Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya.
Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?"Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri.Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang kecil saja. Jika udah begini, Helio jadi bingung yang dikatakan Althea hanya karangan atau memang dia mengetahuinya."Put--ah maksud saya, Althea kamu sudah mabuk, sebaiknya kamu segera pulang," ujar Helio. Tangan lelaki itu berusaha untuk menghentikan Althea yang ingin memesan segelas bir lagi. Saat ini gadis itu sudah meminum empat gelas bir berukuran besar, jika dibiarkan lagi, maka akan berbahaya pada kondisi kesehatannya.Salah satu pengawal keluarga Foster mendekati Althea, lalu mengajaknya untuk pulang ke rumah, tapi berkali-kali gadis itu menolaknya, seperti sekarang ini, "tidak, tidak. Aku tidak mau pulang dulu. Lebih enak di sini, ada bir...," Althea mengacungkan segelas bir yang sudah kosong, lalu pandangannya beralih pada Helio, gadis itu tersenyum miring dan menunjuknya."...Dan ada pria tampan, aku suka~~" teriak Althea meletakkan gelas birnya diatas meja, lalu menangkup kedua pipinya dengan siku yang tertumpu di atas meja. "Aku seperti sedang bermimpi~~" racaunya lagi membuat pengawalnya bingung harus berbuat apa.Helio berdeham, lalu menunjukkan bros dengan lambang keluarga kerajaan yang menandakan bahwa ia merupakan keluarga kerajaan pada pengawal Althea. "Hari ini, biarkan aku yang mengantarnya pulang. Aku berjanji tidak akan terjadi apapun," ucap Helio setelah melihat ekspresi terkejut pengawal akibat bros yang ditunjukkannya tadi."Baik, Pangeran. Mohon untuk membawa nona sebelum matahari terbenam," kata pengawal tadi sembari menunduk. Helio membalas dengan gumaman, lalu tak lama kemudian para pengawal keluar dari tempat bir.Pandangan lelaki itu kembali tertuju pada nona bangsawan yang ada di hadapannya. Helio menghela napas, lalu mengukir senyum kecil. Ia sangat penasaran dengan perkataan gadis itu, tapi tidak mungkin ia menanyakan hal itu pada orang mabuk, bukan? Bahkan melihat Althea yang mabuk seperti ini menurutnya cukup manis daripada harus merasa terganggu. Sesaat kemudian ia dengan cepat menggelengkan kepalanya, sadar bahwa tidak seharusnya ia membayangkan hal seperti itu."Ayo pulang, Althea. Kamu sudah mabuk," kata Helio menggeser pelan gelas bir miliknya yang tersisa separuh dari jangkauan tangan Althea.Althea cemberut, lalu menggembungkan pipinya, "kenapa aku tidak boleh ambil gelas itu?!" tunjuk Althea pada bir milik Helio."Karena ini punya saya,""Baguslah, karena milikmu adalah milikku juga," ucap Althea sambil menunjuk dirinya saat menyebutkan kata milikku.Helio terdiam, tanpa ia sadari telinganya memerah."Mari kita pulang saja."***Althea terbangun karena kepalanya terasa sakit dan pusing. Ia mendesis saat sakit kepalanya kembali menyerang. Hal pertama yang dilihatnya adalah dinding kamarnya yang berwarna krem bercampur merah muda. Ini memang kamarnya. Namun, ia merasa kemarin tidak tertidur di dalam kamarnya, dan merasa ada sesuatu yang ganjal.Althea terus memikirkannya, hingga ia tersadar bahwa beberapa kali melakukan hal gila."Ayooo jalan teruus kudaaa, hiyaaa!!" Althea menjambak rambut Helio dengan sekuat tenaga.Saat ini posisi Helio sedang menggendong Althea dari belakang, dikarenakan akan berbahaya jika membiarkan gadis itu berjalan sendirian."Hm? Kenapa kamu tidak menjawab kudaaa? Kuda memiliki mulut kaan? Ya kaaan??" Althea kembali mencubit pipi Helio sembari sesekali cegukan."Daging domba atau daging kambing? Tortilla atau roti lapis? Hmm? Kamu pilih apa, Helio? Aku suka semuanya!"Althea menutup mulutnya tidak percaya. Ia lalu mengacak-ngacak rambutnya karena terlalu malu saat ini."Kamu gila, Althea, kamu gila."Beberapa menit kemudian, setelah Althea belajar dan menyelesaikan segala macam urusan, ia bertemu dengan Mikhail yang saat itu baru keluar dari ruang kerja ayahnya."Salam saya kepada Putra Mahkota Kerajaan Hymne, Althea Hera Foster memberi salam pada Yang Mulia," salam Althea sambil membungkukkan badannya sesuai tata krama yang dipelajari selama ini.Mikhail mengangguk, lalu menatap Althea sebentar, "apa kau sakit?"Althea menggeleng pelan, "tidak, Yang Mulia," jawabnya masih sopan. Saat ini banyak mata yang mengawasi mereka, bukan hanya para pelayan saja, bangsawan dari golongan tua pun turut hadir menghadiri rapat yang telah didiskusikan sebelumnya di rumah keluarga Foster.Mikhail menghela napas, ada saat-saat di mana ia tidak menyukai panggilan itu, terutama jika Althea yang memanggilnya. Ia merasa memiliki jarak jika mereka menggunakan panggilan yang formal dan sopan."Ikuti aku, Putri," ucap Mikhail berjalan lebih dulu, dan menyuruh para pengawal untuk tidak mengikutinya. Sejak pesta kemarin, Mikhail belum pernah melihat Althea lagi lantaran dirinya disibukkan oleh tugas negara yang sebagian dibebankan padanya.Saat sampai di rumah kaca tempat mereka biasa mengobrol, Althea menyuruh pelayan untuk menyiapkan teh dan hidangan kesukaan mereka. Sembari menunggu makanan mereka siap, Althea menautkan tangannya lalu menatap Mikhail yang sedang bersedekap sembari melihat bunga-bunga yang ada di sana."Apa yang mau kau katakan?" Tanya Althea langsung, ia tidak terbiasa berada di dalam situasi yang sama-sama hening.Mikhail kembali menatap Althea, lalu menunjuk wajah gadis itu, "apa kau sakit? Wajahmu sangat pucat, jangan mengelaknya lagi," tukasnya.Althea menghela napas pelan. "Aku baik-baik saja, cuma...," perkataannya terputus, ia masih ragu akan memberitahukannya pada Mikhail atau tidak. Untuk alasannya kenapa ia ragu, Althea sendiri pun bingung kenapa.Mikhail mengangkat satu alisnya, "cuma?"Althea menatap ke arah lain, "cuma sedikit pusing atau sakit kepala," jawabnya pelan, entah kenapa atmosfer di ruang kaca ini terasa sesak dan pengap. Ia juga seoerti sedang diinterogasi oleh Mikhail.Mikhail tiba-tiba menepuk tangan sekali membuat Althea terkejut, "oke, nanti aku akan mengirimkanmu obat penghilang sakit kepala," ucap Mikhail tersenyum, atmosfer yang tadi dirasakan oleh Althea telah hilang. Kini yang ada di hadapannya adalah Mikhail yang dikenalnya, berbeda dengan beberapa saat yang lalu.Althea ikut tersenyum, "iya, makasih ya."***Buku, pakaian, pena, kertas, dan benda-benda kecil yang ada di kamar Helio saat ini tengah melayang di udara. Sementara sang empunya sedang berbaring di kursi sofa yang menurutnya lebih nyaman dan pas daripada di kasur yang sangat lebar untuknya.Benda-benda tadi bergerak ke sana kemari mengikuti gerakan tangan Helio. Lelaki itu menggunakan telunjuk tangannya agar sihir yang dikeluarkan kecil. Saat ini kepalanya tengah memikirkan banyak hal, termasuk pertemuannya dengan Althea kemarin malam.Dari tempat bir menuju kediamannya, gadis itu tidak mau tenang, selalu berceloteh tentang banyak hal yang anehnya tidak mengganggu Helio sama sekali. Ia hanya merasa terganggu saat gadis itu menarik rambutnya, lalu memegang pipinya seperti adonan kue. Ia benar-benar akan menyerah, sampai saat beberapa langkah memasuki kediamannya, Althea mengeratkan pelukannya di leher Helio. Embusan napas gadis itu mengenai telinga Helio membuat pria itu memejamkan matanya sejenak."Kenapa?? Kenapa kamu tidak bilang kalau kamu sempat terkurung?"Helio terdiam. Tidak tahu harus merespon apa. Sejujurnya ia bahkan telah lupa akan perkataan itu. Saat ia ingin menjawab pertanyaan dari Althea, gadis itu mendahuluinya lebih dulu."ayo mendekat lagi," ucapnya pelan.Helio hanya menurut, lalu mendekatkan kepalanya sembari tetap berjalan dengan pelan.Cup!Helio membelalakkan matanya. Tidak menyangka akan mendapatkan ciuman di pipi yang tidak disangkanya."Kamu anak baik, Helio." Althea mengelus rambut Helio membuat langkah laki-laki itu terhenti."Seharusnya... Seharusnya kamu tidak perlu mengalami hal seperti itu," racau Althea. Saat ini entah kenapa beban yang ada di punggungnya seluruhnya hilang, seakan-akan kata ini adalah kata-kata yang Helio butuhkan selama ini.Helio tersenyum tipis, malam ini akan menjadi malam yang indah baginya, meskipun hanya dirinya yang ingat.Helio mengarahkan telunjuk tangannya ke bawah membuat benda-benda yang tadi di sihirnya kembali pada tempat semula. Lengannya kini menutupi matanya, napasnya kian tenang. Segala sesuatu sekarang tidak baik-baik saja. Jika ia terus memikirkan gadis itu, cepat atau lambat Helio akan memberikan perhatian lebih padanya.Pada gadis yang terlanjur spesial di hati Mikhail.***Althea kini berdiri di sofa kamarnya, ia habis mandi setelah kegiatan seharian ini banyak menguras tenaga.Saat ini Althea tidak ingin menemui siapapun, terutama Helio. Ia masih malu untuk bertemu dengan lelaki itu bahkan untuk mengirimkan permintaan maaf sekalipun. Sejak Althea mengenal Helio, ia jadi mengalami hal-hal yang belum pernah dilakukannya, padahal gadis itu tipe orang yang akan benci pada sesuatu hal yang baru.Ketukan pada pintu kamar membuat lamunan Althea buyar. Setelah persetujuan gadis itu, para pelayan membawa troli yang biasanya dipakai untuk membawa makanan jika sang tuan tidak makan di meja makan."Bukankah aku sudah makan malam?" Tanya Althea bingung."Ini hadiah dari Putra Mahkota, nona. Selain itu, Yang Mulia memberikan ini pada Anda," ucap pelayan itu memberikan surat untuk Althea.Pintu kembali tertutup, menyisakan Althea di dalamnya. Gadis itu membuka penutup makanan, dan mendapati sup yang memiliki bau yang enak. Althea langsung mencicipinya, dan segera setelahnya perasannya kembali lega, entah kenapa sakit kepalanya berkurang.Althea membuka surat pemberian Mikhail. Tidak biasanya lelaki itu mengirimkan hal seperti ini padanya. Biasanya Mikhail lebih suka datang langsung.'Halo magnolia jelekku, wkwk. Semoga kamu menyukai hadiahnya yaa. Ini adalah obat yang tadi aku bilang padamu, tapi aku rasa sup ini lebih ampuh daripada obat biasa karena setidaknya sup ini lebih baik untuk pereda mabuk. Jangan lupa dihabiskan ya.'Seketika jantung Althea serasa akan jatuh setelah membaca tulisan dari Mikhail....To be continued.Halo semuanyaaa!! Apa kabar? Aku harap kalian sehat selalu yaaa. Aku ingin minta maaf karena hanya bisa update seminggu sekali lantaran disibukkan tugas dan ujian yang menumpuk. Nanti saat aku ada waktu luang atau aku dapat liburan, aku akan mengusahakan untuk update lebih sering, okaaay?? Terima kasih telah membaca ceritaku sampai sejauh ini yaaaO(≧▽≦)O
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Althea sadar jika ia terus berada dalam posisi seperti ini membuat banyak orang yang melihat mereka akan salah paham. Maka dari itu, setelah ia sempat termenung sejenak, Althea ingin bangkit dan duduk seperti posisi semula, tapi Mikhail malah menahan pinggangnya untuk tetap tidak bergerak dari tempatnya. Althea mengerutkan dahinya, lalu menatap Mikhail yang telah menatapnya dengan intens. "Mikhail, orang-orang bisa salah paham," lirih Althea.Namun, perkataan Althea tidak mendapatkan jawaban apapun dari Mikhail. Lelaki itu masih mengamati Althea dengan pandangan yang dalam, tanpa berkedip sedetik pun. "Biarin aja. Biarkan mereka berasumsi sendiri, kenapa kamu malah repot mikirin mereka, Hera?" balas Mikhail membuat Althea menghela napas."Kau seorang putra mahkota, Mikhail. Apa jadinya jika ada rumor yang tersebar tentang putra mahkota yang sedang bermesraan dengan seorang wanita? Katanya kau tidak mau menikah?" Tanpa diduga, Mikhail malah terkekeh, "sekarang kau benar-benar sudah de
Althea bimbang. Apakah ia harus menceritakan yang sejujurnya pada Mikhail? Tapi jika ia menceritakannya, apakah Mikhail akan percaya padanya? Berbagai macam pikiran-pikiran dan pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya kian membuat gadis itu dalam situasi yang penuh bimbang. "Hera?" Panggilan Mikhail kembali menyadarkan lamunannya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menatap Mikhail yang kini juga sedang menatapnya.Lelaki itu tersenyum, "kalau kau tidak mau ya tidak apa-apa, jangan dipaksakan, Hera. Mungkin belum saatnya kau harus memberitahuku hal itu," ucap Mikhail, tapi masih membuat Althea tidak tenang, malah ia makin bersalah pada lelaki itu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah menyembunyikan apapun dari lelaki itu, maka untuk memiliki sebuah rahasia seperti ini membuat Althea berulang kali ingin cerita pada putra mahkota tersebut.Althea menghela napasnya. "Sebenarnya... hal ini agak di luar nalar, aku akan menceritakannya, tapi terserah padamu mau percaya atau
Kereta kuda milik keluarga Foster tiba di depan kastil utamanya sesudah matahari terbenam. Althea turun ketika pintu kereta kuda telah terbuka. Gadis itu menghela napas sebelum kembali melanjutkan perjalanan memasuki rumahnya. Entah kenapa hari ini ada banyak kejadian yang dilaluinya, mulai dari perasaan Mikhail padanya, informasi tentang reinkarnasi penyihir agung, bahkan Helio yang menyadari perasaan kakaknya membuat Althea kian bimbang dan enggan untuk memikirkan segala kemungkinan tersebut."Aku ingin segera beristirahat malam ini," gumam Althea yang sudah meniatkan nanti saat setibanya di kamar ia akan langsung tidur setelah lebih dulu membersihkan diri.Saat perjalanannya menuju kamar, Althea melihat ibunya yang barusan keluar dari rumah kaca keluarga Foster. Rumah kaca merupakan salah satu ciri khas ruangan yang ada di keluarga Foster. Karena keluarga ini terkenal akan berbagai macam bunga dan tanaman yang dikembangkan membuat rumah kaca keluarga Foster terlihat paling indah di
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah