Saat jam pulang kampus, Raka sengaja menunggu di depan gerbang Universitas tempat Arabella belajar. Ia ingin memberanikan diri menyapa, sebab selama ini Raka hanya memperhatikan dari kejauhan saja.Ara keluar dengan mengendarai mobil mewah bewarna yellow. Raka mencoba menghentikannya menggunakan isyarat tangan yang melambai."Minggirlah! Aku pernah melihatmu beberapa kali menatap serius ke arah kampus ini. Apa kau ingin pindah? Jika, benar pergilah urus dan jangan menggangguku," ujar Ara lantang.Raka tersenyum kaku. Sikap Ara yang jutek malah membuatnya semakin gemas."Hem, maaf. Aku butuh tumpangan, karena Ayahku belum datang menjemput. Apa boleh aku ikut denganmu?"Terdengar konyol bagi Ara, sebab dirinya tidak megenal sosok Raka. Lalu dengan mudahnya Raka meminta bantuan padanya."Memangnya aku sopir taksi? Dasar cowok aneh," cibir Ara, detik berikutnya ia menacap gas dan melaju meninggalkan Raka yang masih terpaku.Tak lama, mobil Arsya pula yang hendak keluar. Ia melihat seorang
Lama dua gadis cantik itu berbincang, hingga akhirnya Arsya mengungkap tentang sosok yang membuatnya jatuh cinta."Namanya, Raka!" lirih Arsya malu-malu.Ara menyipitkan matanya seraya berpikir, 'Siapa Raka?'"Kau pasti mengenalnya, bukan? Mahasiswa seberang kampus kita yang populer itu," ujar Arsya pula."Aku tak tahu siapa dia. Hem, tapi aku jadi penasaran. Seberapa hebatnya dia sampai membuatmu seperti orang gila begini," sahut Ara.Arsya tertawa lepas. Ia benar-benar mabuk kepayang dengan pesona Raka.__Malam harinya semua berkumpul di meja makan rumah utama. Khana dan Ara selalu diundang untuk turut bergabung, karena waktu makan Husein tak mau ada anggota keluarganya yang kurang. Kecuali Flo, sebab istri ketiganya itu masih tak ada di hatinya."Apa tanggapan teman-temanmu di kampus tadi, Arsya?" tanya Husein dengan suara yang lembut."Mereka semuanya kagum padamu, Papa. Arsya sangat baangga," ujar Arsya antusias."Syukurlah. Hem, Ara kenapa diam saja, sayang?""Gapapa. Ara juga
Suasana di kamar itu mendadak hening. Areta mengerti dengan maksud ucapan sang suami.Andai memang hanya ada Ara, maka bukan perkara sulit mengakuinya. Areta juga menyayangi gadis manis yang baik hatinya itu."Takdir terkadang memang seperti menguji kita, sayang. Entah kesabaran mana yang akan membuahkan hasil yang manis nantinya," papar Husein.Areta dan Husein saling menguatkan. Penyesalan tidaklah ada gunanya lagi bagi mereka. Berserah serta berpasrah mungkin kata itu saja yang mampu diterapkan dalam hati masing-masing..Sementara di sisi lain, Raka bercerita kepada sang Ayah tentang sosok gadis cantik yang kini tengah dipuja-pujanya. gadis yang berlesung pipi di sebelah kirinya."Benarkah secantik itu?" tanya sang Ayah antusias mendengarkan curhatan Raka.Ayahnya itu adalah Dokter Hans. Seorang lelaki tampan yang menduda saat Putranya lahir kedunia. Iastrinya Rahma meninggal ketika melahirkan Raka.Rahma dan dirinya dijodhkan, Dokter Hans tak bisa menolak, sebab mengharapkan Khan
"Arsya, nanti jam istirahat aku traktir makan siang di depan sana, ya! Kamu bisa nggak?" Raka sengaja menanyakan hal itu di hadapan Ara, sebab ia ingin gadis pujaannya turut serta.Mata Arsya berbinar-binar mendengar ajakan yang tak mungkin bisa ditolaknya itu. Namun, ia memutar otak agar terlihat sedikit jual mahal."Bisa sih kalau memang nanti ada waktu luang. Bagaimana kalau kau tinggalkan nomormu? Nanti aku hubungi kalau jadi.""Boleh. Ini, catat!"Keduanya saling bertukar nomor telepon. Ara bagai obat nyamuk berada di antara keduanya. Padahal tujuan Raka mendekati dan berteman baik dengan Arsya adalah untuk bisa dekat pula dengan Ara."Oya, temanmu ini ajak sekalian. Aku lebih suka makan beramai-ramai," ujar Raka.Ara mengangkat kedua bahunya acuh tak acuh, kemudian ia berlalu.__Di dalam kelas, Bagas mencoba menghampiri Ara dan Arsya yang duduk bersebelahan."Hay, dua wanita paling manis di kampus! Kayaknya ada yang beda pada Putri raja satu ini. Wajahmu tampak lebih ceria da
Saat semuanya sudah berada di kursi masing-masing, suasana pun mendadak syahdu. Tanpa sengaja Ara duduk di sebelah Raka.Sedangkan Arsya duduk bersama Bagas."Arsya ... sebenarnya aku sudah lama menantikan momen begini. Aku ....""Jangan berisik, Bagas! Aku lagi fokus ini," sanggah Arsya memotong kalimat Bagas dengan cepat.Bagas hanya bisa menelan ludahnya getir. Arsya tak memberinya kesempatan untuk mengungkap perasaan."Arabella, kapan-kapan maukah bertamu ke rumahku?" tanya Raka yang juga memberanikan diri untuk mengajak Ara bicara."Hem, boleh. Aku tahu, pasti kau ingin aku pergi ke rumahmu bersama Arsya, bukan? Jangan khawatir! Aku bisa menjadi jalan bagi kalian berdua," desis Ara tanpa menoleh. Ia juga tengah fokus menonton."Jalan apa maksudmu?""Ah, sudahlah! Kau tak perlu malu-malu. Sekarang bisa tidak kalau kau jangan mengangguku menonton. Kita ke sini bukan untuk berdiskusi, bukan?"Raka bergeming seraya mengukir senyum kaku. Sikap jutek Ara membuatnya semakin penasaran..
Flo dan Riva pergi dengan perasaan hancur. diperlakukan demikian telah membuat mental Riva terganggu. Sebagai seorang Anak yang tak tahu apa-apa tentang identitas sebenarnya, tentu Riva menganggap Husein adalah pelindungnya. Namun, sikap sang cinta pertama sudah memporak-porandakan hatinya."Sayang, kenapa dari tadi kau hanya diam saja?" tanya Flo yang menatap Putrinya penuh iba."Gapapa, Mi. Aku hanya menyesali karena telah lahir sebagai Putri, Papa.""Kau tak boleh bicara seperti itu, sayang! Justru kau sangat beruntung, bukan, bisa jadi Anak Tuan Husein yang disegani dunia.""Hah! Buat apa, Mi? Bahkan, orang-orang saja tak mengetahui siapa Mami dan aku, bukan?"Flo bergeming. Perkataan Riva telah menyadarkannya, kalau selama ini keberadaan mereka sama sekali tak diakui."Sudahlah! Sekarang kita istirahat dulu! Papa hanya sedang emosi. Mami yakin, besok pasti Papa menjemput kita kembali," ujar flo menenangkan. Padahal hatinya sendiri pun sedang gusar.__Sementara suasana di rumah
Saat dering ponsel Husein berbunyi. pelukan dengan sang Putri pun dilepasnya seketika."Ya, hallo! Baik, saya akan segara menuju ke kantor. Atur pertemuan satu jam lagi!" ujarnya seraya memberikan perintah.Detik berikutnya sambungan telepon ditutup."Riva, Papa harus ke kantor sekarang. jadi, kau baik-baik di sini! Apartemen ini untukmu dan milikmu. Kau juga bebas ingin ke rumah utama kapan saja kau mau. Percayalah, Papa hanya ingin yang terbaik untukmu, sayang.""Terima kasih, Pa. Maaf, karena selama ini aku selalu berburuk sangka dan menyusahkan Papa," desisnya penuh air mata penyesalan."Seorang Ayah akan punya seribu maaf bagi Anak-anaknya. Jangan lakukan kesalahan yang sama lagi, sayang! Papa berjanji, suatu hari nanti Papa akan memenuhi semua hakmu. Ini hanya masalah waktu.""Baik, Pa. Aku sayang, Papa.""Papa juga sayang dirimu, Riva."Husein berpamitan setelah berhasil meluluhkan hati Riva. Sedangkan Flo benar-benar tak dianggapnya ada. Sepatah kata pun Husein tak menyapa ata
Ara berlari keluar meninggalkan Raka yang masih mematung, sebab menerima jawaban yang tak sedap darinya.Sedangkan Arsya juga terheran-heran melihat langkah Ara yang buru-buru masuk ke dalam mobil."Bagas, aku mohon lupakan perasaanmu! Dan satu lagi, jangan ceritakan pada Ara!" ujar Arsya memperingati. Detik berikutnya ia juga bergegas berlalu menyusul Ara ke dalam mobil.Ara dan Arsya akhirnya pulang dengan menyembunyikan kejadian yang sebenarnya. Keduanya saling menjaga perasaan satu sama lain. Padahal Ara sudah tahu, kalau Bagas menyukai Arsya.Seperginya Kakak beradik itu, Raka pun keluar menghampiri Bagas."Bagaimana, Bro? Apa cintamu sudah bersemi?" tanya Raka seraya mengukir senyum perih."Arsya menolakku," desis Bagas dengan lemah.Raka hanya menanggapi dengan berdehem pelan. Nasibnya juga sama. Menyedihkan."Dirimu dengan Ara bagaimana?" Bagas pula yang melontarka pertanyaan."Aku pun sama sepertimu. Ditolak cintanya dari wanita yang sangat dipuja-puja.""Hah! Kenapa dua gadi