Halbert bertemu dengan seorang dewi yang menyebut dirinya sebagai keturunannya sendiri. Lalu Rachel yang telah lama menantikan kedatangan Halbert ke rumahnya, justru malah kedatangan sekelompok pria asing. Pada saat bersamaan, Earl dan Alvaro sedang mencoba bernegosiasi dengan Fritz.Fritz adalah seorang pria yang kebetulan selamat dari bencana, lantaran orang ini dikurung dalam penjara gubuk. Tidak lain penjaranya adalah kandang. Fritz tidak berniat untuk pergi sebab berpikir bahwa hidupnya tak lama lagi akan berakhir, namun Earl tak mau membiarkannya begitu saja. Bukan karena rasa kasihan, melainkan karena menginginkan kekuatannya.“Inti magis yang kau miliki itu, apakah tidak bisa digunakan untuk melacak Tuanku?” tanya Alvaro. “Itu sudah tidak mungkin lagi. Itulah kenapa kita membutuhkan Fritz.”“Memangnya dia bisa melakukan apa?” tanya Alvaro penasaran.“Sihir pelacak. Seharusnya banyak orang yang dapat menggunakan sihir semacam ini meskipun cara mereka berbeda-beda. Tapi yang
Earl mungkin sudah mengambil hatinya, dan membuat Fritz bangkit kembali. Namun akan tetapi, tidak lagi setelah tahu kebenaran mengenai Noah.Walau sedikit kesal karena harapan kecilnya takkan pernah terkabul, ia mengalihkan emosinya, membuat sang bencana menjadi target utamanya.“Berikan padamu, magis milik tuanmu itu!”“Sayang sekali, aku sudah tidak memilikinya. Coba kau tanyakan pada pak tua itu, apakah dia punya atau tidak?”“Ini!” sahut Earl, sembari melempar sebotol kecil berisikan inti magis.“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu tentang magis ini. Setahuku aku tidak pernah memberitahukannya padamu.”“Aku ini cukup peka tahu. Kau pikir aku tidak tahu reaksi sihir dan magis yang sama itu milik siapa? Aku sebelumnya juga sudah bilang, orang itu menolongku. Mana mungkin aku melupakan penolongku begitu saja.” Fritz mengambil botol kecil itu, ia membukanya sebentar lalu menutupnya kembali. “Lagi pula, bencana memang tidak bisa dibiarkan begitu saja. Noah, Raja, dan para prajurit lainny
Liontin milik Raja Eadric telah berada di tangan Halbert. Ia hendak pergi namun ia dihalangi oleh sesosok wanita yang terlihat agung di matanya, bagai dewi. Ia yang berwarna keemasan sungguh mencolok di mata Halbert. Halbert tertegun, ia bingung untuk melakukan apa setelah melihat itu. Namun sosok dewi memanggilnya sebagai keturunannya. Tidak lama setelah itu, sosok wanita emas merasuki tubuh melalui aliran darah dan membuat Halbert sangat kesakitan.“Wahai keturunanku, lihatlah ini.”Sekali lagi suara lemah lembut itu bertutur kata di dekatnya. Halbert yang sudah dalam kondisi tak sadarkan diri di tempat dengan kedua kaki tertekuk ke belakang, kesadaran serta jiwanya di bawa ke suatu tempat asing.“Siapa?”Ingatan demi ingatan terus mengalir ke dalam kepalanya. Entah itu ingatannya sendiri yang pada saat itu sedang mengejar Gaston, ataupun ingatan lain yang adalah milik Andrew Stanley. Setiap detik ia selalu diperlihatkan ingatan masa lalu, baik dan buruknya saling bergantian satu
“Jangan sebut namaku dengan mulut kotormu itu, bencana!” teriaknya penuh amarah.“Jahat sekali kau ini. Menyebutku sebagai bencana padahal aku hanya mengisi perutku yang sedang kosong. Mwahahahaha!”Bencana tertawa bahak-bahak.Lagaknya sang bencana, perangai jahat pun seakan tumpah ke dunia. Valkyrie yang merasakannya tentu merasa takut. Tapi, tidak ada waktu untuk ketakutan, terlebih setelah dirinya mengenggam pedang untuk bertarung.“Tidak akan aku biarkan! Aku harus bertarung demi masa depan yang akan datang!” Valkyrie bertaruh nyawa, demi mengalahkan bencana yang suatu saat mungkin akan menghancurkan dunia ini. Jiwanya sendiri yang akan menjadi saksi, lalu sekarang, ia pun dapat menyegel bencana ke dalam bentuk tak berwujud. “Duduk dalam singgasana. Jatuhlah dalam lumpur api, kekuatan dan kekuasaan yang tidak setara dengan kesetiaan, kelak menjadikan tubuh ini sebagai penopang abadi,” ucap Valkyrie sembari mengenggam pedang dengan ujung bilah tertancap pada lantai bergambarkan s
Dalam beberapa waktu ke depan, langit yang sebelumnya gelap menjadi terang. Namun hujan tetaplah datang dan mengguyur sebagian penduduk di kota kecil. Hujan datang ketika langit sudah terang, ini adalah ha yang sangat jarang terjadi. Seiring berjalannya waktu, Halbert yang berjalan menuju ke suatu tempat, selalu saja dilirik oleh banyak orang. Mereka mungkin berpikir aneh tentangnya yang sebelum ini berteriak, tertidur lalu terbangun dengan pakaian compang-camping. Meski sadar pakaiannya menjadi seperti itu, ia tidak begitu memperdulikannya karena memang tidak memiliki pakaian lagi selain itu. “Aku jadi terlalu peka setelah itu semua.”Banyak orang semakin memperhatikannya, banyak orang juga merasakan hawa keberadaannya yang berbeda. Ada rasa takjub sekaligus hormat yang tidak mereka ketahui apa maksud perasaan mereka itu terhadap orang asing. “Orang itu siapa ya?”“Aku juga tidak tahu. Tetapi di mataku, dia sangatlah patut dihormati.”“Ya, benar. Aku juga merasakannya begitu. Ada
Beberapa jam sesaat setelah kepergian Halbert. Rachel kedatangan tamu tak terduga. Awalnya Rachel berpikir bahwa Halbert lah yang datang namun sayangnya bukan.“Siapa kalian semua?” tanya Rachel dengan perasaan takut, sembari ia mengenggam sisi pintu seakan ingin segera menutupnya.“Hei, nona! Apa kau tahu di mana pria bernama senjata itu?” Tidak menjawab pertanyaan Rachel, justru salah satu dari mereka bertanya. “Pria bernama senjata? Apa maksud kalian?” Rachel bingung. Ia kembali membalasnya dengan pertanyaan.“Ya, Halbert. Benarkah begitu namanya?” Ia memastikan kembali pada temannya, mengenai seseorang yang mereka cari saat ini.“Halbert? Tidak tahu.” Setelah sadar siapa yang mereka maksud, Rachel menjawabnya dengan kebohongan dengan sengaja. “Tidak tahu katamu? Mana mungkin,” ucapnya sembari menahan sisi pintu agar tidak ditutup.“Iya! Aku tidak tahu! Aku tidak mengenal siapa pun di kota ini! Karena aku baru saja sampai pagi ini! Kalian puas?” amuk Rachel, sembari berusaha untu
Sudah berapa lama dirinya meninggalkan kerajaan Lidah Buaya? Rasanya sudah sangat lama sekali. Ia yang biasanya tidak begitu memikirkan keadaan mereka di sana, justru sekarang mulai merasa gelisah tanpa sebab. Mungkin saja ini karena kematian Rachel yang begitu tiba-tiba, itulah yang Halbert pikirkan. Seperti ada belenggu di lubuk hati terdalam, ia tampak gelisah dengan wajah pucat yang semakin pucat. Kulit putih pucatnya jadi terlihat sangat jelas karena kejadian hari ini. Halbert diam sembari mengepalkan kedua tangan, ia juga berharap bahwa tidak ada lagi yang terjadi pada seseorang yang ia kenali. “Bencana itu, memang tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi,” ucap Halbert. Matanya bersinar, menatap sinis ke arah timur laut. Halbert yang sedang marah, tidak begitu terlihat amarahnya saat ini. Bahkan seperti sedang tidak marah pada seseorang, lantaran ia dibuat tenang oleh kekuatan Valkyrie itu sendiri. “Ternyata kau berada di sana?”Berkatnya, ia dapat menemukan ensesi Raja Dunia
Hanya dengan mengandalkan kekuatan sihir yang amat sedikit, ia mampu memenggal putus tapi pengikat antara raga dengan sisa jiwa mereka di sana. Pedang sihir yang berkelap-kelip bagai bintang di langit, warna kebiruan yang murni dengan cahaya terang, sangatlah indah.Terlebih setelah diayunkan ke sana kemari, tuk menyelamatkan para boneka malang ini, kilau cahaya putih kebiruan mengekor dengan cepat namun pergerakannya sangat halus.Demi apa ia mengayunkan pedang? Untuk sesaat kalimat tanya seperti itu terlintas dalam benaknya. Jika Halbert dalam posisi sebagai kesatria termuda di beberapa tahun sebelumnya, maka ia akan menjawab, "Demi rakyat dan bersumpah pada Raja."Tetapi sekarang jelas tidak begitu, walau cara yang ia gunakan terlihat kasar.“Demi masa depan. Aku harus mengotori tanganku sendiri!” Slash! Slash!Sayatan pedang yang terus menari tanpa henti. Kilat putih kebiruan yang sekilas mirip dengan langit di saat terang, semakin lama semakin jelas kelihatannya. Sebagian para
Aku Halbert Stanley. Sedari lahir, aku hidup sendiri. Entah siapa yang mengurusku saat masih bayi namun aku tahu siapa yang berada di sampingku sampai detik ini juga. Dia adalah Gaston Bruke. Kami berdua sama-sama tidak punya keluarga, hidup di antara tumpukan sampah di desa kecil yang sudah tak layak ditinggali manusia. Tetapi, kami berdua bisa hidup dengan bahagia. Saat perang kecil-kecilan datang, kami yang masih berusia belia justru merampas jatah perang. Beberapa pedang atau bahkan bahan makanan beku yang tertinggal akan kami ambil. Ketika ingat itu, aku jadi tersenyum dan merasa ingin kembali ke masa kecil meski dulu sangat buruk. Sekarang, aku di sini sebagai Halbert yang adalah mahluk undead. Aku adalah titisan Valkyrie, yang seharusnya bisa mengalahkan bencana dari awal. Tapi aku tidak bisa melakukan itu. Sementara yang kuingat hanyalah ingatan buruk saat Gaston membunuhku. Saat itu aku tidak menyangka itu akan terjadi padamu tapi sekarang aku mengerti. “Pemimpin Halber
Saat kepulan asap yang merupakan racun aktif, dan Halbert dibuat panik karenanya. Suara seorang dewi itu kembali didengarnya. Dewi itu berkata, “Janganlah takut. Baju perang akan menghalau segalanya, dan sayapnya dapat mengibaskan apa pun. Kau merasakan sakit karena aku membuatmu hidup sementara agar dapat menahan kekuatanku ini.” Dari kalimat itu ia akhirnya sadar, memang benar ia merasakan sakit tapi tidak lama setelah itu, racunnya menghilang sedikit demi sedikit. “Sayap? Kalau dipikir-pikir aku baru sadar kalau wujudku ini sangat berbeda,” tukas Halbert.Raja Dunia Bawah tertawa bahak-bahak, tampaknya ia berpikir bahwa titisan Valkyrie akan kalah. Tapi ia jelas salah. “Jangan tertawa sebelum tahu akhirnya akan bagaimana, hei, dasar bencana kurang ajar!” pekiknya selagi menunjuk ke arah Raja Dunia Bawah dengan tatapan kesal.Ia kemudian kembali berdiri tegak, mengenggam pedang besar namun terasa ringan di kedua tangan ini untuk menyerang sang bencana sekali lagi.“Hah? Dia masi
Pertarungan akhir telah dimulai! Halbert melancarkan sihir serangan yang berdampak cukup besar sampai membangunkan jiwa Gaston yang tertidur lelap. Dengan itu, Halbert mencoba untuk memperingatkan bahwa dirinya akan benar-benar membunuh Gaston. Di samping itu, sihir serangan yang dilapisi tekad kuat pun membumbung tinggi. Raja Dunia Bawah kesulitan bereaksi lantaran kecepatan Halbert hampir menyerupai cahaya sehingga sulit diprediksi akan menyerang di bagian mana. Dengan tombak bercahaya sekaligus berselimutkan elemen petir tertancap di tubuh Gaston, sang Raja Dunia Bawah lah yang paling terkena dampak besar dari sihir serangan tersebut. Ia sempat tak sadarkan diri, namun sayang hanya berlaku beberapa detik saja. Setelah itu ia kembali terbangun. “Aku tidak akan lemah hanya karena serangan ini saja. Seharusnya kau tahu itu,” tutur sang Raja Dunia Bawah.“Aku tahu. Aku bahkan tidak pernah berpikir akan menghabisimu dengan mudah begitu. Apalagi aku bukan orang yang suka berbelas ka
Raja Dunia Bawah lantas saling bertukar pandang. Kebencian dan amarah, saat itu Raja Dunia Bawah seakan sudah terdesak lebih awal. Ia merasa sesak saat melihat keberadaan Valkyrie di dalam dirinya. “Pria itu sampai ke tempat ini. Ck, apa yang sebenarnya mereka lakukan?!”amuknya dengan gelisah.Amarah yang jelas terlihat itu membuat Halbert semakin ingin mempercepat serangannya sebagai awal mula. Rose dan Salamander hanya diam dan memperhatikan pria itu, sementara Halbert, ia benar-benar fokus pada musuhnya saja.“Mr. Undead tidak boleh diganggu 'kan? Aku yakin para bawahan yang diciptakan oleh bencana akan segera datang.”“Mereka akan segera datang? Bukankah mereka pergi lebih awal dari kita?”“Ya, kalau menurut Mr. Undead, mereka pergi saat tahu bahwa titisan Valkyrie dalam bahaya. Jadi mungkin, mereka sedang menikmati waktunya selagi bisa, dilakukan sebelum kembali ke majikan?”“Aku tidak yakin bahwa mereka sedang bersenang-senang.”“Aku juga berpikir begitu.”Entah apa maksud Ros
Halbert melirik ke segala arah. Sedang memastikan apakah musuh lain masih mengintai atau tidak. Ternyata ia sadar bahwa selama pertarungannya, para bawahan lain telah memperhatikan dirinya. Meskipun sadar ia tak bisa berbuat apa-apa. Lagi pula di mata mereka, sekuat apa pun serangan fisik maupun sihir Halbert pada mereka, takkan pernah melukainya sama sekali. Mereka tidak tahu bahwa Penyihir Api Hitam telah benar-benar tewas di tangan Halbert dengan mudah. “Kenapa kau mau melawannya saja? Padahal dengan bertelportasi, kita bisa kabur,” ujar Salamander.“Jika aku kabur mereka akan mengejar. Jangan lupa kalau mereka termasuk ke dalam penyihir gelap tak peduli wujud aslinya seperti apa.”“Kau benar.”“Ngomong-ngomong kenapa kau tahu kalau intinya ada di dada?” tanya Rose penasaran. “Padahal aku tidak tahu di mana itu.”“Aku selalu memotong tubuhnya menjadi dua dari pinggang. Kadang juga di lehernya tapi tak merasa sudah membunuhnya. Begitu tahu dia hanyalah Batu magma api, maka satu ha
Penyihir Api Hitam ditinggal oleh semua rekannya yang sudah pergi menuju ke tempat Raja Dunia Bawah berada. Percakapan antara Rose dengan Penyihir Api Hitam, Rose berencana untuk menguak kelemahannya secara langsung namun tetap sulit rasanya.“Hei, bukankah kau adalah Penyihir gelap sama seperti diriku?” tanya si penyihir itu sembari mendekat.“Ya. Lalu kenapa?” sahutnya ketus.“Lalu kenapa? Bukankah sudah jelas Itu aneh? Kau yang adalah penyihir gelap malah jadi budaknya Valkyrie. Ini di luar dugaan.”“Kau mungkin benar. Rasanya aneh aku yang terkesan jahat ini justru bersanding dengan mahluk suci. Tapi aku tidak sama seperti kalian. Aku manusia sementara kalian bukan.” Rose mengatakannya sambil menunjuk ke arahnya dengan berani.Penyihir Api Hitam tersebut pun tersenyum. Ia mendekati Rose sampai tidak ada jarak di antara mereka. Sesaat penyihir ini mulai tertarik dengan wanita bernama Rose. “Kalau benar, kau mau apa?” Begitulah jawabannya, ia sengaja berbisik di dekat telinga.“Bi
“Kita terus memutarinya karena memang mustahil lari ya?” Rose bergumam.“Dia memang anak yang sulit diperhitungkan. Di samping dia kehabisan waktu, dia merasa ingin mengalahkan lawannya sebagai bahan uji coba,” sahut Salamander.Kecil menjadi kawan, besar menjadi lawan. Itu adalah makna dari sebuah api. Setiap api memiliki suhunya masing-masing. Api itu menakutkan dan sekalinya tersambar maka habis sudah. Mati dengan cara tersiksa begitu takkan membuat orang senang. Sihir api, sihir yang cocok untuk para bawahan Raja Dunia Bawah. Sihir api ini pun membuat Halbert kewalahan. Alhasil dirinya kembali disambar oleh api hitam yang terlihat begitu mengerikan. Namun di sana, dirinya sama sekali tidak berteriak justru berusaha untuk memadamkan, tapi tak perduli seberapa keras usahanya dalam mencoba untuk memadamkan api jahat ini, api ini tidak kunjung padam justru semakin membesar seiring waktu berjalan. Kenyataan yang mengerikan. Benar apa kata Halbert sendiri, ia sulit dilawan dan apa pun
Penyihir Api Hitam yang seharusnya takkan bisa bangkit kembali, justru ia kembali terbangun dengan keadaan tanpa luka. Semuanya pulih seakan ia tidak pernah terluka sebelum ini. Kejanggalan itu membuat Halbert tertegun, tanpa bisa mengatakan apa-apa. “Kenapa? Kaget ya?” Sementara ia seperti sedang mengejek dirinya. “Kau ...kenapa bisa bangun lagi? Seharusnya kau sudah tidak mampu.”“Coba tebak saja.”“Mana sudi aku menebak apalagi harus melawanmu. Aku sudah banyak dijahit, takkan aku merugikan diriku sendiri,“ tukas Halbert.“Ho, ternyata kau ingin secepatnya menyerah? Jangan harap!”Tidak hanya itu, kecepatannya semakin bertambah, sulit untuk mengikutinya dengan kedua mata. Halbert hanya bisa berfokus untuk bertahan sekalipun sampai harus terdorong mundur ke belakang akibat serangan barusan. “Sepertinya dia bukan manusia sungguhan. Tapi apa ya? Hm, aku merasa aneh dengan musuhnya Mr. Undead,” gumam Rose. Ia diam memperhatikan pertarungan antara Halbert dan Penyihir Api Hitam itu.
Rose berjalan dengan pelan, mendekati Halbert yang sedang beristirahat sekarang. Halbert menatapnya tajam, sebab ia merasa tak nyaman dengan keberadaan seorang wanita di dekatnya.“Kenapa dengan tatapanmu itu?” Rose bertanya selagi ia duduk di dekatnya dengan memeluk kedua kaki. Ia juga tersenyum. Halbert menyahut, “Kau baru dari mana saja? Aku sempat merasakan hal aneh.” Ia balas bertanya sembari menunjuk ke bawah leher. “Hal aneh? Hal aneh apa yang kau rasakan, Mr. Undead?” “Tandanya sempat tergores sesuatu. Tapi setelah itu tidak lagi. Kadangkala aku merasakan rasa sakit di tempat yang sama. Ini pasti berkaitan denganmu. Apa yang kau lakukan sampai nyawamu terancam?” Kembali Halbert bertanya. Rose mengalihkan pandangannya. Ia menatap langit seakan merindukan suatu hal yang besar. Lantas wanita itu pun menjawab, “Aku sempat mati.”“Apa?”“Iya. Sempat mati,” jawabnya sambil menghadap wajah Halbert. Rose menjelaskan kejadian yang telah terjadi padanya dan beberapa orang yang meng