Khana menunggu di taman dengan cemas. Tak lama dua penjaga yang bertugas memeriksa halaman belakang pun menghadapnya."Ampun, Nona. Ternyata benar di belakang ada jalan yang bisa dilalui penyusup.""Hem, tutup semua aksesnya!" titah Khana."Baik, Nona."Khana tersenyum sinis, ia sudah tak sabar untuk memutar rekaman cctv. Husein yang mendapat kabar tentang kejadian di rumahnya, ia pun bergegas menuju pulang. Khawatir akan keadaan para istrinya.Saat cctv di area belakang sampai ke depan hamalaman samping diputar, terlihat jelas seseorang bertopeng itu celingukan mencari sesuatu. Mengintip-ngintip hingga akhirnya memutuskan melempar batu berukuran sedang ke jendela kaca rumah utama.Jantung Khana berdegup kencang menyaksikan sendiri bagaimana penyusup itu leluansa berkeliaran di rumah yang penjgaannya cukup ketat. Namun, seketka cctv di bagian belakang gelap. Sepertinya telah dirusak.Tak lama kemudian Husein sampai. Ia meminta pelayan memanggil Khana agar segera nyusul ke rumah utama.
Jam makan siang, Khana mual-mual dan berlarian ke kamar mandi. Areta menautkan alisnya heran. Ia yang mengandung, kenapa Khana yang menunjukkan gejala yang sama."Areta sebentar," ujar Husein yang bergegas menyusul selirnya.Husein masuk ke dalam kamar mandi, terlihat Khana yang tersandar lemah."Nona Khana, kau baik-baik saja?""Perutku tak enak, Tuan. Kepalaku juga terasa pusing.""Hem, apa aku hamil?" yang Husein.Mata Khana berbinar-binar mendengar kalimat itu."Entahlah, aku juga berharap begitu.""Istirahatlah di kamarmu! Saya akan meminta Dokter Lena untuk memastikan."Khana menurut. Husein membantunya berjalan ke kamar. Tak lama setelah itu Dokter Lena pun sampai. Areta juga ikut menyusul untuk memastikan secara langsung."Bagaimana, Dok? Apa Nona Khana juga hamil?" tanya Husein antusias.Dokter Lena tersenyum ramah. Ia menggeleng dan berkata, "Tidak, Tuan. Nona Khana memiliki magh. Jadi dia tak boleh telat makan."Khana menghela napas putus asa. Ia sudah berharap banyak tadi.
Waktu berlalu, kini team penyidik telah memberikan informasi terbaru, tetapi bukan sesuatu yang menyenangkan bagi Husein."Pria bertopeng yang menyusup di rumah Tuan beberapa hari yang lalu telah ditemukan mati bunuh diri dengan cara mengenaskan, Tuan."Mata Husein melotot mendengar kabar duka tersebut. "Bagaimana mungkin?""Dia memotong lidahnya sendiri, Tuan.""Hem, saya tidak yakin," desis Husein tak percaya."Team kami sudah menyelidiki, tak ada tanda-tanda jejak orang lain yang datang ke tempat korban melakukan tindakan itu.""Baiklah." Husein pasrah, karena percuma bersikeras, sebab pelakunya sudah memilih menghabisi dirinya sendiri ketimbang membuka suara."Tuan, di kamar ada boneka berlumuran darah!" teriak Areta dengan histeris."Ada apa lagi ini?" Husein berlari ke arah Areta. Disusul juga oleh Khana. Sedangkan team kepolisian sudah berlalu pergi sebelum Areta berteriak tadi.Husein masuk ke dalam kamar Areta, dan terpaku melihat sang istri duduk dengan terkulai lemah di lan
Kurang lebih empat puluh menit berjalan, kini, Husein sudah sampai di lokasi kejadian kecelakaan. Detak di dadanya kembali memburu ketika melihat mobil yang tak asing telah tergeletak di jalan. Kebetulan tempat itu sangat sepi, dan hanya ada satu dua kendaraan yang lewat."Nona Khana," ucap Husein saat melihat ke dalam mobil, selirnya tak sadarkan diri.Husein dengan cepat mengangkat tubuh Khana dan memindahkannya ke dalam mobil miliknya. Sementara di lokasi tak ada siapa-siapa selain Khana. Husein mengira selirnya kecelakaan tunggal.Namun, di mana Areta?"Apa mungkin Nona Khana mengejar penjahat itu hingga sampai terjadi kecelakaan begini?"Sekarang Khana sudah terbaring lemah di bangku belakang. Husein pun segera menancap gas membawanya ke rumah sakit. Tak lupa pula Husein menugaskan Roy agar mengambil mobil yang dikendarai Khana.Pikiran Husein bercabang, satu sisi ia sangat cemas dengan kondisi Khana yang masih tak membuka matanya. Darah segar mengalir di kening wanita cantik itu
Malam itu, 30 orang lelaki berbadan tegap lengkap dengan senjata dikirim Husein untuk membantu Rio dan yang lainnya dalam aksi membebaskan Areta.Husein menunggu di rumah dengan perasaan gelisah, sedangkan Khana juga sudah pulang bersamanya."Tuan, bagaimana cara menghubungi salah satu anak buahmu? Aku sungguh tak bisa tenang memikirkan Nyonya Areta di sana. Dulu, saat aku diculik, hanya ada beberapa penjahat saja yang berjaga. Rasanya sangat mencekam, apa lagi dengan puluhan seperti yang dihadapi Nyonya Areta sekarang," papar Khana."Saya juga tengah memikirkan hal serupa," sahut Husein tak berdaya.Khana memeluk tubuh suaminya dengan perasaan yang terguncang. Masalah yang terjadi bertubi-tubi menyerang rumah tangganya. Yang lebih parah lagi, penyebabnya adalah orang tua sendiri.Tak lama ponsel Husein berdering. Tertera sebuah nama di layarnya. 'Roy'"Saya hanya ingin mendengar kabar baik darimu, Roy!" desis Husein dingin.Roy menelan ludah dengan getir. Kabar yang dibawanya tidakla
Sepanjang hari itu Ros dilanda kebimbangan. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada sang Putra, karena sekarang Maxi telah mengkhianatinya, dan tak mau mendengarkan perintahnya.Ros mencoba terus menghubungi ke nomor Maxi, tetapi benar-benar sudah tak bisa tersambung. Lalu, Ros tak ingin putus asa begit saja. Ia pun menelepon ke anak buahya yang lain, yang selama ini juga turut membantu Maxi dalam rencananya."Hendry, Kau di mana? Apa kau sedang bersama Maxi?" tanya Ros."Saya di rumah, karena Bang Maxi bilang tugas-tugas kami sudah selesai, Nyonya. Bahkan semua bayaran juga sudah diberikan Bang Maxi," jawab Hendry.Kedua mata Ros yang sudah besar semakin membesar saat mendengar penjelasan tersebut."Apa? Bagaimana bisa? Saya belum mengirimkan bayaran tambahan untuk kalian,'' ujar Ros pula."saya tidak tahu kalau masalah itu, Nyonya. Saya sudah beneran terima uangnya, dan saya diminta untuk tidak melakukan apa-apa lagi untuk urusan Nyonya Areta.""Baiklah! Tapi, kau pastinya tahu di man
Seminggu sudah Areta berada di kediaman Maxi. Bahkan selama itu pula ia menangis meminta untuk dikembalikan ke rumahnya sendiri.Maxi yang memang menaruh hati pada Areta, ia tak tega melihat ratap pilu dari wanita yang telah mencuri hatinya tersebut. Akhirnya ia mengalah."Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Maxi dengan intonasi suara yang sumbang, sebab saat mengatakan hal itu ada tancapan duri yang menusuk di hatinya sendiri.Wajah Areta seketika menjadi ceria. Ia tersenyum sumringah seraya mengucapkan banyak kata terima kasih."Benarkah? Saya akan sangat berterima kasih padamu, dan saya berjanji akan membayar berapa pun yang kamu minta," papar Areta antusias.Maxi hanya menanggapi dengan tawa getir. "Saya tidak butuh apa-apa darimu dan keluargamu, Nyonya. Awalnya saya bekerja untuk Nyonya Ros memang berdasarkan uang, tapi setelah bertemu denganmu, semua berubah."Areta bergeming, ia sedikit terharu dengan ketulusan Maxi. Namun, mana mungkin ia mempertimbangkan rasa yang salah it
Semenjak kejadian hari itu, Dokter Hans merasa hidupnya sangat hampa bahkan tak berguna. Status kedokterannya pun tak dipakai lagi. Ia benar-benar merubah identitas diri.Namun, bayangan Khana tak bisa lepas dari ingatannya. Terlebih saat dia mengancam wanitanya dengan begitu kejam. Permainan yang dilakukan Dokter Hans memang licik, tetapi ia sungguh terpaksa. Karena Adik peempuannya berada dalam pengawasan Ros. Jika, tak menuruti maunya, maka Adiknya akan celaka."Bulan saja terus berganti, tapi tidak dengan perasaan saya, Nona Khana. Andai Nona tahu siapa saya, entah bagaimana responmu, Nona. Saya merindukan momen di mana pertama kali Nona mencoba menggoda saya. Saat itu Nona terlihat menggemaskan," gumam Dokter Hans seraya melangkah menuju mobil.Sedangkan Khana sendiri masih duduk terpaku mengingat-ngingat siapa lelaki yang menghampirinya tadi?"Seperti tak asing, tapi aku belum pernah bertemu dengannya. Ah, sudahlah! Tidak penting!' desisnya, kemudian beranjak untuk melanjutkan p