Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur.
'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada.Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur.1 menit...3 menit...10 menit...30 menit...Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk seperti tadi.'Aku tidak bisa tidur' batinnya sambil tangannya menyisir rambut ke belakang. Althea menatap jendela balkon kamarnya, lalu kepikiran untuk berjalan-jalan sebentar sampai ia merasa ngantuk kembali.Althea membuka pintu kamarnya. Ia merapatkan kain tipis untuk menutupi bahunya dari dinginnya udara malam. Setelah membujuk beberapa penjaga yang mengawasi kediaman serta taman, akhirnya gadis itu diizinkan jalan-jalan sendiri asal tidak sampai keluar rumah.Biasanya ia juga melakukan hal ini jika tidak bisa tidur. Namun, dalam kurun waktu setahun ini baru kali ini Althea tidak bisa tidur. Langkahnya pelan menyusuri luasnya taman di kediamannya, sambil memikirkan kembali mimpi itu. Rasanya, itu adalah mimpi yang sangat nyata seolah-olah kejadian itu pernah terjadi. Althea menatap bulan purnama yang malam ini sangat terang ditemani awan-awan kelabu yang mengelilinginya. 'Beberapa hari lagi Pangeran Helio datang, apa aku langsung bertanya saja padanya?' batinnya bingung.Angin sepoi-sepoi ditambah hawa dingin di malam hari menembus kulit Althea membuat gadis itu memejamkan matanya. Ia tahu bahwa angin malam tidak sehat, tapi rasanya akan sangat berbeda jika merasakannya di siang hari.Tanpa disadari, seekor kupu-kupu berwarna biru muda sedari tadi mengelilingi gadis itu dengan secercah cahaya yang tertinggal dibelakang. Tak lama kemudian Althea mulai merasakan kantuk di matanya. Ia merapatkan kain tipisnya, lalu berjalan memasuki kamarnya sebelum benar-benar akan tertidur di sini.Kupu-kupu yang tadi terbang mengelilingi Althea kini kembali terbang menuju bangunan paling megah di negara ini, lalu berhenti di salah satu ruangan balkon yang ada di sana. Seorang lelaki membuka pintu balkon tersebut dan berjalan ke arah kupu-kupu itu. Ia menggiring kupu-kupu tadi ke tangannya, lalu tersenyum samar dan mengucapkan,"Terima kasih telah membuatnya mengantuk."***Livia melempar gelas wine yang tadi diminumnya ke depan, di mana terdapat orang yang dipercayainya untuk memata-matai keluarga kerajaan, khususnya ratu dan anak-anaknya."Jadi begitu, ya." Livia mengetukkan jarinya di meja, berusaha untuk berpikir cara apa yang harus digunakan untuk menyingkirkan musuh-musuhnya.Orang yang ada dihadapannya memegang luka goresan yang tadi sempat terkena pecahan gelas. "Sejak pesta beberapa hari lalu, Putri Althea tidak keluar dari kediamannya," sambungnya."Kenapa," lirih Livia."Kenapa harus anak dari keluarga Foster! Jika begini, rencanaku akan kembali gagal! Kenapa dia suka sekali bergaul dengan anak-anaknya ratu!" Teriak Livia frustrasi, tangannya memegang kepalanya yang tiba-tiba berdenyut akibat banyak berteriak."Tenanglah, Yang Mulia. Ini obat Anda," ucap orang itu menenangkan majikannya dengan memberi obat yang biasa Livia minum.Livia mengambil obat itu, lalu meminumnya. Setelah tenang, barulah orang itu kembali berkata, "Yang Mulia, maaf kalau saya lancang, saya ingin mengusulkan pendapat, bagaimana jika anda menyingkirkan 'orang' yang ada di pihak anak-anak Ratu seperti Putri Althea?"Livia terdiam. Ia mengepalkan tangan dan memejamkan mata, lalu menghela napas pelan."Aku bisa melukai siapapun, asal tidak keluarga itu."***Hari ini, langit sangat biru dengan ditemani awan putih dan matahari yang terik. Tak lupa, angin sepoi-sepoi turut andil di dalamnya. Satu hal yang bisa disimpulkam orang-orang saat ini; hari yang cerah.Althea memandangi pasar yang banyak dilalui orang-orang. Semua yang ada di sini adalah rakyat dari Kerajaan Hymne. Sejak pemerintahan Raja yang sekarang, keadaan ekonomi, budaya, pendidikan, bahkan politik berjalan dengan tentram. Walaupun terjadi kericuhan ringan diantara pergolakan politik bangsawan dengan pilihan fraksi masing-masing, tapi tidak sampai menimbulkan hal yang besar seperti perang atau pemberontakan."Nona, tolong pelan-pelan jalannya, Anda sedang dalam masa pemulihan," ucap Anne yang napasnya masih tersengal akibat berlari mengejar Althea.Althea meringis pelan, "maaf, Anne. Aku sangat bersemangat setelah berhari-hari di rumah saja."Anne menghembuskan napas pelan, "hari ini nona diizinkan untuk jalan-jalan kok dengan Tuan besar, jadi santai saja nona," kata Anne sambil memberikan sekantung uang pada Althea. "Hari ini, Anda boleh berjalan-jalan tanpa saya, tapi tetap akan diawasi beberapa meter oleh pengawal."Mendengar itu, Althea tersenyum manis, ekspresinya sangat senang seakan baru saja mendapatkan lotre. "Baiklah, Anne, terima kasih banyak," sorak Althea tanpa sadar memeluk Anne dengan hangat. Anne tersenyum dan mengelus punggung anak asuhnya.Setelah itu, Althea pergi memasuki kerumunan pasar, ia sempat berbalik dan melambaikan tangan pada Anne sambil masih tersenyum dengan riang. Anne yang melihatnya hanya tersenyum tipis. 'Melihat kelakuan nona saat ini membuatku tenang, aku takut nona tidak akan bisa merasakan indahnya masa-masa muda karena ditekan oleh banyak pihak,' batin Anne lega."Pertama-tama ke mana dulu, ya," gumam Althea melirik kanan kiri, banyak sekali tempat yang menarik hingga ia tidak tau mau ke mana dulu.Althea menatap daging yang ditusuk beserta buah lalu dibakar. Aromanya bahkan sampai di dekatnya membuat siapa saja ingin menyantap makanan tersebut. "Sepertinya aku akan ke sana dulu," putus Althea. Gadis itu menghampiri dengan setengah berlari. Ia langsung memesan sebanyak sepuluh buah yang membuat penjual sempat melongo sebentar karena satu buah daging tusuk saja sangat mahal dikalangan rakyat biasa.Walaupun begitu, pesanan Althea tetap akan dibuatkan dan ia diberi tempat khsuus untuk menyimpan sepuluh daging tusuk atau biasa disebut sate tusuk. Setelah mengucapkan terima kasih, Althea kembali berjalan mengelilingi pasar dengan senang, bahkan ia sempat bersiul riang.Matanya kini tertarik melihat tempat bir di sini. Ia penasaran apa rasa bir itu, akhirnya memutuskan untuk memasukinya. Setelah masuk ke dalam, Althea memesan menu yang direkomendasikan oleh barista dan menyuruhnya untuk duduk selagi menunggu pesanannya sampai. Althea meringis saat melihat beberapa pasukan yang menjaganya sedang duduk beberapa meter darinya. Saat sedang asyik-asyiknya menikmati sate tusuk, seseorang memanggilnya dengan pelan."Putri Althea?"Althea terdiam, tidak jadi menyuapi sate dan beralih menatap seorang pemuda yang mengenakan jubah coklat. Rasanya ia seperti mengenali pria ini tapi gadis itu lupa. "Eng.. Siapa ya?" Tanya Althea tak kalah pelan. Ia melirik pasukan yang menjaganya sudah mulai siap siaga memegang pedang di tangannya.Lelaki tadi membuka tudungnya, lalu tersenyum pelan, "ini saya," ucapannya membuat Althea membelalakkan mata. Ternyata itu adalah Pangeran Helio.Althea menyuruh Helio duduk, lalu memberikan isyarat pada pasukan penjaganya bahwa ia baik-baik saja dan orang yang menghampirinya tidak berbahaya.Tak lama setelah itu, pesanan mereka datang. Althea memesan bir dengan kadar alkohol yang sedang, lalu Helio memesan bir dengan kadar alkohol yang rendah. Althea langsung mencoba birnya, ia mengerutkan dahi ketika rasanya tidak sesuai dengan ekspektasinya. Namun, ditegukan kedua lalu setelahnya Althea mulai terbiasa akan rasanya, bahkan gadis itu sangat menikmatinya."Pangeran Helio, apa anda mau ini? Katanya makanan ini bernama sate tusuk, ini enak sekali," celoteh Althea menawari makanan pertama yang disukainya di pasar.Helio tersenyum, lalu mengambil satu tusuk sate dari tangan Althea, "terima kasih Putri. Bagaimana kalau saat ini Anda jangan memanggil saya dengan Pangeran, tapi panggil nama saja. Jika indentitas kita ketahuan orang-orang desa, maka akan sangat merepotkan nantinya," usul Helio membuat Althea menganggukkan kepalanya."Baiklah. Pang--maksudku, Helio, kamu juga panggil aku dengan nama. Kita bicara santai saja yah," ucap Althea sambil meneguk kembali bir miliknya.Helio tersenyum, lalu menganggukkan kepalanya. "Omong-omong, kenapa Helio ada di sini? Lalu penyamaranmu juga sempurna sampai orang-orang tidak menyadari keberadaan seorang pangeran," tanya Althea.Helio memutar gelas birnya dengan pelan. "Aku tadi ada urusan di sekitar sini, dan ingin mampir untuk membeli bir sekalian ingin mencobanya juga. An--kamu sendiri bagaimana, Put--maksud saya Althea?" sungguh Helio belum terbiasa memanggilnya dengan nama, padahal ia yang mengusulkannya lebih dulu."Hmm, aku hanya ingin berjalan-jalan saja, karena katanya di sini ada pasar yang sangat besar di hari-hari tertentu, jadi aku ingin mengunjunginya. Ah, apakah undanganku sudah sampai padamu?"Helio mengangguk, "ya, sudah sampai. Apakah ada yang ingin kamu tanyakan padaku?"Althea terdiam sebentar, lalu mengangguk pelan, "yah, selain ucapan terima kasih, awalnya aku tidak berniat mengatakan apa-apa. Kita juga baru pertama kali kenal, dan aku mengirim undangan hanya sebatas formalitas saja. Tapi," ucapan Althea terputus, ia sempat memandangi pemandangan yang ada di kaca tempat bir ini."...dalam beberapa hari ini, ada sebuah kejadian, dan aku ingin memastikannya dengan bertanya langsung padamu, Helio," kata Althea pelan, pandangannya menatap Helio lurus, seakan-akan ada hal penting yang harus dikatakannya.Helio yang terlanjur penasaran akhirnya meletakkan gelas birnya di meja, lalu mulai mengubah posisi yang nyaman untuk mendengarkan perkataan Althea. "Baiklah, hal apa yang mau kamu katakan?"Suasana hening sejenak, hingga suara Althea akhirnya menginterupsi,"Apakah kamu pernah dikurung di gudang bekas yang ada di istana?"...To be continuedHelio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Althea sadar jika ia terus berada dalam posisi seperti ini membuat banyak orang yang melihat mereka akan salah paham. Maka dari itu, setelah ia sempat termenung sejenak, Althea ingin bangkit dan duduk seperti posisi semula, tapi Mikhail malah menahan pinggangnya untuk tetap tidak bergerak dari tempatnya. Althea mengerutkan dahinya, lalu menatap Mikhail yang telah menatapnya dengan intens. "Mikhail, orang-orang bisa salah paham," lirih Althea.Namun, perkataan Althea tidak mendapatkan jawaban apapun dari Mikhail. Lelaki itu masih mengamati Althea dengan pandangan yang dalam, tanpa berkedip sedetik pun. "Biarin aja. Biarkan mereka berasumsi sendiri, kenapa kamu malah repot mikirin mereka, Hera?" balas Mikhail membuat Althea menghela napas."Kau seorang putra mahkota, Mikhail. Apa jadinya jika ada rumor yang tersebar tentang putra mahkota yang sedang bermesraan dengan seorang wanita? Katanya kau tidak mau menikah?" Tanpa diduga, Mikhail malah terkekeh, "sekarang kau benar-benar sudah de
Althea bimbang. Apakah ia harus menceritakan yang sejujurnya pada Mikhail? Tapi jika ia menceritakannya, apakah Mikhail akan percaya padanya? Berbagai macam pikiran-pikiran dan pertanyaan yang berkecamuk di dalam kepalanya kian membuat gadis itu dalam situasi yang penuh bimbang. "Hera?" Panggilan Mikhail kembali menyadarkan lamunannya. Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu menatap Mikhail yang kini juga sedang menatapnya.Lelaki itu tersenyum, "kalau kau tidak mau ya tidak apa-apa, jangan dipaksakan, Hera. Mungkin belum saatnya kau harus memberitahuku hal itu," ucap Mikhail, tapi masih membuat Althea tidak tenang, malah ia makin bersalah pada lelaki itu. Seumur hidupnya, ia tidak pernah menyembunyikan apapun dari lelaki itu, maka untuk memiliki sebuah rahasia seperti ini membuat Althea berulang kali ingin cerita pada putra mahkota tersebut.Althea menghela napasnya. "Sebenarnya... hal ini agak di luar nalar, aku akan menceritakannya, tapi terserah padamu mau percaya atau
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah