Waktu berlalu, kini team penyidik telah memberikan informasi terbaru, tetapi bukan sesuatu yang menyenangkan bagi Husein."Pria bertopeng yang menyusup di rumah Tuan beberapa hari yang lalu telah ditemukan mati bunuh diri dengan cara mengenaskan, Tuan."Mata Husein melotot mendengar kabar duka tersebut. "Bagaimana mungkin?""Dia memotong lidahnya sendiri, Tuan.""Hem, saya tidak yakin," desis Husein tak percaya."Team kami sudah menyelidiki, tak ada tanda-tanda jejak orang lain yang datang ke tempat korban melakukan tindakan itu.""Baiklah." Husein pasrah, karena percuma bersikeras, sebab pelakunya sudah memilih menghabisi dirinya sendiri ketimbang membuka suara."Tuan, di kamar ada boneka berlumuran darah!" teriak Areta dengan histeris."Ada apa lagi ini?" Husein berlari ke arah Areta. Disusul juga oleh Khana. Sedangkan team kepolisian sudah berlalu pergi sebelum Areta berteriak tadi.Husein masuk ke dalam kamar Areta, dan terpaku melihat sang istri duduk dengan terkulai lemah di lan
Kurang lebih empat puluh menit berjalan, kini, Husein sudah sampai di lokasi kejadian kecelakaan. Detak di dadanya kembali memburu ketika melihat mobil yang tak asing telah tergeletak di jalan. Kebetulan tempat itu sangat sepi, dan hanya ada satu dua kendaraan yang lewat."Nona Khana," ucap Husein saat melihat ke dalam mobil, selirnya tak sadarkan diri.Husein dengan cepat mengangkat tubuh Khana dan memindahkannya ke dalam mobil miliknya. Sementara di lokasi tak ada siapa-siapa selain Khana. Husein mengira selirnya kecelakaan tunggal.Namun, di mana Areta?"Apa mungkin Nona Khana mengejar penjahat itu hingga sampai terjadi kecelakaan begini?"Sekarang Khana sudah terbaring lemah di bangku belakang. Husein pun segera menancap gas membawanya ke rumah sakit. Tak lupa pula Husein menugaskan Roy agar mengambil mobil yang dikendarai Khana.Pikiran Husein bercabang, satu sisi ia sangat cemas dengan kondisi Khana yang masih tak membuka matanya. Darah segar mengalir di kening wanita cantik itu
Malam itu, 30 orang lelaki berbadan tegap lengkap dengan senjata dikirim Husein untuk membantu Rio dan yang lainnya dalam aksi membebaskan Areta.Husein menunggu di rumah dengan perasaan gelisah, sedangkan Khana juga sudah pulang bersamanya."Tuan, bagaimana cara menghubungi salah satu anak buahmu? Aku sungguh tak bisa tenang memikirkan Nyonya Areta di sana. Dulu, saat aku diculik, hanya ada beberapa penjahat saja yang berjaga. Rasanya sangat mencekam, apa lagi dengan puluhan seperti yang dihadapi Nyonya Areta sekarang," papar Khana."Saya juga tengah memikirkan hal serupa," sahut Husein tak berdaya.Khana memeluk tubuh suaminya dengan perasaan yang terguncang. Masalah yang terjadi bertubi-tubi menyerang rumah tangganya. Yang lebih parah lagi, penyebabnya adalah orang tua sendiri.Tak lama ponsel Husein berdering. Tertera sebuah nama di layarnya. 'Roy'"Saya hanya ingin mendengar kabar baik darimu, Roy!" desis Husein dingin.Roy menelan ludah dengan getir. Kabar yang dibawanya tidakla
Sepanjang hari itu Ros dilanda kebimbangan. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada sang Putra, karena sekarang Maxi telah mengkhianatinya, dan tak mau mendengarkan perintahnya.Ros mencoba terus menghubungi ke nomor Maxi, tetapi benar-benar sudah tak bisa tersambung. Lalu, Ros tak ingin putus asa begit saja. Ia pun menelepon ke anak buahya yang lain, yang selama ini juga turut membantu Maxi dalam rencananya."Hendry, Kau di mana? Apa kau sedang bersama Maxi?" tanya Ros."Saya di rumah, karena Bang Maxi bilang tugas-tugas kami sudah selesai, Nyonya. Bahkan semua bayaran juga sudah diberikan Bang Maxi," jawab Hendry.Kedua mata Ros yang sudah besar semakin membesar saat mendengar penjelasan tersebut."Apa? Bagaimana bisa? Saya belum mengirimkan bayaran tambahan untuk kalian,'' ujar Ros pula."saya tidak tahu kalau masalah itu, Nyonya. Saya sudah beneran terima uangnya, dan saya diminta untuk tidak melakukan apa-apa lagi untuk urusan Nyonya Areta.""Baiklah! Tapi, kau pastinya tahu di man
Seminggu sudah Areta berada di kediaman Maxi. Bahkan selama itu pula ia menangis meminta untuk dikembalikan ke rumahnya sendiri.Maxi yang memang menaruh hati pada Areta, ia tak tega melihat ratap pilu dari wanita yang telah mencuri hatinya tersebut. Akhirnya ia mengalah."Saya akan mengantarkanmu pulang," ucap Maxi dengan intonasi suara yang sumbang, sebab saat mengatakan hal itu ada tancapan duri yang menusuk di hatinya sendiri.Wajah Areta seketika menjadi ceria. Ia tersenyum sumringah seraya mengucapkan banyak kata terima kasih."Benarkah? Saya akan sangat berterima kasih padamu, dan saya berjanji akan membayar berapa pun yang kamu minta," papar Areta antusias.Maxi hanya menanggapi dengan tawa getir. "Saya tidak butuh apa-apa darimu dan keluargamu, Nyonya. Awalnya saya bekerja untuk Nyonya Ros memang berdasarkan uang, tapi setelah bertemu denganmu, semua berubah."Areta bergeming, ia sedikit terharu dengan ketulusan Maxi. Namun, mana mungkin ia mempertimbangkan rasa yang salah it
Semenjak kejadian hari itu, Dokter Hans merasa hidupnya sangat hampa bahkan tak berguna. Status kedokterannya pun tak dipakai lagi. Ia benar-benar merubah identitas diri.Namun, bayangan Khana tak bisa lepas dari ingatannya. Terlebih saat dia mengancam wanitanya dengan begitu kejam. Permainan yang dilakukan Dokter Hans memang licik, tetapi ia sungguh terpaksa. Karena Adik peempuannya berada dalam pengawasan Ros. Jika, tak menuruti maunya, maka Adiknya akan celaka."Bulan saja terus berganti, tapi tidak dengan perasaan saya, Nona Khana. Andai Nona tahu siapa saya, entah bagaimana responmu, Nona. Saya merindukan momen di mana pertama kali Nona mencoba menggoda saya. Saat itu Nona terlihat menggemaskan," gumam Dokter Hans seraya melangkah menuju mobil.Sedangkan Khana sendiri masih duduk terpaku mengingat-ngingat siapa lelaki yang menghampirinya tadi?"Seperti tak asing, tapi aku belum pernah bertemu dengannya. Ah, sudahlah! Tidak penting!' desisnya, kemudian beranjak untuk melanjutkan p
Gemeletuk gigi Husein beradu. Ia sudah dibuat cemas sedari tadi dengan pilihan antara Anak atau istri. Sekarang malah menerima kemalangan dengan hilangnya Areta.Khana dan dirinya ikut melihat rekaman cctv yang ada di depan kamar rawat Areta. Terlihat jelas kalau Areta mencoba keluar dengan ekspresi wajah kesakitan."Tuan, lihatlah! Nyonya Areta sadar, dan dia pergi sendiri," seru Khana.Wajah Husein semakin pucat menyaksikan aksi nekad sang istri. Kemudian ia menoleh ke arah Dokter William."Apa ini, Dok? Istri saya bisa pergi? Katamu kondisinya sangat lemah, lalu bagaimana bisa dia berjalan keluar dari sini?"Pertanyaan itu bagai tembakan peluru bagi Dokter William."Saya pun rasanya sangaat sulit mempercayai ini, Tuan. Akan tetapi, kondisi Nyonya Areta benar-benar tidak bisa dianggap sepele.""Mungkin Nyonya Areta dapat mendengar pembicaraan kita, lalu dia berusaha kabur. Aku yakin, Nyonya Areta sama sepertimu, Tuan. Dia tidak akan menerima janinnya diangkat," sambung Khana."Saya
Suasana menegang karena hadirnya Flo, dan kemarahan Husein kembali diusik."Saya ke sini atas permintaan Nyonya besar, Tuan. Sungguh saya tidak bermaksud apa-apa," ujar Flo.Husein menoleh ke arah sang Ibu untuk meminta jawaban."Benar, Husein. Ibu yang menyuruh Flo ke sini, tapi ini tak ada hubungannya denganmu. Ibu dan Flo terbiasa bersama, jadi Ibu mengundangnya hanya sekedar melepas rindu saja," papar Ros memnjelaskan."Oh, baiklah. Kalau begitu silakan Ibu urus tamu Ibu tanpa merepotkan saya atau pun Nona Khana," ketus Husein seraya berlalu.Khana turut melemparkan pandangan sinis ke arah Flo, detik berikutnya ia juga berlalu menyusul Husein.__Tiga bulan klemudian, kehidupan Husein dan Khana berjalan baik-baik saja, walau sesekali Husein masih teringat sosok istri pertamanya. Namun, ia sudah menerima takdir hidupnya.Sementara Areta, ia pun semakin merasa nyaman berada di lingkungan Maxi, Mereka pindah ke kampung di mana Maxi di lahirkan. Rumah besar yang kemarin sudah dijualn