Mendapat surat undangan dari keluarga kerajaan membuat kerutan di dahi Althea tak kunjung hilang. Selama ini ia jarang mengunjungi istana, bahkan sejak berteman dengan Mikhail terhitung beberapa jari saja ke sana. Apa ini surat dari Mikhail? Tapi kalau dari Mikhail tidak mungkin, ia pasti akan datang langsung ke sini untuk menemuiku, batin Althea.
"Marie, tolong persiapkan perlengkapanku besok untuk ke istana," ucap Althea meletakkan undangan tersebut di meja belajarnya."Baik, nona.""Kau boleh kembali."Setelah terdengar pintu tertutup, Althea menatap jendela sambil bersedekap."Aku tidak bisa memperkirakan akan bertemu dengan siapa besok," gumamnya sebelum menutup gorden.Pagi harinya, para pelayan yang ada di kamar Althea sibuk mempersiapkan gaun, perhiasan, serta riasan untuk majikannya.Althea yang baru saja selesai mandi langsung digiring untuk memilih gaun yang akan dipakai nanti. Pandangan gadis itu tertuju pada gaun biru langit dengan hiasan kupu-kupu di bagian sisi kanan dan kirinya, lalu rambutnya digulung dan diberi hiasan berlian kecil dengan warna yang serupa.Kesan yang terdapat pada diri Althea tetap sama apapun yang dipakai gadis itu; anggun dan tenang. Sehingga orang-orang yang berinteraksi dengannya secara tidak langsung menjaga sikapnya di depan gadis itu."Sudah selesai, nona."Althea menatap pantulan dirinya di cermin, lalu menoleh pada Marie, "apa kereta kudanya sudah siap?"Marie menganggukkan kepalanya, "sudah, nona. Kusir beserta kesatria pengawal khusus sudah siap dan kereta kuda baru sudah dipersiapkan."Althea mengangguk, kereta kuda keluarganya yang dulu sudah sangat tua, akhirnya diganti dengan yang baru. Ia harap tidak ada kejadian yang tidak terduga saat perjalanan nanti."Baik, aku akan berangkat sekarang."***Helio mencoret tanggal yang ada di dinding kamarnya. 'Tinggal satu hari lagi' batinnya. Lelaki itu menghela napas. Sejak perkataan ibunya seminggu lalu, ia menjadi tidak tenang. Selama ini ia belum memiliki kemampuan apapun untuk melawan orang-orang yang dulu pernah menyingkirkannya.Helio berjalan pelan memutari kamarnya sembari menggerak-gerakkan pena bulu yang tadi dipakainya untuk mencoret tanggal. Lalu tak sengaja matanya menatap pegangan pedang yang menyembul dibalik kasur. Tiba-tiba Helio tersenyum miring saat terlintas sebuah ide di kepalanya.Beberapa menit kemudian, pakaian Helio telah berganti. Kini ia memakai baju kaos putih dengan rompi coklat, celana coklat, lalu jubah coklat beserta sebuah pedang yang ada di pinggangnya. Pakaian-pakaian itu sebelumnya pernah dibelinya di pasar saat ia masih tinggal bersama nenek dan kakeknya.Helio membuka pintu balkon, lalu berusaha turun dari dinding balkon dengan melompat ke arah batang pohon yang tingginya tak jauh dari teras balkon kamarnya.Saat sudah menapaki tanah, Helio berjalan dengan pelan keluar lewat gerbang belakang istana. Lelaki itu membuka peta yang sebelumnya dikasih oleh kakeknya. "Mari kita lihat wilayah ini," gumamnya.Kerajaan Hymne terletak di tengah pulau Hymnesia, di arah selatan ada wilayah Marquess Hildert, di utara wilayah Count Gaspal, di timur merupakan wilayah Duke Foster dan di barat wilayah Duke Heldegart, yang merupakan wilayah dari keluarga ratu.Karena saat itu penerus Duke Foster tidak memiliki anak perempuan, maka raja menikahi penerus Duke Hildegart yang memiliki seorang putri tunggal.Diantara wilayah Foster dan istana, harus melewati hutan suara iblis, yang di mana hutan tersebut adalah hutan misterius sekaligus paling berbahaya di negara ini. Helio sangat penasaran dengan hutan ini, selama ini lelaki itu hanya mendengar mitos dan gosip dari orang-orang saja. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi ke hutan tersebut.Sementara itu di tempat lain, Althea sedang berada di dalam perjalanan menuju istana. Ia tidak melewati rute yang ada di peta, di mana harus melewati hutan suara iblis, melainkan lewat jalan pintasan yang diberi tahu oleh Mikhail beberapa tahun lalu."Hey! Coba tebak, aku baru menemukan jalan rahasia menuju ke sini!" Mikhail langsung berceloteh sesaat setelah lelaki itu duduk di taman kediaman Foster."Kau tidak melewati hutan suara iblis?"Mikhail menggeleng, "no, no, no. Aku bosan kalau lewat sana, terlalu jauh, Hera. Jalan pintasku ini aku pastikan aman dan hanya orang-orang penting saja yang tau," bisik Mikhail diakhir kalimatnya."Berarti aku termasuk orang-orang penting itu?" Tanya Althea mengangkat salah satu alisnya."Bukankah sudah jelas?" Jawab Mikhail sambil memainkan kedua alisnya dengan ekspresi yang menjengkelkan bagi Althea.GUBRAK!Lamunan Althea buyar karena kereta kudanya berhenti dengan tiba-tiba. Gadis itu menyibak tirai dan melihat ke luar."Ada apa?" Tanyanya pada kesatria yang berada di dekat jendela."Maaf putri, sepertinya jalan yang dilewati kini tidak berfungsi lagi," jawab kesatria tersebut setelah menundukkan kepalanya sekilas.Althea membuka pintu kereta, lalu turun untuk melihat jalan tersebut. Ia mengerutkan dahinya. Tidak berfungsi lagi? Beberapa minggu lalu, sebelum Mikhail pergi ke negri tetangga, lelaki itu menggunakan jalan ini untuk ke kediaman Foster, dan sekarang jalan itu malah terlihat buntu, seakan-akan tidak pernah dilewati oleh orang.Gadis itu menghela napas, "kita putar arah lewat hutan suara iblis," putusnya.Walaupun ia tidak tau kenapa nama hutan tersebut sedikit menakutkan, padahal saat melewatinya pun tidak ada kejadian yang menyeramkan, tapi orang-orang malah lebih memilih untuk mencari rute terpanjang dengan menyeberangi lautan, melewati wilayah kekuasaan Marquess Hildert, lalu berkuda beberapa jam untuk sampai ke istana."Anda yakin akan melewati hutan itu, putri? Wilayah itu jarang dilewati oleh orang-orang, kita tidak tahu akan ada apa di sana," ucap kusir yang sedikit khawatir.Althea menopang dagunya, "memang beresiko melewati wilayah itu, tapi tidak ada pilihan lain. Kalau menyeberang dulu pasti tidak akan sempat."Akhirnya mereka pun melewati hutan suara iblis, para kesatria pengawal yang berjalan sudah bersiap-siap dengan senjata mereka jika ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.Dari awal memasuki hutan hingga mereka berada di pertengahan hutan, belum ada tanda-tanda adanya marabahaya ataupun suara-suara iblis, untuk sejenak mereka bisa menghela napas lega.SREET!!"AAKH!!""AAAKH!!"Dalam beberapa kali kedipan mata, sudah ada beberapa orang kesatria Foster tumbang. Althea mengintip dari balik tirai, tapi belum sempat benar-benar melihat situasi, kusir yang ada di depan berteriak dan jatuh. Suara pedang dari kesatria lain yang masih selamat segera melindungi kereta kuda putri. Mereka berusaha menghindari anak panah dengan pedang mereka.Althea mengepalkan tangan di paha, ia memejamkan matanya, dan berusaha mengatur deru napas. Di situasi seperti ini, gadis itu tidak boleh panik, ia harus memikirkan cara untuk keluar dari situasi ini sebelum semua kesatrianya meninggal.Namun, dipikir bagaimanapun juga gadis itu tetap tidak menemukan jalan keluarnya. Althea tidak membawa pedang, ia tidak mengira perjalanan menuju istana akan seberbahaya ini.Suasana menjadi hening. Tidak ada suara pedang yang berusaha menghindari anak panah, hanya deru napas Althea yang terdengar. Gadis itu melirik ke segala arah, berusaha untuk mencari jalan keluar.Matanya tertuju pada bangku yang sedang ia duduki saat ini. Ia baru ingat kalau Marie sebelumnya berkata kalau bangku ini bisa dibuka, sehingga memiliki ruang kosong.Dengan geraka cepat, Althea bangkit dan membuka bangku tersebut. Ia sempat terkejut karena sebuah pedang menembus pintu kereta kuda, tinggal beberapa senti saja sudah menyentuh kulitnya. Althea langsung masuk ke dalam bangku tersebut dan menutupnya.Saat sudah di dalam, Althea masih cemas. Kemungkinan dibukanya bangku ini memang kecil, karena saat ini jarang kereta kuda yang memiliki ruang kosong dibawah bangkunya.Gebrakan pintu kereta kuda terdengar, lalu hanya keheningan yang bisa Althea tangkap. "Tidak ada siapapun di dalam, Tuan.""Benarkah? Kau sudah mengeceknya sampai ke setiap sudut?" Bunyi suara langkah kaki mendekat dan berhenti."Sepertinya putri itu suka bersembunyi, aku hanya harus menemukannya kan? Seperti..." Orang yang dipanggil tuan tadi memasuki kereta, dan membuka bangku tempat persembunyian Althea, "di sini." Di akhir kalimatnya orang itu tersenyum. Namun, senyumnya hilang saat melihat Althea tidak sadarkan diri dengan keringat yang banyak."Tampaknya putri kehabisan napas, cepat bawa dia keluar," perintah orang itu pada bawahannya.Tepat setelah orang itu berbalik badan, Althea langsung bangkit dan menendang kepala lelaki itu hingga tersungkur. Kesempatan itu langsung diambil oleh gadis itu untuk keluar dan mengambil pedang yang ada di tanah lalu mulai menusukkannya ke jantung anak buah lelaki itu.Lelaki yang tadi tersungkur, kini bangun dan melihat Althea dengan pandangan remeh. "Aktingmu sangat bangus, putri. Tapi, aku tidak tau sampai kapan kau akan bertahan." Segera setelahnya laki-laki tersebut menyodorkan pedangnya, tapi dengan cepat ditepis oleh Althea.Lelaki itu berulang kali menyerang dengan brutal, mulai dari menyerang kepala, jantung, pinggang, hingga tangan dan kaki. Dengan berulang kali pula Althea menghindari serangan itu.'Sial, orang ini cukup pandai menggunakan pedang, aku menyesal telah bolos mengikuti kelas berpedang.'Akhirnya setelah lama menghindari serangan tersebut, lengan Althea yang memegang pedang terkena sayatan. Gadis itu meringis pelan, langsung memindahkan pedangnya ke sebelah tangan yang lain.Lelaki yang dihadapannya tidak memakai penutup kepala, tapi entah kenapa pandangan gadis itu buram sehingga wajah lelaki itu tidak terlihat jelas."Siapa kamu?" lirih Althea, ia memegangi lengannya yang terus mengeluarkan darah segar."Kamu tidak akan bisa melihat wajahku, putri. Jadi menyerahlah, ayo ikuti aku baik-baik," lelaki itu mengulurkan tangannya, tapi Althea segera mundur, sakit di tangannya kian terasa perih, dan badannya perlahan lemas."Baiklah, karena putri tidak mau, aku akan menggunakan cara paksa. Setelah ini, putri hanya akan merasa lelah lalu tertidur dengan sendirinya," tutur lelaki itu, tak lama tangan kirinya mulai mengeluarkan aura hitam.Althea terkejut melihat itu, jadi lelaki di hadapannya adalah... Penyihir?! Saat ini susah untuk melihat penyihir sejak raja terdahulu menghabisi seluruh penyihir karena sebagian besar dari mereka berkhianat pada kerajaan.Althea sudah bersiap untuk memejamkan mata saat aura tersebut mengarahnya. Namun, beberapa detik setelahnya ia tidak merasakan apapun. Gadis itu kembali membuka matanya dan terkejut melihat cahaya emas yang melindunginya dari aura hitam tadi."Tampaknya ada satu serangga yang sedang bermain-main, ya." Althea menoleh ke belakang dan mendapati seorang lelaki dengan tudung coklat sedang berjalan ke arahnya.Setelahnya lelaki itu membuka tudung dan terlihat rambut keunguan serta mata biru gelap miliknya. Tatapannya datar dan terkesan angkuh.Dalam sekali sentakan, cahaya emas tersebut mengalahkan aura hitam tadi dan membuat sang pelaku terbatuk mengeluarkan darah segar."Enyahlah, sampah!" Belum sempat menyerang, pelaku tadi langsung menghilang dari pandangan."Sial," gumam lelaki tersebut. Althea menatap lelaki yang telah menolongnya, rasanya ia pernah melihat orang dengan rambut keunguan.Tunggu, yang mempunyai rambut hitam keunguan hanyalah keturunan raja dan ratu saat ini, jika bukan Mikhail, apa jangan-jangan orang di hadapannya saat ini adalah Pangeran Helio?"Pa--pangeran Helio?"Setelah mengucapkan kalimat itu, kepala Althea makin terasa berat, kakinya melemah, dan pandangannya kian memburam.Lalu semuanya menjadi gelap....To be continued.Althea membuka matanya. Perlahan, sinar mentari masuk melewati jendela kamarnya, suara-suara burung mulai terdengar di indra pendengaran. Setelah pandangannya jelas, ia langsung mengetahui tempat ini di mana. Ya, sekarang gadis itu sedang berada di kamarnya sendiri. Althea meringis ketika ia mengangkat sebelah tangannya untuk mengambil air minum di nakas sebelah tempat tidur. Gadis itu melirik perban yang telah melekat di lengannya. Tak butuh waktu lama, ingatannya kembali pada waktu itu saat ia berusaha melawan seseorang yang ingin menculiknya, tapi diselamatkan oleh pria bertudung coklat yang disangkanya Pangeran Helio yang tengah diperbincangkan oleh orang-orang akhir-akhir ini karena ketampanannya. Althea menghela napas pelan, kejadian itu masih terasa nyata baginya. "Nona Althea, syukurlah Anda telah bangun, apa masih ada bagian yang sakit?" Tanya seorang pelayan muda yang baru memasuki kamarnya yang dijawab gelengan oleh Althea. Gadis itu membawa baskom untuk majikannya mencuc
Mikhail berjalan dengan gontai menuju istananya. Bukan karena ia malas mengikuti segala kegiatan yang banyak menguras tenaga dan pikirannya, tapi karena sepenggal pertanyaan Helio. Pertanyaan yang masih terpatri dalam ingatannya. "Suka? Aku?" Sembari berjalan, Mikhail terus melontarkan tanya atas apa yang ada di pikirannya. Langkah kakinya terhenti. Kepalanya menatap sisi kanan, dan pemandangan taman istana putra mahkota terpampang indah seluas mata memandang. Mikhail tidak pernah lupa, bahwa tempat itu adalah pertemuan pertamanya bersama Althea. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum ketika memori itu terputar dalam kepalanya. "MIHAEEEL!!" Teriak Althea dengan keras, mata anak perempuan kecil itu sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung ke bawah, dan kedua tangannya terkepal, serta kaki yang menghentakkan tanah berkali-kali. Anak lelaki yang ada di hadapannya malah tertawa, bukannya menenangkan orang yang ada di hadapannya, Mikhail justru semakin mendekat ke arah anak itu sambil menakut
"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?" Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama. "Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya. Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar. "Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka. "Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus. David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menj
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah