"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?"
Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama."Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya.Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar."Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka."Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus.David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menjadi pusat perhatian," bisik David. Sepertinya lelaki itu tidak peka dengan keadaan sekitar.Mikhail terdiam. Seharusnya memang begitu. Seharusnya ia senang bahwa Althea bisa berteman dengan anak lain selain dirinya, ia sebagai teman gadis itu tidak boleh merasa egois, tapi kenapa hal yang sudah seharusnya seperti itu membuatnya terus gelisah dan tak tenang?David yang daritadi mengamati tingkah Mikhail menopang dagunya sembari berpikir, "ehm, Mik, sepertinya kau tidak senang dengan perkataanku tadi. Apa jangan-jangan dugaanku selama ini benar?"Mikhail melirik David malas, "apa lagi? Kau menduga apalagi hah, bocah?""Aku menduga kau mungkin saja menyukai Putri Althea," cetus David menepuk kedua tangannya.Mikhail melotot mendengar hal itu, "ap--apa?""Apa dugaanku benar?"Mikhail hanya mendecih, lalu kembali ke dalam aula pesta. David yang melihat itu hanya tersenyum kecil."Ternyata memang benar."***Seluruh mata tertuju pada kedua orang yang sedang berdansa. Althea maupun Helio sama-sama menyadari itu, tapi mereka berusaha untuk bersikap biasa saja. Althea melirik Helio yang sedang fokus dengan lagu dansa, lalu lelaki itu membalas tatapan Althea ketika menyadari gadis itu memandanginya."Ada apa, Putri?" Tanya Helio sopan.Althea mengerjapkan matanya, lalu memutus pandangannya dengan Helio, "ti--tidak," ucapnya gugup. Althea bingung, kenapa dia harus sekaget dan segugup itu. Apakah karena mereka sedang berdansa dan otomatis wajah mereka berdekatan? Entahlah, Althea hanya menebak mungkin karena hal itu, dia juga jarang berinteraksi dengan pria selama ini selain dengan Mikhail.Dan juga, kenapa pula ia duluan yang mengajak lelaki itu berdansa duluan? Harusnya Althea bisa langsung mengucapkan apa yang mau disampaikannya dan pulang, tapi kenapa ia malah memperumit keadaan?'Hari ini ada apa denganmu, Althea? Kamu sudah gila, sangat gila.' batinnya terus mengucapkan kata-kata seperti itu.Althea berdeham, "ekhm, Pangeran, ada yang ingin saya sampaikan," ucap Althea kembali menginterupsi fokus Helio."Sekarang, Putri?" tanya Helio menaikkan salah satu alisnya.Althea mengangguk, "iya."Althea menarik napas untuk berbicara, "saya hanya ingin mengucapkan terima kasih kepada Anda karena telah menyelamatkan nyawa saya. Saya sudah mengundang Anda secara resmi lewat undangan untuk datang ke kediaman saya, rasanya ucapan terima kasih saja tidak cukup saya ucapkan, maka dari itu, saya mengundang Anda ke kediaman Duke Foster untuk memberikan sesuatu sebagai ucapan terima kasih," jelas Althea panjang lebar dalam sekali tarikan napas.Helio yang mendengarnya terkekeh kecil, "pelan-pelan saja, Putri, lagunya masih lama selesai."Pipi Althea bersemu merah, "i-iya pangeran, saya takut tidak sempat dan malah lupa mengatakannya kepada Anda," elaknya, matanya masih menghindari mata Helio. Demi apapun, baru kali ini Althea merasa semalu dan semati kutu ini saat bersama orang.Helio hanya tersenyum tipis melihat kelakuan Althea. Gadis itu sangat menarik, pantas saja membuat Mikhail yang sangat pecicilan itu mudah tertarik padanya.Tanpa sadar, di tengah keriuhan pesta debutante ini, ada seseorang dengan jubah hitam memandangi mereka berdua dengan tatapan dingin, tangannya terkepal erat, matanya menghunus dengan tajam. Setelah itu, ia semakin menutupi dirinya dengan tudung, lalu melompat keluar dari salah satu balkon istana.Tidak ada yang menyadari hal tersebut kecuali satu orang.***Malamnya, Althea membaringkan tubuhnya diatas ranjang. Gadis itu sempat memejamkan matanya karena sudah bertemu dengan kasur. Tidak disangka, ternyata tidur di kasur akan semenyenangkan ini baginya. Bahkan lebih enak ketimbang belajar logistik dan sosiologi kesukaannya.Tadi, saat lagu selesai di putar, Helio maupun Althea sama-sama membungkuk untuk perpisahan dansa, lalu tak lama kemudian, kesatria dari keluarganya datang mencarinya dan ia diharuskan untuk segera pulang karena kondisi tubuhnya belum sepenuhnya sembuh.Bahkan untuk bertemu dengan Mikhail pun tak sempat baginya. Tadi juga saat ia datang, dirinya tidak melihat Mikhail, apa lelaki itu kembali sibuk?Memikirkan tentang hal itu, Althea jadi ingat dulu ia dan Mikhail pernah membahas tentang masa depan yang akan terjadi pada mereka mau tidak mau. Ia tahu bahwa Mikhail tidak ingin menjadi putra mahkota, ia juga tahu takhta itu terpaksa harus ia dapatkan jika tidak ingin kehidupannya diusik oleh musuh-musuhnya baik diluar maupun di dalam kerajaan itu sendiri.Perlahan namun pasti, mata Althea tertutup dengan pelan. Hari ini, ia sudah memaksakan tenaganya untuk tetap datang ke pesta walaupun hanya sebentar. Sekarang, gadis itu benar-benar lelah. Ia pun dengan cepat terlelap ditemani bulan sabit yang memancarkan sinarnya.Althea menatap ruangan yang baru kali ini dilihatnya. Dinding yang berjamur, atap yang banyak bolongan, dan lantai yang lembap membuat ruang ini pengap, ditambah tidak ada satupun jendela yang ada. Hanya sebuah pintu yang ada di seberangnya. Ruangan ini kecil, bahkan lebih kecil dari kamar pelayan yang ada di kediamannya.Althea tidak mengerti kenapa ia ada di sini. Seharusnya ia tadi berada di kasur untuk tidur, lantas kenapa ia malah terjebak di ruang kecil seperti ini? Apa gadis itu tengah diculik?Saat sedang bingung dengan situasi ini, gadis itu perlahan mendengar suara isak tangis, meskipun samar tapi ia yakin kalau itu adalah suara tangisan. Althea melirik sekelilingnya, lalu mendapati ada sebuah ruang gelap kecil di dekat pintu. Gadis itu melangkahkan kakinya untuk masuk ke ruang tersebut, walau ia sangat takut tapi rasa penasaran gadis itu mengalahkanya.Ruangan sangat gelap, ia tidak melihat apapun tapi suara tangis itu makin jelas terdengar. Althea hanya mengandalkan pendengarannya untuk menghampiri anak itu. Berjalan dengan pelan, hingga sampai di depan anak itu.Namun, belum sempat ia berpikir kembali, pintu ruangan tersebut terbuka, lalu derap langkah kaki bergema berjalan menuju ruangan gelap tempat ia berada."Sini kamu! Jangan menangis! Berisik!" Bentak seseorang sambil menyeret anak tadi. Althea mengikuti orang itu sambil meraba-raba apa yang ada di hadapannya.Saat mereka telah sampai di ruangan yang penuh jamur tadi, anak itu beserta orang yang menyeretnya terlihat jelas. Althea membulatkan mata dan menutup mulut saking kaget mengetahui siapa anak tersebut."Pa-pangeran Helio?!" lirihnya. Althea maju melangkah, berusah untuk melepas tangan orang yang menyeretnya, tapi tidak bisa. Ia melihat tangannya, dan mendapatkan bahwa tubuhnya transparan.Althea tidak bisa menolong anak itu, yang bisa dilakukannya adalah mengikuti mereka. Saat keluar dari ruangan itu, yang ternyata adalah bekas gudang penyimpanan barang istana yang berada di paling ujung barat. Helio kecil diseret menuju semak-semak belukar, lalu orang tadi mendorongnya dengan brutal. Althea memicingkan matanya untuk melihat siapa yang ada di balik semak-semak tersebut, namun pandangannya perlahan memburam dan ia merasakan sakit kepala yang luar biasa.Lalu, tak lama setelah itu semuanya menjadi gelap....To be continuedHalo, teman-teman!! Terima kasih untuk kalian yang sudah membaca cerita ini sejauh ini. Semoga cerita ini dapat menghibur kalian yaa ^_^ Sampai jumpa di bab selanjutnya!! ❣️
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Mikhail berjalan dengan cepat menuju istana selir pertama, Livia. Setelah banyak mengumpulkan bukti, kini ia dapat menekan selir itu agar tidak mengganggu Althea lagi. Sudah cukup ulahnya untuk melukai keluarganya, jangan ada orang lain lagi yang akan terluka karenanya.Pintu istana dibuka oleh para pelayan yang ada di sana ketika Mikhail baru saja sampai ke istana selir. seakan-akan kedatangannya telah ditunggu oleh Livia, Perempuan paruh baya itu duduk dengan tenang di ruangannya."Ada apa seorang Putra Mahkota jauh-jauh datang dari sini?" ucapnya tenang sembari meletakkan teh yang baru saja diminumnya. Livia mengisyaratkan Mikhail untuk duduk di hadapannya. Setelah Mikhail duduk, pelayan Livia menuangkan teh pada cangkir Mikhail."Jangan khawatir, Yang Mulia. Teh saya dan Anda sama, jadi sangat aman untuk meminumnya." Livia memandang tehnya sekilas, lalu tersenyum tipis, "lagi pula, saya masih menyayangi nyawa untuk tidak melukai Putra Mahkota."Mikhail terkekeh sinis, ia memandang
Althea terdiam di tempatnya. Ia sudah memikirkan kemungkinan hal ini, tapi nama itu berada di urutan terakhir dalam prasangkanya. Sebab, setahu Althea selir Livia dan kedua orang tuanya merupakan sahabat dekat sejak dulu. Agaknya mustahil jika ini semua adalah ulah wanita paruh baya itu. Namun, Althea juga bisa memahami alasannya karena gadis itu dekat dengan Mikhail, orang yang paling Livia benci di kerajaan ini."Aku sudah menduganya, Mik. Sekarang kepalaku rasanya mau pecah untuk memikirkannya," lelah Althea. Sungguh, dari kejadian mimpi yang dialaminya tiba-tiba dan Helio ada di sana, hal-hal yang berhubungan sihir dan mengapa ia bisa mendapatkan mimpi itu, dan kini orang yang tidak dia duga merupakan dalang dari penyerangannya tempo hari lalu membuat kepala Althea serasa seperti ingin meledak dibuatnya. Ia hanya ingin... sedikit istirahat tanpa memikirkan semua masalah itu, dan menarik satu persatu benang merah yang kusut dalam pikirannya.Mikhail menatap Althea yang memijit pelan
Althea berjalan dengan riang ketika mereka telah sampai di lokasi piknik. Yah, pembicaraan tentang piknik ternyata memang sungguh-sungguh dilaksanakan. Tak hanya Althea dan Mikhail saja yang hadir, Helio dan William turut berpartisipasi untuk ikut. Sementara saudari William, tidak ikut karena lebih memilih untuk menghadiri pameran lukisan dari seniman favoritnya."Bagaimana cuaca hari ini? Bagus, kan?" Tanya Althea pada mereka bertiga yang dijawab anggukan dan beberapa respon yang berbeda."Tempat yang indah, Lady," ujar William sambil tersenyum sambil merentangkan karpet yang mereka bawa dari istana. Ya, mereka tidak membawa pelayan, hari ini mereka akan benar-benar menghabiskan waktu bersama. "Tempatnya bagus, ada banyak aroma di sini," ucap Helio sembari mengendus-endus angin sepoi-sepoi. Saat pertama kali sampai ia menghirup aroma mawar, lalu mereka jalan lebih jauh lagi ia kembali mencium aroma lavender. Helio berpikir akan sangat bagus jika dia bereksperimen sihir di tempat ini.
Althea sadar jika ia terus berada dalam posisi seperti ini membuat banyak orang yang melihat mereka akan salah paham. Maka dari itu, setelah ia sempat termenung sejenak, Althea ingin bangkit dan duduk seperti posisi semula, tapi Mikhail malah menahan pinggangnya untuk tetap tidak bergerak dari tempatnya. Althea mengerutkan dahinya, lalu menatap Mikhail yang telah menatapnya dengan intens. "Mikhail, orang-orang bisa salah paham," lirih Althea.Namun, perkataan Althea tidak mendapatkan jawaban apapun dari Mikhail. Lelaki itu masih mengamati Althea dengan pandangan yang dalam, tanpa berkedip sedetik pun. "Biarin aja. Biarkan mereka berasumsi sendiri, kenapa kamu malah repot mikirin mereka, Hera?" balas Mikhail membuat Althea menghela napas."Kau seorang putra mahkota, Mikhail. Apa jadinya jika ada rumor yang tersebar tentang putra mahkota yang sedang bermesraan dengan seorang wanita? Katanya kau tidak mau menikah?" Tanpa diduga, Mikhail malah terkekeh, "sekarang kau benar-benar sudah de
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah