Share

Lebih Dari Sekedar Pernikahan
Lebih Dari Sekedar Pernikahan
Author: Ana_miauw

Satu

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-01-14 11:11:39

Rangga: Ratu adalah teman sekaligus cewek teraneh yang pernah gue kenal. Dia hamil karena kesalahan kita, tapi anehnya dia nggak mau dinikahin. Dia pemegang prinsip nggak menikah dan childfree. Tapi gara-gara gue hidupnya sekarang jadi berantakan.

Ratu: ya, males aja nikah apalagi punya anak. Rasanya dua kata itu nggak pernah terbayang dalam hidup gue. Apalagi kalau nikahnya sama si Rangga--si playboy cap kampak yang misquen. Ogah amat!

****/

Rangga tersentak dari duduknya, ketika tiba-tiba seorang gadis datang melemparkan benda kecil persegi panjang bergaris dua di depan wajahnya.

“Apa ini?” tanya dia tak mengerti maksud Ratu.

“Nggak mungkin lo nggak tau itu benda apa!” katanya.

Rangga melihat baik-baik benda tersebut yang di tengah-tengahnya terdapat dua garis.

“Lo hamil?!” kedua mata pria itu membelalak setelah menyadarinya.

“Menurut lo?” Gadis itu bersekap dan berdecak.

“Sialan! Gara-gara lo gue jadi begini.”

“Lo jangan nyalahin gue doang, ya. Lo sendiri juga ngapain mau-mau aja waktu gue ajakin gituan!”

“Iya terus ini gimana?”

Terdiam. Rangga terdiam selama beberapa lama, sampai akhirnya dia pun berujar.

“Gue ... gue bukannya nggak mau tanggung jawab, tapi jujur gue belum siap jadi seorang ayah. Lagipula, apa kata nyokap sama bokap kita nanti? Mereka bisa marah besar kalau sampai tau hal ini.”

“Ck! Lagian siapa juga yang mau kawin sama elo? Gue emang udah rencana nggak akan nikah seumur hidup. Gue juga mau child free! Tapi gara-gara elo, semua jadi berantakan!” balas sang gadis yang punya trauma dengan yang namanya pernikahan.

“Apa gue gu gurin aja ya, anak ini?” lanjutnya membuat Rangga melotot seketika.

“Jangan gila!” sambarnya, “kita udah ngelakuin dosa besar, masa mau ditambah lagi dengan melakukan hal itu?”

“Ah, terserah, deh. Yang penting gue nggak mau nikah, titik!”

Cewek yang bernama Ratu itu berlalu pergi.

Rangga memang cowok berandalan. Tapi mendengar sendiri seseorang akan melakukan aborsi—terlebih itu anaknya sendiri, tentu saja dia tak mungkin bisa mendengarnya.

***

“Tu! Ratu!” Rangga berlari mengejar Ratu saat jam pulang kantor berakhir.

Namun, Ratu tetap ngodor berjalan tanpa memedulikannya.

Sebenarnya, Rangga sudah mengirimkan pesan sejak semalam. Bahkan menelepon. Tapi jangankan dibalas, dibaca saja tidak.

Tampaknya—Ratu masih sangat marah padanya.

“Ratu!” berkali-kali Rangga memanggil, tetapi Ratu benar-benar tidak peduli. Gadis itu justru mempercepat langkahnya sampai kini dia menyetop taksi yang membawanya pergi.

Rangga meremas rambutnya dengan frustrasi.

“Aargh! Sial!” teriaknya sambil menendang kosong ke arah trotoar.

“Gue harus gimana?”

Perasaan bersalah menghantui Rangga. Membuatnya tak bisa tertidur sepanjang malam.

Padahal hanya sekali mereka melakukannya. Dia benar-benar tak menyangka bahwa kecebongnya berhasil menjadi bayi. Tumbuh di rahim Ratu dan tentu saja akan mengubah hidupnya setelah ini.

Kejadiannya adalah satu setengah bulan lalu di Puncak Bogor, ketika kantor mereka sedang melakukan Family Gathering.

Rangga, entah lupa atau malas, dia tak kembali ke kamarnya sendiri sampai larut malam. Padahal, Rangga sudah mendapat bagiannya sendiri.

Dia yang sudah lelah dengan kegiatannya siang tadi pun ketiduran di kamar yang Ratu tempati.

Dalam keadaan setengah sadar, dia merasa nyaman dan tidak ingin berpindah tempat tidur.

Hingga menjelang paginya, mereka malah kebablasan bersenang-senang tanpa menyadari konsekuensi dari tindakan mereka.

Awalnya mereka iseng, penasaran dan tentunya tak berpikir sampai sejauh itu. Tidak menyangka akan begini akhirnya—sebuah kejadian yang mengubah segalanya di antara mereka.

Baik Ratu maupun Rangga, keduanya tak pernah menganggap mereka orang lain. Di situlah akar masalahnya hingga terjadilah suatu hal yang seharusnya mereka hindari.

“Ngga, lo kalau mau tidur sini gue nggak larang ya, tapi tolong nggak usah banyak gerak kaya belatung gini! Gue jadi nggak bisa tidur lagi tau, nggak?!” ujar Ratu malam itu, kesal karena Rangga tak bisa diam dan terus berguling hingga Ratu merasa terganggu.

“Ck. Gue anu njirr!” balas Rangga membuat Ratu yang membelakanginya kini menoleh dengan ekspresi bingung.

“Anu apa? Lo tuh, kalau ngomong yang jelas, donk!”

“Ya, biasa. Kebiasaan cowok kalau pagi. Ada yang bangun sebelum dia,“ jawab Rangga dengan santainya.

“Lo kalau ngomong yang bener ya, ini di sebelah lo cewek. Cewek tulen! Bukan jadi-jadian. Nggak malu apa?” Ratu sewot.

“Nggak usah sok polos, deh! Kayak nggak pernah aja!” ejek Rangga.

Spontan Ratu melotot. “Maksud lo?!”

“Lo hampir tiap hari lho, keluar makan siang berdua sama Ibra.”

“Cuma makan ya, bukan pacaran! Gue nggak kayak lo yang kalau deket sama cewek langsung diajak mojok di semak-semak!”

“Kejauhan mikirnya, kejauhaaannn!!!” sahut Rangga segera.

“Emangnya cuma elo ya, yang boleh membully gue, sementara gue enggak? Tolong dikondisikan ya, birazinya!”

Krik.... Krik... Krikkk....

Hening menyelimuti suasana antara mereka setelah perdebatan kecil tersebut.

Tidak ada sahutan lagi dari Rangga hingga membuat Ratu kemudian penasaran dan membalikkan tubuhnya lagi untuk menghadap pria itu--yang ternyata tengah melamun menatapi punggungnya dengan tatapan kosong namun penuh arti.

“Kok diem? Lo nggak lagi kesambet kan?” tanya Ratu curiga.

“Sembarangan aja!” sahut Rangga cepat untuk menutupi rasa malunya. Sebelum beberapa saat kemudian dia kembali berkata dengan nada lebih serius, “Nyobain boleh kali ya, Ra?”

“Nyobain apa? Ini masih di topik yang tadi?” balas Ratu segera, rasa ingin tahunya yang semakin besar.

“Iya, gue lagi pengen banget sumpah. Sesekali lah, kita seneng-seneng,” jawab Rangga sambil tersenyum nakal.

Keduanya saling menatap selama beberapa lama dalam keheningan yang aneh namun nyaman. Sebelum sesaat berubah menjadi....

Momen itu terasa seperti sebuah titik balik ketegangan antara keduanya mulai terasa berbeda.

Ada sesuatu di antara mereka yang belum terucapkan. Sebuah rasa yang mungkin telah lama terpendam namun kini mulai muncul ke permukaan.

Rangga merasakan denyut jantungnya semakin cepat. Ratu tampaknya juga merasakan hal serupa.

Dalam keheningan itu, semua kata-kata terasa tidak berarti dibandingkan dengan tatapan mata mereka yang saling bertautan. Sebuah koneksi yang sulit untuk dijelaskan namun sangat nyata bagi keduanya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Dua

    “Temenin gue ke supermarket,” kata Ratu sore itu pada Rangga, karena pemuda itu masih di rumahnya.“Lo mau beli apa? Biar gue yang beliin,” balas Rangga.“Ada lah, lo nggak usah banyak tanya. Yang penting anterin gue aja.” Ratu melangkah keluar rumah lebih dulu, terlihat tak sabaran untuk segera pergi.Dan Rangga baru tahu apa yang dibeli oleh Ratu ketika mereka sampai di supermarket. Ternyata Ratu membeli banyak sekali nanas di keranjangnya.Rangga merasa bingung, tak tahan untuk bertanya, “Buat apa lo beli nanas sebanyak ini, Ra?”“Buat ilangin anak lo!” katanya dengan jelas.“Ratu yang gue kenal nggak sekejam ini,” sarkasnya.“Ya lo pikir enak jadi gue? Lo sih, gampang. Nggak dirugikan dari segi mana aja. Gue yang hamil, nggak bisa ke mana-mana, dimarahin Papa, diomongin banyak orang!”“Semua udah terlanjur, udah jadi, mau diapain lagi?” balas Rangga tak tahu harus berkata apa lagi. “Ya udah, terserah lo deh. Gue udah payah ngingetin lo. Tapi kalau ada apa-apa, tolong jangan pernah

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Empat

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Lima

    “Ngga, takut, Ngga...” ujar Ratu begitu mereka sampai di rumah Rangga. “Nggak ada yang perlu ditakutin, nyokap gue bukan setan,” balas pria itu, “assalamu'alaikum, Bu!”Agak lama keheningan terjadi sebelum akhirnya beliau menjawab salam keduanya dengan suara lirih, “Waalaikumsalam.”Wanita itu keluar dari ruang tengah yang hanya ditutup dengan tirai gorden. Masih dengan memakai mukena, itu sebabnya beliau cukup lama menjawab salam.Raut wajahnya menunjukkan kehangatan, namun tak dipungkiri, ada kesedihan yang tersimpan dibalik tatapannya.“Maaf, Bu. Kita ganggu, ya,” ujar Ratu mencium punggung tangan beliau. “Nggak... udah selesai kok, solatnya. Ngga buatin minum buat Ratu, Ngga. Jangan teh, jus saja. Ibu punya alpukat di kulkas.” Usai berbicara dengan sang anak, Ibu Ratih kembali pada Ratu. “Duduk, Nak. Mau makan apa biar Ibu buatkan.”“Jangan repot-repot, Bu. Aku masih kenyang, kok.” Ratu memaksakan senyumnya. Ratu duduk. Ditemani Bu Ratih di sampingnya. Kecanggungan jelas terasa

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Enam

    “Alhamdulillah sehat, Om,” jawab Rangga. “Masih jualan nasi uduk?”“Masih, Om. Tapi kalau lagi sehat aja. Udah nggak terlalu memaksakan lagi.”“Wahh, sayang banget, ya. Padahal enak banget lho, nasi uduknya. Om pernah coba kan sama teman Om waktu itu di perempatan. Kata teman Om, nasi uduk ibumu yang paling beda. Gurih. Nggak bikin bosan biar kita makannya banyak.”“Ya, mau gimana lagi, Om. Udah faktor usia.”“Udah berapa sih, usia ibumu?”“Agak lupa sih, Om. Tapi yang jelas lebih dari lima puluhan. Soalnya, almarhumah Mbak saya juga usianya udah tiga puluh lebih sekarang.”“Oh, iya iya.” Pak Bandi menyeruput kopinya terlebih dahulu. Pun sama dengan yang Rangga lakukan sehingga beliau bertanya, “Gimana? Beda kan, rasanya?”“Iya, Om. Kopi mana ini?”“Kopinya orang Cisadon, Mas. Asli. Tau Desa Cisadon nggak?”“Waduh, baru dengar itu, Om. Daerah mana ya itu?”“Sentul, tau tidak? Masih kabupaten Bogor sih, Jawa barat. Kapan-kapan deh, Om ajak ke sana sambil motoran.”Sementara itu, di se

    Last Updated : 2025-02-20
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tujuh

    Malam sudah sangat larut, tapi Rangga masih mondar-mandir di kamarnya. Pemuda itu tak bisa tidur, harinya gelisah, pikirannya dipenuhi oleh Ratu, sosok yang kini menjadi pusat dunia kecilnya.Setiap detik terasa sangat lama, membayangkan bagaimana keadaan Ratu saat ini.Terakhir, Ratu berkirim pesan setengah jam yang lalu. Mestinya belum terlalu lama, kan? Namun, Rangga ingin tahu keadaannya lagi sekarang ini, ingin memastikan bahwa Ratu baik-baik saja.Ratu: ya kalau lo kayak gitu terus, nanya-nanya tanpa henti, gue kapan tidurnya, Njir? Gue juga mau istirahat.Balas Ratu setelah Rangga menanyakan kembali kondisi gadis itu.Rangga: Kita ke rumah sakit aja, yuk, Ra. Tapi gue nggak ada uang lebih. Lo ada BPJS kan? Ratu: Dasar kismin. Kismin, tapi nggak punya otak hamilin anak orang. Semestinya kata-kata hinaan seperti ini tidak bisa diterima. Namun karena yang mengucapkannya adalah Ratu, jadi Rangga tak peduli.Terserah dia saja mau bilang apa. Rangga sudah terbiasa dengan ucapan Ra

    Last Updated : 2025-02-21
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Delapan

    "Abang, Papa?” Ratu langsung mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, begitu melihat Abang dan Papanya membuka tirai IGD tempatnya barusan diberikan penanganan. Ia masih menunggu informasi dari mereka tentang kondisinya, serta tahap penanganan selanjutnya. Setelah ditanya-tanya oleh dokter jaga, dipasang infus dan diberikan obat. Kedua laki-laki itu menghampirinya. Marcel, abangnya, mengusap kepala Ratu dan mencium keningnya. “Gimana keadaan Ratu sekarang? Apa yang Ratu rasain?” tanya Marcel. Ratu bisa ketakutan dan kekhawatiran di wajah pria itu. “Nggg.... Pegel sama lemes, Bang. Sampai mata kunang-kunang. Tapi sekarang udah ngga terlalu lagi, kok,” jawab Ratu mencoba memaksakan senyum. Ia sudah berdebar tadinya, membayangkan reaksi papa dan abangnya setelah mereka tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi yang Ratu tangkap dari wajah keduanya justru ketakutan dan kekhawatiran. “Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Jangan main HP,” pesan Marcel. “Aku belum izin ke atasan kalau

    Last Updated : 2025-02-22
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Sembilan

    Dua orang suster datang menemui pasien dan keluarga pasien atas nama Ratu, untuk menginformasikan bahwa Ratu sudah bisa dipindahkan ke ruang perawatan.Mereka sigap membantu mendorong brankar yang ditempati Ratu, ke ruangan yang ada di lantai lima.Di sana, Ratu langsung mendapatkan sarapan paginya, makanan pendamping lain, obat-obatan. Serta vitaminnya. Papa Bandi Setia mendampingi Ratu seorang diri, karena putranya, Marcel, telah meninggalkan rumah sakit.Marcel harus memenuhi janjinya untuk mengantarkan anaknya ke lomba, sehingga ia tidak bisa menunggu Ratu di sini. Toh, sudah ada papa yang menemaninya.Meski begitu, Marcel tetap meminta papanya untuk memberinya kabar tentang kondisi Ratu, sekecil apapun informasi yang didapat, serta tindakan dan keputusan yang akan diambil.Menjelang siang, seorang suster kembali berkunjung dan mengatakan, bahwa dokter kandungan sudah tiba. Ia akan mengantarkan Ratu ke ruang praktik untuk diperiksakan melalui USG.Ratu diantarkan menggunakan kurs

    Last Updated : 2025-02-23

Latest chapter

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Empat Puluh

    “Bu, udah nyampe mana?” “Ini udah di depan,” jawab ibunya terdengar mempercepat langkah. “Ratu ada keluar air. Air apa itu, Bu?” “Air apa? Air ketuban?” jawab ibunya segera. “Ketuban katanya, Ra?” Rangga menatap istrinya yang sekarang sedang nampak kesakitan sembari mengatur napasnya. Rangga memasukkan ponselnya ke dalam kantong, begitu melihat ibunya memasuki kamar. “Nak?” panggil wanita itu pada sang menantu yang masih duduk lemas di atas klosetnya. Suaranya memang terdengar tenang seperti biasa. Tapi raut wajahnya jelas menunjukkan bahwa beliau juga sama paniknya seperti Rangga. “Mules banget, Bu, sampai mual. Tapi kadang muncul kadang ilang,” tutur gadis itu. “Iya itu namanya kontraksi. Ngga, ayo bantu pindahkan istrimu.” Keduanya membantu Ratu keluar dari dalam kamar mandi. “Tapi aku mau mual lagi,” keluhnya memi

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Sembilan

    Akhir bulan yang sibuk. Begitu yang kerap kali dialami oleh para budak korporat menjelang penutupan bulan. Sebab selain banyaknya proyek yang mendekati deadline, mendadak banyak jadwal rapat yang padat. Koordinasi dengan tim menjadi lebih intensif, semua orang berusaha bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas yang tertunda. Di tengah kesibukan itu, ada hal-hal yang sering kali terabaikan di rumah. Salah satu yang paling merasakan dampaknya adalah Ratu, yang kini sedang menjalani kehamilan di trimester ketiga. Perubahan fisik dan emosional yang dialaminya membuatnya lebih sensitif dan lebih banyak menuntut perhatian. Hari ini saja, sudah tiga kali Ratu menelepon. Belakangan, sifat manjanya bertambah, dan keinginannya yang terkadang aneh-aneh membuat Rangga tertegun. Senjatanya adalah anak yang ada di dalam kandungannya itu. Katanya, ini bukan kemauannya, melainkan kemauan

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Delapan

    Masih berada di pusat perbelanjaan yang ada di daerah Jakarta bagian timur.Ratu menunggu dengan gelisah suaminya yang katanya tengah menjemput, namun tak kunjung sampai.Ratu takut kalau-kalau Ibrahim keburu turun dan mendapatinya ternyata berada di sini, bukan di toilet seperti yang dia katakan. Ia malas saja berurusan dengan pria itu apalagi terlibat obrolan atau basa-basi dengannya.“Udah nyampe mana, Ngga?” Ratu menelepon.Dan untungnya, Rangga menjawab, “Udah di dekat lobby, nih.”Alhamdulillah....“Ok, aku keluar sekarang!” Ratu melangkah cepat ke arah lobby dan berharap bisa segera bertemu Rangga.Hingga tak lama kemudian, dia melihat sosok pria mengenakan motor matic dengan helm hitam mendekatinya.“Papa masih di atas, tinggal aja lah, ya,” ujar Ratu setelah mereka tak lagi berjarak.“Ini, nih, akibat kalau seorang istri pergi tanpa izin suami,” cibir Rangga.“Emang aku perginya sama s

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Tujuh

    Perasaan Rangga campur aduk saat memasuki ruangan Ibu Rika. Dia tahu Ibu Rika cukup ramah dan mudah diajak bicara—tidak seperti HRD-HRD lainnya yang pernah dia dengar, tapi Ibu Rika juga bisa sangat tegas dan kritis sewaktu-waktu. Jadi, saat Rangga harus menghadapinya ketika sedang ada sederet masalah serius di dalam timnya, rasa takut itu tetap muncul.“Permisi, Bu.”“Masuk, Ngga!” serunya dari dalam.Hingga ketika Rangga membuka pintu, senyuman ceria wanita yang duduk di balik meja besar itu langsung menyambutnya. “Selamat siang calon papa baru!” ujarnya membuat Rangga bisa merasa sedikit lebih lega.Karena berarti, panggilannya ini bukan sebuah masalah yang serius.“Ah, iya, terima kasih, Bu.” Rangga duduk di kursi yang disediakan.“Viral ya, kemarin?” tanya Bu Rika.Rangga sempat nge-lag sesaat sebelum kemudian dia mengerti, ke mana arah pembicaraan wanita itu, yang tentu saja mengenai viralnya dirinya saat ngojol dan berkasus dengan seorang perempuan gila.“Hah? Oh, i-iya, Bu.”“

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Enam

    Seperti yang telah direncanakan kemarin, hari ini—tepatnya sore setelah Rangga pulang dari kantornya, pria itu menjemput istrinya untuk melakukan pemeriksaan USG.“Pakai mobil aja, Mas. Jangan pakai motor,” ujar papa mertuanya begitu dia tiba di depan rumah.Sementara Ratu sendiri sudah siap berangkat dan menunggunya di depan sana. Tapi roman-romannya dia kecewa setelah mendengar saran yang lebih terdengar seperti perintah dari papanya itu. Dilihat dari wajahnya yang kini cemberut.“Padahal aku pengennya pakai motor.”Nah, kan!Terdengar suara protesnya.“Polusi,” Papanya membalas.Rangga pun tidak punya kesempatan untuk membantah, karena saat ini lelaki itu melempar kunci mobilnya kepadanya.Ya, sudahlah. Toh, lebih aman seperti ini. Lagipula, manut dengan orang tua kan lebih enak.Namun di dalam mobil, sepertinya Rangga harus sabar-sabar mendengar gadis itu menggerutu.Katanya dia punya keinginan untuk langsung jalan-jalan malam ini sepulang mereka dari RS. Naik motor seperti muda-m

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Lima

    “Di suspend?”ulang Ibu Ratih, saat Rangga menuturkan alasan ketidakhadirannya ke kantor hariini. Sebab alih-alih bekerja, ia malah pergi ke Kemang guna untuk melakukan banding.“Di suspend itu dipecat kah?” lanjut beliau, menggunakan istilah yang paling dia mengerti.“Nggak, Bu. Suspend itu bukan putus mitra, tapi dibekukanakunnya. Jadi aku belum bisa jadi kurir atau driver lagi untuk sementara,” jelas Rangga tenang. Berusaha meredakan kekhawatiran ibunya.“Penyebabnya?” kata beliau lagi agar Rangga bisa menjelaskannya lebih lanjut.“Gini...” Rangga mulai menjelaskan semuanya dengan rinci, menggambarkan situasi semalam yang membuatnya terjebak ke dalam masalah ini.Barulah setelah selesai, Ibu Ratih menyimpulkan. “Padahal salahnya bukan di kamu ya, Ngga.”“Itulah. Yang kuheran. Padahal emang orangnya aja yang agak-agak.” ,“Udah gitu dengan pedenya di upload ke sosmed lagi,” sahut Ratu.“Banyak yang nonton, Nak?

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Empat

    Sekilas memang seperti tak ada yang berubah dari Rangga setelah kejadian menegangkan semalam. Namun di dalam hati pria itu, sebenarnya masalah ini sangat mengganggu. Berbagai kekhawatiran muncul di kepalanya; bagaimana kalau dia sampai diputus mitra, kemudian ia tak bisa mendapat kerja sampingan lagi, lalu, setelah itu nasib dia ke depannya akan seperti apa nantinya?Karena kejadian semalam itu juga, Rangga tidak bisa masuk ke kantor hari ini. Tujuannya adalah ke Kemang—head office untuk melakukan banding—proses yang tidak bisa ia tentukan kapan selesainya. Bisa cepat, bisa lambat, tergantung situasi dan kondisi yang ada di sana.Berdasarkan pengalaman dari teman-teman seperjuangan nya yang pernah mengalami hal serupa, mereka selalu bertemu banyak driver/kurir lain yang juga berkepentingan. Jadi bukan tidak mungkin Rangga pun juga akan mengantre.Beruntung, Rangga memiliki bukti. Ia berhasil merekam sebagian akhir percakapan antara dirinya dan pe

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Tiga

    “Katanya mau tidur lagi? Nggak jadi?” tanya Rangga Begitu pak Bandi dan Marcel pergi.“Nggak tau. Udah keburu ilang ngantuknya,” jawab Ratu.“Karena pengen ikut?”Ratu kembali menjawab tidak tahu.“Udah mau jam setengah enam, Ra. Aku pulang dulu kali ya. Mau ganti baju. Kamu mau ikut nggak?” tawar Rangga, karena sejujurnya dia juga tidak tega membiarkan istrinya sendirian di sini.Tetangga Ratu agak berjarak, hingga tak lebih memudahkan siapapun yang memiliki sebuah urusan atau meminta tolong.Lagipula jika menyangkut masalah kepedulian dan kekeluargaan,tetap lebih solid tetangganya sendiri yang ada di RT sebelah.Namun, ini hanya sebuah pemikiran dari seorang suami yang khawatir akan kondisi istrinya yang hamil dengan riwayat pendarahan. Harapannya sih, tidak akan terjadi apa-apa lagi pada istrinya itu.“Tapi aku belum mandi...” balas Ratu.“Nggak papa. Nanti bisa mandi di sana.”Ratu mengambi

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga Puluh Dua

    Memang benar, pada malam itu Rangga bisa tertidur nyenyak. Namun kebiasaannya untuk bangun pagi tetap tak pernah berubah. Beberapa waktu terakhir, ia selalu terbangun sebelum adzan subuh berkumandang, walaupun malam sebelumnya ia merasa begitu lelah. Rangga melihat ke samping. Ratu, istrinya, tampak tertidur damai dengan bantal guling yang dipeluknya erat. Rambutnya yang panjang terurai di atas bantal dan wajahnya memancarkan ketenangan. Rangga mendekatkan wajahnya, embusan napas hangat Ratu menerpa kulitnya yang dingin. Perlahan Rangga mendaratkan kecupannya di kening gadis itu. Dilihatnya lamat-lamat wajah cantik Ratu, kulitnya yang cantik, halus mulus tanpa noda, alisnya yang tebal dan rapi, bulu matanya yang lentik, belum lagi bibirnya yang manis yang membuatnya selalu tergoda. Pikiran Rangga berisik, mengingat bahwa ia bisa melakukan lebih di sini untuk menyalurkan perasaan rindunya. Namun hatinya seolah memasang rambu-rambu, agar dia berhenti. Jika tak ingin lantas mengul

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status