21 JUNI 2021
“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.
Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.
Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.
“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya
“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria
“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?” balasnya
“Gadis ini.”
Mr Ahmad mencengkram kuat tangan kiri si gadis, untung kukunya tidak tajam sehingga tidak menusuk kedalam daging. Semua orang yang ada di sana mengatupkan kembali bibirnya mereka tidak bisa membuka mulut mereka. Hanya ada raut kecemasan di wajah mereka.
“Gadis ini, tidak pulang kerumah dan aku harus menghukumnya, bagaimana bisa seorang gadis menginap di rumah seorang pria? Apa yang akan dikatakan para tetangga dan rekan bisnisku.” Ucap pria paruh baya itu
“Tapi aku tidak melakukan apapun.” balas si gadis
“Jangan bicara!” Ucap Mr. Ahmad
Plak!
Mr Ahmad menampar pipi sebelah kanan gadis yang ia sebut anaknya, darah segar keluar dari sudut bibirnya. Rasa perih dirasakannya.
“Aku berhak untuk memilih jalanku sendiri, jangan mengaturku.” ucap si anak
“Berhenti bicara dan turuti perintahku.” Mr. Ahmad menamparnya lagi di tempat yang sama, pipi itu berbekas lima jari dan darah segar yang mengalir deras di sudut bibirnya.
“Aku tidak akan mengikuti perintahmu, aku tidak akan melakukan apapun yang kau suruh!” ucap gadis itu
“Berani sekali kau padaku, aku ayahmu!" Bentak Mr. Ahmad
“Aku tak peduli.” Nira melenggang pergi kekamarnya dan meninggalkan seluruh anggota keluarganya. Ia duduk di kasurnya, menggantungkan kakinya dan membaringkan setengah tubuhnya. Nira membiarkan sudut bibirnya yang berdarah sampai mengering.
Mr. Ahmad menceramahi kembali anggota keluarganya, ia melarang siapapun untuk masuk kedalam kamar itu kecuali jika ia yang menyuruh. Semua orang yang berada di sana mengangguk dan menyetujuinya. Naura kembali kekamarnya dan menghubungi Liza.
“Hello kak Naura.” Ucap seseorang di telepon
“Nira sudah dirumah, dia baik-baik saja kalian tidak usah mencarinya lagi dan tolong untuk beberapa hari jangan mengunjunginya dulu.” Balasnya
40 HARI SEBELUM KEJADIAN
Seorang gadis membuka pintu rumah, tidak ada siapapun di dalam. Ia berjalan ke dalam kamarnya dan mengganti pakaian. Setelah selesai ia berbaring di atas tempat tidurnya, foto berbingkai yang menampilkan keluarga kecil yang bahagia berada di atas nakas tempat tidurnya. Seorang pria yang berumur dengan empat perempuan yang mirip, salah seorang dari empat perempuan didalam foto itu adalah istri dari sang pria yang notabene ayah dari tiga anak. Semua orang memanggil pria itu dengan sebutan Mr. Ahmadani dan istrinya Mrs. Ahmadani. Anak pertama mereka bernama Naura Farhania ahmadani, anak keduanya bernama Nira Gixien Ahmadani dan anak mereka yang terakhir Serina Desia Ahmadani. Nira mengambil foto itu dan tersenyum. Ia menyimpan kembali foto itu dan mengambil ponsel pintarnya.
Nira, ya gadis itu bernama Nira. Saat ini dia sedang memainkan aplikasi fesbuk, seorang pria mengirimnya pesan dan berbincang. Sedikit terhibur, Nira membuka grup chat bersama teman-temannya. Ia melupakan pria itu dan terus mengobrol di grup chat itu. Jam sudah menunjukan pukul 8 malam dan gadis itu telah tertidur pulas. Pintu kamarnya sudah ia kunci karena ia tidak ingin diganggu dan ia tak berniat untuk makan malam bersama keluarganya.
Seseorang mengetuk pintu kamarnya tapi si pemilik tetap tertidur dan tak terganggu sama sekali, gadis berambut panjang dengan tinggi 155cm bisa dipastikan itu adalah kakak Nira. Sang kakak terus mengetuk pintu sampai akhirnya ia menyerah dan kembali ke meja makan. Semua orang sudah berkumpul kecuali dia.
“ Biarkan saja dia, makan-makanan kalian.” Mr. Ahmadani berucap dengan santai tanpa beban dan menyuruh semua orang untuk makan. Semua yang berada di sana menuruti perintah sang kepala rumah tangga tanpa kecuali. Nira bersembunyi di balik tangga dan menonton keluarga harmonis itu.
“Andai aku jadi adik dan kakakku, maka aku tidak harus berjuang keras untuk mendapatkan perhatiannya.” Nira kembali ke kamarnya dan melanjutkan tidurnya.
Ayam berkokok dengan gagahnya, matahari terbit seperti biasa dan seminggu kedepan seluruh siswa SMA akan melakukan ulangan kenaikan kelas. Semua siswa bekerja keras entah itu si peraih juara pararel ataupun orang yang ingin mendapatkan posisi itu. Berbeda dengan Nira, gadis itu bahkan tidak memegang buku dengan pelajaran yang akan di ulangankan.
Bel sekolah berbunyi, semua siswa masuk keruangannya masing-masing yang diikuti seorang guru. Afriya, Liza dan Nira berada di ruangan yang sama bernomor 7, ketiganya tampak senang karena berada di ruangan yang sama. Guru itu mulai membagikan kertas ulangan dan semua siswa mulai mengerjakanya. Kecuali, Nira. Gadis itu malah memejamkan matanya dan tertidur. 30 menit sebelum waktu habis Nira terbangun dan mulai mengisi. Tidak sampai 30 menit ia sudah menutup kunci jawabannya dan tidur kembali.
Seperti itulah gambaran setiap ulangan, entah itu ulangan harian, ulangan tengah semester dan sekarang ulangan akhir semester. Tapi anehnya gadis itu selalu berada di peringkat bagus, ia selalu masuk 5 besar di kelasnya meskipun ia tak pernah mendapatkan peringkat 1-3. Mungkin menurut orang-orang peringkat itu peringkat yang buruk tapi untuk gadis malas seperti Nira bukankah itu sebuah keajaiban.
Afriya, Liza dan Nira berjalan ke ruang music. Ketiganya masuk, Nira mengambil gitar dan memainkannya sedangkan kedua temannya bernyanyi.
“Ahh benar, Ra tadi Megi megatakan padaku jika hari ini ada pertandingan bola basket dan kau harus ikut.” Afriya berucap dengan nada cemas
“Aku tidak membawa baju ganti. Bagaimana sekarang?” ucap Nira
“Tenang, aku akan berpikir sebentar. Jam berapa di mulai pertandingan itu Riya?” balas Liza
“Kalau tidak salah jam 3 sore.” Balas Afriya
“Sekarang jam 2:30 sore dan kita punya waktu 30 menit. Aku membawa motor bagaimana jika aku mengantarmu Ra?” ucap Liza lagi
“Ide bagus Za, ayo pergi.” Ucap Nira
Ketiganya pergi ke rumah Nira, Afriya dengan motornya sedangkan Nira dan Liza di motor yang lainnya. Nira membuka pintu rumahnya dan berlari menuju kamarnya. Ia mengambil pakaian yang akan ia gunakan yang kemudian dipakainya, sebuah kardus berwarna coklat dibukanya. Sepasang sepatu berwarna biru dipakainya agar terlihat matching dengan warna kaosnya. Ia berlari ke luar kamarnya dan berniat menemui teman-temannya tapi sang kakak menghalanginya.
“Apa yang kau inginkan sekarang?” ucap Nira dengan nada kesal
“Diam di rumah dan belajar.” Balas sang kakak
“Aku bukan pesuruh sepertimu jadi berhenti menggangguku!” bentak Nira
“ Aku kakakmu dan aku berhak melarangmu!” balas kakaknya
“Jika kau kakakku seharusnya kau mendukungku!” kekesalan Nira sampai puncak dan setelah merasa mendapatkan apa yang ia cari. Dia melenggang pergi.
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany
Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya. Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh. Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza. “Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis ya
Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar. “Hallo Tao.” Ucap Darrel “ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana “Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel “Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya. Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai. “Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya. “Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza “Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu “Tentu sa
Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. “Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel “Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar “Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi “ Aku haus.” Balas Nira Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya. Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berter
Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak. Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya. “Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel “Uhmm.” Balasnya singkat “Aku serius.” Ucap Darrel lagi “Aku juga.” Balas si gadis lagi “Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.