Ketika salah seorang berkelebat mundur dan langsung mengambil langkah seribu, Kameswara lemparkan salah satu kujang seperti melempar tombak.
Kujang melesat lebih cepat dan menembus punggung orang tersebut.Tak ayal lagi orang ini tersungkur langsung tak berkutik. Dari lubang di punggung yang tertembus kujang mengepulkan asap hitam panas.Tinggal dua yang sudah basah kuyup oleh keringat. Baru kali ini merasakan apa itu takut. Terutama takut kematian.Selama ini mereka selalu diberikan kemenangan dalam pertarungan sehingga selalu senang dalam berbuat sewenang-wenang.Sekarang melihat Kameswara bagaikan melihat sosok dewa kematian yang sebentar lagi menjemput ajalnya.Seketika ada hati kecil yang luluh menyesali setiap perbuatannya yang kebanyakan menyakiti orang lain.Karena pada dasarnya sifat manusia itu baik. Hanya kemampuan dan kekuatan cara mengendalikan hawa nafsu yang berbeda-beda.Nafsu yang tidak terkendaSetelah memantau ke beberapa tempat untuk mengetahui pergerakan musuh, Prabu Jayadewata membawa Kameswara kembali pulang.Sampai di kamarnya, Kameswara belum merasakan ngantuk. Bingung apa yang ingin dilakukan, dia memilih membuka kitab Raja Racun. Membaca isinya."Kitab ini sedikit risih saat dibawa. Aku akan menyalinnya ke daun lontar, kain atau kulit binatang!"Terpikirkan kepada siapa dia akan memberikan kitab ini. Siapa yang pantas memilikinya. Karena untuk sementara dia tidak berminat mempelajarinya."Tidak semua harus bisa, aku yakin ada yang lebih ahli dan cepat dalam menguasainya. Nah, bagaimana kalau aku serahkan dulu kepada Kakek Ranu Baya?"Kameswara menggulung kembali kitab Raja Racun karena tiba-tiba saja telinganya yang tajam mendengar kelebatan halus di belakang kamarnya.Segera dia mendekat ke jendela belakang. Mengintip dari celah-celah. Ada dua sosok berkelebat cepat. Kameswara usap bahu kiri sehingga dia bisa
Kameswara memilih kembali ke dalam kamarnya. Tidak mau banyak pikiran lagi akhirnya dia berusaha memejamkan matanya. Membuang semua keresahannya. Tidur sambil semedi.Pemuda ini terlelap begitu nyenyak. Meski badannya tidak lelah, tapi ngantuk tetap ada dan harus diistirahatkan. Biar pada saat bangun kondisinya segar kembali.Beberapa lama kemudian saat waktu 'balebat' (subuh). Kameswara terbangun oleh suara merdu mendayu dengan alunan nada indah yang menyeruak ke telinga.Suara ini begitu menyentuh hati. Dia ingat ketika menginap di majelis Dzikir Haji Purwa Galuh. Ini adalah orang yang sedang membaca kitab Al-Qur'an, tapi suaranya perempuan.Kameswara beranjak ke tempat air untuk membersihkan diri. Setelah itu dia membuka jendela belakang, melihat langit. Memang sudah waktunya subuh.Kemudian dia melakukan kewajibannya sebisa yang dia mampu. Namun, dia mengerjakannya secara khusyuk. Biarpun tidak hafal bacaannya, dia meresapi setiap ger
"Tampaknya mereka pendekar golongan putih, hanya saja kita tidak mengenali siapa mereka!""Apa mungkin rencana penyerangan ini sudah bocor, sehingga pihak kerajaan meminta bantuan kepada pendekar-pendekar golongan putih?""Entahlah, orang yang di dalam istana tidak memberikan keterangan tentang hal ini!""Benar, kita hanya menerima kabar dari Gusti Amuk Marugul bahwa keadaan istana rapuh!""Atau jangan-jangan ini jebakan!""Tidak mungkin!""Betul, yang memberi tahu adalah pengawal pribadi Amuk Marugul langsung!""Kita tunggu perkembangannya, tapi sepasang pendekar itu sangat mencurigakan, apa kita bereskan saja mereka sekarang sebelum hari penyerangan, sekedar jaga-jaga supaya nanti tidak menjadi halangan lagi?""Jangan bertindak gegabah, ingat sebelum hari penyerangan jangan ada satupun yang membuat kegaduhan!""Tapi kalau kita pancing mereka menjauh dari kota, lalu kita habisi, bagaimana?""T
Kameswara tidak benar-benar pergi. Dia menunggu Wirasoma meninggalkan Sriwuni. Sementara Citrawati sudah pergi ketika pasangan selingkuh itu mulai melakukan hal-hal tabu.Bukan cemburu, tapi muak. Sementara Kameswara tidak ada rasa apapun saat menyaksikan mereka. Kecuali menahan 'kabita' dari gejolak sebagai lelaki normal.Pergumulan Sriwuni dan Wirasoma tidak lama. Mereka seperti sedang dikejar-kejar, jadi cepat diselesaikan. Keduanya menghempaskan napas puas setelah berhasil menggapai puncak."Aku akan mencari cara agar kau bisa masuk ke istana," kata Wirasoma sambil merapikan pakaiannya yang acak-acakan."Kau tidak perlu repot, aku akan menunggumu di luar!" Sriwuni masih membiarkan pakaiannya tersingkap di beberapa tempat. Keringatnya tampak bercucuran."Keadaan di luar sangat berbahaya. Kalau tidak bisa masuk ke istana, aku harap kau jangan keluyuran di luar. Cari tempat aman!""Baiklah, kita lihat saja nanti!""Aku
Sejak tadi sebenarnya Kameswara menahan gelora kelelakian yang mendobrak dari dalam benaknya. Bagaimana tidak, tubuh Sriwuni bagaikan mempunyai daya tarik yang membuat iman meleleh.Setiap wanita mempunyai daya tarik yang berbeda. Jika sebelumnya Kameswara selalu canggung menghadapi wanita. Kali ini dia tidak menutupi hasratnya lagi.Perlahan tangan pemuda ini menyibakkan pakaian Sriwuni bagian atas sehingga terbukalah bukit kembar membusung kencang dan besar. Sepertinya paling besar di antara yang pernah dia lihat.Sementara Sriwuni diam dengan tatapan seolah menantang si jantan untuk berbuat lebih. Jantung Kameswara berdegup cepat. Ini adalah kelemahannya, tidak kuat menahan godaan birahi.Salah satu tangannya bergerak meraba salah satu bukit berwarna sawo matang yang puncaknya tampak kemerahan. Keras tapi empuk. Untuk menghilangkan gemetar, tangannya meremas.Sriwuni memekik kecil, tubuhnya menggeliat. Dagunya terangkat, bibir terbuka
Yang paling terkejut adalah Citrawati, tapi juga senang karena tidak salah orang tadi siang mencurahkan unek-uneknya. Sementara Wirasoma tampak berwajah masam melihat perubahan sikap istrinya."Kau tambah kuat saja, Bocah!" ujar Nyai Padmasari.Kameswara hanya membalas dengan senyum canggung. "Maaf, kalau saya tidak sopan!""Sudahlah, bagi yang ada perlu dengannya, nanti nunggu giliran, hehehe!" celetuk Ranu Baya lalu menarik Kameswara ke suatu tempat.Orang yang baru melihat Kameswara tampak kagum dan terpana melihat aura yang memancar dari pemuda itu.Pandangan mereka yang sebelumnya menganggap Wirasoma adalah pendekar muda yang paling berbakat seketika berubah setelah melihat Kameswara.Ternyata Kameswara di bawa ke kamar yang disediakan untuk Ranu Baya. Sambil minum teh pahit, Kameswara melaporkan semua tugas yang telah dilaksanakan."Bagus, sesuai dugaanku. Beberapa pusaka memang berjodoh denganmu!" ujar Ranu Baya.
Salah seorang prajurit pengintai melaporkan bahwa pasukan musuh sudah bergerak. Mereka akan menyerang malam ini. Semua prajurit Galuh bersama para pendekar dari beberapa perguruan segera bersiaga.Sesuai perintah, mereka bergerak ke tempat masing-masing. Ratusan prajurit Galuh menjadi garda terdepan menyambut serangan. Sedangkan para pendekar akan muncul untuk menghadapi pendekar dari golongan hitam."Sesuai rencana Gusti Prabu, biarkan mereka memasuki gerbang. Kita akan hadapi di dalam, sampai mereka tidak bisa keluar lagi!" Seorang senapati memberi instruksi.Namun, dia tidak tidak tahu pasukan paling depan yang akan menghadapi musuh adalah prajurit Japura yang menyamar. Di antara mereka ada yang berbisik-bisik."Bagaimana, apakah pasukan luar berada di paling depan?""Ya, sesuai perintah Gusti Prabu. Semua sudah di atur!""Bagus, lah!"Pintu gerbang memang tampak tertutup, tapi tidak diganjal dengan galah pengunci. Se
Kala Maruta pemimpin perguruan Puser Angin memandang penuh kebencian kepada perempuan yang telah menghancurkan hatinya di masa lalu. Nyai Padmasari bersikap tenang saja sambil mengukur kekuatan lawan."Aku tidak akan lupa akan sakit hatiku, malam ini kutuntaskan dendamku!" geram Kala Maruta.Dua tangan sebatas siku sudah diselimuti angin hitam yang berputar-putar. Dia bersiap melepaskan 'Pukulan Angin Hitam'."Lakukan kalau kau mampu. Salah sendiri kenapa memilih jalan sesat!" balas Nyai Padmasari."Dasar wanita, tidak mau disalahkan!""Jangan banyak basa-basi, Kala Maruta!" Nyai Padmasari sudah mengalirkan tenaga dalam ke dua tangan.Menggunakan teknik perubahan. Tenaga dalam berubah bentuk menjadi sepasang pedang yang tergenggam di tangan.Pedang Bayangan.Sebagai guru Citrawati tentu saja dia juga sudah ahli dalam ilmu Pedang Bayangan. Sepasang pedang tampak menyilaukan dengan cahaya putih yang berpendar.
Kameswara menatap sejenak situasi di depannya. Asmarini duduk menyandar ke bahu raga kasarnya. Di atasnya Payung Terbang memayungi keduanya. Pendekar muda ini tersenyum. Kemudian sukma Kameswara masuk kembali ke dalam tubuh kasarnya. Pedang Bunga Emas otomatis terpegang di tangannya. Asmarini langsung sadar dari lamunannya. "Kakang sudah kembali!" Asmarini langsung menyimpan payungnya. Tangan kiri memegang pedang, tangan kanan merangkul tubuh istrinya. "Inikah Pedang Bunga Emas?" Kameswara pura-pura tidak tahu. "Terbuat dari emas dan menebarkan harum, ini memang pedang pusaka leluhur. Kakang telah membawanya dengan selamat. Terima kasih banyak, Kang!" "Aku suamimu, pasti akan melakukan apapun demi kebahagiaanmu. Tidak perlu berterima kasih. Ini, simpanlah!" Asmarini menerima pedang pusaka tersebut, lalu dia menggeser duduknya hingga saling berhadapan. "Aku juga rel
Blang!Kameswara menemukan sebuah ruangan bawah tanah agak luas. Keadaannya remang-remang.Di tengah ruangan ini ada gundukan bantu besar bentuknya mirip seperti dulu dia menyelam ke dasar telaga.Cahaya remang-remang ini pasti berasal dari pedang pusaka itu. Kameswara segera mencari letaknya. Dulu tertancap pada sebuah batu, sekarang pasti sama.Setelah berkeliling satu kali akhirnya menemukan juga pusaka tersebut. Kedua mata Kameswara terbelalak."Mungkinkah ini pedang yang sama? Kalau begitu bisa jadi ada dua, karena di masa depan sudah aku ambil dan diserahkan kepada Ayu Citra, atau..."Kameswara ingat selama sering bertemu dengan Fan Xiang yang merupakan reinkarnasi dari Ayu Citra, gadis itu tidak pernah membicarakan tentang pedang ini."Atau bisa jadi pedangnya kembali ke sini!"Ketika tangan Kameswara menjulur hendak memegang pedang yang tertancap di batu tersebut, tiba-tiba ada serangan hawa gaib yang me
Manakala terbetik berita yang dibawa oleh pedagang dari Arab bahwa Ali bin Abi Thalib telah meninggal dibunuh oleh Abdurrahman bin Muljam, maka Rakean Sancang bergegas kembali ke Arab.Tempat pertahanan di Gunung Negara terpaksa ditinggalkannya. Di saat itulah dengan segera pasukan Tarumanagara dikerahkan untuk menghancurkan umat agama baru itu.Hampir separuh penganut agama baru itu meninggal dan sebagian lainnya dapat melarikan diri melalui jalan rahasia berupa gua kemudian keluar di bukit yang curam.Para penganut agama baru lalu menyebar ke mana-mana di wilayah Tatar Sunda."Dan sejak saat itu mereka menjalankan keyakinannya secara sembunyi-sembunyi?" tanya Padmasari."Benar, bisa jadi telah mengganti nama agar tidak ketahuan lagi," sahut Ki Santang."Kau mencurigai atau menemukan sesuatu yang berkaitan dengan hal itu?""Ada!""Wah, apa itu?""Ada sebuah ajaran yang namanya Sunda Wiwitan, ajarannya
Sepasang suami istri berbeda masa sudah dalam perjalanan mencari Pedang Bunga Emas. Pada malam hari apabila tidak mendapatkan penginapan, maka mereka bermalam di hutan atau kebun.Mereka membuat gubuk dadakan. Dengan kesaktian Kameswara tentu saja sangat mudah dan cepat membangun tempat istirahat sementara tersebut.Sebelum tidur Asmarini sempatkan untuk bersemedi mencari petunjuk keberadaan pusaka leluhurnya.Selama ini setelah berkali semedi sebelum perjalanan, dalam pikirannya selalu ingin pergi ke arah utara."Kalau ke utara, tempat apa saja yang akan kita temukan? Selain bukit Gajah Depa tempat aku menyegel Kala Cengkar. Bukit itu dekat ke perbatasan kerajaan Wanagiri,"Kameswara tampak menerawang. Meski berbeda waktu, tapi letak suatu tempat tetap sama.Tempat mereka berada sekarang sudah dekat ke wilayah yang suatu saat nanti menjadi kerajaan Talagamanggung."Di masa ini kerajaan itu belum berdiri, sedangkan Hutan
"Aku tidak menyangka ternyata orang-orang desa Linggapura menggunakan cara-cara memalukan!" teriak Genta."Jangan ngawur!" sentak Suryadana tidak bisa menahan diri. "Sebenarnya kau mau apa ke sini?"Genta bertolak pinggang, wajahnya menunjukkan keangkuhan dan congkak. Sambil menunjuk dia berseru."Aku akan buktikan bahwa warga desa yang katanya kumpulan para pendekar melakukan cara licik untuk memikat hati wanita. Dengan cara membunuhmu, maka guna-guna yang merasuki Sukesih akan hilang!"Genta melangkah ke alun-alun. Keributan kecil di balai desa ini memancing warga yang lain berdatangan untuk melihat apa yang terjadi."Aku tantang kau di kandang sendiri, Suryadana. Katanya kau adalah pemuda berbakat di desa ini, aku ingin tahu seberapa hebatnya dirimu!"Di tempat lain Kameswara dan Asmarini sudah menyaksikan kejadian itu.Sebelum melangkah memenuhi tantangan Genta, pemuda berbakat desa Linggapura menyuruh calon istrinya
Desa Linggapura tidak besar juga tidak kecil, penduduknya agak padat. Sususan pemukimannya tertata dengan rapi. Karena awalnya hanya sebuah padepokan kecil.Pada waktu itu, selain menerima murid baru dari luar, juga ada penambahan warga dari dalam padepokan sendiri. Yaitu anak-anak dari pernikahan antara murid laki-laki dengan perempuan.Desa padepokan ini berada di kaki gunung Lingga. Dulu padepokan utamanya berada di lereng gunung.Sekarang dijadikan tempat keramat yang tidak sembarangan orang bisa ke sana, walaupun warga desa sendiri."Lama-lama bisa jadi kerajaan," ujar Kameswara yang diajak jalan memutar. Tidak melalui jalan utama, tapi langsung menuju lereng."Memangnya ada yang seperti itu?""Ada, dulu Indraprahasta juga awalnya hanya pedukuhan kecil yang dibangun oleh resi Santanu,""Oh, ternyata begitu. Sayangnya sekarang sudah hancur!"Kameswara teringat ketika menyelamatkan keluarga Prabu Wiratara seb
Keesokan harinya perjalanan mencari Pedang Bunga Emas dimulai. Kameswara sudah mempunyai rencana kemana dia akan pergi, tapi tidak disampaikan ke istrinya."Kemana kita akan mulai?" tanya Kameswara."Ke utara!"Tepat. Arah yang hendak dituju Kameswara memang ke utara. Mudah-mudahan saja firasatnya benar."Jadi kita tidak membutuhkan para pendamping?""Hanya untuk keadaan darurat. Jangan terlalu mengandalkan mereka. Selagi masih bisa dikerjakan sendiri, jangan malas!""Baiklah!"Pada dasarnya Kameswara memiliki pemikiran yang sama dengan istri mungilnya ini. Hanya untuk hal yang sangat tidak mungkin baru dia meminta bantuan Padmasari.Seperti menyeberang ke negeri tempat tinggal Ayu Citra dalam waktu sekejap, tapi itu mungkin tidak akan dilakukan lagi.Satu kesamaan yang dimiliki Asmarini dengan Kameswara adalah tidak suka membawa banyak barang dalam perjalanan. Hanya seperlunya saja.Setelah se
Angin yang tadinya berhembus bagaikan badai berganti menjadi tiupan lembut dan sejuk. Semua mata kini memandang ke atas. Satu sosok melayang bagaikan turun dari langit. Bercahaya.Sosok yang memegang payung terbuka menaungi kepalanya dari terik mentari. Setelah semakin turun barulah terlihat sosok tersebut adalah seorang wanita yang kecantikannya bagai bidadari dari alam Tunjung Sampurna."Dewi Payung Terbang!"Beberapa orang berseru mengenali siapa yang datang itu. Semuanya terpana, takjub dengan cara-cara wanita yang dijuluki Dewi Payung Terbang ini muncul di hadapan semua orang.Wanita cantik berpayung mendarat di depan Kameswara. Mereka saling pandang dengan seulas senyum tipis."Kakang berhasil,""Ini berkat Nyai juga!"Aki Balangantrang dan Manarah tampak mendekat."Terima kasih, Ki Sanak telah menyelamatkan kerajaan dan juga ibu saya!" ucap Manarah.Sementara beberapa orang telah mengamankan Hari
Apa yang terjadi? Kita mundur dulu sejenak ceritanya.Setelah kematian suaminya, lalu dinikahi oleh Tamperan. Hidup Dewi Naganingrum tidak tenang. Dia merasa telah mengkhianati sang suami.Sedangkan Pangrenyep sepertinya malah senang. Naganingrum tidak tahu kalau di antara Pangrenyep dan Tamperan sudah ada skandal sejak suami masih hidup.Karena rasa tidak tenang inilah akhirnya Naganingrum memutuskan untuk tinggal di luar istana. Dia memilih bekas pertapaan Premana Dikusumah.Di sana dia membangun rumah sederhana. Manarah juga dirawat di sana. Baru ketika umur tujuh tahun, Manarah diperbolehkan pergi ke istana.Sampai besar Manarah sering bolak balik dari istana ke rumah ibunya.Lalu sekarang, tiba-tiba saja Dewi Naganingrum berada dalam cengkraman tangan seseorang yang berdiri di atas atap. Sosok yang mengenakan pakaian serba merah."Dewata Kala!" Aki Balangantrang terkejut. Lebih-lebih Manarah karena dia sangat menyay