Beranda / Romansa / Lara Cinta / Suruh Dia Masuk

Share

Suruh Dia Masuk

Penulis: Neza Visna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

‘Apa tidak bisa denganku?’ Deril menelan sisa kalimat itu di hatinya.

Dengan dia? Sudah syukur, gadis itu masih mau bertemu dengannya.

“Gue? Gue cukup bahagia dengan keadaan sekarang.”

Ayahnya kembali stabil, kakaknya mulai membangun keluarga baru, ibunya kembali bisa tersenyum. Rasanya, Anira sudah mendapat banyak sekali berkah. Hingga dia tidak berani berharap lebih.

Dia takut keserakahannya akan membuatnya kehilangan semuanya.

“Aku juga cukup puas dengan keadaan sekarang,” tirunya. “Jadi? Kita berteman sekarang?”

Deril menjulurkan tangannya. Anira menatap tangan itu sejenak. Kemudian menyambutnya. “Tentu saja, kita selalu berteman.”

Berteman? Keputusan ini apa sudah ketuk palu? Apa ini satu-satunya yang bisa dia harapkan? Pertemanan? Deril menelan ludahnya getir.

Dia ingin mencoba optimis, kalau ini adalah awal baru bagi mereka. Namun, senyum di wajah Anira membuatnya ragu. Masih ada kemungkinan untuknya, kan?

“Ah iya, aku Cuma mau kasih tahu, aku dan Zeva Cuma berteman. Kami s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lara Cinta   Anira dan Sepeda Motor

    “Lo kenapa sih? Mabuk?” Anira mengerutkan kening bingung, akhir-akhir ini, Reksa sering sekali mengeluarkan candaan yang membuatnya terdiam.“Kenapa? Lo langsung panik? Nggak kaya gue minta lo langsung nikahin gue, kan?” pancing Reksa lagi.“Reksa! Please! Gue beneran takut!” Membayangkannya saja, berhasil membuat Anira merinding. Cara bicara Reksa, selalu sama, sehingga dia sulit membedakan apakah pria itu serius, atau bercanda.“Coward.”“Biarin!” Anira merasa ada gejolak di dadanya, mendengar cemoohan itu. “Kalau gue iyain, lo juga gantian panik paling!” balasnya tidak mau kalah.“Kenapa nggak lo coba?”“Coba apa?”“Iyain.”Anira benar-benar kehabisan kata-kata kali ini. “Nggak jelas! Gue tidur dulu! Bye!” Seakan menghindari penagih utang, Anira langsung mengakhiri panggilan itu begitu saja.Dia merasa wajahnya panas, langkahnya sedikit melayang saat beranjak. Anira mencuci wajahnya di kamar mandi.Kemudian menatap pantulan wajahnya sendiri di cermin. ‘Reksa itu sahabatmu! Apa y

  • Lara Cinta   Mengejar Cinta Anira

    Anira mengerutkan kening. “Lo sakit?” Dia mengakui kalau sikapnya tadi sedikit tidak sopan. Namun, dia tidak menyangka kalau reaksi Deril akan sedrastis ini.Reksa bergegas merangkul bahu Deril. “Lo mau tahu kami bicara tentang apa? Biar gue yang cerita.” Merasakan tubuh Deril memberontak, dia berbisik dengan suara lirih. “Lo akan menyesal, kalau buat keributan lagi di sini.”Seketika Deril terdiam, mencerna ucapan sahabatnya itu. Hatinya terasa panas, matanya menatap tajam ke arah Reksa, marah.Tidak peduli dengan reaksi Deril, Reksa menarik pria itu menjauh dari sana. Ketika melewati Anira, dia mengangguk tipis, menenangkan gadis itu. “Thank you,” gumam Anira tanpa suara. Dia orang baru di tempat ini, bermasalah dengan dua orang bos itu di depan karyawan lain bukanlah sesuatu yang ingin dia lakukan.Anira hendak menuju ruangannya, ada berkas yang harus dia urus hari ini. Apa yang terjadi antara Deril dan Reksa sama sekali tidak mempengaruhi harinya.Dia sudah mulai te

  • Lara Cinta   Strategi Baru Deril

    Wajah Reksa menegang, menahan murka, dia mempercepat langkahnya, kembali ke ruangan Deril. Membuka pintu itu kasar, dan mendorong Velma ke dalam. Saking terkejutnya, Velma sama sekali tidak bisa melawan.Kakinya sempoyongan berusaha mengembalikan keseimbangannya.“Reksa! Lo ngapain!” Deril menghampiri adiknya itu, dan menangkapnya. Dia kemudian menatap Reksa marah. “Ini kantor! Bukan hutan! Bilang sama adek lo, nggak usah teriak-teriak!” Reksa menatap Velma dingin. “Kalau gue tahu, lo ngejelek-jelekin Anira lagi, nama lo akan blacklist di kantor ini!”Kerutan di kening Deril sama sekali belum hilang. Sementara itu wajah Velma pucat pasi. Meski Reksa terus bersikap dingin padanya, tidak pernah sekalipun dia marah besar pada Velma sampai seperti ini.Apa dia benar-benar mengenal Reksa? Pertanyaan itu terlintas sekilas di benaknya, tapi dia dengan cepat membantahnya. Dia adalah perempuan yang paling mengenal Reksa. Bertahun-tahun sudah dia mencintai pria itu.“Apa yang gue

  • Lara Cinta   Strategi Reksa

    Reksa hendak bersaing dengannya? Siapa takut? Kalau Anira tidak bekerja di tempat in, dia akan sulit mendekati Anira, apalagi sampai kembali dekat dengannya. Reksa punya kesempatan yang jauh lebih besar.Tetapi, selama gadis itu bekerja satu perusahaan dengannya, dia punya berbagai alasan untuk berbicara dengan gadis itu.Lima tahun, Reksa masih berada di titik yang sama. Dia masih punya kesempatan, kan?Tidak lama setelah permintaan Reksa ke kantor pusat Anira disetujui, berita itu sampai ke Anira.“Apa? Ditambah? Tapi kenapa?” Kening Anira berkerut. “Dalam tiga bulan, proyek ini sudah masuk tahap lanjutan. Kita semua sepakat, kalau tahap selanjutnya akan di-handle sama atasan kan?” Anira benar-benar tidak mengerti, finishing proyek ini bukanlah tanggung jawabnya, ada orang dari divisi berbeda yang bertanggung jawab. “Kamu di sana Cuma untuk ngawasin kok, dari sini tetap akan dikirim orang.”“Kenapa?” Dia masih tidak habis pikir. Keberadaannya di sini setelah tiga bulan, tida

  • Lara Cinta   Bahagia Anira

    “Apa yang mau dilihat!” Anira mendorong wajah Reksa kuat, hingga wajah pria itu berpaling ke kiri. Dengan cepat, Reksa berpaling kembali menatap Anira lekat. “Masih kelihatan tua?”Saat itu, Anira merasa tenggorokannya terasa sangat kering. “Tua! Lo tua!” gumamnya cepat, suaranya sedikit serak. “Lo nggak perlu dekat-dekat, gue belum rabun!”Anira hendak menyentuh pipi Reksa dan mendorongnya menjauh, tapi tiba-tiba dia merasa sangat canggung, ujung jarinya otomatis melengkung ke dalam. Mendadak, dia merasa seperti melakukan suatu yang salah. Dia akhirnya menghentikan niatnya, dan memilih mengibaskan tangannya dekat wajah pria itu. “Mundur, mundur, nanti rambut lo jatuh di atas makanan!”Reksa tertawa marah, tidak cukup menuduhnya tua, gadis ini juga mengatakan kalau rambutnya rontok? Dia memegang tangan Anira berani dan meletakkannya di rambutnya. “Coba lo periksa, rontok, nggak?”Senasi helaian rambut itu berada di tangannya, tidak bisa dideskripsikan. Reksa selalu menjag

  • Lara Cinta   Berubah Pikiran

    Anira terdiam, langkahnya bahkan terhenti. Dia menatap lekat Reksa, menunggu pria itu mengatakan kalau dia hanya bercanda. “Gimana, menurut lo?”Cukup sudah! Anira menginjak keras kaki Reksa. Lalu meninggalkan pria itu dengan langkah panjang.Sepatu yang dikenakan Anira hari ini memiliki hak pendek tapi cukup tajam. Mulut Reksa terbuka, mengeluarkan teriakan tanpa suara. Dia merasa kakinya ditusuk oleh besi tajam. Ngilu dan perih bercampur jadi satu.Kalau tidak karena malu, mungkin dia sudah berteriak di sini sekarang. Anira tidak menahan diri sama sekali, menumpukan seluruh tenaganya untuk menginjak kakinya.Sepertinya dia benar-benar membuat gadis itu kesal kali ini. Dengan langkah sedikit pincang, dia menyusul gadis itu keluar.Dia menemukan Anira sedang duduk di atas meja motor dengan wajah ditekuk. Dia menatap tajam Reksa. ‘“Lo bener-bener marah?”“Menurut lo? Candaan lo tadi udah kelewatan! Sama sekali nggak lucu! Lo salah makan apa sih beberapa hari ini?” Semua y

  • Lara Cinta   Terpaku Ketakutan

    “Ma, apa terjadi sesuatu?”Perasaan Anira saat itu benar-benar tidak enak. Rasanya seperti ada laba-laba merayapi punggungnya, membuatnya panik seketika. “Papa baik-baik saja, kan?”Ibu Anira terdiam, dia tidak langsung menjawab. Namun, menarik Anira untuk duduk di teras. Gerakan ibunya itu membuat Anira semakin panik. “Ma, papa kenapa? Aku masuk dulu, biar aku lihat papa.” “Tunggu dulu! Kamu duduk! Mama mau bicara.”Hati Anira terbelah, antara duduk dan masuk ke dalam. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk duduk. Kalau ibunya masih bisa bersikap begini, berarti semuanya tidak seburuk itu kan? Pikirnya mencoba positif terhadap apa yang terjadi.“Kenapa, Ma?”Anira menatap lekat wajah ibunya, di bawah sinar lampu malam itu, kerutan di wajah ibunya semakin jelas terlihat. Hatinya teriris, saat menyadari hal itu.Hal tersulit yang dihadapi setiap anak, adalah menyadari kalau orangtuanya sudah tidak muda lagi. Kerutan-kerutan tanda perjuangan atas kehidupan itu membuatnya menyadari k

  • Lara Cinta   Ada Apa Dengan Reksa?

    Tatapan itu begitu bening, tapi penuh arti. Seolah banyak kata yang hendak terucap, tapi mulut tidak mampu berkata-kata. “Pa, please.” Mata wanita paruh baya itu sudah berkaca-kaca. Ayahnya masih membisu. Matanya sama sekali tidak berkedip, menatap mereka berdua.Anira jauh lebih sigap, dia langsung mengambil ponselnya. “Sebentar, aku akan telepon Kak Leo dulu.” Sejenak kemudian dia tertegun. “Atau ambulan?” Tangannya sedikit bergetar. “Papa selalu bikin kalian khawatir.”Anira membeku. Telinganya masih menempel di ponsel. “Halo, Ra? Ada apa?”Suara Leo terdengar di telinganya, terdengar sangat jauh. “Kak, nanti aku telepon lagi.” Dia mengakhiri panggilan itu sepihak, tanpa mengalihkan pandangan dari ayahnya. “Pa, papa baik-baik saja?”Perlahan ayah Anira mulai bangkit duduk. Dengan sigap Anira dan ibunya membantu. “Papa mau minum dulu?”Pria itu menggelengkan kepalanya. “Kamu baru pulang?”Anira mengangguk, meski ayahnya telah menjawab, dia tetap memberikan segelas

Bab terbaru

  • Lara Cinta   Harus Bicara

    Ia hanya bisa menatap Velma tersenyum sembari menyantap makanannya. Zeva akhirnya memilih memendam sisanya di hatinya.Gadis itu memutuskan akan berusaha bersikap senetral mungkin. Keadaan sudah cukup ricuh tanpa ia harus ikut berkecipung di air keruh itu. Mereka hampir selesai makan, ketika ponsel Velma berbunyi. Ekspresi di wajah gadis itu menjadi semakin ceria, ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan itu.“Kak Reksa nge-chat gue!” Ini semua bagai mimpi, sesuatu yang tidak akan berani dia harapkan lagi setelah kejadian beberapa tahun lalu. Untuk sejenak, Velma menjadi semakin yakin, kalau usahanya selama ini membuahkan hasil.Reksa pada akhirnya melunak dengan persistensinya dan bersedia membuka hati terhadapnya sekali lagi. Velma merasa dia nyaris melayang saat ini.Secepat kilat dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang dikirim Reksa itu. Namun, begitu matanya melihat, seluruh senyum di wajahnya lenyap seketika.Reksa [Sorry, Vel. Tadi gue nggak sempat bilang, gu

  • Lara Cinta   Singa Muda

    Setelah Deril mengatakan itu, ia menatap Velma lama, memastikan kalau adiknya itu tidak akan berteriak lagi barulah dia melepas mulut adiknya itu.Velma menarik napas serakah, lalu memukul Deril keras. “Kalau lo teriak, gue beneran bakal blacklist lo dari kantor ini!”Velma yang tadinya hendak membentak Deril jadi sedikit ciut juga mendengar ancaman kakaknya itu. “Reksa nggak pernah ngasih gue harapan? Tapi, dia juga nggak pernah punya pacar, Kak!”“Jadi, kalau Reksa punya pacar, lo bakal mundur?” selidik Deril tajam. Dalam hati, ia harap-harap cemas saat menanyakan itu. Hatinya condong menginginkan Velma akan menjawab ya.Ia benar-benar ingin adiknya itu berhenti terobsesi pada Reksa. Kemungkinan sahabatnya itu akan membalas perasaan Velma, lebih rendah daripada nol.“Nggak usah membicarakan hal yang belum terjadi!” elak Velma langsung. Nada suaranya meninggi tatapannya berubah murka.Saat itu, Deril menyadari kalau keputusannya menyuruh Reksa menyembunyikan hubungannya d

  • Lara Cinta   Bukan Adik Kakak

    Deril mengangkat bahunya, seakan dia baik-baik saja. “Gue nggak pernah berpikir gitu. Lo yang terlalu overthinking. Mungkin lo ngerasa bersalah?”“Lo yang bilang, gue bisa ngejar Anira!” Reksa memperingatkan. “Jangan bilang, sekarang lo nyesal?” “Gue nggak nyesal!” Cepat Deril membantah. Namun, penyangkalan itu terjadi terlalu cepat, seolah dia hendak menutupi sesuatu. “Gue Cuma mau tahu, itu saja.”“Sekarang lo udah tahu, kan? Kayang gue bilang tadi, tidak usah sampaikan ini ke Anira dulu.”Setelah menyampaikan itu, Reksa langsung berbalik badan, mendahului Deril menjauh dari sana. Deril termenung, tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Perasaannya berkecamuk hebat. Sejujurnya, tidak ada pria yang lebiih dia percaya selain Reksa.Kalau memang dia tidak bisa bersama Anira, ia ingin gadis itu tetap berada di tangan yang tepat. Namun, merelakan wanita yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya bukan hal mudah ternyata. Melihat Reksa sudah berjalan semakin jauh, Deril

  • Lara Cinta   Perseteruan Sahabat

    Reksa menghela napas panjang. Apa lagi memangnya yang bisa dia katakan. Ia hanya bisa membiarkan Anira melakukan sesukanya.Anira menahan senyumnya, cukup puas melihat ekspresi pasrah di wajah kekasihnya itu. Sekarang, ia tahu daripada malu-malu dan terus digoda Reksa. Bersikap sama beraninya dengan pria itu dan membalas Reksa, jauh lebih efetif ternyata.Dia bersandar di bahu pria itu, mengusap pipinya lembut, dan bahkan sesekali mengusap lengan Reksa lembut.Tentu saja, dia berani seperti ini, hanya ketika dia tahu kalau mereka sedang berada di jalan dan Reksa tidak bisa melakukan apapun untuk membalasnya.Dengan Anira terus menempel rapat mengganggu Reksa dan pria itu yang setengah hati berusaha menghindar, mereka akhirnya tiba di kantor.Begitu mobil itu terparkir rapi di parkiran, secepat kilat Anira langsung melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu. “Kita sudah sampai!Anira tahu kalau Reksa tidak akan melepaskannya begitu saja begitu mobil itu berhenti. Jadi, dia h

  • Lara Cinta   Tergoda

    Terlebih ketika dia mengatakan semua itu di depan orangtua Anira. Dia tidak ingin mendapatkan skor negatif di awal hubungannya dengan Anira.“Ckk!” Anira mendecakkan lidahnya kesal, kaerna tidak ada satu orang pun yang ada di pihaknya kali ini.“Perempuan jangan berdecak gitu! Nggak sopan!” Anira ingin sekali mengacak rambutnya frustrasi. Kedua orangtuanya cepat sekali berubah, termasuk mengontrol perilaku yang biasa juga dia tunjukan di depan Reksa, jadi terkesan kurang ‘perempuan’ di mata ibunya dan mungkin juga ayahnya.“Iya, Ma.” Tahu dia tidak akan pernah menang berdebat dengan ibunya, Anira langsung mengiyakan saja. Reksa menahan tawanya, dan memilih lanjut berbicara dengan ayah Anira. Hingga selesai sarapan. Saat makan, ia melirik Anira dan menemukan ujung bibir gadis itu masih cemberut, meski sembari menyantap makanannya.Reksa menyentuh lutut gadis itu lembut, di saat kedua orangtua Anira tidak memperhatikan dan menepuknya lembut. “Kalau kamu mau, kita bisa nai

  • Lara Cinta   Terasa Salah

    “Bicara apa?” Anira mengerutkan keningnya. Namun, sebelum Reksa menjawab, dia langsung teringat. “Tadi, Deril sempat mau bicara, tapi nggak jadi. Terus tadi, dia juga nelepon tapi aku nggak tahu apa yang mau dia bicarakan.”“Kamu udah telepon balik?”Dengan polos Anira menggelengkan kepalanya. “Tapi, pesannya udah gue bales, tenang saja.” Reksa masih merasa mengganjal dengan perubahan panggilan Anira padanya yang terus berubah-ubah. Namun dia tidak lagi berkomentar. “Kamu tahu apa yang mau dibicarakan Deril?”Anira menggeleng. “Lo pikir, dia curiga tentang hubungan kita? Lo sih terlalu blak-blakan!” omelnya. “Ah, tapi mungkin juga nggak. Mungkin dia Cuma mau bilang ke kita kalau Velma menyusul ke Puncak?”Reksa tersenyum geli. “Kamu sebenarnya sedang berusaha meyakinkan siapa?”“Meyakinkan diri sendiri!” balas Anira gemas. “Hh, nggak tahulah. Gue bingung.”“Bingung kenapa?” “Nggak tahu, bingung saja.”Selain perubahan hubungan mereka, dan cara menghadapi Deril dia juga masih b

  • Lara Cinta   Jodoh atau Bukan

    “Nggak!” Anira sedikit terkejut dengan insting tajam ayahnya. “Kalau terjadi sesuatu, aku nggak akan bilang not bad?”Ia tidak mengatakan apa-apa, kenapa ayahnya bisa menebak? Apa ada yang salah dengan ekspresi di wajahnya?Anira tidak ingin menceritakan kejadian buruk yang terjadi padanya. Menurutnya, semua itu sudah selesai ketika dia meninggalkan kantor polisi tadi. Kedua orangtuanya tahu hanya akan membuat mereka jadi ikut cemas dan sedih untuknya.“Kalau memang liburannya menyenangkan, kamu nggak akan berhenti di kalimat ‘not bad’ itu!” Ibu Anira ikut menimpali. Anira mengerutkan kening bingung, tapi hatinya sedikit ketar-ketir. Ternyata sulit juga memiliki orang tua yang sangat paham dengannya. Sedikit saja tingkahnya yang aneh tidak bisa lolos dari mata elang keduanya.“Well, puncak ramai banget karena akhir pekan. Jadi macetnya juga luar biasa!” keluhnya sambil menyandarkan kepala di pundak ibunya.Ibu Anira mengusap kepala anaknya lembut. “Dari dulu juga puncak memang g

  • Lara Cinta   Sahabat atau Pacar

    “Velma?” Reksa ikut menoleh. “Ngapain dia di sini?” Anira menggelengkan kepala. “Mungkin gue yang salah lihat?”Reksa memicingkan matanya, kaca yang agak gelap memang menghalangi pandangannya. Karena penasaran, dia membuka kaca mobil, hingga dia bisa lebih mudah menatap keluar.“Itu benar-benar Velma.”“Mau tanya dulu?” Anira tetap mengusulkan walau dia enggan. Reksa menatap lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Nggak perlu. Mungkin dia ada keperluan lain. Di sekitar sini.”“Yakin?”Anira masih melihat ke mobil itu, kalau melihat ekspresi di wajah Velma, dia tidak bisa seyakin Reksa. “Lo yakin dia nggak ada masalah?”Velma adalah manusia yang mengenakan perasaannya di wajahnya. Seluruh emosi yang dirasakan oleh gadis itu terteraa jelas di wajahnya.Kening berkerut, bibir cemberut, dan tangan yang terus-menerus menekan klakson hingga menambah suara bising di tengah kepadatan yang sudah cukup ramai itu.“Hmm, nggak usah terlalu dipikirkan.”“Menurut lo, apa mungkin Velma ke pun

  • Lara Cinta   Cemburu Buta

    Anira menunjuk dirinya sendiri. “Gue?” Dia lalu menoleh ke arah Zeva. Zeva, gadis itu hanya diam saja. Dia memperhatikan keduanya dengan seksama.“Oke, bicara saja kalau gitu.”Deril menatap Zeva. “Di sini?” Anira mengangguk. “Memangnya kenapa? Apa yang mau lo bicarakan sampai nggak boleh didengar orang?”Meski dia bertanya berani seperti itu, tapi jantungnya berdebar kencang. Dia tidak siap dengan pertanyaan yang akan ditanyakan Deril.“Kamu yakin?”Anira menguatkan hatinya, lalu menganggukkan kepalanya percaya diri. “Tentu saja. Memangnya mau bicara apa sih? Segala penuh rahasia gitu?”Deril menatap Zeva, berharap gadis itu akan peka dan memberikannya waktu berdua dengan Anira. Namun, Zeva memilih menatap ke arah lain dan bersikap seolah dia tidak menyadari itu. Setelah berpikir sejenak, Deril akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja kalau begitu.” Anira mengerutkan keningnya. Namun, dia tidak berani mendesak lagi. “Oke?” jawabnya ragu.Pria itu menatap Anira beberapa

DMCA.com Protection Status