Setelah itu, dia keluar dari dalam kamarnya, berjalan mendekati gerobak dimana suara dengkuran panglima kumbang cukup memekakkan telinganya yang sensitif. Pemuda itu tidak berniat mengusik dia kemudian berjalan mendekati bibir pantai yang menderu.Malam ini bulan sabit bersinar terang seperti menggantung diatas permukaan laut, ditemani dengan bintang berkelip indah di langit tanpa awan. Sekarang mungkin pukul dua malam suasana tampak sepi, tidak terdengar lagi derap langkah kuda yang berlalu-lalang di jalanan.Hingga pemuda itu mencari sesuatu untuk diduduki, lalu menemukan sebongkah batu cukup besar yang sedikit menjorok ke pantai. Galuh Tapa pun duduk diatas batu itu, sembari bersila dan mulai memejamkan mata.Sesekali Galuh Tapa merasakan negeri ini tidak asing lagi bagi dirinya, seakan dia pernah memijakkan kaki ditempat ini, melakukan meditasi ditepi pantai.Namun perasaan itu segera ditepisnya, dia kembali memejamkan mata untuk merasakan aliran energi alam pada bentangan luas la
Mendengar perkataan pemuda itu, Sundan Alas hanya tersenyum kecil, dia tidak mempermasalahkan hal itu meski memang tempat duduknya terasa sempit harus berbagi dengan Galuh Tapa.''Paman? Jelaskan padaku, mengenai negeri ini?''Sundan Alas belum menjawab, dia menoleh kearah Galuh Tapa beberapa kali sebelum mengawali ceritanya.Bumi Besemah adalah kerajaan yang makmur dan sangat berkembang, mereka pandai berteman dengan kerajaan lain melalui kerjasama perdagangan maupun politik. Pengaruh kerajaan Bumi Besemah di negeri lain menjadikan negeri ini terkenal dan sangat dihormati.Ada banyak pedagang asing yang singgah ke Bumi Besemah umumnya membeli rempah-rempah seperti pala, itulah kenapa ada banyak petani pala yang ditemui Galuh Tapa di perjalanannya.Sejak moyang mandare, Bumi Besemah mulai berkembang pesat menjadi negeri ternama berkat ke maheran mereka dalam berbisnis. Semboyan Bumi Besemah, menaklukan wilayah tanpa ada pertumpahan darah.''Ketika sebuah negeri selalu bergantung kep
Kinanti kemudian tersentak, dia segera melepaskan dekapan pangeran Rengkeh kemudian merapikan pakaiannya. ''Terimakasih karena anda telah menolongku.''Pangeran itu tersenyum kecil, dia hendak mengatakan sesuatu tapi lidahnya sedikit kaku hingga akhirnya suara seorang mengejutkan dirinya.''Yang mulia, kita tidak bisa terlalu lama disini, kita harus menemui sang Raja. ''Seorang pria seperti seorang pengawal mengingatkan tuannya.''Baiklah, aku mengerti. Ucap Rengkeh kemudian dia menatap Kinanti beberapa saat sebelum pergi. ''Kita akan bertemu lagi, aku pastikan itu.''Kinanti tidak menjawab, dia hanya membalas dengan anggukkan kepala. Setelah pemuda itu masuk kedalam kereta kudanya, gadis itu menatap kolam untuk menatap bayangan jodohnya.Namun alangkah terkejut dirinya, setelah ada sesosok bayangan yang menatap dirinya dari jauh dengan senyum pahit. Wajah jodohnya? Ya, dan sekarang suasana hati pemuda itu mungkin jadi buruk.Sehingga Kinanti mendongakkan kepala buru-buru, menemukan G
Sekitar belasan prajurit dari kerajaan lain sedang berkumpul dilantai atas rumah makan. Mereka sedang berbisik-bisik, membicarakan topik penting yang membahas tentang penculikan cucu Mandare.Salah satu dari mereka memiliki jabatan sebagai senopati, bersenjata tombak panjang dengan dipenuhi rantai-rantai sebagai zirah melindungi tubuhnya. Senopati itu memiliki tanaga dalam besar sebesar level dua, atau setingkat pendekar tanpa tanding dengan empat cakra yang terbuka.''Pangeran Rengkeh telah memasuki istana kerajaan. ''Salah satu dari prajurit itu berbisik pelan, nyaris tidak terdengar. ''Pesta rakyat akan diadakan esok hari tapi pangeran Rengkeh belum memberikan perintah untuk bergerak. Bagaimana menurut anda senopati Rengsur?''Pria yang dipanggil senopati Rengsur belum menjawab, dia masih berpikir cukup keras.Hingga kemudian senopati Rengsur menoleh ke beberapa sisi ruangan itu, lalu berkata pelan. ''Jika pangeran Rengkeh tidak memberikan perintah, maka kita akan bergerak sendiri
Pada saat yang sama, Galuh Tapa sudah mendengar percakapan mereka dari lantai bawah tanpa sedikitpun mereka sadari.Dari semua penjelasan panjang itu, Galuh Tapa menyimpulkan bahwa poin utama adalah Raja Buray dari negeri Alas. Jika orang itu bisa dilumpuhkan, maka semua rencana dari Rengkeh akan gagal.Galuh Tapa lantas keluar dari rumah makan dahulu, sebelum Rengkeh melihat dirinya dan menaruh curiga.''Kanda Galuh, bagaimana hasilnya? ''Kinanti bertanya ketika pemuda itu tiba menemuinya.''Ceritanya sangat panjang, aku tidak yakin bisa menghentikan rencana mereka.''''Apa kita terlalu jauh memasuki urusan Bumi Besemah? ''Kinanti mulai berpikir, jika bukan saatnya mengurusi negeri orang lain.''Dinda Kinan, mereka adalah sekutu dari Kelabang Iblis, ''ucap Galuh Tapa, perkataan pemuda itu berhasil mengejutkan Kinanti. ''Aku mendengarnya sendiri, mereka meletakkan pasukan di dataran Pasmah utuk membatu Kelabang Iblis menaklukkan negeri kita. Dan itu baru permulaan saja, mereka akan m
Tapi hal yang menarik adalah raut wajah serta kulit ratu itu tidak sama dengan wanita kebanyakan. Tentu saja, itu karena Lindang Mayang berasal dari negeri Benua Keling yang memiliki kulit lebih putih dari kulit wanita Bumi Besemah atau pula di Pasmah. Letak negeri Benua Keling disebelah utara dataran Bumi Besemah, butuh menyeberangi lautan untuk tiba di tempat itu. Sebuah negeri makmur yang sudah lama memiliki hubungan kerja sama dengan Bumi Besemah hingga akhirnya Mandare menikahi putri bungsu dari pemimpin itu.Untuk pertama kalinya, Mandare melihat hujan berwarna putih bersih, mungkin itu salju atau apalah namanya?.Baik mandare dan istrinya beserta seluruh prajurit kerajaan menatap Galuh Tapa yang terpaku ditempatnya, sementara Kinanti beberapa kali menyadarkan pemuda itu tapi tidak berhasil.''Pendekar muda...!Pendekar muda! ''Salah satu prajurit mendekati Galuh Tapa dengan wajah marah. ''Aku harap kau segera mengikuti pendekar yang lain! Dan jangan menatap Ratu Lindang Mayang
Sehingga Galuh Tapa dan Kinanti mengikuti jejak para pendekar yang lebih dahulu menemukan batang pohon tersebut. Namun dari tempat ini Galuh Tapa sudah bisa melihat samar-samar sebatang kelapa menjulang tinggi diatas bukit.''Kanda Galuh, bagaimana caranya agar bisa mengambil buah itu sementara tenaga dalam kita tidak bisa digunakan untuk terbang? ''Tanya Kinanti.''Aku akan memanjat pohon itu. ''Jawab Galuh Tapa. ''Aku membutuhkan selendang yang kau gunakan untuk melakukannya.''Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, mereka berdua bisa melihat puluhan pendekar sedang menghadapi siluman sialang yang mungkin jumlahnya ribuan. Siluman itu bersarang tepat di batang pohon kelapa hanya satu beberapa meter dengan permukaan tanah.Dalam beberapa meter, tidak ada satupun tanaman yang tumbuh di lokasi pohon tersebut, tidak ada bahkan meskipun lumut. Kinanti yakin itu dikarenakan oleh racun yang dihasilkan para siluman sialang.Beberapa orang pendekar sudah meregang nyawa ketika
Mendengar perkataan anaknya Rawi Jati tersenyum kecil, dia berencana meletakkan setiap Komandan Kelabang Iblis pada titik yang telah dia lingkari pada peta lebar yang terbuka diatas meja. Didalam pemerintahan wilayah itu disebut Kadipaten, tapi Rawi Jati tidak ingin menyebutkan hal itu dia lebih senang dengan istilah, markas utama.Jadi ada beberapa markas utama yang tersebar di seluruh dataran Pasmah, jika titik itudisambungkan maka akan terbentuk pola binatang, Sebagai simbul kegelapan. Sementara itu, pasukan sekutu akan diletakkan tepat ditengah-tengah markas utama.''Kenapa kami tepat diletakkan ditengah-tengah? ''Senopati Surtanta bertanya, pria itu pemimpin tertinggi pasukan sekutu yang memiliki ilmu kanuragan setingkat pendekar Iblis dan membawa tiga ratus lima puluh prajurit tanpa tanding.Rawi Jati tersenyum kecil, ''itu karena pasukan yang kau pimpin sangat kuat, jika saja sesuatu terjadi di markas utama kalian akan mudah lebih mudah mengirimkan bantuan.''Surtanta mengernyi
"Aku tidak sempat menanyakan hal itu pada ayahku, kedatangan kita bersamaan dengan surat panggilan dari Negri Singunan untuk Ayahanda" ucap Ringgina."Surat dari Negri Singunan?" Galuh Tapa terlihat kecewa."Negri Singunan memberi informasimengenai Putra bungsu mereka. Pangeran Rengkeh dikabarkan belum kembali setelah melakukan Kunjungan ke Negri Bumi Besemah.""Rengkeh?" Galuh Tapa bergumam pelan."Apa kau mengetahui nama itu?" Ringgina bertanya."Ah, aku belum pernah mengenal namapangeran dari Negri Singunan." Galuh Tapa berbohong, tentu saja dia mengetahui Pangeran Rengkeh, karena dia sendirilah yang berhasil mengalahkan pemuda licik itu beserta senopati dan anak buahnya."Tapi jangan risau, Ayahku memang sedang kembali lagi ke Negri Singunan, disini ada tabib hebat yang bisa membuat penawar racun itu, dia adalah kepercayaan Ayahku.""Benarkah?""Ya, aku akan menemui tabib itu besokpagi" Ringgina tersenyum kecil, meski diatidak begitu yakin dapat meminta sangtabib untuk membua
Sehingga Angsa Putih mendesah pelan, lantas menepuk pundak temannya tiga kali. "Ki Santa tidak di undang dalam rapat itu, ketentuan nasip para tawanan tergantung Paduka Raja Jaya Negara beserta pejabat kerajaan. Kita hanya persatuan Hulubalang, bahkan Damar Tirta tidak di undang dalam rapat itu."Ki Jangga menatap mata Angsa putih dengan tajam, untuk beberapa saattidak berkedip sedikitpun. Lantasmengalihkan pandangan pada seributawanan dengan kebencian."Tenangkan perasaanmu kawan! Tidak ada gunanya kau menaruh dendam padatawanan yang tidak lagi berdaya." AngsaPutih menuangkan arak pada dua cawan,kemudian salah satunya disodorkan kepada Ki Jangga. "Akan ada waktunya kau bisa mengamuk sesuka hatimu, tentu saja bukan pada seribu orang di sana yang tidak memiliki kemampuan, atau pula pada tua bangka Ki Santa.Ki Jangga terdiam lagi, kali iniurat-urat di keningnya keluar bak cacingdibalik kulit, tampak sedang berpikirmungkin pula mencerna perkataansahabatnya."Perang belum berhe
"Tawanan?" Ki Jangga berkata geram.Wajah pak tua itu terlihat tergores tipisakibat panah yang melesat ke arahkepalanya. "Aku akan membunuh kaliansemuanya, semuanya!" Dia berteriak keras."Musuh sudah mengaku kalah, tidak adayang berhak untuk membunuh mereka." Ki Santa membantah keputusan Ki Jangga."Tua Bangka, kau bukan orang suci yangbisa menentukan siapa yang layak dan tak layak hidup di sini." Ki Jangga beteriak kesal, ya diantara Sesepuh tua hanya dia yang terluka, bagaimana wajah orang itu tidak merah karena marah atau pula karena malu?"Tidak ada yang boleh membunuh siapapun yang mengaku kalah, menyerah dan mengangkat bendera putih" Ki Santaberkata lagi, menegaskan bahwaucapannya tidak main-main.Orang tua itu melirik beberapa pendekarhebat yang berada di hadapannya satupersatu, bahkan Damar Tirta selaku ketua Persatuan Hulubalang. Terlihat tiada orang yang membantah keputusan orang tua itu, kecuali Ki Jangga."Meski kita dalam medan perang, tapitoleransi hidup haru
Baru saja berdiri, -menyeka darah yangmengalir dari luka di dada akibat tebasan Ki Santa, Angsa Putih segera mematukkepala mereka hingga mati.Hingga Ki Santa tersenyum kecil di kejauhan, dia memang sengaja tidak membunuh mereka berdua agar Angsa Putih tidak merasa kecil hati atau, tidak terlalu terhina. Sudah cukup perselisihan selama ini hanya karena beranggapan-siapa paling hebat dari siapa?Namun terlihat Angsa Putih meludah dua kali, orang tua itu lalu menyapukan pandangan di sekitarnya mencoba menemukan Ki Santa tapi tidak berhasil.Kemudian senyum kecil tersungging dibibirnya yang peot dan berkerut, lalusemenit kemudian terkekeh. "Sekarang aku mengakui, dia lebih hebat dariku. Tuabangka Ki Santa itu, sudah sepatutnyanamanya di kenal di seluruh dunia Persilatan di tanah Pasmah."Hingga kemudian Angsa Putih kembali memasuki kerumunan pertempuran. Dia bergerak cepat, melawan orang-orang yang terlihat cukup kuat. Orang tua itu juga membantu beberapa prajurityang sedang dalam
"Senjatamu besar sekali, tapi bergeraklambat." Kerangka Ireng berkata datar, lali melepaskan kembali dua serangan hingga dua larik cahaya keluar dari matatombaknya, melesat cepat.Damar Tirta harus rela merebahkantubuhnya, menopang dengan telapaktangan kanan. Dua larik cahaya tipis itulewat satu jengkal di atas wajah, terusnyasar dan mengenai lima tubuh di belakang Damar Tirta.Hingga lima detik setelah tubuh orang itu dilewati cahaya -meledak seperti terpanggang.Damar Tirta berdecak kesal, dia memutartubuhnya kemudian secara bersamaanmenjentikkan jari telunjuk. Pedang cahaya miliknya melesat ke arah Krangka Ireng, tapi pria itu memiliki tubuh yang licin, dengan mudah dia menghindari serangan Damar Tirta.Tidak menarik kembali pedangnya Damar Tirta terus melajukan pedang hingga menembus dua puluh orang bawahan Kerangka Ireng. empat kali lipat lebih banyak dibandingkan serangan Pria berzirah perang itu.Baru dalam beberapa menit saja, telahterjadi pertukaran ratusan serangan
Sehingga sontak saja semua prajurit yang mendengar perkataan pria itu berteriak penuh semangat, seolah tubuh mereka mendidih karena marah. Dada mereka berdetak lebih cepat dari sebelumnya, mata mereka nanar tajam menyambut derap penjajah."Teriakan keberanian" Pekik Candi Jaya. "Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup.""Hidup kita untuk mati, mati kita untuk hidup."Sontak pula para prajurit Jalang Pasmahmengikuti teriakan yang bergema darimulut prajurit Bumi Besemah, hingga dalam hitungan detik saja seisi benteng pertahanan dipenuhi teriakan bergema.Ki Santa dan dua orang bersamanya tersenyum kecil di atas tiang menara tertinggi, sebuah kata bijak yang membangkitkan semangat juang, pikirnya.Lalu dua menit kemudian, terdengar suara terompet dari tanduk kerbau berbunyi di sisi paling selatan kemudian disusul suara terompet di sisi paling utara. Lalu setelah itu, genderang perang bertabuh-tabuh, tanda musuh sudah berada di depan mata.Bak semut hitam, musuh berbaris rapimele
Setelah kepergian Galuh Tapa. Bagas Sanjaya adalah orang yang bertanggung jawab penuh atas Markas Periangan. Dia mengatur segala hal sendirian, kecuali jika Tiran Putih sedang memiliki waktu luang untuk memberikan masukan untuknya.Galingga Tirta memang petarung hebat,tapi dia tidak memiliki otak. Kecualibertarung dan menggoda gadis-gadiscantik di tempat ini, tiada hal lain yangdilakukan pemuda itu.Tidak beberapa lama, derap langkah kakikuda tiba-tiba memasuki gerbang Markas Periangan. Ada sekitar dua puluh orang penunggang kuda, dan salah satu dari mereka jelas dikenali Bagas Sanjaya, Rangga rajasa."Patih Bagas Sanjaya" Rangga Rajasa memberi hormat. "Setelah mendengar kalian berhasil menaklukkan markas ini, aku segera menyusul bersama dengan beberapa orang yang lainnya. Jangan khawatir, markas kecil di seberang sungai sangat aman terkendali, sekarang Buja Surut beserta pendekar pemanah dan beberapa pendekar lain bertugas mengatur markas itu."Bagas Sanjaya menarik napas lega.
Hingga terang benderang pikiran Pendekar Janggala setelah tiga benda kegelapan itu hilang dari kepalanya. Sekarang pikirannya terasa lebih jernih, kepalanya terasa lebih ringan dari sebelumnya.Seperti yang di ketahui, susuk Magalahtidak akan bisa di cabut kecuali penggunanya akan mengalami kematian.Tapi Galuh Tapa bisa melakukan hal itu,mungkin saja karena energi alam yangbercampur dengan berkah batu mustika yang ada, atau pula karena nasib baik Pendekar Janggala untuk menebus dosa-dosannya.Lidah Pendekar Janggala terasa kelu untuk beberapa saat, dia hendak mengatakan rasa syukur dan terima kasih tapi suaranya terasa terhenti di kerongkongan. Hanya air mata yang menjawab perkataan Pemuda Pedang Pusaka Lintang Kuning."Terima kasih...terima kasih..." Merah Jambon Barat sujud tiga kali di telapak kaki Galuh Tapa, lalu buru mengangkat tubuh Janggala."Kau harus merawat gurumu dengan baik, lukanya perlu diobati!" ucap Galuh Tapa."Kami akan mengingat kebaikan ini, suatu saat nanti j
Belum sampai kuku tajamnya di wajahGaluh Tapa, tiba-tiba gerakannyaterhenti seketika. Wajah bangganya mulai menyurut.lima detik kemudian dia berteriak kesakitan, tubuhnya tersungkur di permukaan tanah, kedua tangannya mencengkram dada dengan kuat. Pak tua itu berguling tak karuan, darah segar keluar menodai pakaian.Ketika hal itu terjadi, Galuh Tapa tidakingin menunggu lama, segera dia melesat di udara. Dia melepaskan beberapa serpihan batu mustika sebagai senjata tepat mengenai kaki orang tua itu, hingga tubuhnya terpasak di tanah, lalu dua buah lagi senjata secara bersamaan mengenai bahu kiri dan kanan.Pendekar Janggala dalam kondisiterlentang, serpihan tertancap dalam dan terasa panas membara. Tangannya berusaha melepaskan dua pedang yang menancap di bahunya tapi tidak mampu.Nampak belum menyerah, kilatan ungumemancar sesaat lalu dua larik cahayamelesat menuju Galuh Tapa, tapi kali inipemuda itu dapat menangkisnya.Beberapa saat kemudian, suasana ditempat itu menjadi pa