Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak.
Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya.
“Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel
“Uhmm.” Balasnya singkat
“Aku serius.” Ucap Darrel lagi
“Aku juga.” Balas si gadis lagi
“Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.” Ucapnya
“Terimakasih.” Balas si gadis
Acara berkeramas itu pun selesai, Darrel menggendong Nira dan mendudukannya di ruang tv. Gadis itu mengambil remot dan mulai mencari stasiun tv yang dia sukai. Dia mulai kesal karena acara tv yang dia inginkan tak ia temukan.
“Kau ingin menonton apa?” tanya Darrel pelan
“Kartun Jerry si tikus and Tom si kucing bodoh.” Ucap Nira menjelaskan
“Ohh maksudmu ini.” Ucap Darrel memperlihatkannya
“Ya ini dia, terimakasih.” Balas Nira senang
“Kau terlalu banyak mengucapkan terimakasih hari ini yang bahkan hari pertamamu mengunjungi rumahku.” Ucap Darrel
“Ibuku mengatakan padaku jika aku sudah mendapatkan bantuan dari seseorang, maka aku harus mengucapkan terimakasih. Maaf, jika itu membuatmu terbebani.” Ucap Nira menjelaskan
“Never mind Ra.” Balas Darrel
Jam sudah menunjukan 15.30 siang, matahari sudah hampir menenggelamkan dirinya. Gadis itu teringat akan barang-barangnya yang dibawa ke tempat perkemahan.
“Darrel apa aku boleh meminjam ponselmu sebentar? hanya beberapa menit saja.” Tanya Nira
“Ini.” Darrel memberikan ponselnya dan diterima Nira. Gadis itu berkutat dengan ponsel itu dan mengangkatnya pas telinganya yang menandakan dia sedang menelepon seseorang.
“Hallo Liza, apa barang-barangku ada disana?” tanya gadis itu kepada seseorang diseberang sana.
“Ya, semuanya di sini. Apa kau baik-baik saja sekarang?” tanyanya
“Ya, aku lebih baik sekarang. Bisakah kau mengantarkan barang-barangku ke taman bermain yang dekat dengan taman kota?” tanya Nira
"Bukankah taman itu dekat dengan rumahmu, apakah itu tidak apa-apa?" tanya Liza khawatir
"Tidak apa-apa, aku akan berhati-hati nanti." Ucap Nira menenangkan
“Baiklah, aku akan kesana dengan Afriya. Pukul berapa kita akan bertemu?” tanya Liza
“Nanti malam aku akan kesana, jam 18.00 WIBaku akan menunggumu.” Balas Nira
“Baiklah.” Ucap Liza
“Aku akan menunggumu.” Ucal Nira yang kemudian mematikan telepon milik Darrel. Gadis itu mengembalikan si ponsel itu kepada Darrel karena dia si pemiliknya.
“Besok aku akan pindah.” Ucap Nira blak-blakan
“Apa kau akan baik-baik saja?” tanya Darrel khawatir
“Tentu saja, sekolah tidak efektif dan aku akan mencari rumah kost.” Ucap Nira senang
“Apa kau serius?” tanya Darrel lagi
“Ya.” Balasnya mantap
“Bagaimana kalau kau menginap di rumhaku saja?” ucap Darrel
“Maaf, bukannya aku ingin menolak tapi aku tidak bisa untuk terus berhutang kepadamu." Balas Nira
"Aku tidak keberatan jika kamu mau dan aku tinggal sendirian di rumah sebesar ini." Jelas Darrel
"Bukannya ingin menolak tawaranmu, aku hanya ingin hidup dengan berdiri di atas kakiku sendiri. Aku minta maaf." Ucap Nira menjelaskan
“Baiklah tidak apa-apa.” Balas Darrel pasrah
Jutaan bintang melukis langit malam yang hitam legam, seorang gadis menggerai rambutnya agar perban di kepalanya tertutup. Gadis itu memakai sandal rumah yang dipakainya dari rumah sakit tempo lalu.
"Darrel." Ucap gadis itu
"Ya, Nira." Balas si empu yang memiliki nama itu
"Bolehkah aku meminta bantuanmu sekali lagi?" tanyanya hati-hati
"Tentu saja, apapun Nira. Apa yang harus aku lakukan untuk membantumu?" tanya Darrel
"Bolehkah aku memintamu mengantarkan aku ke taman kota di sebelah timur?" ucap Nira
"Tentu, let's go." Ucap Darrel bersemangat
Darrel mengenakan pakaian santainya, pria itu mengendarai motor ninja miliknya dengan warna putih tulang yang terlihat senada dengan kaos yang ia pakai saat ini
Ketika sudah sampai tempat tujuan, Darrel Menurunkan Nira dan kembali ke rumahnya.
Seorang pria berjas hitam menatap seorang gadis yang sedang duduk di bangku taman. Tak pernah sedetikpun dia melepaskan tatapannya dari gadis itu, ia mengambil benda persegi panjang miliknya dan menghubungi seseorang.
"Laksanakan tugasmu." Ucap pria itu kepada seseorang diseberang sana, Mata pria itu menajam, menampakan rasa marah dan kesal disana. Terdengar suarageretakan gigi yang saling beradu.
"Baik tuan, akan kamu laksanakan." Balas seseorang diseberang, suara berat bak para pereman bayaran.
“ Lakukan tugasmu.”
21 JUNI 2021“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?&rdquo
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany
Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya. Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh. Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza. “Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis ya
Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar. “Hallo Tao.” Ucap Darrel “ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana “Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel “Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya. Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai. “Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya. “Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza “Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu “Tentu sa
Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. “Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel “Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar “Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi “ Aku haus.” Balas Nira Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya. Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berter