Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya.
Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh.
Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza.
“Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis yang dipanggil namanya itu tersenyum tak lama pengelihatannya kabur, tidak ada yang bisa ia lihat dengan jelas dan akhirnya semuanya menghitam.
“Nira.” Suara yang itu terdengar familiar, gadis itu membuka matanya dengan perlahan. Rasa ngilu terasa di pelipis kirinya yang sudah dibalut perban. Afriya, Liza, Tao, Arka, Darrel, Kakak dan Adiknya Nira. Suara yang didengarnya tadi adalah suara kakaknya, para gadis itu menangis dengan jejak airmata mereka yang tak mereka hapus.
“Aku ingin pulang.” Nira bangun dengan rasa ngilu itu lagi, hanya saja tidak hanya pelipisnya bahkan kaki kirinya.
“Nira, apa yang kau lakukan?” Naura mencegahnya meskipun ia tau gadis itu tidak akan menggubrisnnya, dan tebakan sang kakak benar gadis itu melakukan apapun yang dia inginkan. Tidak ada yang akan dia dengarkan tanpa kecuali.
“Nira apa kau gila?” Afriya sekarang menambahkan dan Liza memelototi Nira, Nira tetap melakukannya. Nira menatap semua orang yang ada di sana tanpa kecuali.
“I’ll do what I want. Stop to try to stop it.” Nira melihat sepasang sandal rumah dan memakainya. Gadis itu mencabut selang infus dan keluar. Dia berjalan pincang dan meninggalkan semua orang di ruangan itu.
“Kak Ni, berhenti keras kepala. Kau sedang tidak baik-baik saja!” sang adik berteriak dengan kerasnya, membuat semua orang menatapnya dan membuat orang yang berlalu lalang menatap kedua kakak beradik itu. Mereka yang berada di ruangan itu, keluar dan berdiri di belakang Serina.
“Apa kau benar-benar menganggapku kakak mu? Apa aku tidak salah dengar? Sejak kapan hah?” Nira membalasnya dengan teriakan juga meskipun suaranya terdengar parau.
“Aku adikmu Kak Ni, dan Kak Naura juga kakakmu. Kami masih menganggapmu keluarga, kami menyayangimu.” Balas adikknya
“Tapi aku tidak menganggap kalian, jadi berhentilah kalau kalian menganggapku keluarga.” Hardik Nira
“Kalau begitu kembalilah padaku sebagai teman Ra, aku dan Afriya membutuhkanmu.” Ucap Liza
“Maafkan aku Za, aku akan kembali saat aku baik-baik saja. Aku akan kembali lagi tapi tidak sekarang.” Nira meninggalkan mereka dan berjalan menjauhi rumah sakit itu.
“Aku akan mengejarnya.” Darrel mengeluarkan suaranya, ia berlari menjauhi mereka dan mengikuti Nira dari belakang.
“Hati-hati.” Teriak Tao
“Tapi Kak Naura, ada apa dengannya? kenapa dia terlihat berbeda.” Tanya Liza
“Karena dia memang berbeda Liza, gadis itu akan melakukan apapun yang dia inginkan. Tak akan ada orang yang bisa menghentikannya, kalian sudah melihatnya sendiri.” Balas Naura
“Apa ada sesuatu yang terjadi?” tanya Afriya
“Semuanya sangat panjang Afriya dan semuanya bermulai dari kesalah pahaman.” Balas Naura
“Maksudnya?” Tanya Afriya
“Kalian akan tahu nanti.” Balasnya lagi
Nira masih berjalan dengan Darrel dibelakannya.
Apa kau tidak lelah? kau bahkan sedang sakit Ra.” Tanya Darrel
“Kita tidak sedekat itu.” Balas Nira
“Bukankah kita sudah berteman.” Ucap Darrel menjelaskan
“Berhenti mengangguku dan pergilah!” Nira kokoh dengan pendiriannya meskipun ia berjalan pincang, meskipun pengelihatannya tidak jelas dia tetap berjalan karena dia kuat. Batu kecil di injaknya dan ia akan terjatuh jika pingganya tak segera dirangkul oleh Darrel. Pria itu jongkok di depan si gadis.
“Aku tahu kau tidak baik-baik saja, naiklah.” Ucap Darrel
“Tidak.”
“ Naik.”
“ Tidak.” Darrel menarik tangan Nira dan mengharuskan gadis itu berada di punggungnya. Darrel bangkit dengan Nira di punggungnya
“Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya Darrel
“Bawa aku ke teman bermain.” Balas Nira
“Apa kau yakin?” tanya Darrel menyelidik
“Tentu saja.” Butuh waktu lama untuk sampai ke tempat itu, Nira menyenderkan kepalanya akibat pusing yang menyerangnya. Gadis itu menutup matanya, bau green tea menusuk indra penciumannya.
“Apa aku akan menyukai wangi ini? apa aku akan merindukan wangi ini?” Nira berbicara dalam hati.
“Kita sampai.” Nira membuka matanya dan turun dari gendongan Darrel. Gadis itu berjalan menuju ayunan dan duduk. Darrel duduk di sebelahnya.
“Apa aku boleh tahu apa yang terjadi?” tanya Darrel
“Tidak.”
“Apa kau baik-baik saja?”
“Tidak.”
“Apa kau lapar?”
“Tidak.”
“Apa kau ingin ice-cream?”
“Tidak.”
“Apa kau ingin boneka?”
“Tidak.”
“Apa kau ingin payung?”
“Tidak, tidak, tidak. Berhenti mengangguku kumohon, cukup mereka saja. Kumohon pergilah, kumohon.” Nira menumpahkan airmatanya, di depan Darrel. Pria yang beberapa hari lalu menyita perhatiannya, pria yang beberapa hari lalu menggetarkan hatinya dan pria yang ia sukai. Dia berdiri di hadapan Nira dan merangkul pundaknya agar menangis di dadanya.
“Aku tahu kau tidak baik-baik saja Ra, menangislah. Menangislah sampai kau benar-benar tenang.” Nira menangis tanpa suara, gadis itu meluapkannya. 30 menit berlalu gadis itu berhenti dan mendongakan kepalanya.
“Aku lapar.” Nira menatap Darrel
“Tunggu sebentar, aku akan membelikanmu makanan. Apa yang kau suka?”
“Aku ingin ice-cream.”
“Apa kau gila? kau sedang sakit Ra, mana bisa orang sakit makan itu.” Tegas Darrel
“Kau yang menawariku duluan bodoh.” Balas Nira tidak terima
“Baiklah, tunggu disini.” Ucap Darrel
“Okay.” Nira menunggu Darrel, pelipisnya sakit. Gadis itu menyenderkan pelipis kanannya pada besi ayunan, rasa ngilu itu menyerang pelipis kirinya lagi, lagi dan lagi. Dia menutup matanya dan tersungkur di depan ayunan yang beberapa menit lalu didudukinya. Darrel berjalan dengan keresek hitam jinjingnya.
“Nira.” Darrel berteriak dan berlari ke arahnya.
Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar. “Hallo Tao.” Ucap Darrel “ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana “Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel “Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya. Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai. “Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya. “Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza “Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu “Tentu sa
Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. “Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel “Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar “Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi “ Aku haus.” Balas Nira Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya. Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berter
Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak. Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya. “Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel “Uhmm.” Balasnya singkat “Aku serius.” Ucap Darrel lagi “Aku juga.” Balas si gadis lagi “Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.
21 JUNI 2021“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?&rdquo
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany