Home / Romansa / LOVE is YOU, Ra! / Bab 2 Malam Petaka

Share

Bab 2 Malam Petaka

last update Last Updated: 2021-10-21 15:08:11

Bagai disambar petir pada siang bolong. Soraya terbeliak kaget mendengar penuturan Amel tentang uang operasional hotel yang hilang.

“Bagaimana bisa itu terjadi, Mel? Uang sebanyak itu, dari mana Mama dapatkan?”

“Ma, dengar dulu! Amel melakukan itu untuk Rendra, salah satu petugas kebersihan di hotel. Dia butuh banyak biaya untuk ibunya berobat. Bukan untuk Amel sendiri, Ma,” cerocos Amelia membela diri.

“Rendra?” Soraya mengernyit. “Kenapa tidak kamu jelaskan saja pada mereka? Lalu sekarang, Rendranya ke mana? Minta dia segera mengembalikan uangnya!” Kini, giliran Soraya yang panik.

“Itu akan sangat merepotkan. Tolong bantu aku menjelaskan pada Papa. Please ….” Amel menangkup kedua tangannya dengan mata memohon.

“Apa benar yang Tante Amanda katakan tentangmu, Mel?”

Tanpa mereka sadari, Armand sudah pulang dari kantor dan berjalan masuk ke rumah. Maura berjalan di belakangnya dengan wajah datar, namun tetapi melempar tatapan tajam ke arah Amelia.

Amel segera bangkit dari kursi dan setengah berlari menghampiri Armand. Bergelayut di lengannya dengan puppy eye keahliannya. “Papa, maafkan Amel! Bukan Amel yang memakai uang itu.”

“Iya, Mas. Amel menolong salah satu petugas kebersihan yang butuh uang untuk pengobatan ibunya. Rendra namanya,” sambung Soraya begitu melihat Armand meragukan perkataan Amel.

“Rendra?” Maura berdiri menyejajarkan Armand dan menarik lengan Amel agar lepas dari lengan ayahnya. “Bukannya dia sudah dua bulan lalu mengajukan resign, ya?”

“Benarkah?” Amel memasang wajah terkejut hingga berhasil mengejutkan Maura.

“Ya, sudah, biar Papa yang jelaskan pada Amanda,” putus Armand tiba-tiba.

“Pa! Bukankah tadi kita sudah sepakat untuk mencari Rendra terlebih dulu dan menanyakan tentang kebenaran cerita Kak Amel?”

“Papa yakin, Amel tidak sedang berbohong.” Armand mengelus lengan Maura. “Kita tetap mencari Rendra, tapi Papa juga perlu jelaskan ke Tante Amanda bahwa ternyata bukan Amel yang memakai uangnya seperti sangkaan kita semua.”

“Makasih, Pa,” sambar Amel senang. Lengannya memeluk Armand, sedang mata dan lidahnya mengejek Maura dari balik punggung Armand.

“Sama-sama.” Armand menepuk punggung Amel penuh kelembutan.

Lagi-lagi, janji Armand untuk tetap mencari Rendra dan memperoleh cerita yang benar, sama seperti janji Armand untuk tidak mengurangi kadar sayangnya pada Maura, hilang diterpa angin. Sekali lagi, janjinya pada Maura tidak ditepati.

Lima ratus juta bukan hal besar untuk Armand. Namun, berarti segalanya untuk Maura. Bukan karena nominalnya, tetapi karena janji yang teringkari membuat Maura tidak terima. Begitu pula yang dirasakan Amelia, merasa kesal karena Maura mulai menunjukkan sikap menentangnya. Jelas sekali bahwa adik tirinya sangat ingin menjelekkannya di depan Papa.

“Aku tidak akan tinggal diam, Ra,” lirihnya seraya menutup pintu kamar.

****

Kejadian malam itu, menjadi awal dari semua cerita tragis dalam hidupnya. Berawal dari panggilan telepon Amelia yang memintanya datang ke sebuah café untuk membicarakan sesuatu dan berakhir dengan masa depannya yang hancur berantakan.

“Ra, malam ini bisa kita ketemu? Ada yang mau Kakak bicarakan sama kamu, penting,” ucap Amel mengawali pembicaraan.

“Bisa, Kak. Setelah jam delapan, ya. Karena aku ada rapat bersama tim Humas, membahas proposal yang akan kita ajukan ke beberapa artis yang kita undang untuk memeriahkan acara penghujung tahun di hotel kita bulan depan.”

“Oke, Fine! Kamu, 'kan memang Direktur Pemasaran sekarang. Gak bisa dibandingkan dengan aku yang hanya staf hotel biasa,” sungut Amel.

“Bukan gitu…”

Tutt. Tutt. Tutt.

“Ihh, dimatiin. Sensi banget kalau bahas tentang kerjaan! Hhhh .…” Maura hanya menatap heran pada layar ponsel yang sudah gelap.

Tidak mau terbawa perasaaan terlalu lama, Maura memutuskan untuk segera memulai rapat. Selama bergabung bersama Hotel Orion, Maura belum pernah mengecewakan rekan kerja atau dewan direksi. Selain cerdas dan cantik, kemampuannya mengatasi masalah tidak perlu diragukan lagi. Terutama menata emosi dan memilah urusan kerja dan pribadi, sangat profesional.

****

Café Zoom

“Bay, aku mau kamu masukkan ini ke jus jeruk yang aku pesan. Jangan sampai salah. Aku pesan yang biasa, ya,” perintah Amel pada bartender café.

“Ini apa, Mbak?” tanya Bayu penasaran.

“Sudah, jangan banyak tanya. Yang paling penting, jangan sampai salah! Kamu masih mau ambil alih café ini, ‘kan, Bay?” pancing Amel.

“Oke! Saya tidak akan tanya lagi. Tapi, jangan ingkar janji, ya?”

Bagi Bayu, tidak penting lagi apa tujuan wanita ini dan siapa targetnya. Yang penting, dia hanya perlu melakukan sesuai perintah dan dia dapat imbalan yang besar untuk hal itu. Dalam hati kecilnya merasa bersalah terhadap musuh wanita ini. Namun, ambisinya memiliki sebuah café membuat mata Bayu dibutakan.

‘Suatu hari nanti, aku akan melakukan suatu hal besar untuk membayar kejahatanku saat ini,’ batinnya seraya mengaduk jus di tangannya. Wanita cantik di depannya ini memiliki aura yang sulit dijelaskan.

“Mikirin apa, kamu? Udah sana, keburu ada yang tau nanti!” tegur Amel ketus, membuyarkan pikiran Bayu.

Pukul 22.30

Sebuah taksi berhenti di halaman café. Maura segera keluar dari taksi sambil berlari kecil menuju pintu masuk. Dia tahu, kakaknya tidak akan mudah memaafkan keterlambatannya. Namun, memang tidak ada hal yang mudah saat berhadapan dengan kakaknya.

Setelah mamanya meninggal karena kecelakaan. Maura yang saat itu masih berusia delapan tahun, terpaksa menyetujui keinginan ayahnya untuk membangun keluarga baru yang utuh untuknya. Armand memutuskan menikahi sekretarisnya yang berstatus janda beranak satu.

Semua berjalan normal di tahun-tahun awal pernikahan. Namun, semua berubah drastis ketika Maura dan Amelia beranjak dewasa. Dari segi fisik dan kualitas otak, Amelia jauh tertinggal di belakang. Membuat Amelia beberapa kali harus kecewa karena pria yang disukainya secara kebetulan menyukai Maura dan ditolak oleh adik tirinya.

Luka yang tak berdarah.

Walau sering berselisih, dalam lubuk hatinya, Maura tulus menyayangi Amelia dan menganggapnya saudara.

“Kak, maaf aku telat,” kata Maura sambil menata napasnya yang tersengal.

“Tau diri dikit, lah, Ra! Bedakan urusan kerja dan pribadi! Aku masih tetap kakakmu, walau jabatanku jauh di bawahmu!” Amel mulai mengomel.

“Bisa gak, kita gak usah membahas masalah kerjaan? Kalau Kakak mau, aku akan bilang ke Papa untuk menukar posisi kita,” ujar Maura berusaha meredakan emosi Amel yang kurang tepat menurutnya.

“Halah! Nggak usah cari muka. Sok baik. Kalau memang mau tukar posisi, kenapa gak dari awal mulai kerja aja kamu bilang ke Papa. Sok, perhatian!” ucap Amel, makin tinggi nada bicaranya.

“Pelankan suaramu! Banyak orang yang melihat ke arah kita. Oke! Kakak mau bicara apa? Kalau hanya mau bertengkar, mending kita pulang aja,” jawab Maura mulai sebal.

“Oke! Aku minta maaf, Ra. Nih, minum dulu jusnya.” Amel menyodorkan jus jeruk yang sudah dipesan tadi.

Karena haus sehabis berlari, dilanjutkan berdebat, Maura meminum habis jusnya tanpa ada rasa curiga. Di seberang meja, Amel memperhatikan sambil tersenyum sinis. Di balik meja bar, seorang pria melihat adegan itu dengan perasaan yang campur aduk.

Setelah jus habis, Amel memulai obrolan dengan suasana yang berbeda. Menanyakan kemajuan proyek yang sedang Maura tangani, membahas tentang hal-hal yang tidak penting, tidak seperti yang dikatakan di telepon tadi sore.

Maura mulai menguap. “Kak, hal penting apa yang ingin Kakak sampaikan? Aku ngantuk, nih,” ujarnya seraya menguap lagi.

Amelia tersenyum melihat Maura sudah hampir tertidur. “Oh, iya, sampai lupa mau bahas apa. Sebaiknya, kita pulang aja, Ra. Kayaknya kamu capek banget. Kamu bareng mobil Kakak aja, ya?” ajak Amel. Namun, yang diajak bicara sudah lebih dahulu menjatuhkan kepalanya di meja café. Maura tertidur.

“Bagus! Semua berjalan sesuai rencana sejauh ini. Rasakan kamu, Ra. Setelah ini, kamu gak akan pernah bisa berjalan dengan kepala tegak lagi. Saatnya kamu merasakan kekalahan demi kekalahan yang sejak dulu selalu aku rasakan!” Senyum kemenangan mengembang di bibir Amel.

Menoleh ke arah bartender, Amel melambaikan tangannya. Dengan sigap, Bayu berjalan menghampiri meja Amel sambil membawa amplop berisi perjanjian bermaterai.

“Apa ini?” tanya Amel saat Bayu menyodorkan amplop cokelat di depannya.

“Ini surat perjanjian, Mbak. Tolong ditandatangani,” jawab Bayu.

“Heh! Tugasmu belum selesai!” ketus Amel. “Sudah kamu siapkan pria yang akan menemani wanita ini menghabiskan malam?”

“Sudah, Mbak. Sudah siap di kamar, seperti yang Mbak perintahkan.”

“Bagus! Sekarang kamu bantu aku mengurus wanita ini.”

Tanpa menunggu lama, Amel mengalungkan lengan Maura ke bahunya. Sementara Bayu mengambil kunci dan menyiapkan mobil di dekat pintu keluar. Amel membantu Maura ke mobil dan memerintahkan Bayu segera menjalankannya menuju hotel.

****

Penthouse Hotel Galaksi

Seorang pria tampan dengan tubuh atletis sedang terbaring bertelanjang dada. Selimut hanya menutupi sebatas pusar. Otot dadanya terbentuk sempurna, bukti bahwa dia rajin merawat tubuh dan menjaga kebugarannya. Amel langsung terpesona dengan sosok di atas ranjang saat Bayu membuka pintu kamar hotel.

“Pria tampan, beruntungnya kamu malam ini. Aku serahkan adikku yang masih suci ini padamu. Selamat menikmati malam indah.” Bibir Amel tak henti menyungging senyuman, membayangkan yang akan terjadi malam ini.

Keluar dari kamar hotel, Amelia menyerahkan amplop milik Bayu yang sudah dia tandatangani. “Kerja sama kita selesai sampai di sini. Apa yang terjadi dengan mereka berdua, sudah bukan tanggung jawab kita. Dan, satu hal lagi, hapus semua jejak tentang kita. Anggap kita tidak saling kenal. Segera tinggalkan kota ini, atau .…”

“Sudah cukup! Saya paham. Terima kasih,” potong Bayu seraya mengambil amplop dari tangan Amel dan melangkah pergi meninggalkan Amel di depan kamar hotel.

Sebelum beranjak pergi, sekali lagi Amel menoleh pintu kamar hotel dan membatin, ‘Andai saja kamu tidak selalu unggul. Andai kamu mengalah sekali saja, mungkin aku tidak sebenci ini padamu, adikku.’ Senyum sinis kembali mengembang di bibirnya.

Pikiran Amel melayang pada sosok pria di kamar tadi. ‘Andaikan kita bertemu dalam kondisi yang lain, mungkin aku dengan senang hati menemanimu menghabiskan malam. Tapi, garis nasib membawamu ke dalam drama ini dan menjadi salah satu alatku membalas dendam pada Maura.’ Sambil menggelengkan kepala, Amel berjalan keluar hotel menuju mobilnya.

"Selamat menyambut kehancuranmu, Ra!" seru Amel di dalam mobilnya dengan penuh kemenangan.

Drtt. Drtt. Drtt.

Amel menatap layar ponselnya dengan perasaan was-was. 'Bukankah ini terlalu cepat untuk terbongkar?' batinnya seraya mempersiapkan diri menjawab panggilan.

"Ya, Pa?" tanya Amel ragu-ragu.

*****

Related chapters

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 3 Ternoda

    Ranjang besar itu bergerak-gerak. Rangga merasa kepalanya pusing seiring dengan gerakan di sisi lain ranjangnya. ‘B*****k! Kenapa kepalaku seperti mau pecah? Apa yang terjadi sebenarnya? Ahhh, panas sekali. Sial! Kenapa begini rasanya?’ Samar Rangga mendengar pria dan wanita berbicara. Namun, tidak paham apa yang mereka bicarakan. Sedangkan matanya berat, tidak mau terbuka. Tangan dan kakinya lemas, tidak dapat digerakkan. Dia berusaha berteriak, tetapi yang keluar hanya rintihan samar. Amarahnya semakin membuat kepalanya berdenyut. Selang beberapa lama, terdengar pintu ditutup. Rangga merasa kesadarannya mulai kembali. Tangannya berusaha bergerak, tetapi tidak terkontrol. “Apa ini sebenarnya? Sudah matikah aku? Kenapa aku seperti mayat hidup begini?” **** Maura yang tersadar karena rasa perih di bagian bawah tubuhnya dan kepala berat, beringsut pelan sambil mendorong tubuh pria sebesar gorila di atasnya. “Apa yang terjadi?! Kenapa aku

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 4 Kepingan Puzzle

    Griya Tawang Hotel Galaksi Masih dengan berbalut jubah mandi dan rambut basah, Rangga duduk termenung di sofa, berusaha mengingat peristiwa semalam. Di selingi umpatan penuh amarah, Rangga mengambil ponselnya dan menekan beberapa angka. “Ren, ke kamarku sekarang.” Tak berapa lama, seseorang mengetuk pintu kamar. “Masuk.” Pintu terbuka, seorang pria bertubuh sama besar seperti Rangga masuk. “Selamat pagi, Bos. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Reno, asisten sekaligus pengawal Ranggapati Danutirta, eksekutif muda dunia properti. Bisa dikatakan Rangga adalah raja bisnis properti Asia Tenggara. Pemilik sejumlah kawasan hunian elit yang tersebar di Asia Tenggara di bawah naungan GD Grup. “Ren, tolong kamu cek rekaman CCTV.” Rangga memberi perintah. “Baik, Bos. Saya akan kembali satu jam lagi.” Tanpa menunggu jawaban Rangga, Reno melangkah pergi. Reno awalnya memimpin sebuah perusahaan keamanan swasta terbesar, tetapi karena dalam seb

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 5 Kado Akhir Tahun (1)

    Kediaman Danutirta “Pagi, semua,” Alina menyapa semua yang sedang berada di meja makan. “Pagi, Sayang, tumben udah rapi. Biasanya baru nanti agak siangan turunnya.” Hanna mengerling menggoda putrinya yang paling susah bangun pagi dan sarapan bersama mereka. “Ih, Mama. Bisa, gak, sehari aja gak ngeledek?!” Alina menarik kursi di samping abangnya. Cup! “Ih, jorok banget, sih!” omel Rangga. “Jorok dari mana coba? Mandi udah, gosok gigi udah, parfum udah. Sayang itu pipi dianggurin.” Senyum Alina mengembang melihat Rangga mengusap pipi bekas ciumannya dengan punggung tangan. “Bukan sayang pipinya, itu bibir sudah lama gak nyium pipi cowok. Gatel jadinya.” “Abang, sadis banget, sih.” “Sudah, kalian ini tiap kali ketemu selalu saja ribut. Kalau jauhan bentar, kangen.” Hanna menghentikan perdebatan keduanya. “Al, kamu belum jawab Mama. Pagi begini udah rapi, mau ke mana?” “Alina dapat undangan menghadi

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 6 Kado Akhir Tahun (2)

    “Maaf, aku sungguh minta maaf,” ucap Maura demi melihat snelli Evan terkena cairan lambungnya.“It’s okay,” jawab Evan setengah meringis. “Aku bersihkan dulu.”“Maaf.”“Lho, Kak. Mau ke mana?” Rissa bingung melihat Evan melangkah cepat melewatinya. “Kenapa lagi dia?” tanya Rissa yang hanya dijawab dengan gerakan bahu dan ekspresi canggung.“Aku sudah urus administrasinya, sebentar lagi kita pindah ke kamar.” Maura mengangguk. “Apa kamu sudah memberitahu orang rumah kalau kamu sakit?” Maura menggeleng.“Mereka tidak akan mencariku.” Maura kembali berbaring. Namun, perutnya kembali bergolak. “Ris ….” Tangannya melambai dengan panik.“Kenapa?”Cairan yang sama keluar lagi.“Astaga …!” Rissa panik, tangannya dengan cepat meraih baskom plastik yang disediakan di

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 7 Someone You Loved

    Maura baru selesai menghabiskan potongan apel terakhirnya dengan susah payah ketika Evan masuk dengan raut datar. Dengan canggung, diusap bibirnya dengan tisu, hanya untuk mengurangi rasa gugup yang tiba-tiba menghampirinya. “Sendirian, Kak?” sapanya canggung. ‘Bodoh kamu, Ra. Jelas dia sendirian. Memangnya siapa yang akan datang bersamanya menjengukmu? Bodoh!’ Maura merutuki kebodohannya dalam hati. “Nggak, berdua sama kamu.” Sedetik kemudian, mereka berdua tersenyum malu menyadari kecanggungan yang terjadi. “Maafkan aku, Kak.” Maura memberanikan diri menatap Evan yang masih berdiri di dekat pintu kamar. “Jawab aku, Ra. Apa dia anakmu dengan kekasihmu?” Evan tidak berkedip menatap Maura, wanita yang selama tiga tahun terakhir dicintainya diam-diam. Maura menggeleng, matanya berkaca-kaca, terharu. Perasaan yang sudah lama tak lagi pernah dirasakannya. Ternyata, Evan masih peduli padanya. “Aku tidak punya kekasih.”

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 8 Deep Talk

    Rangga menerobos masuk ke dalam kamar Alina. Beruntung pemilik kamar sedang tidak ada, kalau tidak, wanita itu akan marah dan memukul Rangga. Pelanggaran teritorial, begitu dia menyebutnya.“Ma, Alina mana?”“Dia ada jadwal pemotretan untuk video klip terbarunya.”“Video klip? Tumben?”“Acara pergantian tahun di hotel kemarin itu, Alina ketemu dengan manajer Peterpena dan ditawari menjadi model video klip lagu terbaru mereka.”“Pantas ….” Rangga menggigit sepotong tempe goreng hangat yang baru saja Hanna sajikan. “Di mana lokasinya?”“Mana ya? Kok Mama lupa, padahal Alina tadi sempat bilang.”“Nanti biar Rangga sendiri yang tanya Alina. Rangga berangkat ke kantor dulu.” Rangga mencium tangan Hanna dan mengecup kedua pipinya.“Selamat pagi, Bos.” Reno menyapanya seraya membuka pintu mobil untuknya.“Kit

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 9 Solusi = Menikah

    Armand Bagaskara kembali ke rumah besarnya dengan lesu dan kepala tertunduk. Soraya yang sengaja menunggu kepulangannya di ruang tamu, segera bergegas menghampirinya. “Pa, pulang makan malam bisnis, bukannya senang malah sedih begini. Kenapa?” Soraya mengelus lengan suaminya dan menggandengnya masuk. Dari desahan napas yang terdengar berat, Soraya tahu bahwa perjamuan kali ini tidak membawa hasil sesuai harapan. Pijatan lembut di bahu membuat Armand menoleh ke samping. “Tolong panggilkan Maura, Ma. Papa tunggu di ruang kerja.” Soraya segera naik ke lantai dua, menuju kamar Maura. Pintu sedikit terbuka, menandakan pemilik kamar belum tidur. “Ra, mama masuk ya?” “Ya, Ma. Masuk aja,” sahut Maura dari dalam. “Ra, Papa bilang mau bicara sama kamu. Papa tunggu di ruang kerja.” Maura yang sedang tengkurap dan memainkan ponselnya, segera berbalik dan duduk. “Tumben, Ma. Ada yang penting memangnya?” “Mama kurang ta

    Last Updated : 2021-10-21
  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 10 Surprising Me (1)

    Selama hampir tiga bulan, Bayu bersembunyi hanya mengandalkan uang tunai yang Amelia berikan padanya. Kini persediaannya makin menipis, sedangkan Amelia tidak bisa dihubungi, Bayu mulai kebingungan. Lebih lagi, orang kepercayaannya memberi kabar kalau ada orang yang mencarinya ke kampung asalnya.“Kalau begini keadaannya, bisa mati kelaparan aku,” gerutunya sambil terus berusaha menghubungi Amelia.****Kelopak matanya begitu berat setelah semalam Maura tidak bisa tidur nyenyak. Benar kata papanya bahwa menemui Rangga bukan keputusan tepat. Maura turun ke bawah, bergabung dengan yang lain untuk sarapan.“Pagi.” Maura mengambil sepotong roti lapis dan memakannya dalam satu suapan besar.“Bagaimana perkembangan masalah hotel, Ra?”“Maaf, Maura tidak berhasil menemuinya kemarin.” Bohong adalah keputusan terbaik saat ini.“Papa lupa bilang padamu, dewan direksi sudah sepakat mengadakan

    Last Updated : 2021-10-21

Latest chapter

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 131-2

    Vila Danutirta, Bandung“Gimana, Han? sudah dapat tiket pesawatnya?” tanya Jelita gelisah. “Kasihan Alina dan Rangga, mereka belum pernah menemani ibu bersalin, pasti bingung dan panik.” Jelita mondar-mandir seperti kain pel.“Belum, Bu. Penerbangan hari ini penuh semua. Tiket kereta juga ludes sampai besok,” lapor Hanna tak kalah gelisah.“Haduh ... kenapa bisa habis semua di saat seperti ini? Galih, kamu sudah hubungi Galih dan Reno? Biasanya otak pria bisa berpikir cepat saat situasi mendesak begini.”Hanna menggeleng. “Mas Galih dan Reno sedang berada di kawasan proyek, Bu. Ponselnya dinonaktifkan.”“Astaga, ya Allah Gusti ...! Kok bisa barengan begini, sih?!” Jelita menepuk kedua pahanya putus asa.Yuki yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi, hanya bengong sambil kepalanya bergerak mengikuti Hanna dan Jelita bergantian.Jelita melambaikan tangannya denga

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 131-1 Perjuangan Panjang

    Rangga sedang iseng mengintip isi kantong belanjaan yang tergeletak di atas ranjang manakala telinganya mendengar seruan panik dari dalam kamar mandi. Rangga bergegas ke kamar mandi, melihat Maura sedang berdiri berpegang erat pada pinggiran wastafel, tapi mimiknya tidak menyiratkan kesakitan, membuat Rangga menurunkan kewaspadaannya.“Ada apa?” tanya Rangga tenang.“Balonnya meletus,” ucap Maura bingung.Rangga mengedarkan pandangan ke arah langit-langit, mencari bohlam yang pecah. “Mana? Gak ada yang pecah, kok.”“Ini, yang di sini.” Maura menunjuk ke bawah kakinya.“Astaga! Ini balon apa yang pecah, kok isinya air keruh?!” panik Rangga. “Jangan-jangan ... ini ketuban, ya?” tebak Rangga sambil menatap Maura meminta penjelasan.“Sepertinya begitu.”Rangga bergegas mengangkat Maura, membawanya keluar dan membaringkannya di ranjang.“Jangan

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 130-2

    “Hoek, hoek!” Maura bersandar lemas di depan pantry dengan kran menyala deras. Di sampingnya, Alina dengan telaten memijat lembut tengkuknya. “Maura kenapa, Al?” Rangga yang penuh keringat setelah bermain tenis bersama Kirman terlihat cemas. “Entahlah, sejak tadi pagi sudah begini.” Alina meraih selembar tisu untuk mengusap peluh yang membasahi leher dan dahi Maura. “Sini, biar aku saja.” Rangga menggantikan Alina, memijit tengkuk dan mengusap peluh. “Masih mau muntah?” tanyanya lembut. Maura menggeleng. “Aku mau duduk, Kak.” Rangga dengan sigap menggendong Maura, membawanya ke kursi goyang kayu kesayangan eyang kakungnya. “Duduk sini dulu, aku ambilkan minum.” “Aku mau teh lemon madu hangat,” sahut Maura cepat. “Oke, segera datang.” Rangga melesat kembali ke dapur bersih dan sibuk menyiapkan teh yang Maura minta. “Kak, apa masih ingin muntah? Perlu aku ambilkan baskom kecil?” tanya Alina seraya mendekat.

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 130-1 Keluargaku Duniaku

    Rangga, Hanna dan Galih kompak mengernyit jijik melihat isi gelas yang Jelita sodorkan ke depan Maura. Sedangkan wanita hamil itu, dengan mata membeliak, mengintip ke dalam gelas dan penasaran pada isinya.“Sudah, jangan intip-intip. Minum!” desak Jelita lagi.Maura memasang wajah memelas. “Eyang, boleh tidak kita lewati saja tradisi yang ini?”Jelita menggeleng.“Kalau minumnya setelah makan?” tawar Maura lagi.“Bisa-bisa kamu makin eneg dan muntah nanti,” celetuk Rangga, membayangkan dirinya yang meminum ramuan Jelita.Maura mendelik marah ke arah Rangga yang memasang wajah tanpa dosa. “Kalau begitu, biar dia saja yang mewakili Maura, Eyang!” ketus Maura sambil terus menatap Rangga kesal.“Hush! Yang hamil kamu, yang lahiran kamu, masa’ iya yang minum jamu Rangga?” Jelita tersenyum memahami kekesalan Maura, tapi gelas di tangannya tetap teguh di depan waja

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 129-2

    Jelita tersentak melihat Maura berdiri di tengah ruangan dengan lengan menggamit Rangga dan tangan lainnya menggandeng Yuki. Di belakangnya, ada Hanna dan Galih. “Lho, kalian?” heran Jelita sampai tidak bisa berkata-kata. Warsih yang pertama kali tanggap, menarik lengan Kirman dan Barno untuk membawa koper tamunya masuk. “Ayo, kopernya diurus dulu,” bisiknya memberi perintah. “Trus, urusan cacing ini gimana, Mbak?” protes Barno. “Tahan dulu!” hardik Warsih sambil melotot kesal. “Ehhem! Kalian ke belakang dulu, buatkan Maura minuman hangat.” Kumpulan abdi dalem itu pun membubarkan diri dengan wajah penasaran tentang apa yang terjadi pada majikannya. Jelita berdiri, mempersilakan tamunya duduk di sofa tengah. Sikapnya kaku dan canggung, membuat Galih dan lainnya merasa makin bersalah. “Kenapa tiba-tiba datang tanpa kasih tahu dulu? Ada apa?” tanya Jelita datar. Galih dan Hanna duduk mengapit Jelita. “Bu, kami datang untuk

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 129-1 Hal Terindah

    Puri Mangkunegaran 15, Yogyakarta“Sih, Warsih! Ayo, jangan lama-lama. Keburu siang nanti.” Jelita berpaling ke belakang sambil merapikan sanggulnya.Warsih tergopoh-gopoh masuk dari pintu belakang. “Maaf, Ndoro. Saya baru selesai bantu Kirman motong ayam,” ujarnya sambil membenahi kebayanya yang berantakan.“Ya, sudah. Tolong kamu panggilkan Barno, minta dia untuk mengantar kita ke pasar.” Jelita menjinjing tas belanja yang terbuat dari anyaman plastik warna-warni kesayangannya dan berjalan mendahului Warsih ke teras.Nyatanya, Barno sedang sibuk mengelap mobil kuno warna hijau pastel yang bagian atasnya berbentuk lengkung. Melihat majikannya mendekat, Barno bergegas membuka pintu penumpang.“Sudah selesai bersih-bersihnya?” tanya Jelita seraya memeriksa hasil kerja abdinya.“Sampun, Ndoro.” Barno memeras kanebo sebelum memasukkannya ke dalam kotak plastik warna k

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 128-2

    “Kenapa? Gak suka aku temani? Atau aku ganggu momen kamu ketemuan sama mantan pacar?” goda Rangga dengan wajah serius.“Kamu becanda apa beneran, sih? Kok serius banget mukanya?” panik Maura. “Aku ketemuan sama Rissa, bukan Evan, itupun karena gak sengaja. Dan Evan bukan mantan pacarku, Kak.”Rangga tergelak. “Oke, percaya. Masih mau ngobrol atau kita pulang sekarang?” tawar Rangga seraya bangkit dari kursi. Ekor matanya menangkap sososk Evan sedang mencari mereka.“Pulang.” Maura meraih tasnya dan mencium pipi Rissa sekilas. “Kapan-kapan kita sambung lagi,” pamitnya.Sret.Sejurus kemudian, Maura sudah berada dalam dekapan lengan kokoh Rangga. Kedua matanya melebar seolah bertanya apa yang sedang Rangga lakukan.“Biar lebih cepat!” sahut Rangga singkat. “Mang, tolong belanjaannya, ya.”Jajang keluar dari balik pilar besar dan mengangguk sa

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 128-1 Best Partner

    Ibu jari Galih berhenti bergerak, diam terpaku di tulang pipi Hanna. Jelas sekali bahwa dia terkejut mendengar berita perihal kepulangan Jelita.“Ibu pulang? Kapan? Kenapa?”“Pagi tadi, kata Jajang. Alasan pastinya aku tidak tahu, tapi dari nada bicaranya saat menelfonku pagi ini, sepertinya ibu kecewa pada kita.” Hanna tertunduk sedih. “Selama lebih tiga puluh tahun menjadi menantunya, belum pernah aku dengar nada kecewanya terlontar untukku.”“Han, lihat aku.” Galih menarik dagu Hanna naik. “Kita tidak bisa selalu memuaskan orang lain. Tidak apa-apa terkadang salah dan mengecewakan, kita manusia.”Hanna tahu, suaminya berusaha menghiburnya, tapi kata-katanya makin membuat Hanna terbebani. “Apa kamu tahu salah kita di mana, Mas? Apa karena kita tidak memberitahunya tentang Alina? Aku tidak menyangka ibu akan begitu kecewa, padahal—.”“Stt, sudah. Jangan terus memik

  • LOVE is YOU, Ra!   Bab 127-3

    Ruang VVIPAlina sudah kembali ke ruang perawatan. Dua jam di dalam ruang tindakan, membuat Maura menggigil karena terpaan AC dan ingatan masa lalu yang menghantuinya tanpa henti. Hanna tampak cemas melihat anak dan menantunya sama-sama pucat.“Ra, apa perlu mama minta Tante Siska buka satu kamar buat kamu?” Hanna meremas jemari Maura yang dingin.“Tidak perlu, Ma. Sebentar lagi juga mendingan,” kilah Maura sambil memasang senyum.“Ren, Reno!” Hanna meninggikan suaranya agar Reno terbangun.“Ehh, ya? Ada apa, Ma?” gagap Reno.“Ada apa gimana, sih? Tolong kamu jaga Alina, ini Maura kedinginan.” Hanna kesal dengan sikap menantunya.Reno bergegas menghampiri ranjang dan memeriksa keadaan istrinya. Sesekali menutup mulutnya yang tidak berhenti menguap.Beruntung Rangga datang dan mengambil alih perawatan Maura, meringankan kecemasan Hanna. Ketika dua pasang anak mantunya s

DMCA.com Protection Status