Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya.
“Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel
“Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar
“Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi
“ Aku haus.” Balas Nira
Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya.
Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berterimakasih lagi.
“Tidak apa-apa, bukankah kita teman?” Nira hanya tersenyum dan mengangguk kecil sebagai jawabannya.
“Nira, aku akan pergi mandi dulu. Jika kau butuh sesuatu berteriak saja, aku akan kembali lagi kesini.” Ucap Darrel
“Pergi saja, aku akan memanggilmu jika aku benar-benar membutuhkanmu.” Balas Nira
“Baiklah.” Darrel berjalan keluar dari kamar itu, ia pergi ke kamar mandi dan tertelan di dalamnya.
Suara gaduh terdengar di rumah milik keluarga Mr. Ahmad, pasalnya dia cukup kesal karena salah satu anaknya tidak kembali ke rumah selama 4 hari dan ia tidak tahu kemana anaknya itu pergi.
“Dimana Nira?” Semua orang yang berada di ruang keluarga itu menutup mulutnya kecuali sang ayah
“Jika kalian tidak menjawab aku akan mencarinya dan menyeretnya kesini.” Ucapnya menantang
" Jangan sakiti anakku.” Seorang wanita paruh baya mengeluarkan suaranya
“Kenapa baru sekarang kau membelanya?” tanya Mr. Ahmad
“Karena aku yang melahirkannya, dia juga anakmu.” Balas sang istri
“Aku tahu, jangan mengingatkanku akan hal itu.” Ucap Mr. Ahmad membela diri
“Lalu kenapa ayah terlalu keras terhadap Kak Ni?” tanya Serina
“Karena dia tak pernah mendengarkanku.” Balas Mr. Ahmad
“Karena dia bukan pesuruhmu, yah. Dia anakmu, dia berhak menentukan kehidupannya seperti apa.” Naura membuka suara
“Sekarang kau berani melawanku Naura?" tanya sang ayah
“Ya, aku melawan ayah. Aku melawanmu yang notabenenya ayahku.” Naura menjawab dengan suara yang agak meninggi dan sedikit berkaca-kaca
“Berani sekali kau.” Ucap sang ayah marah
Plak!
Sebuah tamparan melayang di pipi Naura, tamparan cukup keras yang membuat bekas kemerahan disana.
“Jika kalian berani menyembunyikannya maka aku akan mencari anak tidak tahu diri itu , aku akan mencarinya meskipun keujung dunia jika dunia memang ada ujungnya.” Mr. Ahmad marah, dia keluar dari rumahnya dan membanting pintu.
Semua orang di ruang keluarga itu terlihat gelisah. Naura menghubungi Liza dan memberitahu untuk tidak mengatakan keberadaan Nira kepada ayahnya, Liza menyetujuinya dan tidak akan memberitahukan apa yang sebenarnya terjadi. Liza menutup teleponnya dengan Naura dan menghubungi Afriya.
“Ya Liza.” Ucap Afriya
“Tadi Kak Naura memberitahuku jika Mr. Ahmad mencari Nira, kita tidak boleh memberitahukannya yang sebenarny. Apa kau akan membantuku untuk menjaga rahasia dimana Nira?” Tanya Liza
“Tentu saja, untuk Nira aku akan melakukannya.” Balas seorang gadis di seberang sana
“Baiklah, aku tutup.” Ucap Liza menutup teleponnya dan menyimpan benda persegi panjang itu di nakas tempat tidurnya.
Tiga puluh menit berlalu, seorang pria keluar dari kamar mandi dan sudah menggunakan pakaian lengkapnya. Darrel membawa kotak P3K dengan ukuran cukup besar dan menyimpannya di atas tempat tidur yang digunakan Nira.
“Kita harus mengganti perban di pelipis dan kaki kirimu Nira. Apa kau akan baik-baik saja?” tanyanya
“Tentu saja.” Balas Nira
“Baiklah mari kita mulai.” Darrel membuka perban di pelipis Nira dengan perlahan, dia membubuhkan obat merah diluk itu dan menutupnya kembali dengan perban yang baru.
Begitupun telapak kaki kirinya, dua puluh menit berlalu. Darrel menyimpan kotak P3K itu di samping ranjang tidurnya dan duduk di atas ranjang itu juga.
“Apa kau lapar Nira?” tanyanya
“Sedikit.” Balas Nira
“Apa kau ingin bubur?” Tanya Darrel lagi
“Ya, tanpa telur.” Darrel berdiri dari duduknya yang kemudian menggendong Nira ala bridal dan membawanya menuju dapur
“Apa yang kau lakukan? turunkan aku.” Ucap Nira
“Kau harus membantuku, aku tidak terlalu mahir dalam memasak.” Balas Darrel
“Baiklah-baiklah aku akan membantumu, dudukan aku di kursi dekat kompor.” Darrel mulai mencuci berasnya dan menyimpannya didalam sebuah panci kecil di atas kompor.
“Tambahkan air yang banyak dan biarkan mendidih, setelah mendidih aduk sampai menurutmu sudah cukup matang.”
“Okay.” Darrel menambahkan kembali air sampai menurutnya cukup banyak dan membiarkannya sampai mendidih.
“Nira, sambil menunggu bubur itu mendidih bolehkah aku bertanya?” tanyanya
“Tentang apa?” tanya Nira
“Apa kau punya banyak masalah dengan keluargamu?” tanya Darrel hati-hati
“Tidak banyak hanya sedikit.” Balas Nira
“Apa aku boleh tahu apa itu?” tanya Darrel lagi
“Tidak.” Tolak Nira
“Baiklah, tapi apa kau punya alasan kenapa kau tidak ingin ke rumah sakit?” wajah si gadis berubah menjadi pucat dan Darrel tahu akan perubahan itu. Nira mendengar bubur yang akan dibuatnya mendidih dan menyuruh Darrel untuk mengaduknya. Dia cukup bersyukur karena ia tidak harus menjawab apa yang ditanya Darrel.
Darrel mengambil dua mangkuk dan memasukan bubur itu kedalamnya. Dia memasukan rumput laut bubuk kering sebagai hiasan. Dia meletakan mangkuk bubur itu di atas meja makan dan menggendong Nira lagi.
K"tidak harus melakukan ini semua Rel.” Ucap Nira
“Tidak apa, bukankah kita teman.” Balas Darrel
“Tapi …”
“Makanlah.” Ucap Darrel memotong perkataan Nira dan membuat gadis itu menurutinya.
Dua puluh menit berlalu, keduanya telah selesai melakukan acara makannya.
“Darrel apa aku bisa meminta bantuanmu lagi?” tanya Nira
“Tentu saja.” Balas Darrel
“Aku ingin keramas.” Ucapnya
“Okay.” Darrel menggendong gadis itu ala bridal lagi dan membawanya ke dalam kamar mandi. Dia mendudukannya di samping bathub dan menggeraikan rambutnya keluar. Ia mulai mencuci rambut panjang berponi itu dan si gadis tampak senang karenanya.
“Terimakasih sudah membantuku, terimakasih sudah seperti malaikat untukku, terimakasih atas segalanya Darrel dan terimakasih juga untuk mau menjadi temanku.” Nira berbicara dalam hati.
Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak. Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya. “Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel “Uhmm.” Balasnya singkat “Aku serius.” Ucap Darrel lagi “Aku juga.” Balas si gadis lagi “Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.
21 JUNI 2021“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?&rdquo
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany
Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya. Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh. Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza. “Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis ya
Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar. “Hallo Tao.” Ucap Darrel “ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana “Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel “Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya. Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai. “Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya. “Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza “Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu “Tentu sa