Share

Enam

Author: Ana_miauw
last update Last Updated: 2025-02-20 10:04:28

“Alhamdulillah sehat, Om,” jawab Rangga.

“Masih jualan nasi uduk?”

“Masih, Om. Tapi kalau lagi sehat aja. Udah nggak terlalu memaksakan lagi.”

“Wahh, sayang banget, ya. Padahal enak banget lho, nasi uduknya. Om pernah coba kan sama teman Om waktu itu di perempatan. Kata teman Om, nasi uduk ibumu yang paling beda. Gurih. Nggak bikin bosan biar kita makannya banyak.”

“Ya, mau gimana lagi, Om. Udah faktor usia.”

“Udah berapa sih, usia ibumu?”

“Agak lupa sih, Om. Tapi yang jelas lebih dari lima puluhan. Soalnya, almarhumah Mbak saya juga usianya udah tiga puluh lebih sekarang.”

“Oh, iya iya.” Pak Bandi menyeruput kopinya terlebih dahulu. Pun sama dengan yang Rangga lakukan sehingga beliau bertanya, “Gimana? Beda kan, rasanya?”

“Iya, Om. Kopi mana ini?”

“Kopinya orang Cisadon, Mas. Asli. Tau Desa Cisadon nggak?”

“Waduh, baru dengar itu, Om. Daerah mana ya itu?”

“Sentul, tau tidak? Masih kabupaten Bogor sih, Jawa barat. Kapan-kapan deh, Om ajak ke sana sambil motoran.”

Sementara itu, di sebuah kamar, ada Ratu yang sedang bolak-balik memikirkan sebuah cara agar Rangga cepat pulang sebelum dia mengatakannya. Dia tengah memasang telinganya baik-baik, agar tak ada pembicaraan yang dia lewatkan.

Duhh, gimana caranya ya?

“Oh, iya. Tadi bukannya Mas bilang ada yang mau dibicarakan? Ada apa nih, Mas? Menyangkut Ratu?” lanjut Pak Bandi membuat Ratu semakin panik lagi.

“Eum, iya, Om.” Suara Rangga jelas terdengar gugup.

Detik itu juga, Ratu pun keluar setelah menyambar ponselnya dengan cepat. Dia berpura-pura telepon di hadapan kedua laki-laki itu. Mimik wajahnya, dibuat sangat meyakinkan.

“Iya, Bu? Iya, ini, Rangga ada di sini. Oh, Ya Allah, Bu. Kok, bisa?! Iya, Bu, iya. Segera Ratu sampaikan ke anaknya. Ngga, Ibumu jatuh katanya, Ngga!”

“Ra, lo jangan coba-coba bohongin gue, ya!” Rangga tak percaya.

“Ihh, serius, makanya buka donk, HP lo, jangan ngobrol terus!”

“Ra, nggak lucu bercandaan kek gini!”

“Daripada lo nyalahin gue, buang-buang waktu, mending lo liat sendiri deh, ibu di rumah.”

Rangga pun gegas beranjak dari duduknya dan berpamitan secara tergesa. Lalu mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi.

“Apa Papa perlu ke sana, Ra?” tanya Pak Bandi.

“Ya, kalau Papa mau. Kalau nggak mau ya nggak usah.” Ratu acuh tak acuh.

“Coba Ratu hubungi Mas Rangga atau tetangga dekatnya itu, cari tau kenapa ibunya bisa sampai jatuh, jatuhnya di mana, kenapa bisa sampai seperti itu, dan sekarang di bawa ke rumah sakit mana.”

“Bisa nanti dulu nggak sih, Pa? Masih capek..."

“Tumben Ratu nggak antusias, yang jatuh itu teman Ratu, lho.”

“Males, ah!”

“Ratu bohongin Papa sama Rangga, ya? Padahal tadi Mas Rangga mau ngomong sesuatu sama Papa dan kelihatannya penting.”

“Pa, Ratu ke kamar dulu, ya, capek banget hari ini. Pegal semua badan Ratu. Oh, iya, kasih Ratu uang jajan ya, Pa. Udah berapa lama, ya, Papa nggak kasih Ratu nafkah. Bisa mati lho, Pa, anakmu ini kalau nggak kerja.”

“Kenapa nggak kasih tau Papa kalau uang jajanmu habis?”

“Ya, logika aja kalau pergi berbulan-bulan nggak pernah kasih uang. Aneh banget Papa ini.”

“Papa mana tahu, biasanya mamamu yang ngatur semuanya.”

“Anggap aja papa makan sehari berapa kali, Pa. Dikalikan sebulan, atau seberapa lama kira-kira sebelum. papa kasih uang lagi. Gitu aja ketemu, kok. Dah, ya, Pa. Ratu mau masuk kamar dulu. Laper masak sendiri.”

***

"Sial!” Rangga menendang kosong.

Kesal karena merasa dibohongi. Sebab sesampainya di rumah, ia melihat ibunya baik-baik saja. Tengah melipat pakaian dan tentu saja bingung melihatnya yang panik begitu, menanyakan apakah beliau baik-baik saja.

“Nggak papa, Nak. Ibu nggak papa. Emangnya kenapa, sih?” kata beliau heran.

“Ratu bohongin aku, Bu. Kata dia, tetangga kita telepon kalau ibu habis jatuh.”

Bu Ratih menghela napas kasarnya. Tak heran dengan Ratu dan Rangga yang sifatnya masih kekanak-kanakan. Masih suka saling mengerjai dan iseng.

“Emangnya kenapa? Kok, Rangga sampai di usir secara halus begitu?”

“Itu bukan diusir secara halus, Bu. Tapi secara brutal.”

“Ya sudahlah, dimaafkan saja. Dia cuma lagi bercanda saja mungkin.”

“Nggak lucu, bikin orang jantungan aja.”

“Kapan Rangga bicara sama Papanya Ratu?”

“Itu dia, Bu. Papanya Ratu ada di rumah tadi. Makanya aku mau bicara sama beliau, tapi malah dibohongi. Padahal tadi timingnya sepertinya pas.”

Bu Ratih menghentikan aktivitasnya melipat pakaian agar dia bisa berbicara lebih serius.

“Rangga bisa kan, menghadapi Papanya Ratu sendiri?”

“Ini kesalahanku, Bu. Aku harus bertanggung jawab.”

Bu Ratih mengangguk. Beliau juga memahami bahwa Ratu mungkin masih belum siap jika papanya harus mengetahuinya sekarang.

“Papanya Ratu pasti marah banget ya, Bu, kalau beliau tau. Apalagi Mama dan kakaknya.”

“Makanya berpikir dulu sebelum bertindak, Nak. Jangan bertindak dulu baru mikir belakangan. Karena... ya, beginilah akibatnya.”

Sore itu, suasana masih tampak baik-baik saja. Dan Rangga sudah berencana akan mengatakannya besok pagi, mumpung besok ia libur bekerja.

Tapi pagi sekali, tiba-tiba saja Ratu mengabarkan kalau dirinya mengaku tak enak badan dan mengalami flek.

“Nggaaa, aku takutt...” katanya di sambungan telepon. Padahal sebelumnya Ratu telah berencana untuk meluruhkan anaknya tersebut.

Tapi begitu mengalami semacam ancaman keguguran, Ratu malah ketakutan sendiri. Aneh sekali bukan?

“Ya lo emangnya habis ngapain?” suara Rangga meninggi.

“Nggak ngapa-ngapain, semalam kan aku tidur.”

“Trus yang dimakan?”

“Gue belum makan apa-apa dari semalam, Suneo!”

“Astaga, Ratu!” kesal, Rangga pun menutup teleponnya.

Namun bukan berarti dia tak melakukan apa-apa. Rangga menginstal sebuah aplikasi kesehatan untuk berkonsultasi dengan dokter tentang masalah ini.

Dalam beberapa menit, Rangga kembali menghubungi Ratu lagi agar dia bedrest saja selama seharian ini, seperti saran dokter.

Untuk urusan makanan, Rangga juga yang menyiapkannya dan mengantarnya langsung ke rumah gadis itu.

Dari luar, Rangga menunggu Ratu yang kini berjalan dengan hati-hati menghampirinya.

“Masih flek?” tanya Rangga sambil mengulurkan makanan yang dibawanya.

“Masih, Ngga. Malah tambah banyak,” Ratu tak dapat menyembunyikan kecemasan di wajahnya. “Gimana ini? Aku beneran takut kenapa-kenapa.”

“Ya udah, lo istirahat aja, dulu. Nggak usah ngapa-ngapain dulu. Kalau bokap lo nyuruh apa, bilang aja lagi kurang enak badan.”

“Ini apa, Ngga?”

“Itu masakan ibu. Sayur asem sama tahu tempe, ikannya nila. Vitamin sama obatnya ada di situ sekalian. Udah aman kok, buat bumil.”

“Kalau sampai siang nanti masih begini juga gimana?”

“Makanya lo jangan stress. Kalau stress kondisinya malah tambah parah!”

“Gue yang ngalamin sendiri, mana bisa nggak stress?”

“Kita tunggu dulu sampai besok. Gimana perkembangannya. Yang penting lo terus kabarin kondisi lo ke gue.”

Related chapters

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tujuh

    Malam sudah sangat larut, tapi Rangga masih mondar-mandir di kamarnya. Pemuda itu tak bisa tidur, harinya gelisah, pikirannya dipenuhi oleh Ratu, sosok yang kini menjadi pusat dunia kecilnya.Setiap detik terasa sangat lama, membayangkan bagaimana keadaan Ratu saat ini.Terakhir, Ratu berkirim pesan setengah jam yang lalu. Mestinya belum terlalu lama, kan? Namun, Rangga ingin tahu keadaannya lagi sekarang ini, ingin memastikan bahwa Ratu baik-baik saja.Ratu: ya kalau lo kayak gitu terus, nanya-nanya tanpa henti, gue kapan tidurnya, Njir? Gue juga mau istirahat.Balas Ratu setelah Rangga menanyakan kembali kondisi gadis itu.Rangga: Kita ke rumah sakit aja, yuk, Ra. Tapi gue nggak ada uang lebih. Lo ada BPJS kan? Ratu: Dasar kismin. Kismin, tapi nggak punya otak hamilin anak orang. Semestinya kata-kata hinaan seperti ini tidak bisa diterima. Namun karena yang mengucapkannya adalah Ratu, jadi Rangga tak peduli.Terserah dia saja mau bilang apa. Rangga sudah terbiasa dengan ucapan Ra

    Last Updated : 2025-02-21
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Delapan

    "Abang, Papa?” Ratu langsung mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, begitu melihat Abang dan Papanya membuka tirai IGD tempatnya barusan diberikan penanganan. Ia masih menunggu informasi dari mereka tentang kondisinya, serta tahap penanganan selanjutnya. Setelah ditanya-tanya oleh dokter jaga, dipasang infus dan diberikan obat. Kedua laki-laki itu menghampirinya. Marcel, abangnya, mengusap kepala Ratu dan mencium keningnya. “Gimana keadaan Ratu sekarang? Apa yang Ratu rasain?” tanya Marcel. Ratu bisa ketakutan dan kekhawatiran di wajah pria itu. “Nggg.... Pegel sama lemes, Bang. Sampai mata kunang-kunang. Tapi sekarang udah ngga terlalu lagi, kok,” jawab Ratu mencoba memaksakan senyum. Ia sudah berdebar tadinya, membayangkan reaksi papa dan abangnya setelah mereka tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi yang Ratu tangkap dari wajah keduanya justru ketakutan dan kekhawatiran. “Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Jangan main HP,” pesan Marcel. “Aku belum izin ke atasan kalau

    Last Updated : 2025-02-22
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Satu

    Rangga: Ratu adalah teman sekaligus cewek teraneh yang pernah gue kenal. Dia hamil karena kesalahan kita, tapi anehnya dia nggak mau dinikahin. Dia pemegang prinsip nggak menikah dan childfree. Tapi gara-gara gue hidupnya sekarang jadi berantakan.Ratu: ya, males aja nikah apalagi punya anak. Rasanya dua kata itu nggak pernah terbayang dalam hidup gue. Apalagi kalau nikahnya sama si Rangga--si playboy cap kampak yang misquen. Ogah amat!****/Rangga tersentak dari duduknya, ketika tiba-tiba seorang gadis datang melemparkan benda kecil persegi panjang bergaris dua di depan wajahnya.“Apa ini?” tanya dia tak mengerti maksud Ratu. “Nggak mungkin lo nggak tau itu benda apa!” katanya.Rangga melihat baik-baik benda tersebut yang di tengah-tengahnya terdapat dua garis.“Lo hamil?!” kedua mata pria itu membelalak setelah menyadarinya. “Menurut lo?” Gadis itu bersekap dan berdecak.“Sialan! Gara-gara lo gue jadi begini.”“Lo jangan nyalahin gue doang, ya. Lo sendiri juga ngapain mau-mau aja

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Dua

    “Temenin gue ke supermarket,” kata Ratu sore itu pada Rangga, karena pemuda itu masih di rumahnya.“Lo mau beli apa? Biar gue yang beliin,” balas Rangga.“Ada lah, lo nggak usah banyak tanya. Yang penting anterin gue aja.” Ratu melangkah keluar rumah lebih dulu, terlihat tak sabaran untuk segera pergi.Dan Rangga baru tahu apa yang dibeli oleh Ratu ketika mereka sampai di supermarket. Ternyata Ratu membeli banyak sekali nanas di keranjangnya.Rangga merasa bingung, tak tahan untuk bertanya, “Buat apa lo beli nanas sebanyak ini, Ra?”“Buat ilangin anak lo!” katanya dengan jelas.“Ratu yang gue kenal nggak sekejam ini,” sarkasnya.“Ya lo pikir enak jadi gue? Lo sih, gampang. Nggak dirugikan dari segi mana aja. Gue yang hamil, nggak bisa ke mana-mana, dimarahin Papa, diomongin banyak orang!”“Semua udah terlanjur, udah jadi, mau diapain lagi?” balas Rangga tak tahu harus berkata apa lagi. “Ya udah, terserah lo deh. Gue udah payah ngingetin lo. Tapi kalau ada apa-apa, tolong jangan pernah

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Empat

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

    Last Updated : 2025-01-14
  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Lima

    “Ngga, takut, Ngga...” ujar Ratu begitu mereka sampai di rumah Rangga. “Nggak ada yang perlu ditakutin, nyokap gue bukan setan,” balas pria itu, “assalamu'alaikum, Bu!”Agak lama keheningan terjadi sebelum akhirnya beliau menjawab salam keduanya dengan suara lirih, “Waalaikumsalam.”Wanita itu keluar dari ruang tengah yang hanya ditutup dengan tirai gorden. Masih dengan memakai mukena, itu sebabnya beliau cukup lama menjawab salam.Raut wajahnya menunjukkan kehangatan, namun tak dipungkiri, ada kesedihan yang tersimpan dibalik tatapannya.“Maaf, Bu. Kita ganggu, ya,” ujar Ratu mencium punggung tangan beliau. “Nggak... udah selesai kok, solatnya. Ngga buatin minum buat Ratu, Ngga. Jangan teh, jus saja. Ibu punya alpukat di kulkas.” Usai berbicara dengan sang anak, Ibu Ratih kembali pada Ratu. “Duduk, Nak. Mau makan apa biar Ibu buatkan.”“Jangan repot-repot, Bu. Aku masih kenyang, kok.” Ratu memaksakan senyumnya. Ratu duduk. Ditemani Bu Ratih di sampingnya. Kecanggungan jelas terasa

    Last Updated : 2025-01-14

Latest chapter

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Delapan

    "Abang, Papa?” Ratu langsung mengalihkan pandangannya dari layar ponsel, begitu melihat Abang dan Papanya membuka tirai IGD tempatnya barusan diberikan penanganan. Ia masih menunggu informasi dari mereka tentang kondisinya, serta tahap penanganan selanjutnya. Setelah ditanya-tanya oleh dokter jaga, dipasang infus dan diberikan obat. Kedua laki-laki itu menghampirinya. Marcel, abangnya, mengusap kepala Ratu dan mencium keningnya. “Gimana keadaan Ratu sekarang? Apa yang Ratu rasain?” tanya Marcel. Ratu bisa ketakutan dan kekhawatiran di wajah pria itu. “Nggg.... Pegel sama lemes, Bang. Sampai mata kunang-kunang. Tapi sekarang udah ngga terlalu lagi, kok,” jawab Ratu mencoba memaksakan senyum. Ia sudah berdebar tadinya, membayangkan reaksi papa dan abangnya setelah mereka tahu apa yang terjadi pada dirinya, tapi yang Ratu tangkap dari wajah keduanya justru ketakutan dan kekhawatiran. “Ya udah, kamu istirahat aja dulu. Jangan main HP,” pesan Marcel. “Aku belum izin ke atasan kalau

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tujuh

    Malam sudah sangat larut, tapi Rangga masih mondar-mandir di kamarnya. Pemuda itu tak bisa tidur, harinya gelisah, pikirannya dipenuhi oleh Ratu, sosok yang kini menjadi pusat dunia kecilnya.Setiap detik terasa sangat lama, membayangkan bagaimana keadaan Ratu saat ini.Terakhir, Ratu berkirim pesan setengah jam yang lalu. Mestinya belum terlalu lama, kan? Namun, Rangga ingin tahu keadaannya lagi sekarang ini, ingin memastikan bahwa Ratu baik-baik saja.Ratu: ya kalau lo kayak gitu terus, nanya-nanya tanpa henti, gue kapan tidurnya, Njir? Gue juga mau istirahat.Balas Ratu setelah Rangga menanyakan kembali kondisi gadis itu.Rangga: Kita ke rumah sakit aja, yuk, Ra. Tapi gue nggak ada uang lebih. Lo ada BPJS kan? Ratu: Dasar kismin. Kismin, tapi nggak punya otak hamilin anak orang. Semestinya kata-kata hinaan seperti ini tidak bisa diterima. Namun karena yang mengucapkannya adalah Ratu, jadi Rangga tak peduli.Terserah dia saja mau bilang apa. Rangga sudah terbiasa dengan ucapan Ra

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Enam

    “Alhamdulillah sehat, Om,” jawab Rangga. “Masih jualan nasi uduk?”“Masih, Om. Tapi kalau lagi sehat aja. Udah nggak terlalu memaksakan lagi.”“Wahh, sayang banget, ya. Padahal enak banget lho, nasi uduknya. Om pernah coba kan sama teman Om waktu itu di perempatan. Kata teman Om, nasi uduk ibumu yang paling beda. Gurih. Nggak bikin bosan biar kita makannya banyak.”“Ya, mau gimana lagi, Om. Udah faktor usia.”“Udah berapa sih, usia ibumu?”“Agak lupa sih, Om. Tapi yang jelas lebih dari lima puluhan. Soalnya, almarhumah Mbak saya juga usianya udah tiga puluh lebih sekarang.”“Oh, iya iya.” Pak Bandi menyeruput kopinya terlebih dahulu. Pun sama dengan yang Rangga lakukan sehingga beliau bertanya, “Gimana? Beda kan, rasanya?”“Iya, Om. Kopi mana ini?”“Kopinya orang Cisadon, Mas. Asli. Tau Desa Cisadon nggak?”“Waduh, baru dengar itu, Om. Daerah mana ya itu?”“Sentul, tau tidak? Masih kabupaten Bogor sih, Jawa barat. Kapan-kapan deh, Om ajak ke sana sambil motoran.”Sementara itu, di se

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Lima

    “Ngga, takut, Ngga...” ujar Ratu begitu mereka sampai di rumah Rangga. “Nggak ada yang perlu ditakutin, nyokap gue bukan setan,” balas pria itu, “assalamu'alaikum, Bu!”Agak lama keheningan terjadi sebelum akhirnya beliau menjawab salam keduanya dengan suara lirih, “Waalaikumsalam.”Wanita itu keluar dari ruang tengah yang hanya ditutup dengan tirai gorden. Masih dengan memakai mukena, itu sebabnya beliau cukup lama menjawab salam.Raut wajahnya menunjukkan kehangatan, namun tak dipungkiri, ada kesedihan yang tersimpan dibalik tatapannya.“Maaf, Bu. Kita ganggu, ya,” ujar Ratu mencium punggung tangan beliau. “Nggak... udah selesai kok, solatnya. Ngga buatin minum buat Ratu, Ngga. Jangan teh, jus saja. Ibu punya alpukat di kulkas.” Usai berbicara dengan sang anak, Ibu Ratih kembali pada Ratu. “Duduk, Nak. Mau makan apa biar Ibu buatkan.”“Jangan repot-repot, Bu. Aku masih kenyang, kok.” Ratu memaksakan senyumnya. Ratu duduk. Ditemani Bu Ratih di sampingnya. Kecanggungan jelas terasa

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Empat

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Tiga

    Kembali ke tempat kerja.Tak Rangga sangka, ternyata hari ini Ratu sudah bisa kembali bekerja. Gadis itu datang bersama Sabila.“Nah, tuh, udah balik kerja lagi Si Ratu,” ujar Putra pada Rangga, “dicariin tuh, sama Yayang, Ra. Kangen katanya.”Ratu terkekeh. “Resek lo!”“Udah sembuh, Ra? Katanya lagi kurang fit?” tanya pria itu lagi.“Cuma meriang doang, kok.”“Meriang, merindukan kasih sayang.”“Lo kali tuh, yang begitu.”“Udah jadian ya kalian? Kok, makin lengket aja kelihatannya. Kemaren gue lihat kalian di Extraindo,” sahut Adisty membuat semua memusatkan pandangannya pada kedua orang tersebut.“Oh, udah pada ketemuan ternyata lo berdua? Ngomong donk, jangan diem bae, heeuuu, dasar playboy cap kampak,” Putra menimpali.“Apaan sih? Bukan urusan lo, berisik aja!” Rangga jadi sewot. Dia juga menjelaskan, ia hanya mengantar Ratu membeli buah, itu saja. Jam kerja di mulai, semua mulai menyalakan layarnya. Sesekali Rangga melirik Ratu yang saat ini tengah fokus sendiri. Dia mengirim pe

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Dua

    “Temenin gue ke supermarket,” kata Ratu sore itu pada Rangga, karena pemuda itu masih di rumahnya.“Lo mau beli apa? Biar gue yang beliin,” balas Rangga.“Ada lah, lo nggak usah banyak tanya. Yang penting anterin gue aja.” Ratu melangkah keluar rumah lebih dulu, terlihat tak sabaran untuk segera pergi.Dan Rangga baru tahu apa yang dibeli oleh Ratu ketika mereka sampai di supermarket. Ternyata Ratu membeli banyak sekali nanas di keranjangnya.Rangga merasa bingung, tak tahan untuk bertanya, “Buat apa lo beli nanas sebanyak ini, Ra?”“Buat ilangin anak lo!” katanya dengan jelas.“Ratu yang gue kenal nggak sekejam ini,” sarkasnya.“Ya lo pikir enak jadi gue? Lo sih, gampang. Nggak dirugikan dari segi mana aja. Gue yang hamil, nggak bisa ke mana-mana, dimarahin Papa, diomongin banyak orang!”“Semua udah terlanjur, udah jadi, mau diapain lagi?” balas Rangga tak tahu harus berkata apa lagi. “Ya udah, terserah lo deh. Gue udah payah ngingetin lo. Tapi kalau ada apa-apa, tolong jangan pernah

  • Lebih Dari Sekedar Pernikahan   Satu

    Rangga: Ratu adalah teman sekaligus cewek teraneh yang pernah gue kenal. Dia hamil karena kesalahan kita, tapi anehnya dia nggak mau dinikahin. Dia pemegang prinsip nggak menikah dan childfree. Tapi gara-gara gue hidupnya sekarang jadi berantakan.Ratu: ya, males aja nikah apalagi punya anak. Rasanya dua kata itu nggak pernah terbayang dalam hidup gue. Apalagi kalau nikahnya sama si Rangga--si playboy cap kampak yang misquen. Ogah amat!****/Rangga tersentak dari duduknya, ketika tiba-tiba seorang gadis datang melemparkan benda kecil persegi panjang bergaris dua di depan wajahnya.“Apa ini?” tanya dia tak mengerti maksud Ratu. “Nggak mungkin lo nggak tau itu benda apa!” katanya.Rangga melihat baik-baik benda tersebut yang di tengah-tengahnya terdapat dua garis.“Lo hamil?!” kedua mata pria itu membelalak setelah menyadarinya. “Menurut lo?” Gadis itu bersekap dan berdecak.“Sialan! Gara-gara lo gue jadi begini.”“Lo jangan nyalahin gue doang, ya. Lo sendiri juga ngapain mau-mau aja

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status