Mikhail berjalan dengan gontai menuju istananya. Bukan karena ia malas mengikuti segala kegiatan yang banyak menguras tenaga dan pikirannya, tapi karena sepenggal pertanyaan Helio. Pertanyaan yang masih terpatri dalam ingatannya.
"Suka? Aku?"Sembari berjalan, Mikhail terus melontarkan tanya atas apa yang ada di pikirannya. Langkah kakinya terhenti. Kepalanya menatap sisi kanan, dan pemandangan taman istana putra mahkota terpampang indah seluas mata memandang.Mikhail tidak pernah lupa, bahwa tempat itu adalah pertemuan pertamanya bersama Althea. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum ketika memori itu terputar dalam kepalanya."MIHAEEEL!!" Teriak Althea dengan keras, mata anak perempuan kecil itu sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung ke bawah, dan kedua tangannya terkepal, serta kaki yang menghentakkan tanah berkali-kali.Anak lelaki yang ada di hadapannya malah tertawa, bukannya menenangkan orang yang ada di hadapannya, Mikhail justru semakin mendekat ke arah anak itu sambil menakut-nakutinya."Sudah kubilang jangan berteriak. Aku belum selesai cerita. Kau tidak tahu bahwa di sana setiap tengah malam ada arwah yang meminta tumbal anak-anak. Beberapa tahun lalu ada yang meninggal karena tidak kuat menahan gangguan arwah itu, siapa yang tahu target selanjutnya itu malah kau, Hera." Setelah mengucapkan kalimat itu, Mikhail mundur beberapa langkah, lalu tersenyum puas melihat wajah ketakutan Althea. Namun, senyumnya seketika hilang saat anak perempuan itu menangis dengan kencang.Sungguh, Mikhail tidak menyangka bahwa ia sampai menangis seperti ini. Seminggu yang lalu, Althea datang ke istana dan menginap di sana. Karena umur Althea dan Mikhail hanya terpaut satu tahun, mereka dipertemukan oleh ratu untuk bisa bermain bersama sekaligus mengusir kejenuhan Althea. Mikhail tidak senang bermain dengan Althea karena anak itu terlalu menurut pada aturan, tidak mau kabur diam-diam ke pasar, tidak mau main pedang, tidak mau bermain lari-larian, dan hanya ingin duduk diam, membaca buku, atau menggambar. Mikhail yang bosan akan hal itu mulai mendapatkan ide dan bercerita hal-hal yang menyeramkan, tapi Althea masih tetap tenang akan perkataannya, sampai akhirnya Mikhail menceritakan rumor mistis yang ada di istana tempat Althea tinggal, dan ia tidak menyangka anak itu akan menangis histeris seperti sekarang ini."Hey! Jangan menangis, aku bercanda tahu! Itu semua bohong! Tidak adaa, Hera!" Mikhail mengulurkan tangan untuk menepuk bahu Althea pelan, tapi gadis itu malah menepisnya."Tidak mau! Aku tidak mau bermain denganmu lagi! Aku benci padamu!" Althea berlari meninggalkan Mikhail, dan sejak saat itu anak perempuan itu tidak pernah menginjakkan kakinya di istana putra mahkota sampai ia dijemput oleh orang tuanya.Saat hendak menaiki kereta kuda untuk pulang ke rumah, seorang pelayan menghampiri Althea dan memberi sebuah lukisan taman istana tempat ia dan Mikhail sering bersama. Pelayan itu tidak mengatakan apapun, hanya tersenyum dan memberikan lukisan ini. Althea menerimanya, lalu menatap lukisan itu dengan mata yang berbinar. Walaupun lukisannya terkesan kaku, tapi tetap saja indah di mata Althea. Lalu, gadis itu membalikkan lukisan tersebut, dan ada sepenggal kata di sana. 'Maaf'.Althea terdiam, lalu memandang kaca istana tempat pangeran Mikhail tinggal. Walaupun ia tidak melihat Mikhail, tapi entah kenapa Althea tersenyum, menandakan bahwa ia sudah memaafkan anak lelaki itu.Tanpa Althea sadari, Mikhail sedari tadi mengamati anak itu. Mikhail terlalu takut untuk menghampiri Althea yang mau pulang ke kediamannya, makanya ia mengutus seorang pelayan untuk memberikan hasil lukisannya sebagai permintaan maafnya pada anak itu. Mikhail mencoba untuk melukis setelah sekian lama tidak melukis, terakhir kali ia melukis bersana Helio, makanya ia berulang kali melukis dan melihat mana hasil lukisan yang paling bagus untuk diberikan pada Althea.Dan saat gadis itu melihat ke arah jendelanya, Mikhail tanpa sadar bersembunyi di balik gorden, lalu mulai mengintip kembali. Anak lelaki itu terdiam saat melihat senyuman Althea. Selama berada di istana, Althea tidak pernah tersenyum padanya, hanya menatap dengan wajah yang datar atau diam saja. Melihat Althea yang tersenyum manis seperti itu mau tak mau membuat Mikhail ikut tersenyum dan tanpa sadar telinganya memerah."Saya memberi hormat pada putra mahkota kerajaan ini, Pangeran Mikhail," seorang kesatria menghampiri Mikhail dengan segulung kertas yang ada di tangannya.Mikhail yang tersadar dari lamunannya menatap kesatria tersebut, "ada apa?""Kami sudah menemukan petunjuk yang Pangeran perintahkan pada kami. Pada hari itu, Putri Althea menerima surat undangan tak dikenal, tapi berstempel Putra Mahkota, dan besoknya bersiap menuju ke istana. Disaat yang bersamaan, ditemukan jejak kaki dan ukuran kaki yang asing di balkon jendela kamar Putri, selebihnya Pangeran bisa melihat laporan yang ada di kertas ini," ucap kesatria tersebut memberikan gulungan kertas itu pada Mikhail."Surat undangan dariku?" Tanya Mikhail bingung. Ia tidak mengundang Althea saat itu, tapi kenapa di surat itu tertera stempel darinya?Mikhail langsung membuka gulungan kertas itu, lalu meremukkan kertasnya saat sudah selesai membaca. Rahang lelaki itu mengeras, sorot matanya berubah tajam, sangat jauh berbeda dengan saat ia berhadapan dengan Helio tadi, tangannya terkepal kuat. Ia menatap kesatria tadi, "kau boleh pergi, laporkan secepatnya kalau ada petunjuk lagi.""Baik, Yang Mulia."Mikhail berjalan dengan cepat menuju istananya, lalu menyuruh para pelayan pergi dari kamarnya. Mikhail membakar kertas itu di perapian kamarnya. Sembari melihat kertas itu hangus, ia bergumam, "seharusnya dari awal aku tidak meremehkan mereka. Aku telah lalai," Mikhail berjalan menuju kursi tempat ia membaca dokumen-dokumen penting, "kini akan kubuat mereka membayar perbuatan mereka selama ini.Akan kutunjukkan kekuatan Putra Mahkota yang sesungguhnya."***Para pelayan istana utama sangat sibuk mempersiapkan pesta debutante yang akan diadakan beberapa jam lagi. Sampai saat ini mulai dari dekorasi, makanan, dan konsep pesta sudah sangat pas dan indah, hanya perlu sedikit tambahan saja untuk membuat pesta nanti menjadi sempurna. Begitu pula yang dirasakan pelayan di ruangan Helio. Saat ini lelaki itu mengikuti serangkaian perawatan menyambut pesta nanti. Helio sudah beberapa kali menguap saat dirinya tengah didandani."Pangeran, tolong tahan sebentar kantuk Anda. Ini pesta debutante Anda yang sudah banyak dinanti orang-orang, Pangeran harus lebih semangat untuk itu," hibur kepala pelayan yang sedari tadi mengamati tingkah Helio seperti orang yang tidak tidur semalaman.Helio kembali menguap, "baiklah, aku tidak mengantuk," ucap Helio, lalu ia menguap lagi. Para pelayan yang ada di sana hanya menggeleng maklum melihatnya.Tak terasa, beberapa jam kemudian pesta debutante dimulai. Banyak tamu, khususnya Anak-anak yang seusia Pangeran Helio datang ke istana untuk memeriahkan acara debutante ini.Tentunya, Helio sang tokoh utama pesta ini membuat banyak orang mengalihkan perhatian mereka padanya. Helio mengusap leher belakangnya, "aku tidak nyaman," gumamnya. Bagaimana tidak, sedari tadi seluruh tatapan mengarah padanya secara terang-terangan. Walaupun bukan tatapan buruk seperti beberapa tahun lalu, tapi tetap saja lelaki itu merasa tidak nyaman. Ia tidak terbiasa menjadi pusat perhatian begini, berbeda dengan kakaknya, Mikhail yang memiliki banyak kenalan di mana-mana.Seperti saat ini, Mikhail tengah tertawa dan berbincang-bincang seru dengan anak bangsawan lain, bahkan dengan anak yang lebih tua darinya sekalipun ia tetap ramah dan menyenangkan."Lihatlah dia, sepertinya dia memang pantas untuk jadi putra mahkota," ucap Pangeran kedua, William menghampiri Helio.Helio tersentak, lalu memberi salam pada William. "Kau tidak perku terlalu formal padaku, Helio. Sejauh ini bagaimana istana menurutmu?" Tanya William, ia tersenyum lembut sambil mengambil minuman yang ditawarkan oleh pelayan yang lewat.Helio mengangkat bahunya, "tidak ada yang istimewa. Kapan Anda datang ke istana, Pangeran?""Aku datang dua minggu sebelum kedatanganmu, jujur aku terkejut mendengar kabarmu waktu itu, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa, maafkan aku."Helio mengangguk, wajar saja jika William tidak tahu akan hal ini. Sebelum pengusiaran Helio, William sudah lebih dulu ditugaskan ke kuil yang ada dibagian selatan istana. Walaupun ujung-ujungnya Helio tahu bahwa itu bentuk pengusiran secara halus oleh raja. Mungkin ia dan Willian bernasib sama, yang membedakannya hanyalah kepergian William bisa dikatakan terhormat, dan Helio membawa ketakutan bagi orang-orang istana."Oh, aku ingin berterima kasih pada Anda karena sudah memberikan berbagai macam obat yang membantu selama ini," ucap Helio. Obat yang diberikannya pada Althea juga termasuk obat pemberian William yang khasiatnya sangat manjur.William mengangguk mengiyakan, "syukurlah itu dapat membantumu, aku akan membuatkannya lagi untukmu," ucap William senang.Helio membungkuk hormat, "dengan senang hati, Pangeran." William mendengus, lalu menepuk pundak Helio, "saat kita sedang berdua, kau harus memanggilku kakak saja ya." Helio terkekeh lalu menganggukkan kepalanya.Tak lama kemudian, Mikhail menghampiri William dan Helio. "Bagaimana perasaanmu, adikku?" sapa Mikhail sambil meletakkan tangannya di di bahu Helio.Helio hanya mendengus melihatnya, kakaknya ini tergolong sangat santai untuk dibilang sebagai Putra Mahkota. "Apanya? Tidak ada yang istimewa selain aku bertambah umur.""Kalau pestanya?""Biasa saja."Mikhail mengangguk. "Iya, memang biasa saja, sih. Aku tidak bersemangat malam ini," celetuk Mikhail.Helio melirik Mikhail, lalu menyikutnya pelan, "bukan karena sekarang tidak ada anak dari Duke Foster itu?" Ejeknya.Mikhail langsung menegapkan tebaknya sambil terbatuk-batuk pelan, kentara sekali ia sedang salah tingkah untuk itu, "tidak, kau ini kenapa selalu menyudutkanku dengan Althea," dengus Mikhail.Helio memiringkan senyumnya, "tapi kau suka, kan?" Mikhail tidak menjawabnya, ia malah mengalihkan pandangannya ke arah William, berusaha untuk mencari topik baru."Oh, Will, apa kabar, adikku? Bagaimana kabarmu di sana?" Tanya Mikhail beralih menghampiri William. Helio yang melihat itu hanya mendecih melihat akting mulus kakaknya berjalan lancar.Sementara William dan Mikhail bercakap-cakap, Helio berjalan mengamati sekitar. Jika ia ingin memperkuat posisinya, maka ia hadus mencari orang yang bisa diajak kerja sama. Helio tahu bahwa ia tidak boleh lemah seoerti dulu, yang dengan sukarelanya pergi dari istana, dan membuat para musuh senang akan hal itu. Kali ini, lelaki itu harus membangun kekuatannya sendiri, walaupun ia memiliki Mikhail, tapi Helio tidak mau banyak memberikan beban lagi pada Mikhail, cukup dengan berkorban sebagai putra mahkota saja, ia tahu kakaknya itu tidak menyukai posisi itu.Saat sedang mencari-cari bangsawan yang sekiranya cocok untuk diajak bicara, pandangan Helio tertuju pada pintu aula utama yang terbuka menampilkan seorang putri yang wajahnya sudah tidak asing baginya. Helio mengerutkan dahinya, lalu berjalan dengan pelan untuk memastikan orang tersebut, "Putri tunggal Duke Foster?"Berbeda dengan kemarin, kini penampilan Althea lebih rapi dan memukau dengan gaun berwarna emas selutut lalu disambung kain yang memanjang dibelakangnya, beserta rambut keemasan yang dibiarkan tergerai, dan hiasan berlian di rambut yang juga berwarna emas. Gadis itu seperti terjatuh dari dunia dongeng, membuat perhatian tamu beralih dari Helio menuju Althea.Helio langsung mengalihkan pandangan ke arah Mikhail dan mendapati kakaknya masih menatap gadis itu dengan mata yang tidak berkedip. Helio menahan tawa melihatnya, sangat jarang ia melihat pemandangan itu.Tak lama kemudian, Mikhail menatapnya, tapi Helio tahu tatapan itu bukan untuknya. Helio mengangkat salah satu alisnya bingung, lalu ia membalikkan badan dan menemukan Althea yang kini telah berada di hadapannya."Salam saya kepada Pangeran Ketiga, saya Althea Hera Foster memberi salam kepada Pangeran," salam Althea sambil membungkukkan tubuhnya.Helio yang bingung hanya menganggukkan kepalanya, setelah menyambut salam Althea, barulah ia bertanya, "ada apa, Putri?""Saya ingin mengucapkan terima kasih pada pangeran karena telah menyelamatkan saya tempo hari. Di surat sebelumnya saya juga sudah menuliskan kata terima kasih, tapi jika bertemu Pangeran di sini, mungkin lebih baik saya mengucapkannya secara langsung."Helio menganggukkan kepalanya, "sama-sama Putri, aku tidak menyangka kau datang ke pesta ini, apa tahun ini kau juga akan menginjak usia dewasa?"Althea menganggukkam kepalanya, "iya pangeran, tapi karena insiden kemarin, saya tidak bisa berlama-lama ada di pesta ini, saya mohon pengertian untuk itu." Helio mengangguk paham, ia pun memaklumi hal itu.Lagu yang ada di aula terputar, sudah saatnya dansa pertama dimulai. Para tamu kini mulai mengambil posisi untuk berdansa dengan pasangannya masing-masing, dan mulai berdansa sesuai tempo lagu yang diputar.Helio yang melihat situasi ini menghembuskan napas lelah, ia akan bersiap menuju balkon istana sampai lagu selesai diputar, tapi panggilan dari Althea membuat lelaki itu terdiam."Pangeran, apakah ingin berdansa dengan saya satu lagu?"Helio menatap Althea yang sedang menatapnya, lalu melirik Mikhail yang sudah tidak ada di tempatnya. Tidak etis juga jika menolak ajakan orang untuk berdansa, apalagi di dansa pertama ini."Baiklah, Putri, dengan senang hati."...To be continued.Baiklah, di part ini sepertinya aku akan bagi dua karena terlalu panjang, teman. Terima kasih udah baca sejauh ini, see you next time!!"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?" Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama. "Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya. Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar. "Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka. "Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus. David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menj
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah