Haloo semuaaa, akhirnya chapter ini nambah yaa. Sebelumnya maaf karena aku jarang update beberapa bab, tapi selanjutnya bakal aku usahain update cepet, makasi buat kalian yang udah bacaa ≧∇≦ Btw, kalian team AltheaMikhail atau AltheaHelio? Atau milih Althea sendiri ajaa, wkwk
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Althea sadar jika ia terus berada dalam posisi seperti ini membuat banyak orang yang melihat mereka akan salah paham. Maka dari itu, setelah ia sempat termenung sejenak, Althea ingin bangkit dan duduk seperti posisi semula, tapi Mikhail malah menahan pinggangnya untuk tetap tidak bergerak dari tempatnya. Althea mengerutkan dahinya, lalu menatap Mikhail yang telah menatapnya dengan intens. "Mikhail, orang-orang bisa salah paham," lirih Althea.Namun, perkataan Althea tidak mendapatkan jawaban apapun dari Mikhail. Lelaki itu masih mengamati Althea dengan pandangan yang dalam, tanpa berkedip sedetik pun. "Biarin aja. Biarkan mereka berasumsi sendiri, kenapa kamu malah repot mikirin mereka, Hera?" balas Mikhail membuat Althea menghela napas."Kau seorang putra mahkota, Mikhail. Apa jadinya jika ada rumor yang tersebar tentang putra mahkota yang sedang bermesraan dengan seorang wanita? Katanya kau tidak mau menikah?" Tanpa diduga, Mikhail malah terkekeh, "sekarang kau benar-benar sudah de
Althea bimbang. Apakah ia harus menceritakan yang sejujurnya pada Mikhail? Tapi jika ia menceritakannya, apakah Mikhail akan percaya padanya? Berbagai macam pikiran-pikiran dan pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya kian membuat gadis itu dalam situasi yang penuh bimbang. "Hera?" Panggilan Mikhail kembali menyadarkan lamunannya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menatap Mikhail yang kini juga sedang menatapnya.Lelaki itu tersenyum, "kalau kau tidak mau ya tidak apa-apa, jangan dipaksakan, Hera. Mungkin belum saatnya kau harus memberitahuku hal itu," ucap Mikhail, tapi masih membuat Althea tidak tenang, malah ia makin bersalah pada lelaki itu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah menyembunyikan apapun dari lelaki itu, maka untuk memiliki sebuah rahasia seperti ini membuat Althea berulang kali ingin cerita pada putra mahkota tersebut.Althea menghela napasnya. "Sebenarnya... hal ini agak di luar nalar, aku akan menceritakannya, tapi terserah padamu mau percaya atau
Kereta kuda milik keluarga Foster tiba di depan kastil utamanya sesudah matahari terbenam. Althea turun ketika pintu kereta kuda telah terbuka. Gadis itu menghela napas sebelum kembali melanjutkan perjalanan memasuki rumahnya. Entah kenapa hari ini ada banyak kejadian yang dilaluinya, mulai dari perasaan Mikhail padanya, informasi tentang reinkarnasi penyihir agung, bahkan Helio yang menyadari perasaan kakaknya membuat Althea kian bimbang dan enggan untuk memikirkan segala kemungkinan tersebut."Aku ingin segera beristirahat malam ini," gumam Althea yang sudah meniatkan nanti saat setibanya di kamar ia akan langsung tidur setelah lebih dulu membersihkan diri.Saat perjalanannya menuju kamar, Althea melihat ibunya yang barusan keluar dari rumah kaca keluarga Foster. Rumah kaca merupakan salah satu ciri khas ruangan yang ada di keluarga Foster. Karena keluarga ini terkenal akan berbagai macam bunga dan tanaman yang dikembangkan membuat rumah kaca keluarga Foster terlihat paling indah di
Althea menghela napas pelan. Entah kenapa sejak duduk di bangku taman istana selir pertama membuatnya semakin gugup. Dia belum pernah bertemu secara pribadi dengan selir Livia seperti ini. Biasanya ia bertemu dengan selir itu saat sedang bersama orang tuanya, entah itu di pesta dansa ataupun acara-acara resmi lainnya."Selir pertama datang," ucap seorang dayang membuat Althea berdiri dari tempatnya. Ia langsung membungkuk hormat saat selir Livia datang ke taman." Salam kepada Yang Mulia Selir Pertama kerajaan Hymne."Livia melihat Althea sejenak, "duduklah."Althea mengikuti instruksi Selir Livia dan duduk di kursinya kembali. Para pelayan berdatangan membawa teh magnolia kesukaan Althea. "Minumlah, aku dengar dari ibumu bahwa kau menyukai teh magnolia," ucap Livia sembari meminum teh chamomile favoritnya."Ah, iya Yang Mulia." Althea tidak menyangka bahwa Selir Pertama mengetahui teh favoritnya.Saat mereka telah menikmati minum teh, selang beberapa menit terjadi keheningan diantar
Althea masih bergeming sesaat setelah kereta kuda milik keluarga Foster telah pergi meninggalkan istana. Dari tadi pikirannya berkecamuk ke satu arah, yaitu tentang selir Livia yang mengetahui bahwa ia sedang mencari tahu tentang sihir. Apa Althea terlihat sejelas itu? Baik Mikhail yang menyadari maupun Selir Livia membuatnya semakin was-was. Jika banyak orang yang mengetahuinya, maka hanya tinggal meninggu waktu saja sampai baginda Raja mengetahuinya dan ia akan dihukum karena mencari tahu sesuatu yang telah terlarang di Kerajaan Hymne.Althea menghembuskan napas dalam keheningan. Ia sengaja tidak membawa pelayan atau ibu pengasuh karena orang tuanya memercayai Selir Livia. Tidak ia sangka situasi itu bisa menguntungkan di saat seperti ini. Sekarang Althea hanya ingin menyendiri tanpa ingin menjawab pertanyaan orang-orang mengenai perubahan yang ada di raut wajahnya ataupun hal yang sedang dipikirkannya.Althea melirik sebuah kotak yang sebelumnya sudah diberi oleh Selir Livia. Alasa
Ajakan dari pangeran Helio membuat Althea tergiur untuk sesaat. Ia langsung teringat jika di kediaman Duke Foster memiliki jam malam. Dan jika ingin keluar dari kediamannya setelah matahari terbenam, ia harus meminta izin kepada ibu atau ayahnya terlebih dahulu. Yah, walaupun Althea sudah dewasa, tapi ia masih diperlakukan selayaknya anak kecil oleh orang tuanya. Perkataan orang-orang memang benar, bahwa orang tua kan selamanya menganggap anaknya sebagai anak kecil walaupun sang anak tersebut sudah tumbuh dewasa seperti sekarang.Althea meletakkan cangkir tehnya di atas meja. Beberapa menit lalu pelayannya datang untuk membawakan teh beserta camilan ringan. "Aku juga sangat ingin hadir di sana, Pangeran. Tapi kediaman ini memiliki aturan bahwa aku harus izin terlebih dahulu oleh ayah atau ibuku. Dan sekarang mereka berdua belum pulang malam ini."Helio menganggukkan kepalanya, lalu mengeluarkan sebuah benda yang ada dibalik jubahnya. Althea mengerutkan dahinya ketika benda asing itu k
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah