Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.
Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar."Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan memulai.Ia berjalan mendekati Meyra yang saat ini sedang duduk di bibir ranjang. Lalu ikut duduk di sampingnya."A-aku mengerti. Tidak ada yang tahu bagaimana masa depan. Anda pun demikian. Pasti mengejutkan karena harus menikah dengan cara seperti ini." ucap Meyra sambil terus memilin kedua tangannya di atas pangkuan. Berusaha menutupi perasaan gugupnya.Alan menarik napas panjang, lalu membawa kedua tangannya untuk meraih tangan wanita cantik di hadapannya itu.Well, ya. Harus diakui bahwa wanita ini memang cantik. Sangat cantik malah, apalagi dengan postur tubuhnya yang semampai. Alan tidak mungkin memungkiri keindahan ciptaan Tuhan yang saat ini berada di dalam kamarnya itu.Bahkan, Meyra masih pantas disandingkan dengan model-model papan atas dunia. Hanya saja, beberapa bagian penting di tubuh wanita yang kini menjadi istrinya ini memang lebih berisi dengan cara yang begitu tepat. Membuatnya tampak lebih cantik dan ... seksi!Jujur saja, tidak mudah bagi Alan yang merupakan lelaki normal untuk tidak memperhatikan bentuk payudara dan pinggul Meyra yang menggoda.Seandainya saja mereka bertemu dengan cara yang berbeda ...Shit! Fokus Alan, fokus!"Dengar, Meyra. Saat aku membeli dirimu di pelelangan tadi, aku hanya berpikir ingin melepaskanmu dari tradisi mengerikan itu. Seorang wanita dilelang seperti halnya barang. Itu mengerikan!" Alan memulai dengan suara pelan namun tegas. Ia sengaja melakukannya seperti itu agar Meyra mengerti setiap ucapannya dengan baik.Dari cara wanita itu berbicara, dapat dipastikan bahwa ia baru mempelajari bahasa Inggris.Meyra membalas tatapan Alan dan menyimak setiap katanya dengan tenang."Aku tidak tahu bahwa membeli dirimu artinya aku harus menikahi-mu juga. Aku hanya berniat ingin membuatmu bebas menjadi dirimu sendiri. Bukan budak nafsu dari seseorang.""Bukankah nafsu adalah hal paling primitif yang memang dimiliki setiap makhluk?" Meyra bertanya dengan polos.Alan terkejut mendengar pertanyaan Meyra. Ia sama sekali tidak menyangka akan mendapatkan respon demikian."Kau benar. Tapi, ketika kau merasakan dan meluapkannya, kau harus melakukan tanpa paksaan dari siapapun. Apalagi dari seorang lelaki asing yang sama sekali tidak kau kenal sebelumnya." jelas Alan berusaha untuk tetap tenang.Kepolosan wanita itu mulai membuatnya frustrasi."Tapi saat kau menjadi suamiku, kau bukan lagi orang asing bagiku. Kau adalah suamiku. Banyak yang menikah karena perjodohan, dan pernikahan mereka berlangsung lama dan selamanya." sahut Meyra lugas dan tanpa beban."Kau sama sekali tidak mengenalku, Meyra. Bisa saja aku berniat buruk padamu. Bagaimana kalau aku ingin menjual dirimu di New York. Atau menjadikanmu mesin pencetak uang. Kau tidak bisa mempercayai orang asing begitu saja." Alan mulai merasa semakin frustasi menghadapi wanita keras kepala di hadapannya itu. Ia melepaskan tangan Merya dan mengusap wajahnya dengan telapak tangan."Aku tahu kau tidak akan melakukan itu. Dan aku juga percaya pada penilaian Nyonya Kartika tentang pembeli kami. Ia tidak akan menyerahkan kami begitu saja pada sembarang orang." jawab Meyra lagi dengan yakin.Alan hanya mampu menatap wanita di sampingnya itu dengan pandangan tidak percaya. Lalu membawa mengusap rambutnya sendiri yang hitam dan lebat ke belakang, dan meremas tekuknya sambil menunduk ke bawah. Menatap lantai sambil berusaha menenangkan diri.Sabar tidak pernah menjadi karakternya. Dan saat ini, kesabarannya diuji dengan cara yang luar biasa.Lelaki itu terdiam beberapa saat, sebelum akhirnya menarik napas panjang dan menghembuskannya dalam sekali sentakan keras."Dengar, Meyra. Yang harus kau tahu adalah, aku tidak ingin mengikat diriku dalam pernikahan. Setidaknya tidak dalam waktu dekat. Jadi, kondisi ini ... maksudku, pernikahan ini, hanya bersifat sementara. Hanya sampai aku yakin kau sudah cukup siap untuk hidup sendiri di luar sana. Biar aku tebak, kau tidak pernah keluar dari pulau itu, benar kan?"Meyra hanya membalas tatapan Alan dalam diam. Untuk beberapa saat ia tidak menjawab apa pun, hingga membuat Alan berpikir bahwa wanita itu tidak mengerti ucapannya."Meyra? Kau mengerti maksudku?" tanya lelaki itu lagi memastikan.Wanita itu menarik napas panjang dan menghembuskannya cepat. Seakan baru saja memutuskan sesuatu yang berat."Anda benar. Aku memang tidak pernah keluar dari pulau itu. Mendaftar di pelelangan ini juga karena aku ingin segera pergi dari sana." jawab wanita itu akhirnya."Nah, anggap saja aku sudah membantumu mewujudkan keinginan itu." sahut Alan cepat sambil menepuk tangannya keras. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri di hadapan Merya sambil menopang pinggang dengan kedua tangannya. Wajahnya terlihat lega."Jadi kau setuju dengan usulan dariku?" Alan lanjut bertanya."Ya, dengan satu syarat." Meyra menjawab sambil menundukkan wajah. Ia menatap kakinya yang mengetuk-ngetuk lantai.Mendengar itu, Alan memutar kedua bola matanya jengah. "Sebenarnya, kau tidak dalam situasi yang berhak mengajukan persyaratan apa pun." sahut Alan tajam."Kalau begitu anggap saja ini permintaan." balas Meyra lagi dengan ngotot. Ia menatap lelaki yang berstatus suaminya itu dengan lantang dan berani. Sifat keras kepalanya terpancar dari sorot matanya yang indah dan bening.Alan mendesah pasrah. "Baiklah. Apa itu?" Akhirnya ia menyerah."Selama menjadi istrimu, izinkan aku menjadi seorang istri yang baik." ucap Meyra dengan suara tegas.Itu permintaan paling tidak masuk akal yang pernah didengar Alan. Ia menyangka bahwa Meyra akan meminta kebebasan serta uang bulanan sebagai nyonya Sanders."Istri yang baik?" Alan memastikan lagi dengan penuh rasa curiga."Ya. Aku akan menyiapkan semua keperluan anda. Membersihkan rumah anda dan juga membuat diriku nyaman berada di sana. Ah, apakah anda tinggal bersama keluarga? Karena jika benar, aku juga ingin diperkenalkan sebagai istri anda pada mereka."Alan terlalu terkejut hingga mampu berkata-kata."Aku tidak tinggal bersama keluarga." sahut Alan. "Syukurlah Granny tinggal di kota yang berbeda," lanjutnya dalam hati sambil mengingat sang nenek."Baiklah. Kalau begitu, cukup Anda membiarkan aku merasa nyaman berada di rumah anda nanti. Aku akan cepat menyesuaikan diri.""Kau bisa melakukan itu, maksudku membuat dirimu nyaman. Tapi kau tidak perlu menyiapkan semua keperluanku. Ada pelayan yang akan melakukannya."Meyra berpikir sejenak, sebelum akhirnya kembali menjawab, "kalau begitu, mereka bisa membantuku menyiapkan keperluan Anda." katanya riang sambil menarik kedua sudut bibirnya dan tersenyum lebar.24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat. Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta. "Berani-beraninya kau menikah tanpa memberita
"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar.
"Apa salahnya melewatkan malam selayaknya orang dewasa? Bukankah kita sama-sama sudah dewasa? Dan kita juga sudah menjadi suami istri secara sah," tegas Meyra seakan apa yang diucapkannya itu bukanlah hal yang besar. Setidaknya begitulah yang ia tunjukkan secara mati-matian di hadapan Allan. Berusaha agar terlihat santai, walau sebenarnya jantungnya seakan berlari kencang.Jika saja Allan tidak terlalu terkejut dengan kalimat gadis itu, mungkin ia juga dapat melihat semberaut warna merah muda di pipi Meyra yang kini muncul secara samar."Kau sepertinya sedang mabuk, Nona," geram Allan yang saat ini malah merasa bodoh. 'Ayolah Allan, kenapa kau harus bertingkah seperti remaja yang berciuman dengan wanita incaran untuk pertama sekalinya? Ini konyol!' Allan menggerutu di dalam hati. Ia telah mencium banyak wanita, bahkan lebih dari itu."Aku tidak mabuk," Meyra merasa semakin percaya diri. Ayolah, bukankah itu hal yang wajar? Lagi pula dirinya tidak ingin dianggap kolot oleh Allan. Untu
"Ingat, aku ingin kau berhati-hati berbicara dengan nenekku." Tiba di dalam kamar, Alan langsung memberi ultimatum. Meyra yang sedang mengagumi kamar luas dan nyaman tersebut seketika menoleh pada sang suami dengan terkejut."Maksudmu?" Dahi Meyra mengernyit saat bertanya."Aku tidak mau nenekku mengetahui proses pernikahan kita yang di luar nalar ini."Meyra merasa tersinggung saat mendengar ucapan suaminya itu, namun ditahan emosinya sebaik mungkin. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.Tenang Meyra, dia adalah suamimu. Ingat kata Nenek, patuhi suamimu, tenangkan kesalnya, lalu taklukkan jiwa dan raganya. Sabar adalah kunci! Meyra membatin sambil mengatur emosinya yang mulai panas."Tidak ada yang salah dengan pernikahan kita, Sayang.” Gadis itu sengaja menggunakan istilah sayang dan menekankan nadanya pada kata tersebut. Benar saja, alis Alan langsung terangkat, namun dia tidak memberikan komentar apa-apa, selain kedua bola matanya yang kemudian berputar 180 dera
Alan dan Meyra duduk di hadapan Nyonya Helena Sanders, neneknya Alan.Jantung Meyra merasa berdebar di bawah tatapan tajam wanita sepuh yang masih terlihat bugar itu. Ia merasa seperti sedang dihakimi neneknya sendiri, persis seperti saat neneknya hidup. Sorot mata bijak itu sedang menatapnya dengan pandangan penuh selidik.Di belakang Nyonya Helena, Leo dan seorang wanita lainnya juga ikut menonton. Menunggu klarifikasi dari mereka."Jadi sekarang jelaskan padaku, apa benar kalian sudah menikah?" tanya Nyonya Helena.Meyra melirik ke arah Alan dengan ujung matanya, lalu menemukan lelaki itu menarik napas dalam."Benar," jawab Alan singkat. Meyra kembali melirik tiga pasang mata di hadapannya untuk melihat reaksi yang mereka berikan.Semuanya tampak terkejut. Sesaat kemudian ..."How dare you!" pekik Nyonya Helena sambil bangkit dari duduknya dan mendekati Alan. Kepalan tangannya yang keriput memukuli tubuh sang cucu dengan membabi buta. "Berani-beraninya kau menikah tanpa memberita
Butuh satu jam lebih beberapa menit hingga mereka tiba di mension rumah milik Alan. Rumah suaminya itu terletak di salah satu perumahan di New jersey. Hal yang tidak terduga bagi Meyra, ternyata kota New jersey itu cukup asri dengan banyak pepohonan yang masih terlihat tumbuh di sana. Well, tentu saja tidak sebanyak pepohonan di pulai Lemuri tempat Meyra berasal.Perjalanan satu jam itu terasa singkat bagi Meyra karena gadis itu sibuk memperhatikan ke luar jendela mobil dengan pandangan takjum. Alan yang beberapa kali melirik sang istri dari samping itu tidak berkomentar banyak, ia maklum dan membiarkan saja kelakukan wanita yang dinikahinya sekitar 30an jam yang lalu itu. Ia akan memikirkan apa yang akan dilakukannya pada Meyra nanti. Saat ini banyak hal yang harus mendapatkan perhatiannya terkait bisnis mereka di New York. Alan kembali focus pada apa yang disampaikan Leo padanya selama sisa perjalanan itu.Saat tiba di rumah Alan, Meyra turun dari mobil saat Leo membukakannya pintu.
24 jam kemudian, Meyra dan Alan tiba di John F Kennedy airport, New York. Ini adalah pertama sekalinya Meyra melihat keadaan seramai dan sesibuk itu. Berbagai ras berlalu lalang dengan cepat disekitar mereka.Saat Meyra sedang celingak-celinguk layaknya gadis kampung yang masuk kota, dan langsung ke kota sebesar New York pula, Alan berdecak kesal begitu menyadari istri dadakannya itu tertinggal cukup jauh di belakangnya. Dengan tergesa lelaki itu berbalik dan berjalan menghampiri Meyrabdan menarik tangannya.Meyra terkejut saat menyadari tangannya digenggam erat oleh Alan. Lalu sebuah senyum tipis malu-malu terukir di bibirnya karena menyangka Alan adalah tipe suami yang cukup romantis karena sikapnya itu. Namun, senyum manis itu seketika memudar saat mendengar suara bernada dingin dari sang suami."Apa kau bisa berjalan lebih cepat sedikit? Aku bisa terlambat ke kantor jika caramu berjalan masih selambat siput!" Alan berkata dengan senyum dipaksa karena menahan frustasi."Ah ... Eh,
Alan masih tidak percaya bahwa dirinya telah menjadi seorang suami saat ini. Lebih parahnya lagi, ia menikahi seorang wanita yang sama sekali tidak dikenalnya.Lelaki itu melirik wanita yang beberapa jam yang lalu dinikahinya itu. Ia sedang memikirkan bagaimana cara menjelaskan semuanya pada Meyra."Meyra ..." panggil Alan akhirnya setelah sekian lama mereka hanya diam dan terjebak di dalam situasi kaku tersebut.Setelah tiba di hotel tadi, mereka langsung masuk ke dalam kamar dan memilih memesan makanan dari kamar saja.Meyra menoleh dan tampak berusaha menutupi rasa gugupnya dengan tersenyum kaku."Ya?" Suara wanita itu terdengar bergetar. "Kita harus membicarakan sesuatu. Aku rasa ini serius. Kau harus benar-benar paham akan situasi ini."Meyra tidak menyahut. Ia hanya mendengar dengan dahi berkerut. Menandakan saat ini wanita itu sedang kebingungan."Jujur saja, aku tidak pernah berpikir akan menikah seperti ini. Aku bahkan tidak berniat untuk menikah dalam waktu dekat." Alan mem
"10.000 dollar?" Meyra tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Dan yang membuat dirinya lebih tidak percaya lagi adalah nilai fantastis itu ditawarkan oleh lelaki bermata tajam tadi. Lelaki yang membuat matanya terpaku untuk beberapa saat. Yang wajahnya terlihat kesal dan marah.Lalu kenapa ia mau memberikannya harga setinggi itu?Rasanya tidak mungkin. Itu adalah harga termahal sepanjang sejarah pelelangan ini. Belum pernah ada seorang gadis pun yang terjual dengan harga setinggi itu. Dan hari ini, dirinya yang digunjingkan tidak akan ada yang menginginkan, terjual dengan harga paling tinggi.Berkali-kali lipat lebih tinggi dari gadis lain yang pernah dilelang di sini.Harga tertinggi sebelumnya adalah 2500 dollar. Dan dirinya berhasil memecahkan rekor dengan angka 10000 dollar."Berapa banyak itu jika dihitung dalam jumlah rupiah?" batinnya mulai menghitung-hitung.Dalam pelelangan ini, pihak penyelenggara pelelangan memang lebih memilih menggunakan mata uang US dollar.
"Ayo Nona Meyra, berputar lah." kata sang presenter sambil mendorong sedikit bahunya agar melakukan putaran. Meyra melakukannya. Gaun biru laut sebatas betis yang ia kenakan saat ini berayun dan jatuh dengan sempurna. Memamerkan lekukan tubuhnya tanpa harus terlihat murahan.Ini adalah gaun terbaik yang ia miliki. Gaun yang dijahitkan oleh neneknya sekitar dua tahun yang lalu. Namun, cukup jarang ia kenakan. Hanya di waktu-waktu tertentu saja. Gaun itu memiliki lengan sebatas siku, dan kancing yang berjejer rapi di sepanjang dada hingga pinggang. Bagian roknya berbentuk circle hingga sebatas betis. Sederhana, namun sangat manis. Begitu yang dikatakan neneknya saat ia mengenakannya untuk pertama sekali."Bentuk tubuhnya sempurna. Dengan pinggul yang melengkung indah bak gitar spanyol." ujar sang presenter lagi. Lalu siulan terdengar dari arah kerumunan. Membuat wajah Meyra memerah karena menahan malu."Lihat dan perhatikanlah. Bentuknya yang sempurna. Aku berani menjamin ia tidak aka
“Pelelangan?” Alan langsung merasa tertarik saat pagi itu Mr. Handoko mengajaknya ke salah satu pelelangan paling menarik yang pernah ada. Setidaknya begitu yang rekan bisnisnya itu katakan."Ya. Percayalah, anda tidak akan kecewa dalam pelelangan kali ini. Ini adalah yang paling istimewa, sedikit tersembunyi dan primitif. Hanya orang-orang tertentu yang mengetahuinya." Lelaki itu terkekeh sambil mengedipkan sebelah matanya menggoda. Membuat Alan merasa semakin penasaran.“Well, Ok. Aku pikir itu cukup menarik untuk menghabiskan waktu kita hari ini. Aku sudah merasa cukup puas dengan pantai dan pertunjukan seni yang anda persiapkan dalam dua hari ke belakang." Alan mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mempertimbangkan. Tidak ada salahnya ia ikut. Lagi pula itu tidak akan memakan waktu terlalu lama. Sore nanti ia akan kembali ke New York dan meninggalkan pulau yang dikenal dengan titisan surga ini."Itu adalah jawaban yang aku inginkan, Mr. Sander. Anda tidak akan menyesal. Aku jamin