benar. Jiu Long tidak menggunakan jurus, dia hanya meniru keperkasaan angin yang bisa mengadu benda yang satu dengan benda lainnya.Seratus jurus berlalu, Jiu Long semakin ringan dan leluasa bergerak. Di lain pihak Ciu Tan dan Mok Tang
Jiu Long menghampiri Mayleen dan Gwangsin yang langsung memeluknya. Tiga insan berpelukan mesra. Hwang Mi Hee menghampiri, Jiu Long merangkulnya. Keempat insan itu berpelukan sejenak. Tiga isterinya pada awalnya sangat tegang begitu Jiu Long menantang dua lawan sekaligus. Sekarang mereka amat gembira menyaksikan keunggulan sang suami. Tetapi mereka pun tak bisa menyembunyikan kekagumannya, mereka hampir tak percaya apa yang dilihat, saat Jiu Long mengembangkan jurus yang menghancurkan panggung sekaligus membuat dua lawannya pingsan.Sambil menggigit perlahan telinga kekasihnya, Gwangsin berbisik halus, yang juga didengar Hwang Mi Hee dan Mayleen. "Itu tadi ilmu apalagi, kekasihku?""Itu tadi jurus jatuh cinta, begitulah jika aku jatuh cinta dan bernafsu pada kalian, persis seperti angin prahara," bisiknya sambil tersenyum penuh arti.Penonton yang tadinya lari menghindari balok dan kayu yang beterbangan, kembali lagi ke arena tarung. Mereka bertepuk, memuji kehe
Pertarungan sudah usai. Beberapa hari berkumpul di desa Yinchuan, akhirnya para Pendekar Himalaya mengambil jalan masing-masing. Kim Mei, janda muda yang cantik itu, pergi pada hari pertama, tidak lama setelah pertarungan usai.Tampak seperti tergesa-gesa Kim Mei pamitan kepada semua rekannya. Dia mampir sejenak di rumah mengambil bungkusan pakaian dan kudanya, kemudian pergi. Dia tidak memberitahu tujuannya.Ciu Tan berusaha mencegah, tetapi Kim Mei menolak. Sio Lan berusaha membujuk, "Kakak Mei, ayah mencintaimu, hanya ayah malu mengakuinya. Tadi dia minta aku menyampaikan lamaran. Ia melamar kamu untuk menjadi isterinya."Kim Mei memeluk Sio Lan. "Aku hanya kagum saja pada ayahmu, perasaanku padanya tidak lebih dari itu, sampaikan maaf padanya aku tidak bisa menerima lamarannya. Sekarang ini aku harus pergi mencari jalan hidupku sendiri.""Apakah kamu pergi bertemu dengan pendekar bernama Liang Zhipu itu?"Kim Mei tidak menjawab langsung. Ia ber
Besok adalah hari pertama dari bulan Asadha. Hari itu, hari terakhir bulan Iyestha, tigapuluh hari setelah pertarungan di desa Yinchuan. Sebuah perahu layar besar merapat di pelabuhan Jedung. Kebanyakan penumpang adalah pedagang yang membawa barang dagangan dari Gujarat, Malaka, Dataran Tengah dan India. Kesibukan merambah seputar pelabuhan. Kuli pengangkut barang, para pedagang kuda dan kereta, tukang jaja makanan, semua sibuk menawarkan jasa.Di antara banyak manusia yang lalu lalang, serombongan orang asing menuruni tangga. Di depan sekali, seorang lelaki bertubuh kekar, tinggi jangkung dengan raut wajah keras, ia ketua perguruan Yudistira dari lereng Himalaya. Lelaki separuh baya itu dijuluki Tangan Besi, nama aslinya Yudistira. Dalam kisah Mahabrata, Yudistira adalah tokoh welas asih, bijaksana serta pemimpin dan kakak tertua dari Pandawa Lima bersaudara.Tidak demikian dengan Yudistira dari lereng Himalaya ini. Dia lelaki yang terlalu keras kepala dan selalu ngotot dalam hal pri