“Kenapa aku harus menjaga ucapanku? Harusnya ayah yang menjaga sikap, begitukah cara ayah menghargai istriku?” tanya Harris. “Ah aku tahu, bagaimana bisa ayah menghargai istriku jika ayah saja tidak istrinya,” cerocos lelaki itu, Anin menyenggol Harris untuk menghentikan ocehannya. “Apa maksudmu, Ris?” ucap Nyonya Setya“Lihat kelakuan anakmu itu, dia berani menuduh ayahnya sekarang,” komplain Tuan Setya pada istrinya.“Tidak ada asap jika tidak ada api,” jawab Harris singkat.“Sudah, Mas. Jangan bicara lagi,” larang Anin seraya menarik tangan Harris dan mengajaknya untuk pergi dari tempat itu. Namun Harris masih ingin berada di sana.“Aku membuat menu makanmalam ini bersama menantuku dengan cinta yang tulus dan berharap kalian semuanya merasa senang. Nyatanya yang terjadi justru sebaliknya,” ujar Nyonya Harris yang sedih dengan situasi yang terjadi sekarang.Nyonya Besar itu lantas meninggalkan tempat itu lebih dahulu menuju lantai atas. Anin pun mencoba menyusul ibu Harris, ia ingi
“Tutup mulutmu! Tak pantas seorang anak berkata seperti itu pada ayahnya,” bentak Tuan Setya. Ia membulatkan matanya, tangannya tekepal erat. Sepertinya Tuan Setya sangat marah pada Harris. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh Harris, ia kesal ketika perempuan kesayangannya dihina seperti itu oleh sang ayah.“Aku punya banyak hal untuk diungkap, jadi jangan bersikap sembarangan pada istriku.” ancam Harris.“Hebat kamu Ris, sudah berani mengancamku,” ujar Tuan Setya merespon ancaman anaknya. “Kamu ubah anak saya jadi seperti ini, kamu rusak hubungan kami,” tunjuk pria itu ke arah Anin, yang sekarang berdiri di samping Harris.“Sudah, Mas. Anak kita menangis, bantu aku menenangkannya ya,” kata Anin seraya menarik tangan Harris menjauh dari sang ayah. Kedua kini masuk ke dalam kamar, dan lagi-lagi meninggalkan Tuan Besar itu sendirian.Rupanya b
“Ibu menyerahkan apa yang selama ini ayahmu inginkan.”“Apa yang ayah inginkan dari Ibu?” tanya Harris penasaran.“Ayahmu minta pembagian aset, katanya ada bisnis yang sedang diurus olehnya,” jelas Nyonya Setya. Ia melarang Harris untuk ikut campur masalah antara dirinya dan sang suami. “Apa yang diminta oleh ayahmu memang haknya dan ibu harus memberikannya,” sambungnya.Meski keberatan dengan tindakan sang Ibu tetapi Harris tak bisa berbuat apapun. Begitu juga dengan Anin, ia tak mengerti masalah apa yang sebenarnya sedang dihadapi oleh keluarga Harris.“Kalian kembali tidur, Ibu juga akan tidur lagi,” ucapnya kemudian membalikkan badan masuk ke dalam kamarnya. Harris dan Anin hanya bisa menatap pintu kamar berwarna hitam itu.“Kita ke kamar sekarang?”Harris menggenggam tangan Anin dan mereka berjalan bersama menuju kamar. Harris membuka pintu mempersilakan Anin untuk masuk lebih dahulu.“Kamu tidur di kasur saja, Mas. Kamu pasti masih ngantuk ‘kan,” ucap Anin seraya membereskan te
“Entah cemburu pada siapa, pokoknya aku cemburu,” ujar Anin yang ingin menyudahi kegiatan mereka, namun Harris mampu menahan tangannya sehingga tubuh mereka tetap berdekatan.“Bicara yang jelas, sayang. Kamu cemburu pada siapa? Aku tidak melakukan apapun pada siapapun,” ujar Harris yang meminta kejelasan dari Anin.“Sebelum kamu kepikiran untuk melakukan sesuatu apapun itu pada siapapun di luaran sana, bahwa aku cemburu. Jadi kamu selalu ingat aku,” imbuh Anin, ia memberikan peringatan pada lelaki itu. Tentu saja Harris tertawa, ia menggelengkan kepalanya pelan. Ternyata Anin bisa cemburu juga bahkan tanpa alasan yang jelas.Usai menyampaikan isi hatinya Anin mencoba untuk berdiri kali ini Harris membiarkan perempuan kesayangannya itu menjauh darinya. Anin berdiri sembari merapikan rambutnya entah mengapa hal iu membuat lelaki itu bergairah. Ia segera bangun dari posisi tidurnya dan berjalan menuju Anin.“Kamu mau apa Mas?” tanya Anin ketika melihat Harris bergerak maju memangkas jara
“Hai Clara, apa kabar?” sapa Harris lebih dulu.“Baik, kamu apa kabar Ris? Itu anak dan istrimu ya?” sahut perempuan itu sembari berdiri dari kursinya.“Ini istriku Anindia dan anakku Bhima,” ujar Harris memperkenalkan istrinya dan anaknya. “Sayang, kenalkan dia Clara, teman lamaku,” lanjut Harris. Anin mengulurkan tangannya dan cepat dibalas oleh Clara, mereka saling tersenyum.“Hai Anindia, salam kenal ya.”“Halo Mbak Clara, salam kenal juga ya,” balas Anin.“Karena semua sudah berkumpul, mari kita sarapan,” ujar Nyonya Setya, ketiga kini duduk di meja makan. Clara lebih dahulu bergerak untuk mengambilkan nasi dan lauk untuk Ibu Harris, Anin hanya bisa melihatnya dengan perasaan tak suka. Ia merasa sebagai pasangan Harris harusnya dirinya yang melakukan hal tersebut.Ketika
“Kami hanya pacaran sebentar Bu, karena saling menyukai akhirnya menikah,” jawab Anin pelan.“Meski Ibu kecewa pada tindakan Harris yang menikah tanpa persetujuan kami tetapi melihat Harris kini bahagia, Ibu juga ikut bahagia.”“Terima kasih, Bu,” ucap Anin. Tiba-tiba sang asisten rumah tangga mendekati mereka dan memberitahu Anin jika anaknya menangis“Kamu urus Bhima dulu sana,” ujar perempuan paruh baya itu. Anin pun segera bergegas ke kamar untuk menengok Bhima. Bayi laki-laki itu sepertinya hanya terbangun karena mendengar suara berisik. Setelah digendong oleh Anin, anak itu kembali tidur.Ponsel milik Anin berdering panjang, tanpa melihat siapa yang menelponnya ia tahu bahwa itu adalah Harris. Dan benar saja setelah menekan tombol hijau, suara Harris lembut menyapanya. Sesuai janjiya tadi, ia mengabari Anin jika lelaki itu sudah sampai di kantor.“Aku tidak mampir ke mana-mana lho sayang,” canda Harris, ia menirukan larangan Anin tadi.“Bagus, memang harus begitu,” timpal Anin.
Harris mencoba mengingatnya di mana dirinya pernah melihat mobil itu. Setelah berusaha memeras otaknya Harris sama sekali tak ingat.“Apa mobil itu sangat penting untuk Bapak?”“Tidak juga tetapi karena aku penasaran jadi tolong cari tahu ya,” titah Harris. “Satu lagi, suruh temanmu itu mengikuti ke mana saja ayahku pergi lalu laporkan padaku ya,” imbuhnya. Damar pun siap untuk menjalankan perintah atasannya.Mereka meninggalkan topik pembicaraan seputar ayahnya dan mobil itu. Damar kembali ke tempat duduknya, ia sudah lega karena apa yang menjadi ganjalan di hatinya sudah disampaikan pada Harris. Lelaki itu tak lagi memeriksa ponselnya setiap saat, ia fokus pada pekerjaannya begitu juga dengan Harris. Ia tak memusingkan tentang ayahnya karena sudah memasrahkannya kepada Damar.Ketika sedang larut dalam pekerjaan mereka masing-masing, tiba-tiba terdengar suara ketu
“Kamu mau kita pulang ke apartemen?” tanya Harris“Aku sudah bilang tadi di telepon, katanya kamu mau bahas saat sudah di rumah,” ungkit Anin.“Iya sayang, makanya aku tanya kamu mau pulang ke apartemen?”“Mau mas, lebih nyaman berada di sana. Hanya ada kita bertiga saja,” jawab Anin.“Bagaimana kalau tinggal di sini sehari saja,” tawar Harris. “Aku tahu apa yang terjadi di antara kamu dan ibuku tetapi akan lebih baik jika kita pergi setelah kalian berbaikan dulu, ketika keadaan sudah baik-baik saja,” lanjutnya.Anin tampak memikirkan saran dari Harris, memang benar tak elok jika ia pergi dari rumah mertuanya ketika mereka terlibat suatu masalah. Anin ingin meninggalkan kesan yang baik untuk Ibu Harris.“Bagaimana sayang?” tanya Harris yang penasaran apakah Anin setuju dengan