***Hari berikutnya Khana bergegas pergi ke markas sebelum Areta bangun dan menanyakan banyak hal.Akan tetapi, kali ini Khana keliru. Ternyata Areta sudah tahu lebih dulu. Ia tersenyum miris dari jendela kamarnya menatap kepergian Khana yang terlihat begitu tergesa-gesa."Kau memang cerdik, Nona Khana. Namun, aku bukan bodoh untuk bisa kau kelabui," gumam Areta.Dering ponsel yang berbunyi membuyarkan tatapan tajam Areta ke arah jalan yang membuat jejak Khana sudah hilang.Sebuah panggilan suara tertera di layar handphone dengan bertuliskan nama 'Tuan Husein'"Halo, Tuan! Senang sekali di telepon sepagi ini," seru Areta."Kamu akhir-akhir ini pandai merayu, Areta. Saya cuma mau bilang kalau saya nanti sore pulang. Tidak jadi menunggu beberapa hari," papar Husein."Oh, begitu. Ya sudah, saya juga mau menyampaikan sesuatu, Tuan.""Katakan saja!""Nona Khana pergi pagi-pagi entah ke mana? Dia tak meminta izin atau berpamitan dengan saya.""Biarkan saja. Tadi Nona Khana sudah meminta izi
***Sepanjang perjalanan menuju pulang Khana memikirkan obat yang disuntikkan Dokter Hans. Ia tak mengerti apa tujuan dokter itu melakukan perbuatan yang bertentangan dengan sumpahnya sebagai seorang penyelamat bagi banyak manusia.Hingga sampai di rumah, Khana langsung masuk ke dalam kamarnya dan tak ingin menyapa Areta yang sudah siap memancing keributan."Tumben," lirih Areta pelan.Sampai di dalam kamar, Khana mencoba memikirkan rencana ke depannya untuk mengungkap tujuan Dokter Hans. Namun, ia tak bisa menceritakan pada Husein tentang masalah ini sebelum semuanya jelas."Brengsek! Aku kira Dokter Hans benar-benar lelaki yang polos dan baik," gumam Khana. "Siapa pun yang berani berbuat curang dan tujuan itu untuk merugikan aku, maka bersiaplah menerima pembalasan yang akan aku berikan."Di ruang tengah Husein sudah berada di sana. Ia baru saja sampai dari kantornya."Apa Nona Khana sudah kembali?" tanya Husein pada Areta."Sudah. Dia tadi langsung ke kamar. Sepertinya selir Tuan i
***Sampai di rumah, Khana semakin tak tenang. Bayangan Dokter Hans yang tampan tiba-tiba sudah berubah jadi sangat menggerikan.Khana gemetar di dalam kamar sambil meringkuk memegangi lututnya sendiri."Apa yang harus aku lakukan? Jangan sampai Dokter sialan itu merencanakan kejahatan untukku dan juga Tuan Husein. Aku bersumpah akan segera membungkam keangkuhannya," gumam Khana.Pikiran-pikiran buruk memenuhi isi kepala. Takut bercampur kesal menjadi satu menyerang ketenangannya. Khana benar-benar berada di situasi yang serba salah. Diceritakan bisa mengancam statusnya, jika dibiarkan tentu akan memakan korban nantinya."Nona Khana, sedari tadi saya mengetuk pintu tapi kamu tidak mendengar dan tidak membukakannya," ujar Areta yang sudah berdiri di dalam kamar Khana."Oh, benarkah? Aku sungguh tak menyadari. Ada apa, Nyonya?""Hem, ada Ibu mertua yang baru sampai dari luar negeri. Kamu belum pernah bertemu beliau, bukan? Jadi keluarlah! Ibu menunggumu," papar Areta pula. Ia mencoba be
***Ros akhirnya pergi bersama Khana menuju markas rahasia Husein. Sepanjang perjalanan keduanya berbagi cerita hangat. Khana benar-benar merasa sangat bahagia berada di dekat sang mertua."Bu, berarti Tuan Husein sudah menceritakan tentang tawanan kami di markas itu?" tanya Khana penuh hati-hati.Ros menarik lekuk bubur tuanya itu untuk menyuguhkan senyuman. "Benar, sayang. Se-mu-a-ny-a.""Hem, tapi masalahnya sekarang itu adalah Sherly mengalami kelumpuhan dan hilangnya daya mengingat, Bu. Padahal hanya dia yang bisa menjawab semua pertanyaan kami selama ini.""Kenapa bisa mendadak lupa ingatan?" Kening tua Ros mengernyit."Aku juga tak tahu, Bu. Aneh sekali, awalnya dia hanya dihukum dalam ruangan penuh dengan nyamuk saja.""Tenanglah, sayang! Ibu pasti akan berada di pihakmu. Sekarang kita turun dan cek lagi kondisi Sherly."Khana mengangguk setuju mengiringi langkah Ros yang lebih dulu keluar dari mobil. Di hati selir muda itu dipenuhi kebimbangan. Jika, sampai sang mertua tahu t
***Waktu terus berjalan, semakin hari pembangunan rumah untuk Khana sudah terlihat hasilnya. Desain yang sempurna sesuai pilihan wanita cantik itu."Aku tak menyangka kalau hasilnya akan secepat ini, Tuan. Sungguh aku tak sabar ingin segera melihat hasil sempurnanya nanti," ujar Khana seraya mengitari ke dalam bangunan.Kesiapannya sudah mencapai lima puluh persen. Khana sangat bahagia."Tuan, dan Nona Khana dipanggil Nyonya besar." Seorang pelayan di rumah utama berlari menghampiri kedua majikannya."Oh, baiklah. Kami akan segera menemui beliau," sahut Husein.Langkah Husein lebih dulu meninggalkan Khana, tapi tingkah manja yang semakin diperlihatkan Khana membuat Husein harus menuruti permintaannya."Tuan, tunggu!" Khana menggandeng sang suami, kemudian baru masuk ke rumah utama.Hati Areta bertambah panas melihat kemesraan yang diperlihatkan oleh adik madunya itu. Sesak di dada kian memburu. Khana melirik ke arahnya dan menyadari akan hal itu. Namun, ia malah merasa puas."Ibu mem
***Pencarian terus dilakukan sampai malam. Namun, keberadaan Khana belum juga menemukan titik terang.Husein sangat cemas. Matanya berkaca-kaca memikirkan selir mudanya yang saat ini sangat ia cinta.Sementara di rumah Areta merasa senang. Tiadanya Khana membuat suasana hatinya menjadi tentram.'Rasakan kau, jalang! Aku sungguh bahagia dengan keadaan ini. Semoga selamanya kau tak akan kembali,' lirih Areta sembari menatap wajahnya sendiri di hadapan cermin besar.Di sisi lain, Husein hampir putus asa. Ia telah mengelilingi seluruh kota. Bahkan semua anak buahnya pun sudah dikerahkan untuk mencari keberadaan Khana.Hingga malam semakin larut. Husein dan yang lain terpaksa pulang terlebih dahulu. Di depan pintu Areta sudah menyambut dengan wajah yang dibuatnya seolah ikut cemas juga."Bagaimana, Tuan? Apa Nona Khana sudah ditemukan?" tanya Areta.Husein menatap lemah, ia langsung menerobos masuk dan menjatuhkan tubuhnya di atas sofa.Areta menusuk sembari mencoba memeluk sang suami aga
***Sebulan sudah berlalu, hilangnya Khana belum jua menemukan titik terang. Bangunan rumah mewah yang diminta Khana pun telah berdiri dengan sempurna."Di mana kamu, Nona Khana? Kenapa tega sekali meninggalkan saya dengan kerinduan tanpa ada obatnya ini? Kembalilah, saya sangat lemah tanpamu," ujar Husein seraya memandangi foto Khana yang tersenyum manis.Areta berada tepat di belakang suaminya tersebut. Air mata ikut menetes ke pipinya saat menyaksikan bagaimana terlukanya sang suami tanpa selirnya itu.Dengan hati yang terbiasa remuk redam, Areta mengundurkan langkah dan berlalu menuju taman samping rumah. Lokasi itu menghubungkan antara rumahnya dan rumah yang dibuatkan untuk Khana."Dalam waktu singkat wanita itu mampu memusnahkan kebahagiaanku. Bahkan saat dia tak ada pun aku tetap kalah," gumam Areta.Tak lama Roy datang ke sana. Ia menghampiri Areta yang sedang menangis sambil mengepalkan kedua tangan. Roy juga sempat mendengar ucapan istri pertama Husein tersebut."Nyonya Are
Sebulan sudah Khana disekap. Ia tetap hidup walau terasa sangat menderita. Jiwanya beronta bertanya-tanya tentang siapakah yang telah tega mengurungnya. Bahkan keyakinan itu tetap saja jatuh pada Areta."Aku tidak meminta kalian membebaskan aku, tapi tolong beri tahu siapa otak di balik semua ini?" tanya khana dengan tatapan mata yang tak bersinar seperti dulu.Dua lelaki bertubuh kekar itu tertawa miris. "Apa untungnya kami menjawab pertanyaan tak pentingmu itu?""ya, setidaknya aku tak mati penasaran. Namun, aku yakin bos kalian adalah maduku sendiri. Benar, bukan?" Khana berkata dengan penuh percaya diri."jika, Nona punya jawaban sendiri kenapa masih bertanya?""berarti dugaanku memang tepat,' desis Khana pula.Para penjahat itu hanya berdeham keras tanpa merespon ucapan Khana lagi. derik berikutnya mereka berlalu.__Di sisi lain Areta terbangun dari tidurnya dengan mata yang sembab akibat menangis semalaman. Husein pun datang kembali untuk memastikan keadaaan istri pertamanya.