Ketika pagi menyapa, Husein mengecup mesra kening istri pertamanya. Gerakannya beralih menyentuh lembut bagian perut Areta. Kemudian ia berbisik, "Sehat-sehat, sayang. Papa tidak sabar menunggumu hadir ke dunia ini."Areta tersenyum penuh haru mendengar ucapan Husein. Ia membalas dengan pelukan hangat. Keduanya larut dalam kebahagiaan yang sesungguhnya. Setelah bertahun-tahun menantikan buah hati, akhirnya sekarang ia diberikan kepercayaan untuk mengandung."Tuan, kemarin saya ingin mengatakan sesuatu, tapi selalu tak bisa karena kondisi saya yang lemah. Hari ini saya tak mau melewatkannya," ujar Areta serius.Husein dengan sigap bangkit dan segera duduk menatap ke wajah Areta."Katakanlah, Areta!"Areta menarik napas panjang sebelum menceritakan siapa yang dilihatnya kemarin. Keringat dingin bercucuran di kening mulus Areta."Sebelum saya pingsan, saya melihat sosok Flo berdiri di halaman rumah kita, Tuan. Saya sangat syok, hingga kepala saya terasa sakit sekali," paparnya."Flo? Bag
Saat Husein memasuki kamar Areta, ia tersenyum melihat sang istri yang tengah memejamkan mata. Di sampingnya ada dua dayang yang memijat lembut kepalanya."Kalian boleh keluar!" titah Husein.Keduanya menurut dan langsung bergegas pergi. Kini, Husein duduk di samping Areta. Mengambil alih tugas dayang-dayang tadi. Ia memijat kepala sang istri penuh cinta.Tak lama Areta membuka matanya dan menyadari kalau sayangnya sudah berubah menjadi sosok pangeran tampan rupawan. Ia tersipu seraya bangkit dan duduk mensejajarkan dirinya dengan Husein."Tuan sudah lama di sini?" tanyanya dengan intonasi yang lembut."Baru saja. Kenapa kau bangun? Tidurlah! Saya akan menjagamu dan calon buah hati kita," ujar Husein."Saya sudah tidak mengantuk, Tuan. Oya, tadi sempat terjadi kekacauan lagi. Saya takut.""Ya, saya tahu. Nona Khana sudah menceritakan semuanya. Tenanglah! Tidak akan ada siapa pun yang bisa menyakitimu dan calon penerus kita.""Hem, bagaimana kalau tujuannya adalah Nona Khana?""Memang
Khana menunggu di taman dengan cemas. Tak lama dua penjaga yang bertugas memeriksa halaman belakang pun menghadapnya."Ampun, Nona. Ternyata benar di belakang ada jalan yang bisa dilalui penyusup.""Hem, tutup semua aksesnya!" titah Khana."Baik, Nona."Khana tersenyum sinis, ia sudah tak sabar untuk memutar rekaman cctv. Husein yang mendapat kabar tentang kejadian di rumahnya, ia pun bergegas menuju pulang. Khawatir akan keadaan para istrinya.Saat cctv di area belakang sampai ke depan hamalaman samping diputar, terlihat jelas seseorang bertopeng itu celingukan mencari sesuatu. Mengintip-ngintip hingga akhirnya memutuskan melempar batu berukuran sedang ke jendela kaca rumah utama.Jantung Khana berdegup kencang menyaksikan sendiri bagaimana penyusup itu leluansa berkeliaran di rumah yang penjgaannya cukup ketat. Namun, seketka cctv di bagian belakang gelap. Sepertinya telah dirusak.Tak lama kemudian Husein sampai. Ia meminta pelayan memanggil Khana agar segera nyusul ke rumah utama.
Jam makan siang, Khana mual-mual dan berlarian ke kamar mandi. Areta menautkan alisnya heran. Ia yang mengandung, kenapa Khana yang menunjukkan gejala yang sama."Areta sebentar," ujar Husein yang bergegas menyusul selirnya.Husein masuk ke dalam kamar mandi, terlihat Khana yang tersandar lemah."Nona Khana, kau baik-baik saja?""Perutku tak enak, Tuan. Kepalaku juga terasa pusing.""Hem, apa aku hamil?" yang Husein.Mata Khana berbinar-binar mendengar kalimat itu."Entahlah, aku juga berharap begitu.""Istirahatlah di kamarmu! Saya akan meminta Dokter Lena untuk memastikan."Khana menurut. Husein membantunya berjalan ke kamar. Tak lama setelah itu Dokter Lena pun sampai. Areta juga ikut menyusul untuk memastikan secara langsung."Bagaimana, Dok? Apa Nona Khana juga hamil?" tanya Husein antusias.Dokter Lena tersenyum ramah. Ia menggeleng dan berkata, "Tidak, Tuan. Nona Khana memiliki magh. Jadi dia tak boleh telat makan."Khana menghela napas putus asa. Ia sudah berharap banyak tadi.
Waktu berlalu, kini team penyidik telah memberikan informasi terbaru, tetapi bukan sesuatu yang menyenangkan bagi Husein."Pria bertopeng yang menyusup di rumah Tuan beberapa hari yang lalu telah ditemukan mati bunuh diri dengan cara mengenaskan, Tuan."Mata Husein melotot mendengar kabar duka tersebut. "Bagaimana mungkin?""Dia memotong lidahnya sendiri, Tuan.""Hem, saya tidak yakin," desis Husein tak percaya."Team kami sudah menyelidiki, tak ada tanda-tanda jejak orang lain yang datang ke tempat korban melakukan tindakan itu.""Baiklah." Husein pasrah, karena percuma bersikeras, sebab pelakunya sudah memilih menghabisi dirinya sendiri ketimbang membuka suara."Tuan, di kamar ada boneka berlumuran darah!" teriak Areta dengan histeris."Ada apa lagi ini?" Husein berlari ke arah Areta. Disusul juga oleh Khana. Sedangkan team kepolisian sudah berlalu pergi sebelum Areta berteriak tadi.Husein masuk ke dalam kamar Areta, dan terpaku melihat sang istri duduk dengan terkulai lemah di lan
Kurang lebih empat puluh menit berjalan, kini, Husein sudah sampai di lokasi kejadian kecelakaan. Detak di dadanya kembali memburu ketika melihat mobil yang tak asing telah tergeletak di jalan. Kebetulan tempat itu sangat sepi, dan hanya ada satu dua kendaraan yang lewat."Nona Khana," ucap Husein saat melihat ke dalam mobil, selirnya tak sadarkan diri.Husein dengan cepat mengangkat tubuh Khana dan memindahkannya ke dalam mobil miliknya. Sementara di lokasi tak ada siapa-siapa selain Khana. Husein mengira selirnya kecelakaan tunggal.Namun, di mana Areta?"Apa mungkin Nona Khana mengejar penjahat itu hingga sampai terjadi kecelakaan begini?"Sekarang Khana sudah terbaring lemah di bangku belakang. Husein pun segera menancap gas membawanya ke rumah sakit. Tak lupa pula Husein menugaskan Roy agar mengambil mobil yang dikendarai Khana.Pikiran Husein bercabang, satu sisi ia sangat cemas dengan kondisi Khana yang masih tak membuka matanya. Darah segar mengalir di kening wanita cantik itu
Malam itu, 30 orang lelaki berbadan tegap lengkap dengan senjata dikirim Husein untuk membantu Rio dan yang lainnya dalam aksi membebaskan Areta.Husein menunggu di rumah dengan perasaan gelisah, sedangkan Khana juga sudah pulang bersamanya."Tuan, bagaimana cara menghubungi salah satu anak buahmu? Aku sungguh tak bisa tenang memikirkan Nyonya Areta di sana. Dulu, saat aku diculik, hanya ada beberapa penjahat saja yang berjaga. Rasanya sangat mencekam, apa lagi dengan puluhan seperti yang dihadapi Nyonya Areta sekarang," papar Khana."Saya juga tengah memikirkan hal serupa," sahut Husein tak berdaya.Khana memeluk tubuh suaminya dengan perasaan yang terguncang. Masalah yang terjadi bertubi-tubi menyerang rumah tangganya. Yang lebih parah lagi, penyebabnya adalah orang tua sendiri.Tak lama ponsel Husein berdering. Tertera sebuah nama di layarnya. 'Roy'"Saya hanya ingin mendengar kabar baik darimu, Roy!" desis Husein dingin.Roy menelan ludah dengan getir. Kabar yang dibawanya tidakla
Sepanjang hari itu Ros dilanda kebimbangan. Ia tak tahu harus mengatakan apa pada sang Putra, karena sekarang Maxi telah mengkhianatinya, dan tak mau mendengarkan perintahnya.Ros mencoba terus menghubungi ke nomor Maxi, tetapi benar-benar sudah tak bisa tersambung. Lalu, Ros tak ingin putus asa begit saja. Ia pun menelepon ke anak buahya yang lain, yang selama ini juga turut membantu Maxi dalam rencananya."Hendry, Kau di mana? Apa kau sedang bersama Maxi?" tanya Ros."Saya di rumah, karena Bang Maxi bilang tugas-tugas kami sudah selesai, Nyonya. Bahkan semua bayaran juga sudah diberikan Bang Maxi," jawab Hendry.Kedua mata Ros yang sudah besar semakin membesar saat mendengar penjelasan tersebut."Apa? Bagaimana bisa? Saya belum mengirimkan bayaran tambahan untuk kalian,'' ujar Ros pula."saya tidak tahu kalau masalah itu, Nyonya. Saya sudah beneran terima uangnya, dan saya diminta untuk tidak melakukan apa-apa lagi untuk urusan Nyonya Areta.""Baiklah! Tapi, kau pastinya tahu di man