Suasana menegang karena hadirnya Flo, dan kemarahan Husein kembali diusik."Saya ke sini atas permintaan Nyonya besar, Tuan. Sungguh saya tidak bermaksud apa-apa," ujar Flo.Husein menoleh ke arah sang Ibu untuk meminta jawaban."Benar, Husein. Ibu yang menyuruh Flo ke sini, tapi ini tak ada hubungannya denganmu. Ibu dan Flo terbiasa bersama, jadi Ibu mengundangnya hanya sekedar melepas rindu saja," papar Ros memnjelaskan."Oh, baiklah. Kalau begitu silakan Ibu urus tamu Ibu tanpa merepotkan saya atau pun Nona Khana," ketus Husein seraya berlalu.Khana turut melemparkan pandangan sinis ke arah Flo, detik berikutnya ia juga berlalu menyusul Husein.__Tiga bulan klemudian, kehidupan Husein dan Khana berjalan baik-baik saja, walau sesekali Husein masih teringat sosok istri pertamanya. Namun, ia sudah menerima takdir hidupnya.Sementara Areta, ia pun semakin merasa nyaman berada di lingkungan Maxi, Mereka pindah ke kampung di mana Maxi di lahirkan. Rumah besar yang kemarin sudah dijualn
Sore itu Khana dilanda kegelisahan. Tatapan mata lelaki misteius itu tampak tak asing bagi Khana. Ia merasa pernah sangat dekat sebelumnya.Sedangkan di sisi lain, kegelisahan juga dialami Areta. Ia berat untuk meninggalkan rumah kediaman Maxi, sebab sudah sangat nyaman di sana. Namun, kerinduannya pada Husein tentu mengalahkan segalanya.Seminggu setelah memikirkan kepurusan tersebut, Areta sudah membulatkan tekad agar segera pulang. Maxi dengan besar hati mengantarkannya sampai selamat di tempat yang ia tuju.Sepanjang perjalanan Areta bergeming, seekali ia menoleh ke arah Maxi yang sedang fokus menyetir. Areta sadar, ada luka di hati lelaki yang telah salah mencintainya itu.Di bangku belakang, Juni juga ikut mengantarkan wanita yang sudah dianggapnya sebagai putri sendiri tersebut."Kapan-kapan datanglah lagi berkunjung ke kampung, Nyonya. Bunda dan yang lain pasti akan merindukanmu," ujar Juni."Saya berjanji tidak akan melupakan tempat terindah yang telah Bunda sediakan itu," sa
Hari berganti, Khana mencoba menemui Areta dan ingin berbicara banyak dengannya."Nyonya, rasanya aku masih bagai sedang bermimpi saat kau pulang kemarin. Sungguh empat bulan terakhir Tuan Husein sering melamun ketika ia sendirian," ucap Khana dengan intonasi suara yang tenang."Mungkin karena memikirkan calon buah hatinya saja. Toh selama ini kau tahu sendiri kehadiranku sudah tak terlalu berarti.Perhatiannya kembali sejak aku mengandung. Adilkah itu, Nona Khana?" Areta bersikap sedikit ketus. Khana tak tahu apa salahnya, Padahal mereka berdua sudah memutuskam berteman dan menerima keadaan sebelumnya."Ada apa denganmu, Nyonya? Kenapa kau seperti marah padaku? Aku tahu Nyonya pasti kecewa menerima keputusan Tuan Husein menikah lagi, tapi tolong jangan sangkut pautkan itu denganku. Aku juga tak menyukainya," papar Khana yang intonasi suaranya mulai meninggi."Ya, Nona Khana. Saya memang kecewa akan kenyataan ini, tapi saya tidak terlalu parah terlukanya, sebab saya sudah pernah mengal
Malam selanjutnya, Husein menerobs masuk ke dalam kamar Areta saat pintu sudah hendak dikunci. Tubuh kuat nan tegap itu menahan dengan cepat."Saya merindukanmu, dan saya akan tidur di sini,"ujarnya dengan tatapan serius.Areta hanya berdeham pelan seraya membiarkan Husein masuk. Namun, ia enggan mengeluarkan suara."Kau masih marah?" tanya Husein lembut. Tangan kanannya mencoba membelai pipi mulus Areta."Marah untuk hal apa, Tuan?" Dingin nada bicara Areta jelas terasa bagi Husein."Saya menikahi, Flo. Areta, harus berapa kali saya jelaskan kalau itu bukanlah keinginan saya. Bahkan saat ini saya sangat menyesal.""Saya hanya syok kemarin, Tuan. Sekarang sudah tidak lagi, karena apa bedanya bagi saya? Toh cinta Tuan memang sudah terbagi," desis Areta sengaja mengungkit masalah hati suaminya.Areta sudah merasa muak mengikuti drama kehidupan yang dijalaninya. Selama tinggal di rumah Maxi, ia tenang dan tak pernah mengalami masalah. Itu menjadi perbandingannya kini."Apa maksudmu bicar
Sepulangnya Khana dari Cafe tempatnya bertemu dengan lelaki misterius tadi, Flo dan Ros juga turut pulang. Di tangannya telah mengantongi sebuah bukti perselingkuhan Khana. Padahal kenyataannya tak benar begitu.Di rumah, Areta menyendiri dan terus memikirkan masa depannya yang akan dilangsungkan nanti. Bertahan kah? Atau menyerah?"Kenapa aku seolah memiliki pilihan sekarang? Padahal dulu aku sama sekali tak pernah membayangkan hidup tanpa Tuan Husein. Apa karena ada Maxi yang saat ini mencintaiku? Jadi, aku merasa bisa melepaskan cinta pertamaku," gumamnya seraya menatap lurus ke depan.Tak lama terlihat sebuah mobil taksi kembali datang. Areta yang duduk di taman dapat leluansa melihat pemandangan di depan.Tak hanya itu, mobil yang dikendarai Ros juga hadir. Mertuanya itu menghampiri Khana dan mencoba mempertanyakan kepergiannya tadi.Areta hanya menyimak dari kejauhan. Sedikit pun hatinya tak tergerak untuk mencaritahu apa yang sedang terjadi."Kau dari mana, Nona Khana?" tanya R
Di dalam kamar, Husein menatap serius ke arah mata Khana yang tampak gelisah. Husein tak suka dikhianati, jadi ia sangat menekankan peringatan pada selirnya tersebut."Saya harap kau bisa belajar dari pengalaman masa lalu, Nona Khana. Saya tidak akan mentoleransi kesalahanmu tentang laki-laki lain, jika nanti kau berbuat ulah lagi," ujarnya dengan tegas.Khana menelan ludah getir, kemudian ia mencoba mengukir senyum sinisnya."Aku sudah katakan yang seujurnya padamu, Tuan. Kalau pun aku hendak bermain-main, maka aku pastinya akan mencari sosok laki-laki yang sama seperti sebelumnya. Sebab jelas dia mencintaiku," sahut Khana.Kalimatnya itu memancing emosi Husein. Kedua tangan kekarnya mengepal keras dan seperdetik berikutnya Husein melayangkan pukulan ke dinding.Bugh!Suara itu menggema di dalam ruangan kamar. Khana memejamkan matanya karena terkejut. Tubuh selir muda Husein tersebut seketika menjadi gemetar. Ia telah salah membangunkan singa yang sedang tidur."Coba ulangi ucapanmu
Pagi harinya suasana masih lagi tegang. Husein tak ikut sarapan di meja. Ia langsung berlalu ke kantor tanpa bicara sepatah kata pun pada orang-orang yang ada di sana.Sedangkan Khana juga mengurung diri di dalam kamar. Pintu yang dirusak kemarin sudah diperbaiki."Putra saya jadi tak sarapan dan kehilangan keceriaannya karena wanita laknat itu," gumam Ros.Areta tak ingin mendengar kata-kata yang dapat memancing emosinya juga, Jadi, ia memutuskan untuk menjauh dan melangkah meninggalkan meja makan.Seperginya Areta, Ros dan Flo berniat menemui Khana. Keduanya tentu bukan ingin menjenguk karena peduli. Melainkan ingin memperlihatkan kesenangannya dengan apa yang sedang menimpa Khana.Saat sampai di dalam kamar Khana, Ros langsung membuka suara."Harusnya Husein tak perlu mengotori tangannya sendiri dengan mencoba menghabisimu! Cukup ceraikan dan usir saja," seru Ros seraya menyeringai sinis.Khana menghela napas malas. Gemeletuk giginya beradu menahan geram atas ucapan yang didengarny
Sepanjangan malam itu Khana tak tenang. Ia memikirkan nasib lelaki yang nekad mendekatinya itu. Rasa penasaran serta ketidak asingan membuatnya ingin tahu lebih jauh tentang Ruhi."Apa handphonenya bisa dihubungi? Hem, bagaimana jika, Roy menyitanya dan mendapati pesanku kalau aku mencoba menghubunginya? Ah, kenapa aku jadi memikirkan pria asing itu? Tidak! Sungguh aku tidak merasa asing padanya. Sebenarnya siapa dia?" Sejuta tanda tanya tak ada jawabnya saat ini.Lalu, tiba-tiba ponsel milik Khana begetar. Wanita cantik yang tengah gelisah itu terkejut saat melihat siapa yang mengiriminya pesan."Ruhi? Bagaimana mungkin?"Seulas senyum muncul begitu saja saat membaca isi pesannya.[Tidurlah, Nona Khana! Jangan cemaskan saya! Di sini saya baik-baik saja. Hanya mendapat hukuman kecil yang tak berati bagi saya. Hah! Saya percaya diri sekali ya, Nona? Padahal pastinya Nona tak akan memikirkan saya.]Pesan itu membuat senang sekaligus sedih. Khana tak tahu harus membalas dengan kalimat ma