“Kalian belum apa?” tanya Nyonya Besar itu
Harris dan Ibunya menunggu jawaban dari Anin. Terutama Harris yang cemas jika Anin mengatakan yang sebenarnya jika mereka bukanlah sepasang suami istri. Tak ada ikatan pernikahan antara mereka berdua.
“Nanti juga kamu dan Bhima akan nyaman tinggal di sini, sayang,” sambung Harris. Kini gantian Harris yang memberi kode lewat tatapan matanya. Ia berharap Anin mengerti sinyal yang ia berikan.
“Iya Mas, mungkin masalah waktu saja ya,” sahut Anin. “Maaf ya Bu, Anin tidak bermaksud untuk –“
“Tidak apa-apa, ibu mengert. Mudah-mudahan kamu dan Bhima betah ya tinggal di sini,” ujar perempuan paruh baya itu dengan lembut bahkan ia memeluk Anin. Tak terlihat raut wajah kesal sama sekali, hal itu membuat Anin semakin merasa tak enak padanya.
“Sekali lagi maafkan Anin ya, B
Lelaki paruh baya lantas membalikkan badannya, ia ingin segera pergi dari rumah itu namun sebuah suara menghentikan langkahnya. “Tuan,” panggil salah satu asisten rumah tangganya. “Kenapa tidak masuk? Di dalam sedang ada Mas Harris dan istrinya,” imbuhnya.Tiba-tiba saja Tuan Besar itu berubah pikiran, yang awalnya ingin meninggalkan rumah kini justru masuk ke dalamnya. Tak ada yang berubah ketika ia memasuki rumah yang dibangunnya dengan susah payah 25 tahun lalu.Suara pintu rumah yang terbuka membuat Harris, sang Ibu dan Anin kompak menoleh ke sumber suara. Tak lama muncullah Tuan Setya, lelaki berumur 60 tahun itu berjalan menuju ruang makan dengan wajah datar.“Kamu sudah pulang, Mas?”“Sudah,” jawabnya singkat, ia menuang air minum ke dalam gelas.“Sebenarnya ayah pergi ke mana?” tanya Harris.“Ada urusan kantor, perjalanan bisnis,” jawab Tuan Setya sebelum beranjak pergi.“Urusan kantor apa? Kenapa aku tidak tahu?” selidik Harris“Kau sibuk dengan urusan yang lain, mana mungkin
“Kenapa aku harus menjaga ucapanku? Harusnya ayah yang menjaga sikap, begitukah cara ayah menghargai istriku?” tanya Harris. “Ah aku tahu, bagaimana bisa ayah menghargai istriku jika ayah saja tidak istrinya,” cerocos lelaki itu, Anin menyenggol Harris untuk menghentikan ocehannya. “Apa maksudmu, Ris?” ucap Nyonya Setya“Lihat kelakuan anakmu itu, dia berani menuduh ayahnya sekarang,” komplain Tuan Setya pada istrinya.“Tidak ada asap jika tidak ada api,” jawab Harris singkat.“Sudah, Mas. Jangan bicara lagi,” larang Anin seraya menarik tangan Harris dan mengajaknya untuk pergi dari tempat itu. Namun Harris masih ingin berada di sana.“Aku membuat menu makanmalam ini bersama menantuku dengan cinta yang tulus dan berharap kalian semuanya merasa senang. Nyatanya yang terjadi justru sebaliknya,” ujar Nyonya Harris yang sedih dengan situasi yang terjadi sekarang.Nyonya Besar itu lantas meninggalkan tempat itu lebih dahulu menuju lantai atas. Anin pun mencoba menyusul ibu Harris, ia ingi
“Tutup mulutmu! Tak pantas seorang anak berkata seperti itu pada ayahnya,” bentak Tuan Setya. Ia membulatkan matanya, tangannya tekepal erat. Sepertinya Tuan Setya sangat marah pada Harris. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Harris, ia kesal ketika perempuan kesayangannya dihina seperti itu oleh sang ayah.“Aku punya banyak hal untuk diungkap, jadi jangan bersikap sembarangan pada istriku.” ancam Harris.“Hebat kamu Ris, sudah berani mengancamku,” ujar Tuan Setya merespon ancaman anaknya. “Kamu ubah anak saya jadi seperti ini, kamu rusak hubungan kami,” tunjuk pria itu ke arah Anin, yang sekarang berdiri di samping Harris.“Sudah, Mas. Anak kita menangis, bantu aku menenangkannya ya,” kata Anin seraya menarik tangan Harris menjauh dari sang ayah. Kedua kini masuk ke dalam kamar, dan lagi-lagi meninggalkan Tuan Besar itu sendirian.Rupanya b
“Ibu menyerahkan apa yang selama ini ayahmu inginkan.”“Apa yang ayah inginkan dari Ibu?” tanya Harris penasaran.“Ayahmu minta pembagian aset, katanya ada bisnis yang sedang diurus olehnya,” jelas Nyonya Setya. Ia melarang Harris untuk ikut campur masalah antara dirinya dan sang suami. “Apa yang diminta oleh ayahmu memang haknya dan ibu harus memberikannya,” sambungnya.Meski keberatan dengan tindakan sang Ibu tetapi Harris tak bisa berbuat apapun. Begitu juga dengan Anin, ia tak mengerti masalah apa yang sebenarnya sedang dihadapi oleh keluarga Harris.“Kalian kembali tidur, Ibu juga akan tidur lagi,” ucapnya kemudian membalikkan badan masuk ke dalam kamarnya. Harris dan Anin hanya bisa menatap pintu kamar berwarna hitam itu.“Kita ke kamar sekarang?”Harris menggenggam tangan Anin dan mereka berjalan bersama menuju kamar. Harris membuka pintu mempersilakan Anin untuk masuk lebih dahulu.“Kamu tidur di kasur saja, Mas. Kamu pasti masih ngantuk ‘kan,” ucap Anin seraya membereskan te
“Entah cemburu pada siapa, pokoknya aku cemburu,” ujar Anin yang ingin menyudahi kegiatan mereka, namun Harris mampu menahan tangannya sehingga tubuh mereka tetap berdekatan.“Bicara yang jelas, sayang. Kamu cemburu pada siapa? Aku tidak melakukan apapun pada siapapun,” ujar Harris yang meminta kejelasan dari Anin.“Sebelum kamu kepikiran untuk melakukan sesuatu apapun itu pada siapapun di luaran sana, bahwa aku cemburu. Jadi kamu selalu ingat aku,” imbuh Anin, ia memberikan peringatan pada lelaki itu. Tentu saja Harris tertawa, ia menggelengkan kepalanya pelan. Ternyata Anin bisa cemburu juga bahkan tanpa alasan yang jelas.Usai menyampaikan isi hatinya Anin mencoba untuk berdiri kali ini Harris membiarkan perempuan kesayangannya itu menjauh darinya. Anin berdiri sembari merapikan rambutnya entah mengapa hal iu membuat lelaki itu bergairah. Ia segera bangun dari posisi tidurnya dan berjalan menuju Anin.“Kamu mau apa Mas?” tanya Anin ketika melihat Harris bergerak maju memangkas jara
“Hai Clara, apa kabar?” sapa Harris lebih dulu.“Baik, kamu apa kabar Ris? Itu anak dan istrimu ya?” sahut perempuan itu sembari berdiri dari kursinya.“Ini istriku Anindia dan anakku Bhima,” ujar Harris memperkenalkan istrinya dan anaknya. “Sayang, kenalkan dia Clara, teman lamaku,” lanjut Harris. Anin mengulurkan tangannya dan cepat dibalas oleh Clara, mereka saling tersenyum.“Hai Anindia, salam kenal ya.”“Halo Mbak Clara, salam kenal juga ya,” balas Anin.“Karena semua sudah berkumpul, mari kita sarapan,” ujar Nyonya Setya, ketiga kini duduk di meja makan. Clara lebih dahulu bergerak untuk mengambilkan nasi dan lauk untuk Ibu Harris, Anin hanya bisa melihatnya dengan perasaan tak suka. Ia merasa sebagai pasangan Harris harusnya dirinya yang melakukan hal tersebut.Ketika
“Kami hanya pacaran sebentar Bu, karena saling menyukai akhirnya menikah,” jawab Anin pelan.“Meski Ibu kecewa pada tindakan Harris yang menikah tanpa persetujuan kami tetapi melihat Harris kini bahagia, Ibu juga ikut bahagia.”“Terima kasih, Bu,” ucap Anin. Tiba-tiba sang asisten rumah tangga mendekati mereka dan memberitahu Anin jika anaknya menangis“Kamu urus Bhima dulu sana,” ujar perempuan paruh baya itu. Anin pun segera bergegas ke kamar untuk menengok Bhima. Bayi laki-laki itu sepertinya hanya terbangun karena mendengar suara berisik. Setelah digendong oleh Anin, anak itu kembali tidur.Ponsel milik Anin berdering panjang, tanpa melihat siapa yang menelponnya ia tahu bahwa itu adalah Harris. Dan benar saja setelah menekan tombol hijau, suara Harris lembut menyapanya. Sesuai janjiya tadi, ia mengabari Anin jika lelaki itu sudah sampai di kantor.“Aku tidak mampir ke mana-mana lho sayang,” canda Harris, ia menirukan larangan Anin tadi.“Bagus, memang harus begitu,” timpal Anin.
Harris mencoba mengingatnya di mana dirinya pernah melihat mobil itu. Setelah berusaha memeras otaknya Harris sama sekali tak ingat.“Apa mobil itu sangat penting untuk Bapak?”“Tidak juga tetapi karena aku penasaran jadi tolong cari tahu ya,” titah Harris. “Satu lagi, suruh temanmu itu mengikuti ke mana saja ayahku pergi lalu laporkan padaku ya,” imbuhnya. Damar pun siap untuk menjalankan perintah atasannya.Mereka meninggalkan topik pembicaraan seputar ayahnya dan mobil itu. Damar kembali ke tempat duduknya, ia sudah lega karena apa yang menjadi ganjalan di hatinya sudah disampaikan pada Harris. Lelaki itu tak lagi memeriksa ponselnya setiap saat, ia fokus pada pekerjaannya begitu juga dengan Harris. Ia tak memusingkan tentang ayahnya karena sudah memasrahkannya kepada Damar.Ketika sedang larut dalam pekerjaan mereka masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ketu
Di tempat yang sama Anin juga sedang menatap cincin yang melingkar di jari manis tangan kirinya. Ia kembali bersabar untuk meresmikan hubungannya dengan Harris. “Tenang saja sayang, aku masih bersabar menantikan hari bahagia kita,” batinnya. Seakan ia mendengar suara hati Harris di kantornya.Suara Bhima mengalihkan pandangan Anin, ia tersadar ada bayi mungil yang harus diurusnya sekarang. Ternyata diapers bayi laki-laki itu penuh, dengan telaten Anin menggantinya, menghilang ruam di kaki anaknya. Setelah itu ia kembali menyusui Bhima, anaknya itu terlihat masih mengantuk.Tak hanya Bhima saja yang mengantuk, sang kakek juga merasakan yang sama. Ia hampir menabrak kendaraan lain karena tiba-tiba merasakan kantuk yang hebat. Perjalanannya menuju rumah kekasihnya terpaksa terhenti, ia harus menepi di rest area sebentar.“Aku bisa kecelakaan jika diteruskan,” gumamnya. Lelaki paruh baya itu akhirnya mencari rest area terdekat di jalan tol tersebut. Untungnya lokasi tempat peristirahatan
“Sejak kapan Ibu ada di situ?” tanya Harris yang terkejut melihat Ibunya berdiri di depan kamarnya.“Baru saja, memangnya kenapa?” tanya wanita paruh baya itu balik padanya. Harris menggelengkan kepalanya cepat. Tak percaya dengan anaknya, Nyonya Besar itu merangsek masuk. Ia hendak bertanya pada Anin. Tetapi melihat Anin yang tertidur, wanita itu lantas membatalkannya.“Ibu mau bicara dengan Anin?” tanya Harris.“Tidak, biarkan dia tidur. Kasian Anin lelah mengurus Bhima,” ujarnya. Sebenarnya Anin terbangun karena mendengar percakapan Harris dan Ibunya. Ia ingin membalikkan tubuhnya tetapi diurungkan ketika mendengar Ibu Haris tak ingin berbicara dengannya. Anin lantas berpura-pura tidur.“Ada sesuatu yang ingin Ibu tanyakan padaku? Maksud Harris, ada apa ibu ke kamar kami,” tanya Harris pada ibunya.“Ibu hanya ingin melihat Bhima saja, soalnya tadi dia menangis begitu kencang. Ibu takut terjadi sesuatu padanya,” jawab sang Ibu.“Bhima baik-baik saja kok Bu, terima kasih ya sudah men
“Benar Bu. Karena kami belum menikah secara hukum,” jawab Harris, di dalam hatinya ia merasa bingung dengan nada bicara ibunya. Namun ia tak menunjukkannya di depan Anin, lelaki itu takut moment bahagia yang sedang mereka rasakan menjadi hilang. “Ada apa Bu?”“Pernikahan akan digelar dalam waktu dekat ini?”“Tentu tidak Bu, kami akan laksanakan setelah situasinya membaik,” ujar Harris, ia kini tahu kenapa sang Ibu bersikap demikian. Harris juga sadar akan situasi yang terjadi pada orangtuanya begitu pula pada Anin.Sang Ibu menyuruh mereka untuk segera pulang karena Bhima terus menangisi mencari ibunya. Anin menjadi khawatir, ia ingin cepat-cepat bertemu dengan anaknya. Beruntungnya Anin, karena Harris tahu jalan alternatif yang lebih dekat dan tidak terkena macet. Ditambah lagi dengan kemampuan mengendarai mobil lelaki itu yang baik.Tak ada percakapan diantara keduanya selama perjalanan tersebut, Harris fokus mengemudi karena jalur yang mereka lewati berbatu dan banyak belokan. Teta
“Kamu kenapa senyum-senyum sendiri, Mas?” tanya Anin, ia mencurigai Harris yang tersenyum sembari mengendarai mobilnya. “Mas ...”“Kenapa sih sayang?” tanya Harris pura-pura tak tahu.“Kamu yang kenapa, Mas? Dari tadi senyum-senyum sendiri,” jawab Anin, suara berubah. Harris merasa jik Anin sudah mulai kesal dengannya. Ia pun mencoba menjelaskan jika alasan tersenyum untuk menutupi rasa gugupnya.“Kamu merasa gugup ‘kan sayang? Tanpa alasan yang jelas,” sahut Harris. Anin mengiyakan apa kata lelaki itu, ia juga sempat merasakan gugup tadi. “Aku menutupi rasa gugupku dengan memikirkan hal-hal lucu, sayang.”Tak terasa mereka sampai di tempat tujuan, Harris mencari tempat parkir yang pas. Lelaki itu turun lebih dahulu untuk membuka pintu mobil untuk Anin. Kini kedua orang di mabuk cinta itu mulai masuk ke dalam restoran yang sudah Harris booking tersebutPramusaji mengarahkan keduanya menuju sebuah ruang privat, Anin terkejut karena mereka makan di ruangan yang tertutup. “Kita makan di
Anin beranjak dari tempat tidurnya lalu berjalan menuju pintu. Ia penasaran siapa yang mengetuk pintu kamarnya seperti itu. Tangan kurusnya memegang gagang pintu stainless tersebut lalu menariknya ke dalam. Perlahan pintu terbuka dan terlihat jelas siapa yang berdiri di depan Anin sekarang.“Ayah ...” gumam Anin, ia terkejut melihat lelaki paruh baya itu menemuinya. “Ada perlu apa ayah ke mari?” tanya Anin.“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” jawab Tuan Besar. “Kau pernah melihatku pergi dengan seseorang bukan,” imbuhnya.Degh!Anin tercekat mendengar hal tersebut, ia tak menyangka jika ayah Harris ternyata melihat dirinya menguntit mereka. Namun Anin memilih untuk berbohong, ia bepura-pura tak mengetahui hal tersebut.“Kenapa diam saja? Jawab aku!”“Anin tak mengerti maksud ayah,” ujar Anin mulai menjalankan aktingnya. Tuan Besar itu memutar bola matanya malas, ia tahu jika Anin berbohong padanya.“Jangan bohong, katakan saja sejujurnya padaku,” titahnya. Ada penekanan di setiap k
“Mas Harris mendadak diam begini, pasti hatinya kembali sakit,” gumam Anin. Ia berniat untuk menghibur Harris lagi setelah lelaki itu keluar dari kamar mandi, Sembari menunggu Harris keluar, Anin mempersiapkan baju kerja untuknya. Pagi ini Anin akan mendadani Harris dengan pakaian serba cokelat.Tak butuh ama untuk Anin menemukan padu padan yang pas. Ia berharap lelaki yang dicintainya itu suka dengan baju pilihannya. Anin kembali lagi ke ranjangnya, ia mendengar suara shower sudah berhenti, tu artinya Harris sudah selesai mandi.“Kamu menyiapkan baju untukku, sayang?” tanya Harris.“Iya sayang, kamu tidak suka ya? Mau pakai warna lain?” ujar Anin, ia lega karena Haris melihat dan bereaksi atas baju pilihannya.“Tidak, aku suka kok. Terima kasih ya sayang,” kata Harris. Ia akan memakai apapun yang disediakan olehj perempuan yang dicintainya itu. Harris lantas beralih menuju cermin yang sangat besar, ia ingin mematsikan semua benda yang diberikan oleh Anin padanya.“Ternyata aku tampa
Tuan Setya mengembalikan kertas tersebut ke tempatnya semula. Pagi ini ia sudah memantapkan hatinya untuk memberikan sebuah pengumuman penting terkait rumah tangganya dengan sang istri. Ia pergi ke lantai bawah, ada istrinya dan Anin di meja makan.“Kamu dari kamar, Mas?” tanya sang istri. Harris yang baru masuk ke dalam rumah usai memeriksa mobilnya terkejut mendengar pertanyaan sang Ibu namun ia lebih kaget lagi ketika melihat ayahnya menganggukkan kepalanya.“Ayah sembunyi di mana? Kenapa aku tak melihatnya tadi,” batin Harris.Tuan Setya langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya itu, ia menyadari perubahan wajah Harris namun lelaki itu mencoba bersikap tenang. Anin merasakan ketegangan di meja makan tersebut, apalagi saat ia melihat ke arah Harris. Rasanya ada hal yang ingin dikatakn olehnya.“Mari sarapan meskipun tak ada dari kita yang mandi,” ajak Nyonya Besar itu, ia mencoba mencairkan suasana. Perempuan itu paling tak suka jika ada keributan di meja makan. Anin mencoba
Jika Harris sibuk memikirkan cara untuk menikahi Anin sedangkan ayahnya baru saja pulang dari kantor pengacara. Tekadnya sudah bulat untuk berpisah dengan istrinya. Alasannya sudah ia sampaikan pada ahli hukum tersebut.Malam ini ia akan pulang ke rumah untuk menyiapkan berkas-beras yang diperlukan. Sepanjang perjalanan pulang, Pria paruh baya itu mencari cara agar bisa mempersiapkan berkas yang dibutuhkan tanpa ketahuan oleh anggota keluarganya.Jawabannya belum berhasil ditemukan tetapi pintu gerbang rumahnya sudah terlihat . “Aku akan pikirkan lagi nanti,” katanya sembari memarkirkan mobil. Ia melirik ke arah mobil Harris yang bermasalah pagi tadi Pemilik mobil mewah tersebut sedang tidur di kamarnya. Selimut yang dipakainya tadi sudah tak lagi menempel di tubuhnya. Harris jatuh tertidur ketika memikirkan hal tersebut.Rumah mewahnya tampak sepi ketika sang Tuan Besar sampai di rumahnya. Bahkan untuk masuk ke dalam, ia harus melewati taman samping. Akses yang dibuka hanyaah pintu
Tuan Setya segera turun dari lantai dua kemudian berjalan cepat menuju pintu rumahnya. Ia membukanya lalu keluar begitu saja. Tuan Besar itu bergerak ke arah mobilnya yang terparkir di halaman depan. Mesin mobil mewah tersebut sudah menyala, tanda jika pemiliknya akan pergi. Tuan Besar sepertinya akan pergi ke suatu tempat, ia mengetikkan sebuah alamat di ponselnya dan petunjuk jalan pun mulai menuntunnya. Kendaraan roda empat tersebut mulai keluar gerbang rumahnya. Tak butuh lama baginya untuk bergabung dengan kendaraan lain menambah kemacetan jalan raya saat ini. Pria paruh baya itu meuju ke suatu arah yang tak pernah dilewatinya. Butuh waktu 1,5 jam perjalanan untuk sampai di tempat tujuannya. Jika Tuan Setya membutuhkan waktu selama itu untuk sampai ke tempat tersebut. Sebaliknya sang istri hanya memerlukan waktu selama satu jam untuk membuat makanan pengganti menu makan malam. Bahkan tanpa dibantu oleh Anin atau dua asistennya yang lain, hanya dirinya dan simbok saja. “Apa yan