Beranda / Romansa / Lara Cinta / Bahagia Anira

Share

Bahagia Anira

Penulis: Neza Visna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Apa yang mau dilihat!” Anira mendorong wajah Reksa kuat, hingga wajah pria itu berpaling ke kiri.

Dengan cepat, Reksa berpaling kembali menatap Anira lekat. “Masih kelihatan tua?”

Saat itu, Anira merasa tenggorokannya terasa sangat kering. “Tua! Lo tua!” gumamnya cepat, suaranya sedikit serak. “Lo nggak perlu dekat-dekat, gue belum rabun!”

Anira hendak menyentuh pipi Reksa dan mendorongnya menjauh, tapi tiba-tiba dia merasa sangat canggung, ujung jarinya otomatis melengkung ke dalam. Mendadak, dia merasa seperti melakukan suatu yang salah.

Dia akhirnya menghentikan niatnya, dan memilih mengibaskan tangannya dekat wajah pria itu. “Mundur, mundur, nanti rambut lo jatuh di atas makanan!”

Reksa tertawa marah, tidak cukup menuduhnya tua, gadis ini juga mengatakan kalau rambutnya rontok? Dia memegang tangan Anira berani dan meletakkannya di rambutnya. “Coba lo periksa, rontok, nggak?”

Senasi helaian rambut itu berada di tangannya, tidak bisa dideskripsikan. Reksa selalu menjag
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lara Cinta   Berubah Pikiran

    Anira terdiam, langkahnya bahkan terhenti. Dia menatap lekat Reksa, menunggu pria itu mengatakan kalau dia hanya bercanda. “Gimana, menurut lo?”Cukup sudah! Anira menginjak keras kaki Reksa. Lalu meninggalkan pria itu dengan langkah panjang.Sepatu yang dikenakan Anira hari ini memiliki hak pendek tapi cukup tajam. Mulut Reksa terbuka, mengeluarkan teriakan tanpa suara. Dia merasa kakinya ditusuk oleh besi tajam. Ngilu dan perih bercampur jadi satu.Kalau tidak karena malu, mungkin dia sudah berteriak di sini sekarang. Anira tidak menahan diri sama sekali, menumpukan seluruh tenaganya untuk menginjak kakinya.Sepertinya dia benar-benar membuat gadis itu kesal kali ini. Dengan langkah sedikit pincang, dia menyusul gadis itu keluar.Dia menemukan Anira sedang duduk di atas meja motor dengan wajah ditekuk. Dia menatap tajam Reksa. ‘“Lo bener-bener marah?”“Menurut lo? Candaan lo tadi udah kelewatan! Sama sekali nggak lucu! Lo salah makan apa sih beberapa hari ini?” Semua y

  • Lara Cinta   Terpaku Ketakutan

    “Ma, apa terjadi sesuatu?”Perasaan Anira saat itu benar-benar tidak enak. Rasanya seperti ada laba-laba merayapi punggungnya, membuatnya panik seketika. “Papa baik-baik saja, kan?”Ibu Anira terdiam, dia tidak langsung menjawab. Namun, menarik Anira untuk duduk di teras. Gerakan ibunya itu membuat Anira semakin panik. “Ma, papa kenapa? Aku masuk dulu, biar aku lihat papa.” “Tunggu dulu! Kamu duduk! Mama mau bicara.”Hati Anira terbelah, antara duduk dan masuk ke dalam. Namun, akhirnya dia memutuskan untuk duduk. Kalau ibunya masih bisa bersikap begini, berarti semuanya tidak seburuk itu kan? Pikirnya mencoba positif terhadap apa yang terjadi.“Kenapa, Ma?”Anira menatap lekat wajah ibunya, di bawah sinar lampu malam itu, kerutan di wajah ibunya semakin jelas terlihat. Hatinya teriris, saat menyadari hal itu.Hal tersulit yang dihadapi setiap anak, adalah menyadari kalau orangtuanya sudah tidak muda lagi. Kerutan-kerutan tanda perjuangan atas kehidupan itu membuatnya menyadari k

  • Lara Cinta   Ada Apa Dengan Reksa?

    Tatapan itu begitu bening, tapi penuh arti. Seolah banyak kata yang hendak terucap, tapi mulut tidak mampu berkata-kata. “Pa, please.” Mata wanita paruh baya itu sudah berkaca-kaca. Ayahnya masih membisu. Matanya sama sekali tidak berkedip, menatap mereka berdua.Anira jauh lebih sigap, dia langsung mengambil ponselnya. “Sebentar, aku akan telepon Kak Leo dulu.” Sejenak kemudian dia tertegun. “Atau ambulan?” Tangannya sedikit bergetar. “Papa selalu bikin kalian khawatir.”Anira membeku. Telinganya masih menempel di ponsel. “Halo, Ra? Ada apa?”Suara Leo terdengar di telinganya, terdengar sangat jauh. “Kak, nanti aku telepon lagi.” Dia mengakhiri panggilan itu sepihak, tanpa mengalihkan pandangan dari ayahnya. “Pa, papa baik-baik saja?”Perlahan ayah Anira mulai bangkit duduk. Dengan sigap Anira dan ibunya membantu. “Papa mau minum dulu?”Pria itu menggelengkan kepalanya. “Kamu baru pulang?”Anira mengangguk, meski ayahnya telah menjawab, dia tetap memberikan segelas

  • Lara Cinta   Aktivitas Malam

    “Hmm. Biar papa yang ngomong langsung sama Reksa.”Anira semakin kebingungan. Apa yang harus dibicarakan sampai harus sembunyi-sembunyi seperti ini? Dia malah jadi semakin penasaran. Anira menatap ibunya, tapi ibunya juga tersenyum setuju.“Kayanya Reksa udah sampai rumah. Besok aja, gimana?” tanyanya, sambil menatap reaksi kedua orangtuanya.Semakin mereka menutupi, semakin dia penasaran. Dia tidak bisa memikirkan satu pun, topik yang harus dibicarakan dengan Reksa, sampai orangtuanya harus menyembunyikan hal itu darinya.“Ya sudah, kalau gitu. Bilang Reksa, ketemu papa besok, pas kalian pulang kerja.”“Pulang kerja? Tapi, Reksa besok ke sini pagi doang. Malam mungkin nggak.”Ayah Anira mengangkat sebelah alisnya. “Itu sengaja banget. Kamu kesal?”Anira memilih mengangkat bahunya, sambil mengerucutkan bibirnya. “Papa udah bikin cemas, habis itu bikin penasaran, nggak papa kan aku balas dikit,” tanyanya sambil menjulurkan lidahnya konyol.Pasangan suami istri itu saling berpandang

  • Lara Cinta   Fase Ambigu

    Berapa kali sudah ini? Dia menelepon Reksa berjam-jam di malam hari?Entah darimana, kesadaran itu menamparnya begitu saja. Dia melakukannya dengan natural seolah memang itu adalah normal terjadi.Namun, tidak sama sekali! Pesan dari Deril itu membuka matanya lebar-lebar. Ternyata, dia mengakhiri harinya dengan berbicara ke Reksa.‘Itu karena aku punya sesuatu yang harus dibicarakan dengannya,’ batinnya cepat. Namun, sekali pikiran itu terlintas di kepalanya, tidak mudah menyingkirkannya.Sejak kapan hubungannya dengan Reksa berubah jadi seperti ini? Kenapa dia jadi sangat memperhatikan gerak-gerik Reksa?Begitu lama mereka bersahabat, dan bahkan nyaris semua masalahnya Anira selalu bercerita pada Reksa. Pria itu sudah seperti kakak, keluarga sendiri baginya. Apa Reksa menyukainya?Anira menggeleng kuat. Terlalu takut dengan apa yang ada di benaknya saat ini. Dia melarang dirinya sendiri untuk berpikir lebih jauh.Buru-buru dia meletakkan ponselnya di sudut paling jauh meja yang

  • Lara Cinta   Membolak-balik Perasaan

    Anira memukul bahu Reksa kesal. “Ckk! Nggak usah kasar!” ujarnya dengan ekspresi berlebihan.Reksa tertawa. Anira naik ke atas sepeda motor itu lalu memukul Reksa sedikit lebih keras. “Untung kita berdua nggak jatuh.”“Tenang saja, Cuma kejatuhan lo nggak akan bikin gue jatuh.” Dia menoleh ke belakang. “Udah?”“Udah.” Anira merapikan posisi duduknya. “Lo yakin nggak mau cerita?”Reksa tertawa geli. “Nggak. Lo tanya sama Om dan Tante aja nanti.”“Apa sih, pakai main rahasia-rahasiaan segala,” gerutunya. Dia merasa disisihkan, tingkah orangtuanya dan Reksa yang dengan sengaja mengalihkan pembicaraan saat dia datang, membuatnya merasa tidak dianggap. Dan itu rasanya sangat tidak menyenangkan.“Kalau om dan tante nggak ngasih tahu sama lo, berarti itu memang bukan sesuatu yang lo perlu tahu.”Tentu saja,Anira tahu logika sederhana di balik hal semacam itu. Namun, menerimanya juga bukan hal yang mudah. Setelah kalimat itu, Anira tidak lagi bertanya tapi wajahnya masih masam. Ketika Re

  • Lara Cinta   Bawa Saja

    “Maksudnya?”Anira sebenarnya sudah menyesal setelah dia mengatakan hal itu. Kenapa dia harus membuat suasana semakin kikuk.“Bukan apa-apa. Motor gue di sana. Duluan ya.”Untungnya, tempat parkir motor dan mobil berada tempat yang berbeda sehingga Anira bisa dengan mudah bisa menemukan alasan untuk menghindar. “Tunggu!” Tanpa ragu, Deril menahan lengan Anira. “Kamu belum jawab pertanyaanku.”“Gue salah bicara tadi. Lupakan saja.” Dia berusaha menarik tangannya.“Kamu kira aku sudah berubah pikiran? Semudah itu menerima kalau kamu menyukai laki-laki lain?” Deril tersenyum miris. “Ini sama sekali nggak mudah juga untukku.” “Ril, aku nggak mau dengar!” Di tengah kepanikannya, dia kembali mengubah panggilannya untuk pria itu. “Aku mau pulang.” Deril tersenyum, dia tidak tahu apakah dia sakit atau sudah gila. Rasanya ada kelegaan yang melebur dari dasar hatinya, ketika mendengar Anira memanggilnya seperti itu.Sedikit saja reaksi dari Anira, begitu berarti untuknya.“Aku Cuma ber

  • Lara Cinta   Mantan vs Calon

    “Really?” “Ril, teman nggak akan menggoda temannya sampai seperti ini.” Deril terdiam, dia lalu tersenyum. “Sorry, aku kelepasan. Sepertinya kamu harus sering mengingatkan aku.” Ada yang aneh dengan pembicaraan mereka. Dan keduanya menyadari itu. Seketika tawa keduanya meledak. Antara konyol dan miris bercampur jadi satu. Apa ada orang yang berteman, melakukan pembicaraan seperti ini? Namun, ini adalah awal, Anira masih ingin meyakini itu. “Well, ternyata menahan diri itu benar-benar nggak mudah,” ujar Deril. “Aku semakin salut pada Reksa selama ini.” Selain itu juga menyadari kalau dia benar-benar kurang peka terhadap perasaan Reksa selama ini. Sebagai sahabat, dia juga menyadari perasaan Reksa. Namun, dia membiarkan Reksa terus-menerus berada di antara mereka berdua dulu. Sekarang, Deril bertanya-tanya apa ini semua adalah karma karena apa yang dia lakukan dulu? Dia merasakan bagaimana rasanya menjadi Reksa. Hanya bisa berteman dengan Anira tanpa bisa melewati batas sedi

Bab terbaru

  • Lara Cinta   Harus Bicara

    Ia hanya bisa menatap Velma tersenyum sembari menyantap makanannya. Zeva akhirnya memilih memendam sisanya di hatinya.Gadis itu memutuskan akan berusaha bersikap senetral mungkin. Keadaan sudah cukup ricuh tanpa ia harus ikut berkecipung di air keruh itu. Mereka hampir selesai makan, ketika ponsel Velma berbunyi. Ekspresi di wajah gadis itu menjadi semakin ceria, ketika melihat siapa yang mengiriminya pesan itu.“Kak Reksa nge-chat gue!” Ini semua bagai mimpi, sesuatu yang tidak akan berani dia harapkan lagi setelah kejadian beberapa tahun lalu. Untuk sejenak, Velma menjadi semakin yakin, kalau usahanya selama ini membuahkan hasil.Reksa pada akhirnya melunak dengan persistensinya dan bersedia membuka hati terhadapnya sekali lagi. Velma merasa dia nyaris melayang saat ini.Secepat kilat dia mengambil ponselnya dan membuka pesan yang dikirim Reksa itu. Namun, begitu matanya melihat, seluruh senyum di wajahnya lenyap seketika.Reksa [Sorry, Vel. Tadi gue nggak sempat bilang, gu

  • Lara Cinta   Singa Muda

    Setelah Deril mengatakan itu, ia menatap Velma lama, memastikan kalau adiknya itu tidak akan berteriak lagi barulah dia melepas mulut adiknya itu.Velma menarik napas serakah, lalu memukul Deril keras. “Kalau lo teriak, gue beneran bakal blacklist lo dari kantor ini!”Velma yang tadinya hendak membentak Deril jadi sedikit ciut juga mendengar ancaman kakaknya itu. “Reksa nggak pernah ngasih gue harapan? Tapi, dia juga nggak pernah punya pacar, Kak!”“Jadi, kalau Reksa punya pacar, lo bakal mundur?” selidik Deril tajam. Dalam hati, ia harap-harap cemas saat menanyakan itu. Hatinya condong menginginkan Velma akan menjawab ya.Ia benar-benar ingin adiknya itu berhenti terobsesi pada Reksa. Kemungkinan sahabatnya itu akan membalas perasaan Velma, lebih rendah daripada nol.“Nggak usah membicarakan hal yang belum terjadi!” elak Velma langsung. Nada suaranya meninggi tatapannya berubah murka.Saat itu, Deril menyadari kalau keputusannya menyuruh Reksa menyembunyikan hubungannya d

  • Lara Cinta   Bukan Adik Kakak

    Deril mengangkat bahunya, seakan dia baik-baik saja. “Gue nggak pernah berpikir gitu. Lo yang terlalu overthinking. Mungkin lo ngerasa bersalah?”“Lo yang bilang, gue bisa ngejar Anira!” Reksa memperingatkan. “Jangan bilang, sekarang lo nyesal?” “Gue nggak nyesal!” Cepat Deril membantah. Namun, penyangkalan itu terjadi terlalu cepat, seolah dia hendak menutupi sesuatu. “Gue Cuma mau tahu, itu saja.”“Sekarang lo udah tahu, kan? Kayang gue bilang tadi, tidak usah sampaikan ini ke Anira dulu.”Setelah menyampaikan itu, Reksa langsung berbalik badan, mendahului Deril menjauh dari sana. Deril termenung, tenggelam dalam pemikirannya sendiri. Perasaannya berkecamuk hebat. Sejujurnya, tidak ada pria yang lebiih dia percaya selain Reksa.Kalau memang dia tidak bisa bersama Anira, ia ingin gadis itu tetap berada di tangan yang tepat. Namun, merelakan wanita yang sudah bertahun-tahun mengisi hatinya bukan hal mudah ternyata. Melihat Reksa sudah berjalan semakin jauh, Deril

  • Lara Cinta   Perseteruan Sahabat

    Reksa menghela napas panjang. Apa lagi memangnya yang bisa dia katakan. Ia hanya bisa membiarkan Anira melakukan sesukanya.Anira menahan senyumnya, cukup puas melihat ekspresi pasrah di wajah kekasihnya itu. Sekarang, ia tahu daripada malu-malu dan terus digoda Reksa. Bersikap sama beraninya dengan pria itu dan membalas Reksa, jauh lebih efetif ternyata.Dia bersandar di bahu pria itu, mengusap pipinya lembut, dan bahkan sesekali mengusap lengan Reksa lembut.Tentu saja, dia berani seperti ini, hanya ketika dia tahu kalau mereka sedang berada di jalan dan Reksa tidak bisa melakukan apapun untuk membalasnya.Dengan Anira terus menempel rapat mengganggu Reksa dan pria itu yang setengah hati berusaha menghindar, mereka akhirnya tiba di kantor.Begitu mobil itu terparkir rapi di parkiran, secepat kilat Anira langsung melepaskan sabuk pengamannya dan membuka pintu. “Kita sudah sampai!Anira tahu kalau Reksa tidak akan melepaskannya begitu saja begitu mobil itu berhenti. Jadi, dia h

  • Lara Cinta   Tergoda

    Terlebih ketika dia mengatakan semua itu di depan orangtua Anira. Dia tidak ingin mendapatkan skor negatif di awal hubungannya dengan Anira.“Ckk!” Anira mendecakkan lidahnya kesal, kaerna tidak ada satu orang pun yang ada di pihaknya kali ini.“Perempuan jangan berdecak gitu! Nggak sopan!” Anira ingin sekali mengacak rambutnya frustrasi. Kedua orangtuanya cepat sekali berubah, termasuk mengontrol perilaku yang biasa juga dia tunjukan di depan Reksa, jadi terkesan kurang ‘perempuan’ di mata ibunya dan mungkin juga ayahnya.“Iya, Ma.” Tahu dia tidak akan pernah menang berdebat dengan ibunya, Anira langsung mengiyakan saja. Reksa menahan tawanya, dan memilih lanjut berbicara dengan ayah Anira. Hingga selesai sarapan. Saat makan, ia melirik Anira dan menemukan ujung bibir gadis itu masih cemberut, meski sembari menyantap makanannya.Reksa menyentuh lutut gadis itu lembut, di saat kedua orangtua Anira tidak memperhatikan dan menepuknya lembut. “Kalau kamu mau, kita bisa nai

  • Lara Cinta   Terasa Salah

    “Bicara apa?” Anira mengerutkan keningnya. Namun, sebelum Reksa menjawab, dia langsung teringat. “Tadi, Deril sempat mau bicara, tapi nggak jadi. Terus tadi, dia juga nelepon tapi aku nggak tahu apa yang mau dia bicarakan.”“Kamu udah telepon balik?”Dengan polos Anira menggelengkan kepalanya. “Tapi, pesannya udah gue bales, tenang saja.” Reksa masih merasa mengganjal dengan perubahan panggilan Anira padanya yang terus berubah-ubah. Namun dia tidak lagi berkomentar. “Kamu tahu apa yang mau dibicarakan Deril?”Anira menggeleng. “Lo pikir, dia curiga tentang hubungan kita? Lo sih terlalu blak-blakan!” omelnya. “Ah, tapi mungkin juga nggak. Mungkin dia Cuma mau bilang ke kita kalau Velma menyusul ke Puncak?”Reksa tersenyum geli. “Kamu sebenarnya sedang berusaha meyakinkan siapa?”“Meyakinkan diri sendiri!” balas Anira gemas. “Hh, nggak tahulah. Gue bingung.”“Bingung kenapa?” “Nggak tahu, bingung saja.”Selain perubahan hubungan mereka, dan cara menghadapi Deril dia juga masih b

  • Lara Cinta   Jodoh atau Bukan

    “Nggak!” Anira sedikit terkejut dengan insting tajam ayahnya. “Kalau terjadi sesuatu, aku nggak akan bilang not bad?”Ia tidak mengatakan apa-apa, kenapa ayahnya bisa menebak? Apa ada yang salah dengan ekspresi di wajahnya?Anira tidak ingin menceritakan kejadian buruk yang terjadi padanya. Menurutnya, semua itu sudah selesai ketika dia meninggalkan kantor polisi tadi. Kedua orangtuanya tahu hanya akan membuat mereka jadi ikut cemas dan sedih untuknya.“Kalau memang liburannya menyenangkan, kamu nggak akan berhenti di kalimat ‘not bad’ itu!” Ibu Anira ikut menimpali. Anira mengerutkan kening bingung, tapi hatinya sedikit ketar-ketir. Ternyata sulit juga memiliki orang tua yang sangat paham dengannya. Sedikit saja tingkahnya yang aneh tidak bisa lolos dari mata elang keduanya.“Well, puncak ramai banget karena akhir pekan. Jadi macetnya juga luar biasa!” keluhnya sambil menyandarkan kepala di pundak ibunya.Ibu Anira mengusap kepala anaknya lembut. “Dari dulu juga puncak memang g

  • Lara Cinta   Sahabat atau Pacar

    “Velma?” Reksa ikut menoleh. “Ngapain dia di sini?” Anira menggelengkan kepala. “Mungkin gue yang salah lihat?”Reksa memicingkan matanya, kaca yang agak gelap memang menghalangi pandangannya. Karena penasaran, dia membuka kaca mobil, hingga dia bisa lebih mudah menatap keluar.“Itu benar-benar Velma.”“Mau tanya dulu?” Anira tetap mengusulkan walau dia enggan. Reksa menatap lagi, kemudian menggelengkan kepalanya. “Nggak perlu. Mungkin dia ada keperluan lain. Di sekitar sini.”“Yakin?”Anira masih melihat ke mobil itu, kalau melihat ekspresi di wajah Velma, dia tidak bisa seyakin Reksa. “Lo yakin dia nggak ada masalah?”Velma adalah manusia yang mengenakan perasaannya di wajahnya. Seluruh emosi yang dirasakan oleh gadis itu terteraa jelas di wajahnya.Kening berkerut, bibir cemberut, dan tangan yang terus-menerus menekan klakson hingga menambah suara bising di tengah kepadatan yang sudah cukup ramai itu.“Hmm, nggak usah terlalu dipikirkan.”“Menurut lo, apa mungkin Velma ke pun

  • Lara Cinta   Cemburu Buta

    Anira menunjuk dirinya sendiri. “Gue?” Dia lalu menoleh ke arah Zeva. Zeva, gadis itu hanya diam saja. Dia memperhatikan keduanya dengan seksama.“Oke, bicara saja kalau gitu.”Deril menatap Zeva. “Di sini?” Anira mengangguk. “Memangnya kenapa? Apa yang mau lo bicarakan sampai nggak boleh didengar orang?”Meski dia bertanya berani seperti itu, tapi jantungnya berdebar kencang. Dia tidak siap dengan pertanyaan yang akan ditanyakan Deril.“Kamu yakin?”Anira menguatkan hatinya, lalu menganggukkan kepalanya percaya diri. “Tentu saja. Memangnya mau bicara apa sih? Segala penuh rahasia gitu?”Deril menatap Zeva, berharap gadis itu akan peka dan memberikannya waktu berdua dengan Anira. Namun, Zeva memilih menatap ke arah lain dan bersikap seolah dia tidak menyadari itu. Setelah berpikir sejenak, Deril akhirnya mengurungkan niatnya. “Nanti saja kalau begitu.” Anira mengerutkan keningnya. Namun, dia tidak berani mendesak lagi. “Oke?” jawabnya ragu.Pria itu menatap Anira beberapa

DMCA.com Protection Status