"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar. Ada banyak pengunjung manca negara yang datang untuk menawar para gadis. Lebih mudah bagi mereka untuk menggunakan nilai tukar dengan mata uang tersebut.Well, uang itu memang tidak sepenuhnya menjadi miliknya. Ia hanya akan mendapatkan setengah dari itu, dan setengahnya lagi akan dipotong oleh pihak penyelenggara pelelangan.Namun, tentu saja dirinya belum sepenuhnya selesai dalam urusan ini. Masih ada beberapa hal yang harus dipenuhi oleh pembeli sebelum bisa membawanya pergi- atau sebelum dirinya dapat mengantongi uang tersebut.Agen pelelangan akan melakukan verifikasi data terhadap pembeli terlebih dahulu. Hanya sekedar memastikan bahwa dirinya aman dan masa depannya terjamin.***"Alan Sander. Baiklah, data anda sudah diverifikasi. Sekarang kita akan mengurus pernikahannya." Wanita bertubuh berisi dan bermake-up tebal di hadapannya itu berkata sambil tersenyum lebar."Ma-maaf? Apa maksud Anda dengan pernikahan?" Alan mengernyitkan dahinya tidak mengerti."Atau Anda ingin keluarga anda yang melihatnya dan menunjukkan ketertarikan yang sama terhadap Nona Meyra?" Wanita itu balik bertanya."Apa? Apa maksud Anda?" tanya Alan lagi semakin bingung.Wanita itu menatapnya lama penuh penilaian, lalu menghela napas panjang, sebelum akhirnya kembali membuka suara untuk menjelaskan."Hanya ada dua pilihan, Anda harus menikahi gadis yang anda beli, Tuan. Sebagai bukti kalau anda akan mengambil tanggung jawab atas hidupnya." Wanita itu berkata tegas.Mata Alan terbuka semakin lebar. Ia kemudian menatap Mr. Handoko yang sejak tadi juga ikut bersama dengannya. Lelaki itu hanya menyengir dan mengangkat bahunya sekilas."Dia jelas tahu tentang hal ini!" pikir Alan kesal.Kesialan apa yang sedang menimpa dirinya kini? Menikah adalah hal terakhir yang ia inginkan sekarang!"Atau ... Anda juga bisa membawanya jika ada salah satu anggota keluarga anda menginginkannya sebagai pelayan di rumah kalian. Tentu saja ada beberapa hal yang akan disepakati bersama nanti." lanjut wanita bertubuh bongsor itu lagi di hadapannya.Pandangan Alan kembali berpindah pada wanita itu. Lalu menatap gadis yang saat ini hanya diam berdiri di belakangnya dengan gugup."Kecuali kalau Nona Merya sendiri mau mengambil resiko ikut bersama dengan Anda tanpa ikatan apapun seperti yang kami tawarkan tadi."Kata-kata terakhir dari wanita ber-make up tebal itu membuat Alan sedikit lega."Ayo kita pergi dari sini. Ini sungguh konyol." ujar Alan sambil mengulurkan tangan pada gadis itu.Namun, lama tangan Alan tidak bersambut. Gadis itu masih berdiri di sana sambil memilih tangannya sendiri."Ayo. Tunggu apa lagi. Aku akan membawamu pergi dari tempat gila ini!" ajak Alan meyakinkan.Namun, yang paling mengejutkan dari semuanya adalah ... gadis itu menggeleng. Dia menolak ajakan Alan!"dia menolak ajakanku?" batin Alan tidak percaya."Aku tidak akan pergi kemanapun tanpa pernikahan." ucapnya dengan suara bergetar. Namun, dengan berani membalas tatapan mata Alan. Sorot matanya penuh keyakinan walau di balik genangan bening air mata.Alan kehabisan kata-katanya. Tidak percaya dengan apa yang ia dengar."Apa?" tanyanya setengah tertawa."Tanpa pernikahan itu, Anda bisa saja menelantarkan saya nanti." ucap gadis itu lagi.Alan memutar bola matanya jengah. Ayolah. Setelah sekian lama, rasa kemanusiaannya muncul saat melihat ketidakadilan atas nasib para perempuan yang dilelang seperti barang, namun niat baiknya malah diragukan oleh gadis yang akan ia selamatkan ini?"Apa gadis ini tidak pernah tahu tentang kisah para istri yang ditelantarkan oleh suami-suami mereka?" tanya Alan kesal di dalam hati."Oke baiklah." Akhirnya Alan memutuskan. Ia akan menjelaskan duduk persoalannya pada gadis ini nanti. Ia yakin, gadis ini tidak akan keberatan dengan kesepakatan yang akan ia tawarkan. Sekarang yang penting mereka pergi dulu dari sini.Lagi pula, ia juga tidak berniat menelantarkan gadis ini begitu saja."Ayo kita menikah."***Mata Meyra berbinar penuh kelegaan saat mendengar Alan setuju melakukan pernikahan. Semua rasa cemas dan khawatir yang sejak tadi membebaninya seketika lenyap.Tidak dapat dipercayai, ia akan segera menikah dan memiliki uang yang banyak. Bagaimana pun, 5000 dollar akan segera menjadi miliknya. Meyra berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia tidak akan menghamburkan uang itu sembarangan. Itu adalah modal untuk masa depannya.Pernikahan dilakukan sederhana. Seorang Pendeta dihadirkan dan janji suci diucapkan."Sekarang, kau bisa mencium pengantinmu." ucap sang pendeta.Meyra merasa gugup saat Alan mendekat dan menyatukan bibir mereka."Tenanglah Meyra, ini hanya sebuah ciuman singkat." Wanita itu berusaha menenangkan debaran jantungnya.Seharusnya begitu. Namun, ciuman singkat itu berubah menjadi semakin lama dan dalam saat Meyra mencoba mengikuti nalurinya untuk menggerakkan bibir. Ia membuka bibirnya sedikit secara alamiah, jangan tanya alasannya apa. Ia hanya ingin melakukannya.Dan saat itu, seakan mendapatkan lampu hijau untuk melakukan lebih jauh, Alan menyambut reaksi dari wanita itu dengan cara yang memang seharusnya. Ia juga tidak dapat menahan diri untuk mengecap lebih banyak lagi rasa manis dari bibir ranum wanita di dalam rengkuhan tangannya itu."Ehm ..." Suara sang pendeta yang berdehem seakan memberikan peringatan pada Mereka. Lalu Alan melepaskan bibir Meyra dengan enggan.Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat. Meyra merasa dirinya ditarik ke dalam sepasang bola mata biru yang bak lautan dalam itu. Mengajaknya menyelam lebih jauh dalam kabut gairah yang saat ini jelas terlihat di mata Alan.Jantungnya berdebar kencang. Menggila dengan cara yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Membuatnya ingin terus merebahkan diri dalam rangkulan tangan lelaki yang baru dijumpainya beberapa saat yang lalu. Menanti untuk dijamah."Ya Tuhan. Ada apa denganmu, Meyra? Kendalikan dirimu." Meyra memperingati dirinya sendiri di dalam hati."Dengan ini, Aku menyatakan kalian resmi menjadi suami istri."***Selembar surat sebagai pernyataan bahwa keduanya sah menjadi suami istri dikeluarkan aparatur setempat yang berwenang. Semuanya memang sudah diurus oleh pihak penyelenggara pelelangan.Walau tidak secara negara, tapi menurut kepercayaan penduduk setempat, pernikahan mereka sah di mata Tuhan.Mereka percaya, untuk menyatukan dua insan yang telah ditakdirkan bersama, Tuhan tidak akan mempersulit prosesi penyatuan itu. Hanya perlu ucapan janji suci, dan Tuhan akan merestui kebersamaan mereka. Semudah itu.Meyra telah resmi menjadi istri dari Alan Sanders. Namanya pun kini menjadi Meyra Gharvita Sanders.Rasanya tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang istri saat ini. Selama ini, ia telah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri. Apa pun yang ia lakukan, dirinya adalah pengambil keputusan tunggal.Neneknya yang sudah tua tentu saja hanya bisa mempercayakan semua keputusan padanya. Ia hanya memberikan nasehat-nasehat yang akan selalu diingat Meyra.Terlebih ketika dirinya menjadikan seorang istri suatu saat nanti. Dan 'suatu saat' itu telah tiba hari ini."Ayo, kita pergi." Sosok pemilik suara berat dan dalam itu mengajak Meyra tanpa menoleh padanya. Sosok yang kini menjadi suaminya.Alan Sanders telah menyelesaikan semua administrasi, dan kini dapat membawanya pergi dengan resmi.Meyra mengangguk sebagai respon. Reaksi getaran yang dihasilkan dari ciuman mereka tadi masih terasa hingga saat ini. Ia ingin menggandeng tangan lelaki yang akan mengangkat derajat hidupnya itu. Namun, Alan malah terlihat tidak peduli, dan berjalan di depan Meyra dengan langkah lebar.Tidak masalah. Ia dapat mengikuti langkah Alan dan rekan yang sejak tadi menemani lelaki itu. Sekilas, ia menoleh pada kedua gadis lainnya yang ikut dilelang bersama dengannya tadi. Tatapan sinis dan iri terlihat jelas di raut wajah mereka.Meyra teringat kata-kata mereka sebelum acara pelelangan tadi dimulai, "jangan berkecil hati jika nanti tidak ada yang menginginkanmu, kau bisa ikut pelelangan selanjutnya nanti. Nyonya Kartika akan mengupayakan yang terbaik untuk kita."Dan lihatlah, saat ini dirinya malah mendapatkan harga tertinggi dari semua gadis yang pernah dilelang. Memang benar, tidak ada yang tahu nasib seseorang ke depan.Sambil tersenyum lebar penuh rasa bangga, Meyra mempercepat langkahnya dan berjalan tepat di samping suaminya. Alan Sanders.Lelaki itu hanya melihatnya sekilas, cenderung sinis. Namun Meyra tidak peduli. Ia terlalu bahagia untuk menyadari hal itu. Wanita itu malah memberikan senyum terbaiknya pada sang suami. Senyum penuh ketulusan dan rasa terima kasih.Meyra menyadari bahwa episode baru dari hidupnya akan dimulai hari ini. Dan ia sangat siap untuk itu.Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar. "Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan mem
24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat. Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta. "Berani-beraninya kau menikah tanpa memberita
"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat. Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta. "Berani-beraninya kau menikah tanpa memberita
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar. "Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan mem
"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar.
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin