Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.
Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat.Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta."Berani-beraninya kau menikah tanpa memberitahuku! Dasar kau cucu durhaka!""Granny! Ya ampun ... Aw!" Alan berusaha mengelak pukulan tangan sang nenek. Namun, tentu saja Nyonya Helena tidak membiarkannya dengan mudah. Pukulan tangan itu semakin bertubi menghantam tubuh kekarnya."Ma-maaf ..." Meyra membuka suara dengan ragu. Namun setidaknya itu membuat gerakan tangan Nyonya Helena terhenti di udara.Semua mata kini tertuju pada Meyra."Se-sebenarnya ini bukan salah Tuan Alan. Dia juga terpaksa melakukannya."Dan tiga pasang bola mata di hadapannya seakan akan melompat keluar saat mendengar ucapan Merya barusan."Terpaksa?" Mereka bertanya serentak. Seakan ada yang memberi aba-aba.Meyra melihat Alan menangkupkan wajahnya sendiri dengan telapak tangannya yang besar. Tidak lupa helaan napas kasar lelaki itu yang membuat Meyra menyadari kesalahan yang baru saja ia lakukan!Well, dia memang tidak ahli dalam berbohong, karena selama ini ia terlalu nyaman menjadi diri sendiri. Dirinya dicap liar, nekad, keras kepala, suka membantah, tidak bisa diatur, dan masih banyak label buruk lainnya. Meyra tidak pernah peduli akan hal itu. Ia akan menyuarakan apa yang ada di pikirannya."Apa maksudmu dengan kata 'terpaksa', gadis kecil?" Kini mata abu-abu milik Nyonya Helena melotot pada Meyra. Sontak saja gadis itu menelan ludahnya gugup."Eh? Eng ... Mmm ... M-mungkin sebaiknya Tuan Alan saja yang menjelaskannya. Sepertinya aku akan melakukan banyak kesalah jika aku yang menjelaskan."Oke, baiklah. Kali ini Alan pun ikut melotot ke arahnya. Dan kedua bola mata biru laut yang sempat membuat Meyra terpesona saat pertama sekali melihatnya di antara kerumunan itu kini terlihat menakutkan."Tidakkah kau berpikir itu agak sedikit terlambat sekarang, hem?" Senyuman di wajah Alan jelas menipu. Nyatanya suara lelaki itu terdengar seperti sedang menahan amarah."M-maaf," ucap Meyra menyesal. Ia sungguh-sungguh menyesal. "Aku hanya berusaha menjelaskan agar semua tidak semakin kacau karena kesalahan pahaman," lanjutnya lagi.Alan mengerang frustasi, "kau hanya menambah masalah, Meyra Gharvita!""Sudah sudah!" potong Nyonya Helena tidak sabar, "Sekarang jelaskan padaku apa maksudnya terpaksa menikah? Apa-apaan ini? Apa yang kau lakukan, Alan?""Granny, please. Aku akan menjelaskannya nanti, saat ini kami butuh istirahat. Bisakah kami istirahat sebentar?" Alan memohon dengan frustasi."Tidak. Kau harus menjelaskan dulu, apakah wanita ini memang benar istrimu?""Ya, dia istriku." tegas Alan cepat. Maksudnya agar percakapan ini bisa segera selesai. "Aku menikahinya secara hukum. Tidak ada keterpaksaan di sini, kami sama-sama sadar saat melakukannya," lanjut Alan sambil membatin bahwa pernikahan mereka memang dilakukan secara hukum, walau hanya berdasarkan hukum pulau Lemuri yang menurutnya saja sangat aneh. Tetapi neneknya tidak perlu tahu itu.Di sisi lain, Meyra menatap wajah suaminya dengan mata terbelalak. Terkejut dengan pernyataan Alan. Jantungnya berdebar hanya dengan kata-kata yang ia tahu tidak serius diucapkan suaminya itu. Alan mengakui pernikahan mereka hanya karena desakan keluarga.'Ya Tuhan, mengapa jantungku berdebar begitu cepat? Mengapa aku jadi berharap kalau--' Ungkapan batin Meyra terhenti seketika. Seakan menyadari bahwa apa yang baru saja ia pikirkan adalah kebodohan besar.'Hentikan Meyra, kau tidak boleh jatuh cinta padanya. Karena pernikahan kalian bukanlah untuk selamanya!' Meyra mengingatkan dirinya sendiri.Tetapi mengapa sulit sekali menenangkan debaran jantungnya? Bahkan saat ini ketika Alan menatapnya dengan tajam? Lelaki itu seakan memperingatinya untuk tidak lagi membuka suara."Benarkah ...?" Nyonya Helena bertanya pada Meyra sambil mendorong tubuh Alan menjauh, lalu duduk di antara mereka berdua. Sekaan tidak peduli lagi dengan keberadaan sang cucu, Nyonya Helena duduk menghadap Meyra dan membelakangi Alan."Ya Tuhan, Sayangku. Siapa tadi namamu, Nak? Aku pasti melupakannya karena Alan tidak memiliki inisiatif untuk mengenalkan kita secara langsung." Wanita sepuh itu sengaja menajamkan ucapannya untuk menyindir sang cucu yang kini menghela napas panjang di belakang tubuhnya."Granny ...." Alan akan kembali membuka suara, namun Nyonya Helena langsung memotongnya."Aku tidak berbicara padamu, aku bertanya pada istrimu!" ucapnya tajam. Lalu kembali melemparkan senyum lebar ke arah sang cucu menantu. Bagaimanapun ia hanya marah pada cucu badungnya itu, bukan pada wanita yang dibawa Alan sebagai istrinya ke rumah ini."A-aku ... Namaku Merya Gharvita. Aku dari Pulau Lemuri, Indonesia.""Indonesia?" Nyonya Helena berseru takjub, "Oh, aku punya kenangan manis dengan negara itu. Mendiang Ayah suamiku berasal dari sana. Dari pulau Bali, Pulau Dewata.""Benarkah?" Meyra berseru takjub. Ia sama sekali tidak menyangka kalau Alan memiliki darah Indonesia di tubuhnya. Walaupun mungkin tidak banyak. "Pulau Lemuri berada tidak jauh dari pulau Bali.""Ah, pantas saja Alan bisa menemukanmu di sana. Dia memang sedang mengembangkan bisnisnya di pulau Bali. Tentu saja atas desakanku. Aku sangat ingin ke pulau yang selalu dibanggakan mendiang suamiku itu."Meyra tersenyum mendengar nada lembut penuh cinta Nyonya Helena saat membicarakan sang mendiang suami. Mereka pasti pasangan yang saling mencintai."Ceritakan tentang orang tuamu, Meyra," pinta Nyonya Helena kemudian.Baru saja Meyra hendak menjawab, Alan kembali membuka suara untuk memotong percakapan mereka."Granny, please, kami mau istirahat dulu. Mungkin kalian bisa berbicara lagi nanti." Alan mengingatkan setelah beberapa saat dirinya merasa diabaikan.Lelaki itu tidak menyangka bahwa sang nenek bisa langsung sedekat itu dengan Meyra, meskipun mereka baru bertemu beberapa waktu lalu."Ah ya, benar. Maafkan aku, Sayang. Kau pasti sangat kelelahan, apalagi setelah menghadapi cucuku yang keras kepala ini." Nyonya Helena meraih tangan Meyra dan menepuknya pelan."Ah ... Tidak juga. Alan sangat baik padaku," sanggah Meyra lembut.Ucapan Meyra membuat sang nenek tersenyum geli."Ya Tuhan, kau pasti satu-satunya orang yang mengatakan bahwa dia sangat baik. Kau pasti sangat istimewa," kekeh Nyonya Helena sambil memeluk hangat tubuh Meyra."Granny ..." Alan kembali membuka suara, dan lagi-lagi sang nenek tidak membiarkannya melanjutkan."Baiklah ... Baiklah ... Aku akan mengalah. Kalian berdua beristirahat lah, kau pasti sangat kelelahan, Sayang." Nyonya Helena berkata pada Meyra. Gadis itu menyambutnya dengan senyuman."Kalau kau membutuhkan sesuatu, kau bisa mengatakannya pada Eshilde. Dia akan membantumu mendapatkannya." Nyonya Helena menunjuk ke arah wanita bertubuh bongsor yang sejak tadi hanya diam memperhatikan mereka."Tentu saja, Sayang. Kau akan berada di tangan yang tepat," ucap wanita bernama Eshilde itu. "Ngomong-ngomong, panggil saja aku Eshee. Hal pertama yang akan aku lakukan adalah memperbaiki gizimu, agar kau bisa menghasilkan keturunan Sanders yang sehat nanti."UHUKK!!WHAT??"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar.
Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar. "Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan mem
24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat. Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta. "Berani-beraninya kau menikah tanpa memberita
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar. "Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan mem
"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar.
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin