Kereta kuda berwarna putih dengan ukiran keemasan dan lambang kerajaan di tengah pintu dari tadi pagi membuat rakyat heboh. Para rakyat berkumpul di pinggir jalan yang akan dilewati oleh kereta kuda tersebut menuju istana. Mereka bukan antusias terhadap kereta kudanya, melainkan karena orang yang berada di dalam kereta kuda tersebut. Kabarnya orang itu adalah seorang pangeran yang dulunya diasingkan ke wilayah ducy, wilayah tempat kelahiran ratu dulu, yang mana adalah ibu kandungnya sendiri.
Saat kereta kuda tersebut sampai di desa, para rakyat sibuk berdesakan untuk melihat paras dari pangeran tersebut. Namun, mereka tidak melihat apa-apa karena jendela dari kereta kuda tersebut ditutupi oleh kain yang ada di dalamnya."Ah, kenapa harus ditutup sih? Padahal aku ingin melihat wajahnya.""Hus! kau tidak boleh bicara begitu, panggil beliau pangeran, atau kau bisa dihukum karena tidak menghormati keluarga kerajaan.""Hey lihat, kabarnya pangeran Helio sangat tampan, aku tidak sabar ingin melihatnya.""Bukannya dia memiliki kekuatan ilmu hitam?""Apa karena itu dia diasingkan?"Berbagai macam celotehan rakyat terdengar jelas oleh Helio yang ada di dalam kereta kuda. Lelaki itu hanya diam sambil menopang tangannya di pipi, ia berharap cepat sampai di istana lalu tidur. Jujur saja, badannya sudah pegal-pegal menempuh perjalanan hampir dua hari.Tiga puluh menit kemudian, kereta kuda sampai di istana. Puluhan pelayan, dan kepala pelayan sudah berdiri berjajar untuk menyambut pangeran ketiga kerajaan ini. Sama dengan para rakyat, pelayan dan para pekerja di istana ini juga penasaran dengan pangeran ketiga ini. Pasalnya pangeran meninggalkan istana disaat ia berumur lima tahun dan baru kembali sekarang seminggu sebelum debutantenya.Pintu kereta kuda terbuka, seorang lelaki memakai pakaian dengan jubah kerajaan turun dari kereta kuda. Rambut hitam keunguan dengan bola mata berwarna biru gelap seperti langit malam ditambah parasnya yang rupawan membuat para pelayan wanita maupun pria tidak mengalihkan pandangnya. Mereka seakan terpaku pada pemandangan yang ada di hadapannya seakan lupa tugas mereka.'Yaampun apakah ini pangeran yang misterius itu?''Tampan sekali pangeran.''Apakah makhluk di depan ini nyata? Apakah Tuhan sedang tersenyum saat menciptakanya?'Berbagai macam pikiran tentang Helio berputar di kepala mereka tanpa sadar.Helio yang melihat puluhan tatapan tertuju ke arahnya merasa canggung dan tak nyaman. 'Kenapa kalian terus menatapku' batinnya berulang kali, lelaki itu melangkahkan kakinya menuju istana dengan wajah yang memerah menahan malu dan perasaan yang tidak nyaman."Selamat datang, Pangeran." Kepala pengurus istana menyambut Helio dengan nada ramah. Sebelum Helio diasingkan, ia sangat dekat dengan kepala pengurus istana pusat karena tidak memiliki teman bermain. Kakaknya, Mikhail yang saat itu sedang sibuk belajar untuk ikut hak waris takhta tidak bisa selalu ada disampingnya.Helio tersenyum, lalu memeluk Evans dengan pelukan hangat, "sudah lama tidak berjumpa, paman." Evans tersenyum tipis, lalu menepuk pelan punggung Helio. Tidak terasa waktu cepat berlalu, dulu Pangeran Helio hanya sebatas pinggangnya, namun kini pangeran tersebut sudah lebih tinggi darinya."Mari saya antar pangeran menemui baginda," ucap Evans membuat Helio menganggukkan kepalanya. Tentang hubungannya dengan raja tidak ada yang spesial sama sekali. Raja yang tak lain adalah ayahnya sendiri sangat menjunjung tinggi keadilan. Saat mengetahui ada hal yang tidak biasa pada dirinya, ayahnya langsung mengirimnya ke wilayag ducy dengan alasan untuk melindunginya dari faksi-faksi yang akan menghancurkan kerajaan dan menegakkan keadilan. Memikirkan hal itu Helio masih belum paham di manakah letak keadilan yang dimaksud oleh ayahnya.Di sinilah ia sekarang. Di depan pintu ruang singgasana raja dan ratu kerajaan ini. Para pengawal yang menjaga pintu membungkukkan badan sekilas, lalu mengumumkan kedatangannya sebelum pintu dibuka.Saat pintu telah terbuka, Helio berjalan dengan menatap lurus pada raja dan ratu yang ada di sampingnya. "Salam kepada matahari dan bulan Kerajaan Hymne, saya pangeran ketiga, Helio Allen Lawrence menghadap baginda raja dan yang mulia ratu," salam Helio sambil membungkukkan badannya. Di ruangan itu ada putri pertama, pangeran kedua, dan putri ketujuh sekaligus anak bungsu perempuan di kerajaan ini, tapi usianya masih diatas Helio satu tahun."Selamat datang kembali ke istana ini, Pangeran. Kau sudah jauh-jauh datang dari ducy dan butuh waktu istirahat. Aku tidak akan menahanmu lama-lama di sini. Untuk menyambut kedatanganmu, aku akan mengadakan pesta bersamaan dengan acara debutante seminggu lagi, dan makan malam bersama malam nanti. Kau boleh langsung ke kamarmu dan beristirahat," ucap baginda raja."Terima kasih baginda, kalau begitu saya pamit undur diri."Helio berbalik dan berjalan pergi meninggalkan ruang tersebut. Saat pintu telah ditutup, ia menghembuskan napas lega. Setelah sekian lama tidak berhadapan dengan baginda raja membuatnya terlihat gugup dan waspada tanpa disadari."Mari saya antar ke kamar, Pangeran."***"Ternyata anak itu sudah datang," ucap selir Livia, selir pertama sekaligus kandidat paling kuat untuk menjadi ratu belasan tahun lalu. Wanita itu masih dendam atas kekalahannya dan masih tidak mau menerima kenyataan yang terjadi.Livia meletakkan gelas teh yang tadi diseruputnya, lalu mengetuk pelan meja kecil yang ada di hadapannya. "Sumber kelemahan ratu sudah tiba, haruskah aku mulai menyerang lansung..." Livia melirik jendela yang diluar terdapat balkon tempat burung-burung singgah. "Atau menyerang dengan perlahan sampai tidak ada satupun yang menyadarinya." Setelah mengucapkan kalimat itu, burung-burung yang tadinya singgah kini beterbangan searah menuju utara."Tampaknya ibu sudah memutuskannya," ucap seorang anak perempuan yang sedang berdiri di depan pintu kamar ibunya. Tangan sebelah kanan anak itu menggenggam sebuah piring yang berisi dessert kesukaan ibunya, dan tangan di sebelah kiri menggenggam botol kecil yang tak absen untuk ia bawa selalu, terutama saat kondisi ibunya sedang seperti ini; seperti orang lain.Livia tersenyum, lalu menghampiri putrinya, "benar, anakku. Aku sudah memutuskan pilihan apa yang terbaik," bisik Livia sambil mengelus rambut hitam kecoklatan anaknya."Dengan cara apa, bu?" anak itu memberikan dessert pada ibunya, yang langsung diterima baik oleh selir Livia."Pertama, bukankah kita harus menyambutnya terlebih dahulu? Siap-siap untuk makan malam nanti, Edelyn."Edelyn membungkukkan badannya, "baik, ibu."***Makan malam pun dimulai. Karena hari ini adalah hari kedatangan Helio, semua keluarga kerajaan berkumpul di meja makan sekaligus untuk makan malam.Di meja makan sekarang terdiri raja, ratu, selir pertama, selir kedua, putri pertama, putri ketujuh, pangeran kedua, dan pangeran ketiga. Karena pangeran pertama atau putra mahkota sedang ada urusan dengan negara tetangga, jadi yang tersisa hanyalah saudara atau saudara tiri Helio."Aku sengaja mengumpulkan kalian semua di sini karena ingin menyambut pangeran ketiga atas kembalinya ia ke istana ini, aku harap kalian semua bisa akur dengannya, bagaimanapun juga, kita adalah keluarga. Mari bersulang," ucap raja mengangkat gelas winenya diikuti oleh orang-orang yang ada di meja makan."Selamat kembali bergabung, Pangeran Helio," ucap Livia tersenyum sambil menggerakkan gelas anggur merah miliknya dengan pelan.Helio tersenyum tipis, "terima kasih Yang Mulia.""Aku penasaran apa yang kamu lakukan selama ini di kediaman orang tua ratu, tapi melihat kamu kembali lagi ke sini dengan sehat dan tumbuh dengan baik, aku yakin yang kamu lakukan adalah hal-hal yang baik," tutur Livia, orang lain mungkin tidak mengira kalau baru saja selir tersebut menyindir Helio secara halus.Helio terdiam, lalu tersenyum, "hal-hal yang aku lakukan tidak akan membuat citra kerajaan ini hancur, yang mulia. Anda tidak perlu khawatir akan hal itu jika tidak memiliki hal yang disembunyikan."Tanpa sadar, Livia menggenggam kaki gelas yang ada di sampingnya. 'Dasar penyihir' batinnya kesal. Edelyn melirik ibunya sekilas, ia menghela napas pelan.Livia tersenyum, berusaha untuk menutupi kekesalannya, "mana mungkin seorang selir menyembunyikan sesuatu, pangeran. Anda terlalu berlebihan."Ratu melirik Livia dengan pandangan malas. Lagi-lagi wanita itu mengganggu anaknya, ia mengira Helio merupakan kelemahan terbesarnya, tapi semua itu salah. Selir Livia sama sekali tidak tau apa-apa tentangnya.Akhirnya mereka pun menyantap makan malam ini dengan perasaan yang berbeda. Helio langsung berjalan ke kamarnya, walaupun ia tau putri pertama, Edelyn memanggilnya tadi. Hari ini sangat melelahkan dengan meladeni beberapa orang yang asing, ia ingin cepat tidur dan istirahat.Ketukan pintu kamar membuat Helio yang sedang membaca buku di kasur membuatnya menoleh ke pintu. "Aku kira siapa yang datang malam-malam begini, ternyata ibu."Ratu tersenyum, posisi yang tadi berdiri bersandar sambil melipat tangannya yang memakai baju tidur kini berjalan menuju kasur anaknya dan duduk di sana.Tangan ratu mengelus kepala Helio dengan lembut membuat anak laki-laki itu memejamkan matanya. "Apa kau senang kembali lagi ke sini, nak?"Helio mengangguk, tapi di dalam hatinya kini bimbang. Apakah keputusan ia kembali ke istana ini pilihan yang baik atau tidak. "Menurut ibu, apakah ini pilihan yang baik?"Ratu berpikir sebentar, lalu menganggukkan kepalanya, "iya. Sudah saatnya kamu muncul, kamu sudah lebih kuat dan bisa melawan orang-orang yang dulunya menyakitimu."Helio terdiam memandangi ibunya. Selama ini, hanya ratu dan putra mahkota yang tulus menyayanginya diantara keluarga kerajaan yang lain. Ia bisa melihat binar mata ibunya yang sama dengannya setelah sekian lama. Walaupun pihak selir kedua tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kebencian padanya, ia harus tetap hati-hati untuk itu."Helio.""Iya, ibu."Ratu memegang pundak anaknya, "jangan sampai lengah. Ingat, istana adalah tempat yang paling berbahaya, ibu harap kamu bisa bertahan sampai akhir di sini."Malam itu, akhirnya Helio mulai memikirkan apa yang harus ia lakukan kedepannya....To be continuedMendapat surat undangan dari keluarga kerajaan membuat kerutan di dahi Althea tak kunjung hilang. Selama ini ia jarang mengunjungi istana, bahkan sejak berteman dengan Mikhail terhitung beberapa jari saja ke sana. Apa ini surat dari Mikhail? Tapi kalau dari Mikhail tidak mungkin, ia pasti akan datang langsung ke sini untuk menemuiku, batin Althea."Marie, tolong persiapkan perlengkapanku besok untuk ke istana," ucap Althea meletakkan undangan tersebut di meja belajarnya. "Baik, nona." "Kau boleh kembali." Setelah terdengar pintu tertutup, Althea menatap jendela sambil bersedekap. "Aku tidak bisa memperkirakan akan bertemu dengan siapa besok," gumamnya sebelum menutup gorden. Pagi harinya, para pelayan yang ada di kamar Althea sibuk mempersiapkan gaun, perhiasan, serta riasan untuk majikannya. Althea yang baru saja selesai mandi langsung digiring untuk memilih gaun yang akan dipakai nanti. Pandangan gadis itu tertuju pada gaun biru langit dengan hiasan kupu-kupu di bagian sisi kan
Althea membuka matanya. Perlahan, sinar mentari masuk melewati jendela kamarnya, suara-suara burung mulai terdengar di indra pendengaran. Setelah pandangannya jelas, ia langsung mengetahui tempat ini di mana. Ya, sekarang gadis itu sedang berada di kamarnya sendiri. Althea meringis ketika ia mengangkat sebelah tangannya untuk mengambil air minum di nakas sebelah tempat tidur. Gadis itu melirik perban yang telah melekat di lengannya. Tak butuh waktu lama, ingatannya kembali pada waktu itu saat ia berusaha melawan seseorang yang ingin menculiknya, tapi diselamatkan oleh pria bertudung coklat yang disangkanya Pangeran Helio yang tengah diperbincangkan oleh orang-orang akhir-akhir ini karena ketampanannya. Althea menghela napas pelan, kejadian itu masih terasa nyata baginya. "Nona Althea, syukurlah Anda telah bangun, apa masih ada bagian yang sakit?" Tanya seorang pelayan muda yang baru memasuki kamarnya yang dijawab gelengan oleh Althea. Gadis itu membawa baskom untuk majikannya mencuc
Mikhail berjalan dengan gontai menuju istananya. Bukan karena ia malas mengikuti segala kegiatan yang banyak menguras tenaga dan pikirannya, tapi karena sepenggal pertanyaan Helio. Pertanyaan yang masih terpatri dalam ingatannya. "Suka? Aku?" Sembari berjalan, Mikhail terus melontarkan tanya atas apa yang ada di pikirannya. Langkah kakinya terhenti. Kepalanya menatap sisi kanan, dan pemandangan taman istana putra mahkota terpampang indah seluas mata memandang. Mikhail tidak pernah lupa, bahwa tempat itu adalah pertemuan pertamanya bersama Althea. Lelaki itu tanpa sadar tersenyum ketika memori itu terputar dalam kepalanya. "MIHAEEEL!!" Teriak Althea dengan keras, mata anak perempuan kecil itu sudah berkaca-kaca, bibirnya melengkung ke bawah, dan kedua tangannya terkepal, serta kaki yang menghentakkan tanah berkali-kali. Anak lelaki yang ada di hadapannya malah tertawa, bukannya menenangkan orang yang ada di hadapannya, Mikhail justru semakin mendekat ke arah anak itu sambil menakut
"...apa kau menyukai putri dari Duke Foster itu?" Mikhail memejamkan matanya sejenak. Jantungnya berdetak kencang, udara malam hari sangat menusuk kulit, seharusnya ia tidak berada di balkon utama. "Haah, kenapa aku merasa gelisah," gumamnya. Mata biru gelapnya menatap lurus ke depan, telinganya tanpa sadar mendengar suara-suara orang berpesta, walau hanya samar-samar. "Mikhail! Kenapa kau di sini?" David, salah satu sahabat Mikhail menepuk bahu lelaki itu. Di pesta ini, banyak juga bangsawan muda yang turut hadir walaupun usia mereka sudah lewat dari tujuh belas tahun, seperti Mikhail dan sahabat-sahabatnya. Cukup diketahui, tujuan mereka datang ke pesta untuk melihat gadis yang sekiranya cocok di mata mereka. "Ada apa? Apa kau sudah menemukan gadis yang cocok untukmu?" Tanya Mikhail sambil mendengus. David terkekeh, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak ada yang spesial, omong-omong aku melihat Pangeran Helio dan Putri Althea sedang berdansa. Kau tau, mereka sekarang sedang menj
Althea terbangun dari tidurnya. Matanya terbuka, dan menatap langit-langit kamar yang berwarna biru muda. Napasnya tersengal, wajahnya dipenuhi oleh keringat dingin akibat mimpi tadi. Gadis itu bangun dari tempat tidur yang tadinya berbaring kini duduk di kasur. 'Tadi itu... Apa? Seperti kejadian nyata,' batinnya gelisah. Cukup lama Althea berdiam diri memikirkan itu, hingga tak sadar bahwa ia kehausan. Althea melirik teko dan gelas yang ada di meja dekat tempat tidurnya. Biasanya, para pelayan tidak meletakkan kedua benda itu. Namun, karena kondisinya saat ini dalam keadaan sakit, para pelayan meletakkan segala kebutuhan yang ada. Setelah menenggak minuman hingga tandas, Althea meletakkan gelas kembali ke meja, lalu bersiap untuk kembali tidur. 1 menit... 3 menit... 10 menit... 30 menit... Mata Althea tak kunjung tertutup, ia sudah berusaha untuk memejamkan mata dan tidur, tapi tidak bisa juga. Gadis itu menghela napas, lalu bangun dari tidurnya, kembali dalam posisi duduk sepe
Helio terdiam cukup lama mendengar pertanyaan Althea. Jujur, dari sekian banyaknya pertanyaan yang gadis itu lontarkan, Helio tidak akan mengira jika hal yang ditanya Althea tentang ini. Dari mana gadis itu mengetahui masa kecilnya? Bukannya Ratu telah menutup semua mulut orang-orang yang menyaksikan atau bahkan mengetahui tentang masa kelamnya? Namun untuk sekarang lebih baik ia cari tahu lebih dahulu daripada langsung menjawabnya. Helio mengatupkan kedua tangannya diatas meja, badannya condong ke depan, dan matanya menatap lurus pada Putri Althea yang tampaknya sudah mulai mabuk. "Dari mana Anda mengetahuinya, Putri?" Althea yang menunggu jawaban dari Helio, terus meminum bir dan tanpa sadar ia sudah mabuk. "Hm? Putri? Tidak, bukannya kita telah sepakat jika hanya memanggil nama satu sama lain?" Dahi Althea mengerut dan telunjuk jari kanannya membentuk angka satu lalu menggoyangnya ke kanan dan kiri. Helio menghela napas. Seharusnya gadis itu meminum bir dengan kadar alkohol yang
Althea terdiam. Menatap tulisan tangan Mikhail lamat-lamat. Entah kenapa ia sekarang merasa sedang tertangkap basah karena berbohong, padahal sedang tidak menyembunyikan apapun. Hanya saja jika Mikhail mengetahui kejadian saat ia mabuk rasanya sangat malu untuk gadis itu ceritakan. Althea menghela napas, memijat kepalanya pelan. Setelah termenung beberapa menit, akhirnya gadis itu kembali menghabiskan sup yang diberikan Mikhail. Biarpun begitu, sup ini rasanya sangat enak, sayang jika dilewatkan begitu saja. Setelah menghabiskan sup, ia membunyikan lonceng, memberitahu kepada pelayan untuk membawa troli makanan kembali ke dapur. Setelah pintu ditutup, Althea membaringkan badannya di kasur. Gadis itu memandangi langit-langit kamar yang putih polos. Ia sering berpikir, coba saja jika ada benda berbentuk bintang serta bulan yang bisa ditempel di langit-langit kamarnya, lalu saat lampu dimatikan, benda-benda tersebut akan mengeluarkan cahaya, pasti ia akan menempeli banyak. Sayangnya itu
Dahulu kala, sebelum benua ini dibangun dan menjadi kerajaan yang menguasai pusat perdagangan, benua Hymnea hanyalah sebuah pulau dengan hutan yang rimbun serta banyak pepohonan tinggi menjulang. Tidak ada siapapun yang tinggal di sana kecuali hewan buas. Hingga pada suatu hari, ada seorang pendatang baru yang datang dari benua lain. Ia mendatangi pulau itu dengan sebuah kapal yang terbuat dari besi. Pendatang baru itulah yang pertama kali menyadari bahwa pulau itu memiliki banyak makanan serta kebutuhan pokok yang memadai jika orang-orang memutuskan untuk tinggal di sana. Dari situ, ia mulai mencari dan mengajak orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal, pulau yang dihuninya dijajah, dan yang mengungsi di tempat tinggal orang lain untuk tinggal di dalam pulau itu. Sehingga para nenek moyang terdahulu di benua Hymnea merupakan orang-orang dengan beragam ras dan perbedaan. Saat para pendatang baru di pulau itu tengah membuat sebuah rumah dan mengump
Dengan berat hati Helio menceritakan semua kejadian yang ia dan Putri Althea alami selama ini. Mulai dari Althea yang menceritakan mimpi awalnya yang melihat masa kecil Helio, hingga petunjuk mengenai penyihir agung yang bisa menjawab alasan kenapa mengalami kejadian seperti ini. Mikhail hanya diam mendengarkan. Jujur, bagi orang yang logis, kejadian ini sangat berada di luar nalarnya. Jika saja yang bercerita di depannya saat ini bukan Helio, dan kejadian beberapa saat lalu dengan pelayan yang mengaku sebagai reinkarnasi penyihir, ia akan enggan mempercayainya. Apalagi, kejadian kali ini menyangkut tentang Althea, salah satu orang yang spesial bagi Mikhail, mau tak mau lelaki itu mempercayai kejadian kali ini. Setelah Helio menjelaskan dengan panjang lebar, Mikhail masih terdiam, larut dalam pikirannya. Helio menatap Mikhail dengan pandangan resah. "Jadi, itu ceritanya, kenapa kami mencari penyihir agung. Ehm, Mikhail, apakah kau mendengarkanku?" Helio mengibaskan tangannya ke kanan
"Reinkarnasi penyihir agung?" Mikhail terdiam di ruangannya sambil memikirkan perkataan yang dikatakan oleh perempuan yang bernama Eleanor Rittenheim tersebut. Dari namanya, Mikhail tahu dia bukan orang biasa. Gadis itu memiliki marga, jelas bahwa dia adalah seorang bangsawan. Kenyataan bahwa ada seseorang yang mengaku bahwa dia merupakan reinkarnasi dari penyihir agung juga tidak masuk akal bagi Mikhail. Apalagi ia yang merupakan orang realistis sulit untuk memercayai adanya hal-hal tersebut. Mikhail tahu, bahwa Kerajaan Hymnea didirikan dengan bantuan penyihir, bahkan Ratu pertama dari Kerajaan ini juga memiliki kekuatan sihir yang luar biasa. Namun, untuk mempercayai bahwa adanya reinkarnasi penyihir agung di waktu ini membuat Mikhail harus memikirkan apakah ia harus mempercayainya atau tidak.Satu-satunya jalan untuk membuktikan perkataan perempuan itu adalah dengan menanyakan orang yang mencarinya, apakah reinkarnasi tersebut benar-benar ada atau tidak. Yah, setidaknya Mikhail h
Helio terdiam mendengar penuturan Althea. Akhir-akhir ini banyak sekali kejadian yang melibatkan kerajaan Karsari. Padahal kerajaan itu sebelumnya jauh dari kata problematik. Benarkah kerajaan itu akan menyerang kerajaan ini? Padahal Mikhail telah membuat perjanjian pernikahan dengan kerajaan tersebut. Dan sekarang, kerajaan itu berhubungan dengan petunjuk yang tengah mereka cari. "Apakah William tengah berada di sana? Kalau ditarik kesimpulannya, tidak ada variabel yang lebih komplit dan pas selain dia ada di sana." Ucapan Helio membuat Althea mau tidak mau menyetujuinya. Yah, saat ini kemungkinan itu yang paling memungkinkan dan paling mendekati. "Apakah kita akan ke sana?"Heio kontan menggeleng. "Tidak bisa. Kondisi saat ini tidak memungkinkan kita untuk pergi ke sana."Althea mengerutkan dahinya. "Memangnya kenapa?"Helio terdiam. Ia pikir, percuma saja jika menyembunyikannya pada Althea. Toh, sebentar lagi masalah ini akan terkuak ke bangsawan lain, termasuk Duke Foster yang
Bruk!Pelayan yang tadi Helio baca ingatannya kini telah berdiri di hadapan Mikhail, tepat beberapa jam setelah Mikhail menyuruh ajudan kepercayaannya untuk menangkap pelayan ini. Hampir saja, telat semenit saja mungkin pelayan ini sudah terlebih dahulu kabur dengan menggunakan kuda ke luar ibu kota Hymnea. Pelayan wanita itu menundukkan kepalanya. Kedua tangannya terkepal dengan keras dihiasi dengan tali yang mengikatnya. Mikhail meletakkan kaca mata di atas meja, lalu berjalan beberapa langkah mendekati pelayan itu. Setelah sampai di hadapannya, lelaki itu jongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan pelayan wanita itu.Ditatapnya pelayan itu sebentar, "apa kau tahu apa kesalahanmu sehingga kau dibawa ke sini dan berbicara denganku?"Pelayan itu hanya diam. Seolah tuli, ia berani untuk tidak menggubris ucapan Putra Mahkota Kerajaan Hymnea. Para prajurit beserta ajudan yang geram dengan tingkah pelayan itu mendorong pelan kepalanya sambil berucap, "Hey! kau sedang berbicara dengan
Helio tidak bisa untuk tidak terkejut setelah mengetahui isi pikiran dari pelayan yang dibawanya. Hal ini benar-benar di luar dugaannya. Awalnya, Helio hanya ingin mengetahui sedikit informasi tentang utusan pedagang tadi dan tidak akan ikut campur lebih lanjut. Namun, karena sudah terlanjur begini, mau tidak mau ia harus memedulikan masalah ini."Jadi, apa kau mengenalnya?"Pelayan tadi masih terdiam, lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Yang Mulia. Tadi saya hanya sekadar menyapa mereka. Saya tidak mengenal mereka."Helio terus menatap pelayan tersebut. 'Ayolah, kumohon percaya dan biarkan aku pergi dari sini secepatnya. Setelah ini, aku harus pergi sebelum identitasku diketahui.' Lagi-lagi Helio melihat isi pikiran pelayan itu.Helio menarik senyum sinis, 'Jadi dia mau menyelamatkan diri sendiri?' Kendati begitu, lelaki itu menganggukkan kepalanya. "Baiklah jika begitu, silakan pergi."Pelayan itu menunduk hormat, lalu pergi dengan langkah buru-buru. Helio menghela napas, lalu lela
Helio membuka pintu belakang bagian istana sesampainya ia di sana. Seluruh pekerja yang berada di dalamnya melihat ke arah Helio dengan terkejut. Mereka tidak menyangka bahwa seorang Pangeran mengunjungi salah satu tempat lusuh di istana. Apalagi akhir-akhir ini Helio sangat terkenal di kalangan bangsawan maupun rakyat biasa karena diperbolehkan kembali ke istana, di mana secara tidak langsung Raja mengakui bahwa kekuatan sihir yang dimilikinya tidak berbahaya. Hanya tinggal menunggu waktu saja bagi mereka untuk menunggu perubahan keputusan Raja mengenai aturan sihir yang sempat sangat dilarang.Pintu belakang istana ini di dalamnya berhubungan langsung dengan tempat penyimpanan barang-barang dapur dan dapur kotor istana. Untuk tempat penyimpanan bahan makanan terletak berseberangan dengan pintu belakang istana. Makanya para utusan pedagang ataupun asosiasi pedagang khusus bahan makanan biasanya mengantar makanan ke arah pintu khusus tempat penyimpanan makanan. "Aku ingin bertanya."
Mikhail berjalan dengan cepat memasuki istananya setelah mengantarkan Edelyn hingga gadis itu meninggalkan istana miliknya. Mikhail tidak tahu, mana yang benar dan mana yang salah. Apakah ia harus mempercayai perkataan yang baru saja dijelaskan oleh Edelyn, ataukah tetap melaksanakan rencana yang telah ditetapkan, yakni tetap melakukan pertunangan dengan Putri pertama dari Kerajaan Karsari.Ketukan dari pintu kamar membuat Mikhail mengalihkan fokusnya pada benda kayu itu. Setelah mengucapkan kata masuk, kepala pelayan muncul dibalik pintu dan berjalan mendekatinya. "Salam kepada Yang Mulia Putra Mahkota, apa ada hal yang Anda butuhkan, Yang Mulia?"Mikhail terdiam di tempatnya. Lelaki itu duduk di meja kerja sembari mengetuk-ngetuk jari di mejanya, pertanda ia sedang mempertimbangkan kembali keputusannya. "...Cari tahu hal mengenai Kerajaan Karsari. Dengan siapa mereka berhubungan akhir-akhir ini, siapa sekutunya, siapa musuhnya, apa yang mereka lakukan. Semua. Tanpa terkecuali."Me
Edelyn mengangkat salah satu alisnya. 'Putri pertama?' batinnya bingung. 'Kalau putri pertama, apakah putri yang itu?' lanjutnya. Ia kembali mengingat isi surat yang pernah dikirimkan salah satu temannya yang berada di Kerajaan Karsari.Edelyn tersadar karena jentikan jari dari Helio. Lelaki itu menatap heran Edelyn. "Apakah Anda sakit, Putri? Dari tadi Anda seperti hilang fokus."Edelyn langsung berdeham setelah mengerjapkan mata selama beberapa saat, "ah, aku tidak apa-apa. Hanya sedang memikirkn hal lain saja, Pangeran. Mohon maaf karena saya tidak menyimak pembicaraan Anda."Helio mengangkat bahu, "yah, tidak apa-apa. Hal yang aku bicarakan juga tidak penting. Intinya akan ada tamu terhormat dari Kerajaan Karsari seminggu lagi."Edelyn menganggukkan kepalanya. Yah, untuk saat ini ia harus diam dulu, siapa tahu ia salah orang, atau keliru dalam membaca informasi yang ada.Yah, Edelyn bahkan bersyukur akhir-akhir ini tidak ada gosip menyimpang mengenai dirinya maupun Ibunya.***So
Althea memandangi busa-busa yang ada di sekitarnya. Saat ini gadis itu sedang berendam sendirian, tanpa ditemani oleh satu pun pelayan. Gadis itu yang memintanya sendiri. Ia butuh waktu untuk berpikir, begitu alasannya saat ditanya.Dan sekarang di sinilah ia berada. Di dalam sebuah bak mandi yang terbuat dari marmer putih nan indah dipandang. Althea menyandarkan tubuhnya. Ia menghela napas. Mimpi semalam masih terbayang dengan sangat jelas. Lewat mimpi itu, Althea jadi sadar jika ia bisa memimpikan orang lain, bukan hanya Helio saja. Sudah begitu, orang yang dimimpikannya adalah orang yang tidak pernah ia duga sama sekali. Bagian kecil di dalam hati Althea merasa sedikit kecewa karena gadis itu tidak memimpikan Helio. 'Yaampun, kau masih saja berpikiran ke sana. Kenapa setiap kali aku memfokuskan untuk memikirkan mimpi semalam, selalu saja berakhir dengan mengingatnya. Sadarlah Althea! Kau tidak tahu di sana apakah dia juga memikirkanmu atau tidak!' batinnya berteriak keras, berusah