Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar.
“Hallo Tao.” Ucap Darrel
“ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana
“Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel
“Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya.
Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai.
“Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya.
“Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza
“Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu
“Tentu saja tante tapi tadi ada masalah dan Nira pergi begitu saja dari sana.” Afriya menjawab
“Apa dia sedang ada masalah?” tanya si ibu lagi
“Entahlah Ma, kami pun tidak tahu.” Balas Liza
“Baiklah lanjutkan apa yang sedang kalian lakukan.” Ibu Liza pergi, saat ini mereka berdua sedang membongkar ransel Nira, sebuah buku kecil berwarna cream dengan pena senada yang menggantung di sampingnya.
Mereka membuka perlahan, di sampul pertama tertulis “Dear Diary” dan otomatis ini adalah buku harian milik Nira. Mereka membukanya kembali, “ 21 Mei 2015”. Liza dan Afriya tersenyum bahagia, mereka membuka lembaran yang lain tertulis “23 Mei 2015” senyum merekah mereka sirna. Tidak ada yang tahu kenapa tapi yang pasti ini karena buku harian itu.
Dibukanya lagi “ 24 Mei 2015”, lembaran lain, lain, lain dan yang lainnya sampai mereka meneteskan airmatanya. Alasannya hanya satu, ya buku harian itu. Itulah alasan kenapa mereka menangis sampai segukan sekarang. Afriya menutup kembali buku itu dan menyeka airmatanya.
“Maaf Ra aku baru tahu jika ini yang terjadi padamu. Aku benar minta maaf, aku tidak tahu jika kau menderita seperti ini.” Airmata itu kembali mengaliri pipinya, ia tidak bisa menghentikan beribu-ribu airmatanya.
“Aku juga Ra, aku juga minta maaf. Aku tidak tahu apa yang terjadi padamu, terimakasih untuk catatan yang kau buat. Aku dan Afriya akan menjadi teman berceritamu apapun yang terjadi. Hiduplah seperti apapun yang kau inginkan aku akan mendukungmu.” Liza menumpahkan airmatanya, segukan mereka masih terdengar. Mata mereka yang memerah menandakan mereka sudah menangis, mereka memasukkan buku harian itu kedalam lemari Liza agar tidak ada yang tahu.
Ponsel Liza berbunyi menandakan telepon, Liza melirik sebentar siapa orang yang menelepon “Tao” nama yang tertulis disana. Liza menggeser layar dan mengeraskan panggilan itu.
“Ya, hallo Tao.” Ucap Liza
“Hallo, Liza. Aku ingin memberitahumu jika Nira ada bersama Darrel sekarang, dia baik-baik saja. Jangan terlalu menghawatirkannya.” Balas Tao
“Baiklah, terimakasih Tao. Tolong katakan pada Darrel jaga Nira, karena dia membutuhkan seseorang yang bisa mengerti dirinya.” Ucap Liza meminta tolong
“Baiklah, aku akan mengatakannya pada Darrel.” balas Tao
“Oke terimakasih, aku tutup.” Ucap Liza lagi
“Akhirnya, terimakasih Tuhan. Terimakasih banyak.” Ucap Afriya
“Nira.” Darrel berteriak karena melihat Nira yang tersungkur, dia membuang keresek hitam itu dan berlari kearahnya.
“Nira apa kau baik-baik saja?”
“Nira apa kau mendengarku?”
“Nira jawab aku.” Darrel mengguncangkan pundak Nira, gadis membuka matanya.
“Aku baik-baik saja.” Suara parau khas orang sakit terdengar ditelinga Darrel
“Kau tidak baik-baik saja, ayo pergi ke rumah sakit.” Darrel menggendong Nira ala bridal
“Aku benci rumah sakit, aku tidak ingin pergi kesana.” Suara parau itu terdengar lagi, mata sayu itu mengeluarkan cairan beningnya.
“Baiklah, sekarang kau ingin pergi kemana? Ke rumahmu?” tanya Darrel
“Jika kau ingin mengajakku ke rumah ataupun ke rumah sakit, tinggalkan aku disini. aku membenci dua tempat itu.” Nira mengatur pernafasannya dan menutup matanya.
“Baiklah, tidurlah sebentar. Aku akan membawamu.” Darrel menggendong Nira dan kemudian memberhentikan taxi. Keduanya masuk dengan Nira yang tetap menutup matanya, keringat dingin mengucur dari pelipis gadis itu. Darrel mengecek suhu si gadis dengan punggung tangannya. Darrel bisa menyimpulkan bahwa Nira terkena demam karena panas tubuhnya berbeda dengan panas tubuh gadis itu.
“Pak tolong dipercepat.” Ucap Darrel
Sepuluh menit berlalu Darrel masih menggendong Nira, dia masuk kedalam rumahnya dan menidurkan gadis itu di kasur king sizenya. Dia mengambil handuk kecil berserta air dingin. Ia mengambil obat penurun panas dan meminumkannya pada Nira.
Darrel duduk di kursi di samping tempat tidurnya itu, tak lama Nira pun tertidur begitupun dengannya.
Sang surya menampakan dirinya, cahaya berwarna kuning cerah itu menusuk mata semua orang. Seorang gadis bangun dari tidurnya, dia membuka matanya perlahan dan menetralkan pengelihatannya. Dia melirik ke samping kirinya, ia melihat seorang pria yang sedang tertidur menunduk dengan tangannya yang digunakan sebagai bantal.
“Darrel ..."
Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. “Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel “Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar “Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi “ Aku haus.” Balas Nira Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya. Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berter
Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak. Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya. “Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel “Uhmm.” Balasnya singkat “Aku serius.” Ucap Darrel lagi “Aku juga.” Balas si gadis lagi “Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.
21 JUNI 2021“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?&rdquo
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany
Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya. Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh. Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza. “Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis ya
Nira menutup matanya, dia menikmati sentuhan lembut Darrel di kepalanya. Sentuhan lembut yang pernah dirasakannya, sentuhan lembut yang dirindukannya, sentuhan lembut yang bisa membuatnya senang dan sentuhan lembut dengan kasih sayang yang banyak. Gadis itu merindukannya bahkan sangat. Kepingan kenangan muncul di kepalanya, kenangan-kenangan yang berputar bertolak belakang dengan putaran jarum jam. Kenangan bak film hitam putih yang mulai pudar. Gadis itu melihat dirinya tersenyum dengan sang ibu yang sedang menggendongnya, dia melihat dirinya bermain sepeda dengan kakak dan adiknya, ia melihat dirinya bermain catur dengan sang ayah. Airmatanya menerobos keluar, sedetik kemudian dihapusnya. “Apa kau baik-baik saja Ra?” ucap Darrel yang membuat sang gadis membuka matanya dan menatap Darrel “Uhmm.” Balasnya singkat “Aku serius.” Ucap Darrel lagi “Aku juga.” Balas si gadis lagi “Baiklah, lakukan apapun yang kau inginkan.
Sebuah nama terlontar, suaranya terdengar lembut dan parau. Empu si pemilik nama menggeliat dalam tidurannya, si pria menajamkan pendengarannya lagi. Sebuah nama terlontarkan lagi dan sekarang dapat dipastikan jika suara itu adalah suara Nira. Si pemilik nama membuka matanya sedikit dan mengangkat kepalanya. “Kau sudah bangun?, apa kau baik-baik saja sekarang?” Tanya Darrel “Sepertinya begitu, terimakasih sudah membantuku.” Suara lemah dan pelan yang dapat terdengar “Tidak apa-apa, ini akan baik-baik saja. Apa kau ingin sesuatu?” tanyanya lagi “ Aku haus.” Balas Nira Darrel bangun dari duduknya, ia mengambil gelas di meja kecil di samping ranjang tidurnya. Dia mengisi gelas kosong itu dengan air dan menyimpannya di atas meja itu. Ia membantu Nira untuk duduk bersandar di ranjang tidurnya. Darrel mengambil gelas yang berisi air minum itu dan memberikannya kepada Nira. Setelah selesai minum si gadis tersenyum tipis dan berter
Darrel keluar dari toko ice-cream, ia mengeluarkan benda persegi panjangnya yang berwarna putih tulang. Ia memainkannya sebentar. “Hallo Tao.” Ucap Darrel “ Ya Darrel, apa kau sudah bersama Nira?” balas pria di seberang sana “Ya dia bersamaku, aku baru saja membeli ice-cream untuknya. Katakan pada kedua temannya kalau dia baik-baik saja.” Balas Darrel “Oke.” Setelah terdengar kata oke Darrel mematikan teleponnya dan memasukan kembali kedalam saku celananya. Afriya dan Liza kembali ke rumah Liza, mereka berdua membawa perlengkapan yang mereka bawa untuk berkemah. Mereka membereskan baju yang telah dipakai dan yang belum dipakai. “Kenapa sudah kembali?” entah dari mana datangnya tiba-tiba ibu Liza sudah berdiri di pintu kamarnya. “Nira mengalami kecelakaan Ma dan sekarang mungkin dia di rumah sakit.” Balas Liza “Bagaimana bisa mungkin? bukankah kalian juga mengantarnya?” tanya wanita paruh baya itu “Tentu sa
Mereka meninggalkan Nira sendiri, gadis itu membaringkan tubuhnya dengan kaki yang di masukan kedalam sungi itu, Darrel meliriknya sebentar dan melanjutkan kembali langkahnya. Segarnya air sungai itu membuat Nira menyukainya. Sudah sepuluh menit gadis itu melakukan hal itu, dia bangun dan batu licin di pijak kaki kirinya. Ia tergelincir sehingga membuatnya terjatuh. Pelipis kirinya tergores batu, begitupun kaki kirinya. Tidak ada yang terluka kecuali kedua anggota tubuh itu. Nira bangun dengan hati-hati. Untung saja air sungai yang mengalir itu tidak deras sehingga ia tidak terbawa arus. Gadis itu berjalan dengan memegangi pelipis kirinya, darah segar keluar dari sana dan dia menyeret kaki kirinya. Luka di kakinya lebih parah dari luka pelipisnya, karena itu ia melakukannya. Nira melihat Liza begitupun dengan Liza. “Nira!” Liza berteriak, ia berlari kearah Nira dan otomatis pasang-pasang mata itu tertuju pada gadis yang diucapkan namanya. Gadis ya
Mereka mulai memasang tenda, Nirea cukup kesuliran karena pergelangan tangannya tapi itu tidak menghambat perkerjaanya. Tenda yang akan mereka sudah berdiri dengan sempurna, mereka meneguk minum yang mereka bawa karena kehausan. Mereka mulai membagi tugas, Nira dan Darrel mendapatkan tugas untuk mencari kayu bakar, Liza dan Tao memasak sedangkan Afriya dan Arka mencari air untuk mereka minum. Mereka mulai berpencar kecuali Liza dan Tao. Nira dan Darrel berjalan ke sebelah timur dan masuk kedalam hutan untuk mencairkan suasana Nira bertanya dengan beribu kupu-kupu yang ingin keluar dalam perutnya. “Apa kau murid baru? maksudku aku tidak pernah melihatmu, itulah mengapa aku menanyakannya.” Nira menjelaskan pertanyaannya “Tidak, aku mendaftar bersama dengan Tao dan yang lainnya. Mungkin karena aku jarang keluar kelas itulah kenapa aku terlihat asing.” Balas Darrel “Ohh.” Nira ber'oh' ria “Yeah. Apa kau tipe orang yang ceroboh?” tany
“Apa ada murid baru di sekolah kita?” Nira membuka suara gara-gara ia melihat pria itu“Tidak.” Balas kedua temannya dan Nira menggukan kepalanya sebagai responnya“Memangnya ada apa?” tanya Afriya menyelidik“Tidak ada apapun hanya bertanya.” Balas Nira sekenanya“Kau tidak akan bertanya tanpa alasan bodoh, kami berdua tahu sifatmu.” Ucap Liza“Si bijak memang yang terbaik.” Afriya memuji Liza karena ucapannya tadi“Forget it.” Nira berjalan mendahului mereka dan duduk di bangkunyaTidak ada bel yang berbunyi, tidak ada pelajaran yang memuakan dan hanya ada waktu luang yang menyenangkan. Nira membuka mulut dengan senyum lebarnya .“Apa kalian tidak merasa bosan?” tanya Nira“Tentu saja kami bosan bahkan sangat.” Balas Afriya&
“Aku kira kau tidak akan datang Ra.” Megi tersenyum. Megi seorang pria yang cukup mahir dibidang olahraga besket, tidak hanya dia ada Tao, Kenan, Arka dan yang terakhir Keyle. Nira satu-satunya gadis di ekstra kulikuler ini. “Eyy tidak mungkin.” balas Nira Mereka mulai bermain dengan sengit dan Nira terjatuh. Pergelangan tangan kanannya tampak membiru karena terkilir akibat mendrible bola, meskipun sudah membiru ia tetap melajutkan permainan karena ia berpikir ‘aku bukan pecundang yang akan berhenti karena terluka.’ Meskipun tangan kanannya terluka setidaknya masih ada tangan kiri yang membantunya. Pertandingan selesai dan pertandingan itu dimenangkan oleh kelompok Megi. Semuanya tampak senang dengan kemenangan itu, gadis itu tidak menampakan kesakitannya. Dia meminta izin untuk pulang terlebih dahulu dan ia mendapatkan izinnya. Semua orang berada di ruang keluarga, Nira masuk dan berjalan ke ka
21 JUNI 2021“Tenang saja, dia aman. Aku akan mengajaknya pulang sekarang juga.” ucap seorang pria yang sedang menelepon seseorang di seberang sana. Kemudian pria itu menatap seorang gadis yang sedang duduk dengan mulut yang ditutup lakban dan tangan yang diikat.Mr. Ahmad menyuruh pria yang menculik Gadis itu untuk mengangkatnya dan memasukannya ke dalam mobil miliknya. Tidak memakan waktu lama mereka sudah berada di pekarangan rumahnya. Dia membuka ikatan dan lakban yang berada di tubuh si gadis.Keduanya masuk dengan si gadis yang diseret, Pria itu membanting pintu. Di dalam sudah ada seluruh anggota keluarga mereka.“Apa yang kau lakukan? apa kau sudah gila? dia anakmu!” ucap seorang wanita paruh baya“Aku sudah mengatakan padamu jangan mengatakan hal itu aku sudah tahu. Aku tahu dia anakku dan aku sadar dengan apa yang sudah aku lakukan.” balas si pria“Lalu apa yang kau inginkan sekarang?&rdquo