Home / Romansa / LOVE is YOU, Ra! / Bab 3 Ternoda

Share

Bab 3 Ternoda

last update Last Updated: 2021-10-21 15:08:17

Ranjang besar itu bergerak-gerak. Rangga merasa kepalanya pusing seiring dengan gerakan di sisi lain ranjangnya.

‘B*****k! Kenapa kepalaku seperti mau pecah? Apa yang terjadi sebenarnya? Ahhh, panas sekali. Sial! Kenapa begini rasanya?’

Samar Rangga mendengar pria dan wanita berbicara. Namun, tidak paham apa yang mereka bicarakan. Sedangkan matanya berat, tidak mau terbuka. Tangan dan kakinya lemas, tidak dapat digerakkan. Dia berusaha berteriak, tetapi yang keluar hanya rintihan samar. Amarahnya semakin membuat kepalanya berdenyut.

Selang beberapa lama, terdengar pintu ditutup. Rangga merasa kesadarannya mulai kembali. Tangannya berusaha bergerak, tetapi tidak terkontrol. “Apa ini sebenarnya? Sudah matikah aku? Kenapa aku seperti mayat hidup begini?”

****

Maura yang tersadar karena rasa perih di bagian bawah tubuhnya dan kepala berat, beringsut pelan sambil mendorong tubuh pria sebesar gorila di atasnya.

“Apa yang terjadi?! Kenapa aku bersama gorila sialan ini?” lirih Maura.

Dengan mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya, Maura berusaha membuka mata dan menarik selimut menutupi tubuhnya. Matanya nanar menatap sekeliling kamar yang hanya diterangi lampu redup di pojok kamar. Perasaan marah dan terhina membuatnya menoleh ke sisi kiri dan matanya melihat seorang pria dengan tubuh atletis yang tadi merenggut mahkotanya.

Rasa malu membuat Maura beringsut turun dari ranjang dan mengumpulkan pakaiannya yang berserakan di lantai. Dia menuju kamar mandi dan membasuh muka sekenanya. Maura keluar dari kamar mandi, berjalan ke sisi ranjang, mengambil sebuah bantal dan memukul wajah pria yang sedang pulas itu sekeras yang dia mampu, berulang kali.

Bug. Bug. Bug.

“Hei!” Pria itu tersentak marah pada pukulan ketiga. “Hentikan!”

“Bangun, Ba****an! BANGUN KATAKU!” Suara teriakan Maura membahana di seluruh ruangan.

Dengan mata yang setengah terpejam, pria sebesar gorila itu duduk bersila di atas ranjang. Ruas jarinya yang kokoh mengucek matanya, meraih kesadaran.

“Apa-apaan ini?!” bentak pria gorila tak kalah keras.

“Aku yang harusnya tanya padamu. Apa yang kamu lakukan padaku?!” geram Maura.

Prok. Prok. Byarr!

Pria gorila bertepuk tangan dua kali dan ruangan yang semula remang-remang, berubah menjadi terang benderang. Maura tak siap dengan serangan sinar lampu di matanya, refleks melindungi matanya dengan lengan.

Maura tersentak ketika menurunkan lengannya, wajah pria gorila itu begitu dekat dengan wajahnya, bahkan hidung mereka hampir bersentuhan.

Tap!

Maura dengan cepat mendorong dada liat pria gorila hingga tubuh pria itu kembali terbaring di ranjang. Pria itu mengernyitkan dahinya sambil mengumpat berulang kali. Maura mundur dua langkah, mengantisipasi kalau-kalau pria besar di depannya membalas serangannya.

“Apa maumu sebenarnya?!” Pria itu kembali berteriak sambil beringsut turun dari ranjang dan membungkus tubuhnya dengan sprei abu-abu. Dia membuat Maura mundur dua langkah lagi. “Dari mana asalmu?!”

“Aku yang seharusnya bertanya. Apa yang kamu lakukan padaku?! Kenapa aku bisa berada di sini?!”

Pria besar itu menggelengkan kepalanya dan mengumpat beberapa kali. “Diam di sini,” desisnya sambil menunjuk tempat Maura berdiri lalu melangkah cepat ke kamar mandi.

Maura memutuskan untuk duduk, khawatir kedua lututnya yang gemetar tak sanggup lagi menopang tubuhnya. Rasa perih yang luar biasa membuat Maura harus mengernyit dan mendesis saat duduk di sofa empuk. Perlahan tubuhnya menekuk, tangannya memeluk lutut menahan perih dan marah.

Pria besar itu sudah berpakaian lengkap ketika kembali ke kamar. Membanting tubuhnya di sofa yang berseberangan dengan Maura, menarik napas dalam sebelum akhirnya membuka suara, “Nona, siapa namamu?”

Maura menegakkan tubuhnya. Mata basahnya menatap tajam. Berharap tatapan mata itu mampu merobek dada bidang di depannya dan mengeluarkan jantungnya.

“Jawab aku! Siapa yang menyuruhmu?!” Pria besar itu membalas tatapan mata Maura.

“Apa maksudmu?!” Maura kembali tersulut.

“Apa yang dia janjikan padamu sebagai bayaran? Katakan! Aku akan membayarnya tiga kali lipat, asal kau sebutkan sebuah nama.”

“Pria gila. Jangan memutar balikkan fakta. Apa tujuanmu melakukan semua ini padaku, hahh?!”

Melihat emosi masing-masing, Maura dan Rangga sama-sama terdiam. Mereka mulai menyadari bahwa mereka berdua hanya korban yang dijebak oleh oknum yang memiliki tujuan berbeda.

“Nona, masalah ini tidak akan selesai bila kita terus seperti ini. Katakan padaku, siapa namamu?” Rangga menilai dengan seksama wanita di depannya.

‘Dari pakaiannya, dia jelas wanita yang memiliki pekerjaan. Caranya berbicara dan mengendalikan emosi, dia berpendidikan dan cukup dewasa dibanding usianya. Cantik.’ Pemikiran terakhir membuat Rangga menelan saliva.

Maura bergeming. Membuang mukanya dengan sebal saat menyadari sudut bibir pria gorila itu sedikit terangkat.

“Oke. Walau tidak dapat menyelesaikan masalah dan mengembalikan keadaan seperti semula.” Rangga mencondongkan tubuhnya, menopangnya dengan kedua siku menumpu pada paha. “Maaf,’ ucapnya tulus.

Mendengar kata maaf yang sengaja diucapkan pria gorila itu dengan penekanan lebih, Maura kembali menatap pria besar itu. Matanya panas, dadanya bergemuruh.

“Maaf saja tidak cukup untuk menjelaskan semua ini,” geramnya.

“Lalu, apa yang kau inginkan? Uang? Sebutkan! Aku akan berikan sekarang juga.”

‘Rupanya dia pria kaya dan sombong. Tapi, aku melihat ketulusan dalam ucapannya.’

Maura berdiri dan mengepalkan kedua tangannya menahan sakit, tak mau pria itu melihatnya lemah dan kalah.

Rangga ikut mengeraskan rahangnya ketika melihat mimik wanita itu mengerut menahan sakit.

“Nona, sebaiknya kau duduk. Kondisimu .…”

“DIAM!” Maura mengusap wajahnya kasar. “Aku benci!” desisnya.

Rangga ikut berdiri, mengikis jarak di antara mereka dengan dua langkah lebar. Meraih wanita yang bahkan tidak dikenalnya itu ke dalam dekapan. “Maaf. Apa sangat sakit?”

Nada lembut yang pria gorila gunakan, dekapan hangatnya serta tangannya yang mengelus punggung Maura, membuat airmatanya berderai. Marah, malu, dan perih bercampur aduk menjebol tanggul pertahanannya.

“Tenangkan dirimu. Kita perlu bicara.” Rangga melirik jam dinding. “Damned!”

Rangga membantu wanita dalam pelukan untuk kembali duduk. “Sekarang, katakan semua tentangmu. Maaf, tapi harus aku katakan, waktuku tak banyak.”

Maura menatap pria besar di sampingnya. Entah kenapa, perkataan pria itu membuatnya marah. “Tuan, bukan hanya waktumu yang berharga. Waktuku lebih berharga.” Maura memaksa dirinya untuk kembali berdiri dan melepaskan diri dari kehangatan lengan kokoh yang melingkari bahunya.

“Tidak perlu kita perpanjang. Anggap malam ini sebuah kesalahan,” ujar Maura dengan mantap.

Setelah berkata demikian, Maura meraih tasnya, memakai sepatunya dan melangkah menuju pintu. Baru dua langkah, kaki manjanya mendadak lemas, membuatnya hampir jatuh karena telapak kaki kanannya menekuk ke dalam.

Dengan sisa harga diri yang dia punya, Maura melepas sepatunya dan menjinjingnya sambil terus melangkah cepat menuju pintu.

Rangga seperti tersihir melihat adegan di depannya. Di mana seorang wanita berusaha keras untuk tetap kuat melangkah pergi, setelah apa yang terjadi di antara mereka tanpa meninggalkan tuntutan yang tak masuk akal atau ancaman gila.

Di luar kamar, Maura melirik jam tangannya yang ternyata sudah pukul tiga pagi. Menyempatkan diri berbalik menghadap pintu dan mengacungkan jari tengahnya. Maura melangkah cepat tanpa alas kaki menuju lobi. Melambai pada taksi yang kebetulan menurunkan penumpang, masuk dengan tenang sambil berusaha mengingat kejadian memalukan bagai mimpi buruk dalam hidupnya.

****

Kediaman Keluarga Bagaskara

Maura berhasil masuk ke kamarnya tanpa seorang pun yang tahu. Hal pertama yang dilakukannya adalah berdiri di bawah shower dengan pakaian lengkap. Guyuran air dingin membuatnya benar-benar sadar dan mulai menangisi keadaan, meluapkan amarah.

 “Maura, sadarkan dirimu. Pikir! Jangan tiba-tiba jadi wanita bodoh …!” teriaknya sambil memukul dinding kamar mandi dengan kepalan tangannya.

Setelah menggigil, barulah Maura keluar dari bawah pancuran dan melepas bajunya yang basah. Masih terasa perih di daerah sensitifnya. Ada bercak darah di celana dalamnya saat ia melepasnya. “Dosa apa aku sampai mengalami kejadian ini?!” gumamnya di antara isak tangis.

Keluar dari kamar mandi dengan tubuh terbungkus bathrobe, Maura mengikat erat tali jubahnya seakan itu dapat menutupi noda yang sudah tertoreh di tubuhnya. Naik ke atas ranjang, meraih selimut dan meringkuk, berharap selimut dapat melindunginya dari rasa malu. Maura kembali menangis sampai jatuh tertidur.

Terbangun karena kepalanya berdenyut, Maura mendengar seseorang mengetuk pintu kamarnya dan membukanya perlahan.

“Ra ….” Suara Soraya memanggil. “Kamu kenapa, Nak? Kamu sakit? Gak biasanya kamu telat bangun.” Maura bingung harus menjawab apa karena dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi padanya.

Tangan Soraya meraba kening Maura dan terkejut, “Ra, kamu demam. Pantas saja telat bangun. Mama panggilkan dokter, ya?” Nada suaranya mulai khawatir.

Berusaha tersenyum Maura menjawab, “Gak perlu, Ma, minum obat aja nanti juga sembuh. Maura ingin sendirian, boleh?”

“Boleh, Sayang. Nanti biar Bik Sumi bawakan obat dan sarapan ke kamar, ya. Istirahat, ya, Nak.” Sekali lagi tangan Soraya mengusap kening Maura sebelum keluar kamar.

Setelah sarapan dan minum obat yang Sumi bawakan, Maura bersandar di ranjang dan mulai berpikir tentang kejadian semalam. Nuraninya menolak mengingat kembali kejadian memalukan itu, tetapi otaknya berkata dia harus meluruskan dan mencari siapa dalang semua ini.

Beberapa jam berpikir, kesimpulannya, dia harus bertanya langsung pada kakaknya karena terakhir yang diingatnya, Maura bersama Amel di sebuah café. Membulatkan tekad, dia beranjak keluar kamar menuju ruang tengah. Dilihatnya semua sedang berkumpul.

“Pa, Ma, ada yang mau Maura bicarakan.”

“Ada apa, Ra?” tanya papanya.

“Sebelumnya, ada yang mau Maura tanyakan ke Kak Amel.” Sambil memandang Amel yang mengabaikannya. “Kak, apa yang terjadi semalam?” Amel pura-pura terkejut dengan pertanyaan Maura.

“Memangnya apa yang terjadi?” Amel balik bertanya. Dalam hatinya bersorak gembira melihat muka adiknya yang kusut dan pucat seperti mayat.

“Kak, aku tanya sekali lagi. Apa yang terjadi semalam?!” tanya Maura sambil berteriak histeris. Sontak semua terkejut mendengar teriakannya.

“Maura! Apa-apaan kamu?! Sopan sedikit sama kakakmu!” bentak papanya.

“Mas, tenang dulu. Jangan ikutan teriak.” Soraya menengahi. “Ra, coba ceritakan apa yang terjadi, agar kami paham maksud pertanyaanmu, Nak.”

"Semalam, Amel menghubungi dan minta bertemu di sebuah café. Setelah minum jus pemberian Amel, Maura jadi lemas dan mengantuk. Dan, ketika bangun, Maura berada dalam pelukan seorang pria asing di sebuah hotel." Maura kembali menatap Amel. "Sekarang, katakan padaku, apa yang kamu lakukan semalam?"

“Jadi, kamu menuduh kakakmu yang melakukannya?!” Papa mulai marah.

“Maura hanya bertanya cerita sebenarnya, bukan menuduh. Karena Maura gak merasa pesan kamar hotel bersama seorang pria, Pa.” Maura semakin marah melihat reaksi Armand.

“Kamu kalau mau nuduh yang masuk akal, dong! Masa, iya, aku menjebak kamu tidur dengan pria tak dikenal. Perbuatan keji itu. Tega banget kamu, Ra.” Amel membela diri.

“Cukup! Sebaiknya kamu cari tahu tentang kejadian semalam. Kamu sudah dewasa, Ra, harus mampu bertanggung jawab atas perbuatanmu. Jangan sampai hal ini menjadi konsumsi publik. Bikin malu!” Armand membanting koran di tangannya dan berlalu.

“Kalau sudah gak tahan pengen nikah, gak usah bikin heboh gini, Ra. Bilang aja sama Papa, pasti dicarikan salah satu anak relasi Papa. Malu-maluin aja kamu!” sembur Amel sambil berlalu pergi.

“Ra, Mama minta maaf, ya. Mama bingung mau berkata apa,” ucap Soraya sambil mengusap kepala Maura.

'Apa mungkin Mama Aya tahu sesuatu tentang malam itu?' tanya Maura dalam hati.

*****

Related chapters

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 4 Kepingan Puzzle

    Griya Tawang Hotel Galaksi Masih dengan berbalut jubah mandi dan rambut basah, Rangga duduk termenung di sofa, berusaha mengingat peristiwa semalam. Di selingi umpatan penuh amarah, Rangga mengambil ponselnya dan menekan beberapa angka. “Ren, ke kamarku sekarang.” Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu kamar. “Masuk.” Pintu terbuka, seorang pria bertubuh sama besar seperti Rangga masuk. “Selamat pagi, Bos. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Reno, asisten sekaligus pengawal Ranggapati Danutirta, eksekutif muda dunia properti. Bisa dikatakan Rangga adalah raja bisnis properti Asia Tenggara. Pemilik sejumlah kawasan hunian elit yang tersebar di Asia Tenggara di bawah naungan GD Grup. “Ren, tolong kamu cek rekaman CCTV.” Rangga memberi perintah. “Baik, Bos. Saya akan kembali satu jam lagi.” Tanpa menunggu jawaban Rangga, Reno melangkah pergi. Reno awalnya memimpin sebuah perusahaan keamanan swasta terbesar, tetapi karena dalam seb

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 5 Kado Akhir Tahun (1)

    Kediaman Danutirta “Pagi, semua,” Alina menyapa semua yang sedang berada di meja makan. “Pagi, Sayang, tumben udah rapi. Biasanya baru nanti agak siangan turunnya.” Hanna mengerling menggoda putrinya yang paling susah bangun pagi dan sarapan bersama mereka. “Ih, Mama. Bisa, gak, sehari aja gak ngeledek?!” Alina menarik kursi di samping abangnya. Cup! “Ih, jorok banget, sih!” omel Rangga. “Jorok dari mana coba? Mandi udah, gosok gigi udah, parfum udah. Sayang itu pipi dianggurin.” Senyum Alina mengembang melihat Rangga mengusap pipi bekas ciumannya dengan punggung tangan. “Bukan sayang pipinya, itu bibir sudah lama gak nyium pipi cowok. Gatel jadinya.” “Abang, sadis banget, sih.” “Sudah, kalian ini tiap kali ketemu selalu saja ribut. Kalau jauhan bentar, kangen.” Hanna menghentikan perdebatan keduanya. “Al, kamu belum jawab Mama. Pagi begini udah rapi, mau ke mana?” “Alina dapat undangan menghadi

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 6 Kado Akhir Tahun (2)

    “Maaf, aku sungguh minta maaf,” ucap Maura demi melihat snelli Evan terkena cairan lambungnya.“It’s okay,” jawab Evan setengah meringis. “Aku bersihkan dulu.”“Maaf.”“Lho, Kak. Mau ke mana?” Rissa bingung melihat Evan melangkah cepat melewatinya. “Kenapa lagi dia?” tanya Rissa yang hanya dijawab dengan gerakan bahu dan ekspresi canggung.“Aku sudah urus administrasinya, sebentar lagi kita pindah ke kamar.” Maura mengangguk. “Apa kamu sudah memberitahu orang rumah kalau kamu sakit?” Maura menggeleng.“Mereka tidak akan mencariku.” Maura kembali berbaring. Namun, perutnya kembali bergolak. “Ris ….” Tangannya melambai dengan panik.“Kenapa?”Cairan yang sama keluar lagi.“Astaga …!” Rissa panik, tangannya dengan cepat meraih baskom plastik yang disediakan di

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 7 Someone You Loved

    Maura baru selesai menghabiskan potongan apel terakhirnya dengan susah payah ketika Evan masuk dengan raut datar. Dengan canggung, diusap bibirnya dengan tisu, hanya untuk mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba menghampirinya. “Sendirian, Kak?” sapanya canggung. ‘Bodoh kamu, Ra. Jelas dia sendirian. Memangnya siapa yang akan datang bersamanya menjengukmu? Bodoh!’ Maura merutuki kebodohannya dalam hati. “Nggak, berdua sama kamu.” Sedetik kemudian, mereka berdua tersenyum malu menyadari kecanggungan yang terjadi. “Maafkan aku, Kak.” Maura memberanikan diri menatap Evan yang masih berdiri di dekat pintu kamar. “Jawab aku, Ra. Apa dia anakmu dengan kekasihmu?” Evan tidak berkedip menatap Maura, wanita yang selama tiga tahun terakhir dicintainya diam-diam. Maura menggeleng, matanya berkaca-kaca, terharu. Perasaan yang sudah lama tak lagi pernah dirasakannya. Ternyata, Evan masih peduli padanya. “Aku tidak punya kekasih.”

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 8 Deep Talk

    Rangga menerobos masuk ke dalam kamar Alina. Beruntung pemilik kamar sedang tidak ada, kalau tidak, wanita itu akan marah dan memukul Rangga. Pelanggaran teritorial, begitu dia menyebutnya.“Ma, Alina mana?”“Dia ada jadwal pemotretan untuk video klip terbarunya.”“Video klip? Tumben?”“Acara pergantian tahun di hotel kemarin itu, Alina ketemu dengan manajer Peterpena dan ditawari menjadi model video klip lagu terbaru mereka.”“Pantas ….” Rangga menggigit sepotong tempe goreng hangat yang baru saja Hanna sajikan. “Di mana lokasinya?”“Mana ya? Kok Mama lupa, padahal Alina tadi sempat bilang.”“Nanti biar Rangga sendiri yang tanya Alina. Rangga berangkat ke kantor dulu.” Rangga mencium tangan Hanna dan mengecup kedua pipinya.“Selamat pagi, Bos.” Reno menyapanya seraya membuka pintu mobil untuknya.“Kit

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 9 Solusi = Menikah

    Armand Bagaskara kembali ke rumah besarnya dengan lesu dan kepala tertunduk. Soraya yang sengaja menunggu kepulangannya di ruang tamu, segera bergegas menghampirinya. “Pa, pulang makan malam bisnis, bukannya senang malah sedih begini. Kenapa?” Soraya mengelus lengan suaminya dan menggandengnya masuk. Dari desahan napas yang terdengar berat, Soraya tahu bahwa perjamuan kali ini tidak membawa hasil sesuai harapan. Pijatan lembut di bahu membuat Armand menoleh ke samping. “Tolong panggilkan Maura, Ma. Papa tunggu di ruang kerja.” Soraya segera naik ke lantai dua, menuju kamar Maura. Pintu sedikit terbuka, menandakan pemilik kamar belum tidur. “Ra, mama masuk ya?” “Ya, Ma. Masuk aja,” sahut Maura dari dalam. “Ra, Papa bilang mau bicara sama kamu. Papa tunggu di ruang kerja.” Maura yang sedang tengkurap dan memainkan ponselnya, segera berbalik dan duduk. “Tumben, Ma. Ada yang penting memangnya?” “Mama kurang ta

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 10 Surprising Me (1)

    Selama hampir tiga bulan, Bayu bersembunyi hanya mengandalkan uang tunai yang Amelia berikan padanya. Kini persediaannya makin menipis, sedangkan Amelia tidak bisa dihubungi, Bayu mulai kebingungan. Lebih lagi, orang kepercayaannya memberi kabar kalau ada orang yang mencarinya ke kampung asalnya.“Kalau begini keadaannya, bisa mati kelaparan aku,” gerutunya sambil terus berusaha menghubungi Amelia.****Kelopak matanya begitu berat setelah semalam Maura tidak bisa tidur nyenyak. Benar kata papanya bahwa menemui Rangga bukan keputusan tepat. Maura turun ke bawah, bergabung dengan yang lain untuk sarapan.“Pagi.” Maura mengambil sepotong roti lapis dan memakannya dalam satu suapan besar.“Bagaimana perkembangan masalah hotel, Ra?”“Maaf, Maura tidak berhasil menemuinya kemarin.” Bohong adalah keputusan terbaik saat ini.“Papa lupa bilang padamu, dewan direksi sudah sepakat mengadakan

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 11 Surprising Me (2)

    Aroma desinfektan dan cairan pembersih yang menyengat mengganggu penciuman Maura. Atap putih menyambut matanya yang segera terpejam rapat karena kepalanya kembali berdenyut.“Ish … di mana ini?”“Kamu di Rumah Sakit, Ra.” Sentuhan lembut di lengannya membuat Maura menoleh.“Ris, apa yang terjadi? Seingatku,”“Kamu pingsan setelah berteriak histeris dan kamu tahu, Rangga dengan sigap menggendongmu dan membawamu ke sini. Coba kamu bayangkan, sepuluh lantai plus lobi, apa gak pegel tuh? Menakjubkan!” Rissa begitu bersemangat menceritakan sikap heroik yang Rangga lakukan.“Cukup. Ocehanmu membuat telingaku berdenging!” sungutnya sembari menutup kupingnya.Rissa mencolek lengannya, menyeringai jenaka dan mengerjap. “Best couple ever.”“Diam!” Maura semakin marah.Pintu kamar terbuka, Armand masuk diikuti Rangga.“Rissa, b

    Last Updated : 2021-10-22

Latest chapter

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 131-2

    Vila Danutirta, Bandung“Gimana, Han? sudah dapat tiket pesawatnya?” tanya Jelita gelisah. “Kasihan Alina dan Rangga, mereka belum pernah menemani ibu bersalin, pasti bingung dan panik.” Jelita mondar-mandir seperti kain pel.“Belum, Bu. Penerbangan hari ini penuh semua. Tiket kereta juga ludes sampai besok,” lapor Hanna tak kalah gelisah.“Haduh ... kenapa bisa habis semua di saat seperti ini? Galih, kamu sudah hubungi Galih dan Reno? Biasanya otak pria bisa berpikir cepat saat situasi mendesak begini.”Hanna menggeleng. “Mas Galih dan Reno sedang berada di kawasan proyek, Bu. Ponselnya dinonaktifkan.”“Astaga, ya Allah Gusti ...! Kok bisa barengan begini, sih?!” Jelita menepuk kedua pahanya putus asa.Yuki yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, hanya bengong sambil kepalanya bergerak mengikuti Hanna dan Jelita bergantian.Jelita melambaikan tangannya denga

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 131-1 Perjuangan Panjang

    Rangga sedang iseng mengintip isi kantong belanjaan yang tergeletak di atas ranjang manakala telinganya mendengar seruan panik dari dalam kamar mandi. Rangga bergegas ke kamar mandi, melihat Maura sedang berdiri berpegang erat pada pinggiran wastafel, tapi mimiknya tidak menyiratkan kesakitan, membuat Rangga menurunkan kewaspadaannya.“Ada apa?” tanya Rangga tenang.“Balonnya meletus,” ucap Maura bingung.Rangga mengedarkan pandangan ke arah langit-langit, mencari bohlam yang pecah. “Mana? Gak ada yang pecah, kok.”“Ini, yang di sini.” Maura menunjuk ke bawah kakinya.“Astaga! Ini balon apa yang pecah, kok isinya air keruh?!” panik Rangga. “Jangan-jangan ... ini ketuban, ya?” tebak Rangga sambil menatap Maura meminta penjelasan.“Sepertinya begitu.”Rangga bergegas mengangkat Maura, membawanya keluar dan membaringkannya di ranjang.“Jangan

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 130-2

    “Hoek, hoek!” Maura bersandar lemas di depan pantry dengan kran menyala deras. Di sampingnya, Alina dengan telaten memijat lembut tengkuknya. “Maura kenapa, Al?” Rangga yang penuh keringat setelah bermain tenis bersama Kirman terlihat cemas. “Entahlah, sejak tadi pagi sudah begini.” Alina meraih selembar tisu untuk mengusap peluh yang membasahi leher dan dahi Maura. “Sini, biar aku saja.” Rangga menggantikan Alina, memijit tengkuk dan mengusap peluh. “Masih mau muntah?” tanyanya lembut. Maura menggeleng. “Aku mau duduk, Kak.” Rangga dengan sigap menggendong Maura, membawanya ke kursi goyang kayu kesayangan eyang kakungnya. “Duduk sini dulu, aku ambilkan minum.” “Aku mau teh lemon madu hangat,” sahut Maura cepat. “Oke, segera datang.” Rangga melesat kembali ke dapur bersih dan sibuk menyiapkan teh yang Maura minta. “Kak, apa masih ingin muntah? Perlu aku ambilkan baskom kecil?” tanya Alina seraya mendekat.

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 130-1 Keluargaku Duniaku

    Rangga, Hanna dan Galih kompak mengernyit jijik melihat isi gelas yang Jelita sodorkan ke depan Maura. Sedangkan wanita hamil itu, dengan mata membeliak, mengintip ke dalam gelas dan penasaran pada isinya.“Sudah, jangan intip-intip. Minum!” desak Jelita lagi.Maura memasang wajah memelas. “Eyang, boleh tidak kita lewati saja tradisi yang ini?”Jelita menggeleng.“Kalau minumnya setelah makan?” tawar Maura lagi.“Bisa-bisa kamu makin eneg dan muntah nanti,” celetuk Rangga, membayangkan dirinya yang meminum ramuan Jelita.Maura mendelik marah ke arah Rangga yang memasang wajah tanpa dosa. “Kalau begitu, biar dia saja yang mewakili Maura, Eyang!” ketus Maura sambil terus menatap Rangga kesal.“Hush! Yang hamil kamu, yang lahiran kamu, masa’ iya yang minum jamu Rangga?” Jelita tersenyum memahami kekesalan Maura, tapi gelas di tangannya tetap teguh di depan waja

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 129-2

    Jelita tersentak melihat Maura berdiri di tengah ruangan dengan lengan menggamit Rangga dan tangan lainnya menggandeng Yuki. Di belakangnya, ada Hanna dan Galih. “Lho, kalian?” heran Jelita sampai tidak bisa berkata-kata. Warsih yang pertama kali tanggap, menarik lengan Kirman dan Barno untuk membawa koper tamunya masuk. “Ayo, kopernya diurus dulu,” bisiknya memberi perintah. “Trus, urusan cacing ini gimana, Mbak?” protes Barno. “Tahan dulu!” hardik Warsih sambil melotot kesal. “Ehhem! Kalian ke belakang dulu, buatkan Maura minuman hangat.” Kumpulan abdi dalem itu pun membubarkan diri dengan wajah penasaran tentang apa yang terjadi pada majikannya. Jelita berdiri, mempersilakan tamunya duduk di sofa tengah. Sikapnya kaku dan canggung, membuat Galih dan lainnya merasa makin bersalah. “Kenapa tiba-tiba datang tanpa kasih tahu dulu? Ada apa?” tanya Jelita datar. Galih dan Hanna duduk mengapit Jelita. “Bu, kami datang untuk

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 129-1 Hal Terindah

    Puri Mangkunegaran 15, Yogyakarta“Sih, Warsih! Ayo, jangan lama-lama. Keburu siang nanti.” Jelita berpaling ke belakang sambil merapikan sanggulnya.Warsih tergopoh-gopoh masuk dari pintu belakang. “Maaf, Ndoro. Saya baru selesai bantu Kirman motong ayam,” ujarnya sambil membenahi kebayanya yang berantakan.“Ya, sudah. Tolong kamu panggilkan Barno, minta dia untuk mengantar kita ke pasar.” Jelita menjinjing tas belanja yang terbuat dari anyaman plastik warna-warni kesayangannya dan berjalan mendahului Warsih ke teras.Nyatanya, Barno sedang sibuk mengelap mobil kuno warna hijau pastel yang bagian atasnya berbentuk lengkung. Melihat majikannya mendekat, Barno bergegas membuka pintu penumpang.“Sudah selesai bersih-bersihnya?” tanya Jelita seraya memeriksa hasil kerja abdinya.“Sampun, Ndoro.” Barno memeras kanebo sebelum memasukkannya ke dalam kotak plastik warna k

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 128-2

    “Kenapa? Gak suka aku temani? Atau aku ganggu momen kamu ketemuan sama mantan pacar?” goda Rangga dengan wajah serius.“Kamu becanda apa beneran, sih? Kok serius banget mukanya?” panik Maura. “Aku ketemuan sama Rissa, bukan Evan, itupun karena gak sengaja. Dan Evan bukan mantan pacarku, Kak.”Rangga tergelak. “Oke, percaya. Masih mau ngobrol atau kita pulang sekarang?” tawar Rangga seraya bangkit dari kursi. Ekor matanya menangkap sososk Evan sedang mencari mereka.“Pulang.” Maura meraih tasnya dan mencium pipi Rissa sekilas. “Kapan-kapan kita sambung lagi,” pamitnya.Sret.Sejurus kemudian, Maura sudah berada dalam dekapan lengan kokoh Rangga. Kedua matanya melebar seolah bertanya apa yang sedang Rangga lakukan.“Biar lebih cepat!” sahut Rangga singkat. “Mang, tolong belanjaannya, ya.”Jajang keluar dari balik pilar besar dan mengangguk sa

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 128-1 Best Partner

    Ibu jari Galih berhenti bergerak, diam terpaku di tulang pipi Hanna. Jelas sekali bahwa dia terkejut mendengar berita perihal kepulangan Jelita.“Ibu pulang? Kapan? Kenapa?”“Pagi tadi, kata Jajang. Alasan pastinya aku tidak tahu, tapi dari nada bicaranya saat menelfonku pagi ini, sepertinya ibu kecewa pada kita.” Hanna tertunduk sedih. “Selama lebih tiga puluh tahun menjadi menantunya, belum pernah aku dengar nada kecewanya terlontar untukku.”“Han, lihat aku.” Galih menarik dagu Hanna naik. “Kita tidak bisa selalu memuaskan orang lain. Tidak apa-apa terkadang salah dan mengecewakan, kita manusia.”Hanna tahu, suaminya berusaha menghiburnya, tapi kata-katanya makin membuat Hanna terbebani. “Apa kamu tahu salah kita di mana, Mas? Apa karena kita tidak memberitahunya tentang Alina? Aku tidak menyangka ibu akan begitu kecewa, padahal—.”“Stt, sudah. Jangan terus memik

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 127-3

    Ruang VVIPAlina sudah kembali ke ruang perawatan. Dua jam di dalam ruang tindakan, membuat Maura menggigil karena terpaan AC dan ingatan masa lalu yang menghantuinya tanpa henti. Hanna tampak cemas melihat anak dan menantunya sama-sama pucat.“Ra, apa perlu mama minta Tante Siska buka satu kamar buat kamu?” Hanna meremas jemari Maura yang dingin.“Tidak perlu, Ma. Sebentar lagi juga mendingan,” kilah Maura sambil memasang senyum.“Ren, Reno!” Hanna meninggikan suaranya agar Reno terbangun.“Ehh, ya? Ada apa, Ma?” gagap Reno.“Ada apa gimana, sih? Tolong kamu jaga Alina, ini Maura kedinginan.” Hanna kesal dengan sikap menantunya.Reno bergegas menghampiri ranjang dan memeriksa keadaan istrinya. Sesekali menutup mulutnya yang tidak berhenti menguap.Beruntung Rangga datang dan mengambil alih perawatan Maura, meringankan kecemasan Hanna. Ketika dua pasang anak mantunya s

DMCA.com Protection Status