Setelah memantau ke beberapa tempat untuk mengetahui pergerakan musuh, Prabu Jayadewata membawa Kameswara kembali pulang.
Sampai di kamarnya, Kameswara belum merasakan ngantuk. Bingung apa yang ingin dilakukan, dia memilih membuka kitab Raja Racun. Membaca isinya."Kitab ini sedikit risih saat dibawa. Aku akan menyalinnya ke daun lontar, kain atau kulit binatang!"Terpikirkan kepada siapa dia akan memberikan kitab ini. Siapa yang pantas memilikinya. Karena untuk sementara dia tidak berminat mempelajarinya."Tidak semua harus bisa, aku yakin ada yang lebih ahli dan cepat dalam menguasainya. Nah, bagaimana kalau aku serahkan dulu kepada Kakek Ranu Baya?"Kameswara menggulung kembali kitab Raja Racun karena tiba-tiba saja telinganya yang tajam mendengar kelebatan halus di belakang kamarnya.Segera dia mendekat ke jendela belakang. Mengintip dari celah-celah. Ada dua sosok berkelebat cepat. Kameswara usap bahu kiri sehingga dia bisaKameswara memilih kembali ke dalam kamarnya. Tidak mau banyak pikiran lagi akhirnya dia berusaha memejamkan matanya. Membuang semua keresahannya. Tidur sambil semedi.Pemuda ini terlelap begitu nyenyak. Meski badannya tidak lelah, tapi ngantuk tetap ada dan harus diistirahatkan. Biar pada saat bangun kondisinya segar kembali.Beberapa lama kemudian saat waktu 'balebat' (subuh). Kameswara terbangun oleh suara merdu mendayu dengan alunan nada indah yang menyeruak ke telinga.Suara ini begitu menyentuh hati. Dia ingat ketika menginap di majelis Dzikir Haji Purwa Galuh. Ini adalah orang yang sedang membaca kitab Al-Qur'an, tapi suaranya perempuan.Kameswara beranjak ke tempat air untuk membersihkan diri. Setelah itu dia membuka jendela belakang, melihat langit. Memang sudah waktunya subuh.Kemudian dia melakukan kewajibannya sebisa yang dia mampu. Namun, dia mengerjakannya secara khusyuk. Biarpun tidak hafal bacaannya, dia meresapi setiap ger
"Tampaknya mereka pendekar golongan putih, hanya saja kita tidak mengenali siapa mereka!""Apa mungkin rencana penyerangan ini sudah bocor, sehingga pihak kerajaan meminta bantuan kepada pendekar-pendekar golongan putih?""Entahlah, orang yang di dalam istana tidak memberikan keterangan tentang hal ini!""Benar, kita hanya menerima kabar dari Gusti Amuk Marugul bahwa keadaan istana rapuh!""Atau jangan-jangan ini jebakan!""Tidak mungkin!""Betul, yang memberi tahu adalah pengawal pribadi Amuk Marugul langsung!""Kita tunggu perkembangannya, tapi sepasang pendekar itu sangat mencurigakan, apa kita bereskan saja mereka sekarang sebelum hari penyerangan, sekedar jaga-jaga supaya nanti tidak menjadi halangan lagi?""Jangan bertindak gegabah, ingat sebelum hari penyerangan jangan ada satupun yang membuat kegaduhan!""Tapi kalau kita pancing mereka menjauh dari kota, lalu kita habisi, bagaimana?""T
Kameswara tidak benar-benar pergi. Dia menunggu Wirasoma meninggalkan Sriwuni. Sementara Citrawati sudah pergi ketika pasangan selingkuh itu mulai melakukan hal-hal tabu.Bukan cemburu, tapi muak. Sementara Kameswara tidak ada rasa apapun saat menyaksikan mereka. Kecuali menahan 'kabita' dari gejolak sebagai lelaki normal.Pergumulan Sriwuni dan Wirasoma tidak lama. Mereka seperti sedang dikejar-kejar, jadi cepat diselesaikan. Keduanya menghempaskan napas puas setelah berhasil menggapai puncak."Aku akan mencari cara agar kau bisa masuk ke istana," kata Wirasoma sambil merapikan pakaiannya yang acak-acakan."Kau tidak perlu repot, aku akan menunggumu di luar!" Sriwuni masih membiarkan pakaiannya tersingkap di beberapa tempat. Keringatnya tampak bercucuran."Keadaan di luar sangat berbahaya. Kalau tidak bisa masuk ke istana, aku harap kau jangan keluyuran di luar. Cari tempat aman!""Baiklah, kita lihat saja nanti!""Aku
Sejak tadi sebenarnya Kameswara menahan gelora kelelakian yang mendobrak dari dalam benaknya. Bagaimana tidak, tubuh Sriwuni bagaikan mempunyai daya tarik yang membuat iman meleleh.Setiap wanita mempunyai daya tarik yang berbeda. Jika sebelumnya Kameswara selalu canggung menghadapi wanita. Kali ini dia tidak menutupi hasratnya lagi.Perlahan tangan pemuda ini menyibakkan pakaian Sriwuni bagian atas sehingga terbukalah bukit kembar membusung kencang dan besar. Sepertinya paling besar di antara yang pernah dia lihat.Sementara Sriwuni diam dengan tatapan seolah menantang si jantan untuk berbuat lebih. Jantung Kameswara berdegup cepat. Ini adalah kelemahannya, tidak kuat menahan godaan birahi.Salah satu tangannya bergerak meraba salah satu bukit berwarna sawo matang yang puncaknya tampak kemerahan. Keras tapi empuk. Untuk menghilangkan gemetar, tangannya meremas.Sriwuni memekik kecil, tubuhnya menggeliat. Dagunya terangkat, bibir terbuka
Yang paling terkejut adalah Citrawati, tapi juga senang karena tidak salah orang tadi siang mencurahkan unek-uneknya. Sementara Wirasoma tampak berwajah masam melihat perubahan sikap istrinya."Kau tambah kuat saja, Bocah!" ujar Nyai Padmasari.Kameswara hanya membalas dengan senyum canggung. "Maaf, kalau saya tidak sopan!""Sudahlah, bagi yang ada perlu dengannya, nanti nunggu giliran, hehehe!" celetuk Ranu Baya lalu menarik Kameswara ke suatu tempat.Orang yang baru melihat Kameswara tampak kagum dan terpana melihat aura yang memancar dari pemuda itu.Pandangan mereka yang sebelumnya menganggap Wirasoma adalah pendekar muda yang paling berbakat seketika berubah setelah melihat Kameswara.Ternyata Kameswara di bawa ke kamar yang disediakan untuk Ranu Baya. Sambil minum teh pahit, Kameswara melaporkan semua tugas yang telah dilaksanakan."Bagus, sesuai dugaanku. Beberapa pusaka memang berjodoh denganmu!" ujar Ranu Baya.
Salah seorang prajurit pengintai melaporkan bahwa pasukan musuh sudah bergerak. Mereka akan menyerang malam ini. Semua prajurit Galuh bersama para pendekar dari beberapa perguruan segera bersiaga.Sesuai perintah, mereka bergerak ke tempat masing-masing. Ratusan prajurit Galuh menjadi garda terdepan menyambut serangan. Sedangkan para pendekar akan muncul untuk menghadapi pendekar dari golongan hitam."Sesuai rencana Gusti Prabu, biarkan mereka memasuki gerbang. Kita akan hadapi di dalam, sampai mereka tidak bisa keluar lagi!" Seorang senapati memberi instruksi.Namun, dia tidak tidak tahu pasukan paling depan yang akan menghadapi musuh adalah prajurit Japura yang menyamar. Di antara mereka ada yang berbisik-bisik."Bagaimana, apakah pasukan luar berada di paling depan?""Ya, sesuai perintah Gusti Prabu. Semua sudah di atur!""Bagus, lah!"Pintu gerbang memang tampak tertutup, tapi tidak diganjal dengan galah pengunci. Se
Kala Maruta pemimpin perguruan Puser Angin memandang penuh kebencian kepada perempuan yang telah menghancurkan hatinya di masa lalu. Nyai Padmasari bersikap tenang saja sambil mengukur kekuatan lawan."Aku tidak akan lupa akan sakit hatiku, malam ini kutuntaskan dendamku!" geram Kala Maruta.Dua tangan sebatas siku sudah diselimuti angin hitam yang berputar-putar. Dia bersiap melepaskan 'Pukulan Angin Hitam'."Lakukan kalau kau mampu. Salah sendiri kenapa memilih jalan sesat!" balas Nyai Padmasari."Dasar wanita, tidak mau disalahkan!""Jangan banyak basa-basi, Kala Maruta!" Nyai Padmasari sudah mengalirkan tenaga dalam ke dua tangan.Menggunakan teknik perubahan. Tenaga dalam berubah bentuk menjadi sepasang pedang yang tergenggam di tangan.Pedang Bayangan.Sebagai guru Citrawati tentu saja dia juga sudah ahli dalam ilmu Pedang Bayangan. Sepasang pedang tampak menyilaukan dengan cahaya putih yang berpendar.
Nyai Padmasari menghempas napas lega. Karena seandainya pertarungan dilanjutkan, mungkin dia juga tidak akan kuat lagi.Akhirnya dia memilih tempat aman untuk memulihkan diri. Organ bagian dalamnya terasa terbakar dan tidak karuan.Jderrr!Tiba-tiba di atas langit terjadi ledakan yang memercikkan bunga api besar sehingga sempat menerangi jagat raya dalam beberapa kejap. Apa yang terjadi?Beberapa saat sebelumnya. Di pertarungan yang lain antara Ranu Baya melawan Gentasora. Dedengkot kelas atas perguruan Sangga Buana dan Laskar Siluman Merah.Pertarungan mereka bukan pertarungan biasa yang menggunakan jurus pukulan atau ajian. Mereka adalah pendekar kelas atas yang tahapannya hampir mencapai Batara.Mereka juga satu sama lainnya adalah musuh bebuyutan. Tidak ada dendam pribadi di antara mereka.Hanya persaingan kekuatan saja. Sebelumnya beberapa kali bentrok juga belum menemukan siapa yang menang atau kalah.Seka
"Arum, apakah Rahyang Sora dengan Purbasora itu sama?" tanya Kameswara setelah mereka berjalan jauh.Puspa Arum tampak melirik sejenak dengan kening mengkerut."Benar, kenapa dia sepertinya mengumpulkan orang-orang persilatan?" jawab Puspa Arum dengan pertanyaan balik."Entahlah!" Padahal Kameswara sudah menduga-duga apa yang menjadi tujuan sang menantu raja itu.Kemudian Puspa Arum mengaitkan dengan kabar yang selama ini beredar tentang persaingan antara Purbasora yang menantu raja dengan Wiratara yang merupakan putra raja."Apakah sampai sekotor itu?" batin si gadis mungil. Memikirkan intrik dalam kerajaan terlihat begitu rumit. Selalu ada perebutan tahta. Satu sama lainnya merasa paling berhak.Tak lama kemudian mereka sampai di tempat peristirahatan Nyai Mintarsih bersama dua murid wanita lainnya.Akan tetapi baru saja sampai, mereka mendengar suara kehadiran orang lain. Orang banyak."Kalian semua pegang ta
"Mohon ampun, Tuan. Ternyata padepokan itu menyimpan pendekar maha sakti," lapor salah satu dari tiga jubah hitam yang berhasil kabur dari Kameswara."Omong kosong!"Yang lain ikut menjelaskan bahwa Kameswara yang disebut pendekar maha sakti tiba-tiba muncul di udara dan melepaskan angin badai yang menghempas semua anggota laskar.Diceritakan juga pertarungan melawan Kameswara yang menggunakan senjata aneh yang sangat mematikan hingga tersisa tiga orang saja.Itu juga kalau tidak segera kabur mungkin mereka sudah menjadi mayat bersama yang lainnya."Bagaimana bentuk senjata itu?"Salah seorang menjelaskan bentuk senjata yang digunakan Kameswara."Kujang!" desis sang pemimpin.Di masa ini kujang hanya di miliki orang-orang tertentu saja. Masyarakat biasa belum banyak yang tahu. Hanya kalangan bangsawan saja yang memiliki sebagai simbol seorang bangsawan.Akan tetapi yang dijelaskan anak buahnya, kujang i
Semua penghuni padepokan Mega Sutra merasakan hawa sakti yang kuat ini. Begitu juga Laskar Dewawarman, tapi pasukan jubah hitam ini tidak mengendurkan serangan.Crash! Srass!Korban berjatuhan lagi. Yang masih bertahan berlumuran darah menahan panas dan perih yang diderita. Termasuk Ki Jagatapa dan sang istri juga sudah banyak terluka.Brukk! Brugh!Wajah sepasang guru tampak memucat ketika melihat jumlah muridnya semakin berkurang.Apakah ini akhir riwayat padepokan Mega Sutra yang sudah berdiri puluhan tahun? Apakah akan mengalami nasib yang sama dengan dua padepokan besar sebelumnya?Hilang dari dunia persilatan tinggal nama. Dua padepokan besar saja bisa musnah, apalagi ini cuma padepokan kecil yang tidak terkenal.Pada saat itu hawa sakti asing semakin kuat. Sebentar kemudian segelombang angin dahsyat berhembus kencang bagaikan badai yang menghantam.Anehnya gelombang angin ini tidak menghantam murid-murid
Ki Jagatapa, Arya Soka dan Rana Surya langsung merangsek ke paling depan semuanya menghunus senjata.Si jubah hitam yang paling depan tampak tersenyum merendahkan. Tangannya melambai memberi isyarat kepada yang lainnya.Tanpa sepatah kata, Laskar Dewawarman yang hanya menurunkan sepuluh orang saja meloncat dari kuda masing-masing dan menyerang murid-murid padepokan Mega Sutra.Tidak seperti saat menyerang padepokan Sagara Kaler yang tidak turun dari kuda. Entah kenapa, mungkin mereka mempunyai perhitungan sendiri sampai harus turun dari kuda.Setiap satu orang berjubah hitam menghadai tiga sampai empat murid. Ada yang hanya murid laki-laki atau perempuan, tapi ada juga yang gabungan keduanya.Ki Jagatapa dan Nyai Mintarsih masing-masing menghadapi satu orang.Trang! Trang! Trang!Pertempuran sengit di pagi hari menghiasi padepokan kecil yang setiap harinya dilalui dengan damai ini. Perkiraan Ki Jagatapa tidak meleset. Be
Sejak tahu Puspa Arum diam-diam mengunjungi Kameswara di puncak bukit, Rana Surya jadi ingin tahu lebih banyak tentang Kameswara.Yang dia tahu Kameswara hanya buronan yang sedang dicari-cari pihak kerajaan. Namun, kehadirannya terasa menjadi penghalang baginya untuk memiliki Puspa Arum.Ya, Rana Surya memang menyukai gadis bertubuh mungil itu sejak dia masuk ke padepokan ini. Sejak itu pula dia selalu melakukan pendekatan.Rana Surya merasa sudah menaklukan sifat si gadis yang judes. Karena kalau sedang bersamanya Puspa Arum tidak lagi judes, malah bersikap baik dan manis.Sehingga Rana Surya menyangka gadis mungil itu juga menyukainya, tapi setelah mengenal Kameswara ada sedikit perubahan pada si gadis.Yang paling mengejutkan adalah kejadian tadi, diam-diam mengunjungi Kameswara dengan membawa makanan. Walaupun sikapnya sengaja dibuat acuh, tapi tetap saja ada yang aneh.Dari kejauhan Rana Surya memperhatikan Kameswara yang se
"Dia masih bersemedi di puncak!" Yang menjawab adalah Arya Soka."Bersemedi!"Banyak tanda tanya muncul salam benak Puspa Arum. Bukankah dia murid baru? Pertama kali bertemu saja dia tidak memiliki kepandaian apa-apa.Lantas mengapa sekarang semedi? Hal yang dilakukan oleh seseorang yang sudah tinggi ilmunya."Sebenarnya siapa dia, Ayah?" tanya Puspa Arum lagi."Sebenarnya dia seorang pendekar besar,""Untuk apa bersemedi?" Si gadis sepertinya penasaran. Padahal tempo hari dia begitu kesal pada pemuda itu."Pada saat aku temukan dalam keadaan pingsan, semua cakranya tertutup sehingga kesaktiannya terkunci,""Dari mana asalnya?"Sekali lagi Puspa Arum dibuat tersipu malu saat ditatap dengan pandangan aneh."Memangnya aku tidak boleh bertanya?" lanjut si gadis.Karena memang tidak biasanya Puspa Arum banyak bertanya. Biasanya juga judes walaupun di depan ayah, ibu dan kakaknya. Bicara ha
Si jubah hitam tertawa lantang. "Kalau kalian tidak bisa melihat gerakanku, berarti kalian bukan tandinganku!"Dua murid padepokan saling pandang. Memang benar, rekannya tewas seketika tanpa terlihat gerakan si jubah hitam.Melihat wajah si jubah hitam sepertinya masih seumuran dengan mereka, tapi mimiknya yang kaku tampak seperti topeng. Bukan wajah aslinya."Bersiaplah menyusul kawan kalian!"Si jubah merah sudah bergerak lagi. Lebih cepat dari sebelumnya. Tahu-tahu ujung pedangnya sudah mengancam mereka.Trang! Trang!Dua murid hanya mempunyai kesempatan kecil. Masih beruntung bisa menangkis serangan si jubah hitam walau mereka harus tersurut mundur beberapa langkah.Tenaga dalam si jubah hitam ini tiga tingkat di atas mereka. Murid andalan padepokan Sagara Kaler ini memprediksikan hasil dari pertarungan ini.Namun, mereka tidak ingin mati sia-sia. Setidaknya lawan juga harus mendapatkan ajalnya. Maka keduany
Di puncak bukit padepokan Mega Sutra Ki Jagatapa mulai membantu Kameswara untuk membuka Cakra tersisa yang masih tertutup.Ki Jagatapa membantu dengan cara mengajak Kameswara bertarung. Pada awalnya si kakek melancarkan serangan pelan-pelan saja."Jangan menghindar, tapi lawan!"Kameswara mengikuti arahan Ki Jagatapa. Tidak menghindar serangan, tapi menyambut dengan memapak, menangkis bahkan beradu pukulan.Karena hanya menggunakan tenaga kasar, maka Kameswara melakukannya dengan hati-hati. Terutama keseimbangan dan kuda-kuda serta mengatur napas yang tepat.Demi mendapatkan kembali kesaktiannya Kameswara tidak peduli rasa sakit yang didapatkan ketika menangkis, memapak atau beradu pukulan.Berkali-kali Kameswara terjatuh dan mendapatkan luka lebam, tapi itu bukan masalah baginya. Tentu saja karena ada sabuk sakti.Kameswara tidak ubahnya orang yang benar-benar baru belajar silat.Semakin lama gerakan Ki Jagatap
Di kediaman Nyai Mintarsih.Si gadis mungil tampan bersungut-sungut sedang membalurkan ramuan obat pada tubuh Kameswara yang penuh luka.Pemuda ini melepas pakaian atasnya sehingga nampak bentuk tubuhnya kekar dan gagah meski penuh goresan luka.Kameswara senyum-senyum penuh kemenangan. Rasanya cukup setimpal atas apa yang didapatkan sebelumnya.Diobati oleh tangan mungil nan indah seorang gadis cantik putrinya sang guru padepokan.Nyai Mintarsih sudah tahu akan datangnya Kameswara atas suruhan suaminya. Wanita ini pernah melihat Kameswara sewaktu dalam keadaan pingsan saat dibawa oleh Ki Jagatapa.Tentu saja karena untuk menuju ke padepokan atas harus melewati padepokan bawah dulu.Ketika sang putri melaporkan, Nyai Mintarsih sudah menduga pasti ada kesalahpahaman. Begitu melihat siapa yang ditangkap, dia langsung membebaskan Kameswara.Sebagai bentuk tanggung jawab atas kesalahpahaman ini, Puspa Arum si gadis